Artinya, hanya ALLAH-lah Yang Tahu apa-apa yang BAIK dan yang BURUK.
Implikasinya, kalau kita ingin tahu yang baik maka kita harus merujuk kepada ALLAH.
Tapi karena TUHAN Yang NamaNya ALLAH itu AL-GHAIB, berarti kita harus bertanya
tentang BAIK dan BURUK itu kepada UtusanNya (RASUL atau ULIL AMRI minkum)
‘Inti’ beragama adalah mentaati ‘Allah’
mentaati ‘Rasul-Nya & Ulil Amri’
Pertama, iblis bersumpah akan menciptakan pandangan yang baik kepada manusia, padahal
buruk (karena tidak sejalan dengan Kehendak Allah):
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku
akan menjadikan mereka memandang baik (pandangan dan perbuatan yang tidak sejalan
dengan kehendak Tuhan) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali sebagian dari hamba-hambaMu yang ikhlash.
(Qs. 15/Al-Hijr: 39-40; Qs. 6/Al-An`am: 112, Qs. 27/An-Naml: 24)
Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka
lalu mereka (manusia) mengikutinya, kecuali sebagian kecil orang-orang yang beriman.
(Qs. 34/Saba` ayat 20)
Mengapa manusia tidak bisa membedakan
BAIK DAN BURUK ?
Kedua, syetan dari bangsa jin ataupun syetan dari bangsa manusia selalu membisik-bisikkan
pandangan sesatnya kepada setiap manusia. Oleh karena itu kita harus selalu hati-hati, selalu
waspada, dan selalu memohon dengan sungguh-sungguh agar dihindarkan dari bisikan-bisikan
syetan. Perhatikan Qs. 114/An-Nas ayat 4-6:
... dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi; yang membisikkan (kesesatan) ke
dalam dada manusia; (yakni syetan) dari (bangsa) jin dan (bangsa) manusia.
Dan syetan itu merupakan musuh yang nyata (bukan musuh yang samar-samar) bagi
manusia, sebagaimana firmanNya antara lain dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 208:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh
yang nyata bagimu.
Mengapa manusia tidak bisa membedakan
BAIK DAN BURUK ?
Ketiga, manusia selain memiliki musuh eksternal (iblis beserta bala tentaranya syetan-jin dan
syetan-manusia) juga memiliki musuh internal, yakni nafsu yang selalu mendorong untuk
melakukan perbuatan buruk, tapi sebagaimana iblis merasakannya sebagai sesuatu yang baik.
Dalam Qs. 3/Ali Imran ayat 14 dijelaskan:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga).
Al-Quran menegaskan bahwa nafsu selalu mendorong perbuatan buruk:
:
(Kata Nabi Yusuf): Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Qs. 12/Yusuf: 53)
Mengapa manusia tidak bisa membedakan
BAIK DAN BURUK ?
Dalam Al-Quran ditegaskan larangan beragama atas dasar mengikuti keberagamaan mayoritas,
nenek moyang, tokoh idola, dan atas dasar pemikiran sendiri.
Pertama, hindari kepercayaan keagamaan mayoritas. Allah SWT menegaskan bahwa keberagamaan
mayoritas adalah sesat dan harus dihindari, sebagaimana firmanNya, antara lain dalam ayat berikut:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus;
tetapi kebanyakan an-nas (manusia) tidak mengetahui, (Qs. 30/Ar-Rum: 30)
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka
tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (Qs. 6/Al-An`am: 116)
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan
mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". (Qs. 5/Al-Maidah ayat 104)
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !
Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka." Dan
demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang mundzir (Pemberi Peringatan, Rasul) pun dalam
suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami
mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak
mereka". (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu
(agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu
menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk
menyampaikannya."
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !
Seorang anak memang harus berbakti kepada kedua orangtuanya. Tapi jika kedua orang tua
mengajak kemusyrikan, sikap sang anak adalah tetap berbuat baik dalam urusan dunia. Tapi
dalam keberagamaan harus mengikuti (mentaati) kepada orang yang pernah kembali kepada
Tuhan. Allah SWT dalam Qs. 31/ Luqman ayat 15 menegaskan: wattabi` sabiila man anaaba
ilayya =dan ikutilah jalan orang yang pernah kembali kepada-Ku. Orang yang pernah kembali
kepada-Ku (Aku=Tuhan) adalah para Rasul, Ulil Amri, dan Nabi. Merekalah yang kenal dengan
Tuhan yang punya nama Allah tapi di dunia Al-Ghaib:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku
(yakni itba` kepada Rasul atau Ulil Amri), kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !
Ketiga, hindari kepercayaan keagamaan tokoh idola. Setiap sesuatu yang menarik hati karena
sesuatu yang disenangi oleh nafsu dan syahwat, terlebih-lebih jika disandarkan pada agama pasti
akan diikuti oleh kebanyakan manusia. Dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 204 Allah SWT
menegaskan bahwa sebenarnya orang demikian adalah penantang agama yang paling keras,
karenanya harus dihindari:
Dan (hati-hatilah nanti suatu) hari (di akhirat) orang yang zalim (=beragama yang sesat) menggigit dua
tangannya (saking menyesalnya), seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu ketika di dunia) aku mengambil
jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu ketika di dunia) tidak
menjadikan si fulan sebagai kholil (tokoh idola). Sesungguhnya dia (sang kholil itu) telah menyesatkan aku
dari Adz-Dzikro ketika Adz-Dzikro itu telah datang kepadaku; dan adalah syetan (=sang tokok idola itu)
tidak mau menolong manusia. Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran
ini sesuatu yang tidak diacuhkan (padahal Al-Quran jelas sekali memerintahkan agar umat manusia mentaati
Rasul/Ulil Amri). (Qs. 25/Al-Furqan: 27-30)
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !
Keempat, hindari kepercayaan agama atas dasar dugaan. Pemikiran adalah hasil
dugaan, perkiraan, dan sangkaan. Beragama haruslah didasarkan atas keyakinan
(=mentaati Allah, RasulNya dan Ulil Amri), tidak boleh mengandalkan dugaan,
perkiraan, dan sangkaan, karena cara-cara seperti itu tidak akan mencapai kebenaran.
Allah SWT berfirman Qs. 10/Yunus ayat 36:
Bahkan dalam Qs. 18/al-Kahfi ayat 13-16 berikut, orang yang beragama atas dasar
“dugaan” disebut-sebut sebagai orang yang menjadikan Al-Quran dan Rasul-Nya
sebagai bahan olok-olokan:
Selain RASUL tidak tahu AGAMA yang benar,
tidak tahu yang BAIK dan BURUK !