Anda di halaman 1dari 22

II Syarat tumbuh

• Tanaman teh berasal dari daerah sub tropis, dan


menyebar sampai ke derah tropis.
• Wilayah pertumbuhan tanaman teh, semula terletak
antara garis lintang 25°-35°LU dan garis bujur 95°-
105° BT
• Di Indonesia yang beriklim tropis agar dapat tumbuh
dan berproduksi secara optimal , maka
dikembangkan di wilayah-wilayah yang sesuai
dengan persyaratan yang sesuai dengan keperluan
pertumbuhannya yaitu pada umumnya
dikembangkan di daerah pegunungan.
• Secara umum lingkungan fisik yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
adalah kedaan iklim dan tanah.
A. IKLIM
1. Curah Hujan
tanaman teh menghendaki daerah lembab dan sejuk,
tidak tahan kekeringan , oleh karena itu memerlukan
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi dan merata
sepanjang tahun .
Secara umum tanaman teh menghendaki curah hujan
minimal 60mm/bln atau rata-rata pada musim kemarau
tidak kurang dari 100 mm/ bln, 1150-3600 mm/th
Curah hujan tahunan yang diperlukan secara optimum
2000-2500 mm.
Tetapi agar dapat tumbuh dengan baik dan ekonomis
Curah Hujan optimum: 100-130 mm/bln (Johnson, 1953).
• Eden (1965) dan Carr (1972) curah hujan -- minimal
yang dibutuhkan tanaman teh sekitar 1.150-1.400
mm/tahun dan maksimal 2.500-3.600 mm/tahun dan
merata sepanjang tahun.
• Menurut Chang dan Wu (1962) setiap batang
tanaman teh produktif memerlukan air 1,24 mm-
2,68 mm/hari pada temperatur 10°-18°C.

2. Suhu udara
Pada dasarnya tanaman teh memerlukan suhu yang
sejuk. Maka suhu yang baik untuk tanaman teh:
13°- 25°C yang diikuti oleh sinar matahari yang cerah
dengan kelembapan relatif (RH) 70%.
3. Tinggi Tempat
Di Indonesia pertanaman teh dikembangkan pada
ketinggian antara 400 – 1200 m dpl.

Berdasar pada ketinggian tempat, perkebunan teh


dibagi menjadi 3, yakni:
1. Perkebunan rendah (400- 800 m dpl.), dengan
suhu harian 23°C-24°C.
2. Perkebunan sedang (800-1.200 m dpl.),dengan
suhu rata-rata harian 21°C - 22° C.
3. Perkebunan tinggi (> 1.200 m dpl.), dengan suhu
rata- rata harian 18°C- 19°C.

Semakin tinggi tempat penanaman kualitas daun teh


semakin baik, dengan aroma yang lebih baik dari pada
teh yang ditanam di dataran rendah.
Namun pada tempat yang terletak pada ketinggian diatas
1500 m dpl, rawan adanya serangan frost (embun
beku/ night frost) pada bulan kering di musim kemarau.
-Pembekuan yang ringan hanya akan merusak ranting-
ranting petikan sehingga akan mengakibatkan kerugian
hasil.
- Tetapi jika pembekuan berat, dapat mengakibatkan
matinya cabang-cabang , serta tempat tumbuh daun.
Maka perlu pekerjaan pangkasan untuk membuang
jaringan atau cabang yang mati yang cukup luas.
4. Sinar Matahari
Makin banyak sinar matahari pertumbuhan teh semakin
cepat, sepanjang curah hujan mencukupi.
Sinar matahari juga mempengaruhi suhu udara, semakin
banyak sinar matahari maka suhu udara meningkat .
Proses fotosintesis pada tanaman teh meningkat sejalan
dengan meningkatnya suhu daun sampai 30°C, jika
lebih maka pertumbuhan teh akan terhambat.
- Hasil bersih fotosintesis mulai menurun bila suhu daun
mencapai 42°C dan
- jaringan daun akan mulai rusak apabila suhu daun
sudah mencapai 48°C.
• Fungsi pohon pelindung di daerah dataran rendah
adalah mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga
suhu udara tidak terlalu tinggi. Sebaliknya dalam bulan-
bulan basah , kurangnya sinar matahari akan
menghambat proses metabolisme, sehingga akan
berpengaruh terhadap mutu pucuk dan pertumbuhan
tanaman teh.
5. Angin
Pada umumnya angin berasal dari dataran rendah yang
membawa udara panas dan kering, angin yang kencang
akan menurunkan RH sd 30%, angin ini berpengaruh
terhadap kelembaban udara serta penyebaran hama
dan penyakit.
Oleh karena itu diperlukan pohon pelindung.
Kesimpulan umum
Tanaman teh menghendaki daerah dengan curah
hujan yang cukup tinggi, suhu sejuk , kelembapan
relatif (RH) cukup tinggi, angin tidak kering. Tinggi
tempat tidak memungkinkan terjadinya embun beku
(night frost)
B. TANAH
1.Sifat fisik tanah
Sifat fisik yang cocok untuk tanaman teh : solum cukup
dalam, tekstur: lempung ringan atau sedang, atau debu.
Keadaan gembur sedalam mungkin (deep friable)
mampu menahan air dan memiliki hara yang cukup.
Di Indonesia tanah untuk tanaman teh dibedakan
menjadi dua jenis utama:
a. Andosol (di P Jawa pada ketinggian > 800 dpl),
b. Podsolik (di Sumatra)
Latosol dibeberapa tempat tanaman teh pada
ketinggian <800m dpl
2. Sifat kimia tanah
Tanaman teh menghendaki tanah yang asam dengan pH
4.5-6.0
Maka untuk pemupukan yang baik adalah pupuk ZA
Tiga unsur hara pembatas (dalam keadaan kurang) N,P,K,
maka ketiga unsur tersebut tidak boleh kurang .
Ketiga unsur tersebut diperlukan dala usaha peningkatan
produksi, sedangkan daun yang rontok baik dari tanaman
teh maupun pupuk hijau dan pohon naungan dapat
menambah bahan organik tanah.
Unsur hara dalam abu daun teh:
K (1,75%-2,25%), Mg(0,20% )
P (0.30%-0,50%), S (0.10%-0.30%)
Ca(0,40-0,50%), dari berat kering
• Unsur mikro yang terkandung:
Fe = 1.500 ppm,
Mn = 500-1000 ppm,
B,Zn,Cl. masing-masing antara 30-50 ppm
Mo dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kebutuhan unsur hara mikro pada umumnya dapat
dicukupi dengan:
1. Pemupukan jika dianggap perlu
2. Pelepasan cadangan mineral di dalam tanah, hasil
proses mineralisasi
3. Hasil dekomposisi bahan organik,
3. Tipe tanah
•Menurut Schoorel ada 6 tipe tanah yang ditanami
teh di Indonesia
1.Tanah pegunungan tinggi, jenis tanah andosol =
35%
2. Tanah pegunungan tinggi yang tua = 14%
3. Tanah laterit merah = 28%
4. Tanah kuarsa berasal dari potsolik merah kuning
=15%
5. Tanah merah yang mengandung liat =7%
6. Tanah merah yang berasal dari batuan kapur =1%
(1,2,3 di Jawa, 1,4 ,5 di Sumatra, no 6 sebenarnya
tidak cocok untuk tanaman teh karena alkalis)
Darmawijaya: Teh di Indonesia pada jenis tanah:
Andosol, Podsolik Merah kuning, Latosol, Regosol, Glei
Humik, Litosol dan Aluvial

4. Kesesuaian tanah dan kemampuan lahan


Sebelum menyusun rencana pembukaan dan
pengelolaan lahan untuk perkebunan teh, perlu
dilakukan survei untuk memperoleh data mengenai
kesuaian tanah dan kemampuan lahan bagi tanaman
teh.
Tanah yang sesuai adalah tanah yang mempunyai
kedalaman efektif dan berstruktur remah > 40 cm.
yang termasuk kategori ini adalah tanah Andosol
di Indonesia tanah Andosol terbentuk dan berkembang di
daerah pegunungan tinggi dengan curah hujan > 2.500
pertahun.
Selain itu ada juga jenis tanah yang seuai dan bersyarat yaitu
Latosol dan Podsolik , yaitu jenis-jenis tanah yang
berkembang di daerah tropis dan sub tropis yang
mempunyai curah hujan 2.500-7000 mm per tahun dengan
topograpi miring, bergelombang sampai bergunung.
Disamping itu kadang tanaman teh ditanam pada tanah yang
tidak sesuai yaitu Lithosol yang mempunyai kedalaman
efektif (solum) < 40 cm, dengan struktur massif yang akan
menghambat pertumbuhan akar.
Mengenai kemampuan lahan terdapat dua faktor yang
menetukan : yaitu kemiringan lahan dan top soil.
Untuk keperluan kesesuaian lahan
•Kemiringan lahan dibedakan menjadi:
1.Lahan datar kemiringan : 0 % - 8 %
2.Lahan landai : 9 % - 15%
3.Lahan miring : 16 % - 35%
4.Lahan sangat miring : > 35 %
Solum (ketebalan tanah)
1.Dangkal ketebalan : < 11 cm
2.Agak dangkal : 11 cm -29 cm
3.Dalam : > 20 cm
Berdasarkan keterangan tersebut maka:
Pusat Penelitian Perkebunan Gambung (1992),
memberikan rekomendasi penggunaan lahan
merupakan hasil akhir pengkajian dan perpaduan data
survei enam kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:

KELAS KEMIRINGAN LAHAN KADAR P TOTAL


(kg/Ha)
I Kurang dari 15 % 1
II Kurang dari 15 % 0,5 – 1,0
III Lebih dari 15 % lebih dari 1
IV Lebih dari 15 % 0,5 – 1,0
V Lebih dari 15 % kurang dari 0,5
Oleh karena itu lahan kelas I mendapat rekomendasi
pertama untuk dikembangkan dibandingkan kelas II,
Lahan kelas II mendapat prioritas dari pada kelas III,
demikian seterusnya.
Berdasarkan CH dan Suhu ;
Kelas Kesesuaian menurut Bunting (1981)
Kelas I : 25-27°C, 2.000–2.500 mm/th
Kelas II : 27-30°C, 2.500-3.500 mm/th
22-25°C, 1.750-2.000 mm/th
Kelas III : 30-35°C, 3.500-4.500 mm/th
17-22°C, 1.250-1.750 mm/th
Kelas IV : temperatur > 35°C, CH > 4.500
temperatur < 17°C, CH < 1.250

Anda mungkin juga menyukai