Anda di halaman 1dari 15

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Tebu

Tebu dengan nama latin Saccharum officinarum L. tanaman ini termasuk

kedalam golongan tanaman perdu, tanaman ini memiliki sebutan yang berbeda-

beda disetiap daerah. Tanaman ini di jawa timur dan di jawa tengah dikenal

dengan sebutan rosan, sedangkan di jawa barat disebut dengan tiwu. Berikut

adalah sistematika tanaman tebu.

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum officinarum L
(Indrawanto dkk., 2012)

2.2 Morfologi dan biologi Tebu

Menurut Indrawanto dkk (2012), morfologi dan biologi tanaman tebu di bagi

menjadi beberapa bagian diantaranya :

2.2.1 Batang

Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada pada bawah tanah

yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Batang tebu beruas-

ruas yang dibatasi oleh buku-buku. Batang tebu berdiri lurus dengan tinggi

batang tanaman antara 2-5 meter dan tidak memiliki cabang. Diameter batang

tanaman tebu berkisar antara 3 cm sampai 5 cm.

6
7

2.2.2 Akar

Tanaman tebu memiliki akar yang tergolong kedalam akar serabut yang

tidak panjang, akar tersebut tumbuh dari cincin tunas anakan. Selain itu, terdapat

pula akar yang tumbuh dibagian yang lebih atas akibat pemberian tanah.

Pertumbuhan akar di bagian yang lebih atas tersebut terjadi pada saat fase

pertumbuhan batang.

2.2.3 Daun

Tanaman tebu memiliki daun yang berbentuk busur panah yang menyerupai

pita berseling kanan dan berseling kiri. Daun tanaman tebu berpelepah seperti

daun tanaman jagung dan juga tidak bertangkai. Pada tepi daun berbulu keras

serta pada tepi daun juga terkadang bergelombang.

2.2.4 Bunga

Tanaman tebu memiliki bunga berupa malai, panjangnya berkisar antara 50

cm sampai 80 cm. Bunga pada tanaman tebu juga memiliki benang sari, putik

dengan dua kepala putik serta bakal biji. Pada tahap pertama cabang bunga berupa

karangan bunga serta pada tahap berikutnya berupa tandan dengan dua bulir

panjangnya sekitar 3 mm sampai 4 mm.

2.2.5 Buah

Tanaman tebu memiliki buah seperti tanaman padi yang memiliki satu biji

dengan besar lembaga 1/3 panjang bijinya. Biji pada tanaman tebu dapat ditanam

pada kebun percobaan guna mendapatkan jenis-jenis yang baru dari hasil

persilangan yang lebih unggul dari yang lainya.


8

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

2.3.1 Iklim

Iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tebu dan berpengaruh pada

besarnya rendemen gula. Air sangat dibutuhkan tanaman tebu pada saat

pertumbuhan, akan tetapi pada saaat masak tebu membutuhkan keadaaan kering

guna pertumbuhan terhenti. Apabila curah hujan tetap tinggi maka pertumbuhan

tebu akan terus tumbuh dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga

rendemen tebu menjadi rendah (Indrawanto dkk., 2012).

Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada daerah tropis, tanaman ini juga bisa

di tumbuhkan di daerah sub tropis sampai mencapai garis isoterm 20 oC yaitu

untuk kawasan yang berada di antara 39o LU dan 35 LS (Wijayanti, 2008).

Tanaman tebu dapat hidup dalam berbagai ketinggian dari pantai hingga dataran

tinggi (1400m diatas permukaan laut/dpl) akan tetapi mulai ketinggian 1200 m dpl

pertumbuhan tanaman tebu menjadi lambat (Tim Penulis PS, 2000).

2.3.2 Curah hujan

Fase vegetative pada tanmana tebu membutuhkan banyak air akan tetapi

saat memasuki berakhirnya fase tersebut tanaman tebu membutuhkan lingkungan

yang kering untuk proses pemasakan agar berjalan dengan baik. Curah hujan

bulanan yang ideal pada wilayah pertanaman tebu berdasrkan kebutuhan air pada

setiap fase pertumbuhanya adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturu-turut

,125 mm/bulan pada 2 bulan transisi dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan

berturut-turut. Jumlah curah hujan tahunan antara 1500-3000 mm pada dataran

rendah, daerah seperti ini sesuai untuk pengembangan tanaman tebu (Tim Penulis

PS, 2000).
9

2.3.3 Sinar matahari

Sinar matahari berperan besar terhadap pertumbuhan tanaman tebu

terutama untuk proses fotosintesis yang selanjutnya akan mengatur pemanjangan

batang dan pertunasan. Cuaca yang berawan pada siang hari maupun malam hari

dapat menghambat pembentukan gula. Cuaca yang berawan pada siang hari akan

menghambat proses fotosintesis hal itu mengakibatkan jumlah anakan pada setiap

rumpun menjadi berkurang. Berbeda jika cuaca seperti ini terjadi pada malam hari

saat suhu akan naik sehingga proses pernafasan meningkat hal itu akan berdampak

pada berkurangnya akumulasi gula pada batang tanaman tebu (Tim Penulis PS,

2000).

Pertumbuhan tanaman tebu juga membutuhkan penyinaran, lamanya

penyinaran kurang lebih 12 jam sampai 14 jam per hari. Penyinaran matahari

secara penuh maka daun akan menerima radiasi sehingga proses asimilasi berjalan

optimal. Cuaca yang berawan pada siang hari akan berpengaruh terhadap

intensitas penyinaran sehingga berdampak pada proses fotosintesa sehingga

peumbuhan terhambat (Indrawanto dkk., 2012).

2.3.4 Angin

Proses fotosintesa dipengaruhi oleh kecepatan angin yang berperan dalam

mengatur keseimbangan kelembapan udara dan kadar CO2 disekitar tajuk.

Kecepatan angin kurang dari 10 km/jam pada siang hari berdampak positif bagi

pertumbuhan tebu, sebaliknya kecepatan angin yang melebihi 10 km/jam akan

mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan tanaman tebu akan roboh dan patah

(Indrawanto dkk., 2012).


10

Menurut Tim Penulis PS (2010), robohnya tanaman tebu merupakan salah

satu penyebab turunya randemen pada tebu. Pada saat tebu roboh ujung tanaman

tumbuh lagi secara vertikal. Hal ini mengakibatkan sebagian sukrosa yang telah

terbentuk digunakan untuk pertumbuhan sehingga randemen tebu menurun.

2.3.5 Suhu

Suhu akan berpengaruh terhadap tanaman tebu pada pertumbuhan menebal

dan memanjang hal ini berhubungan dengan penimbunan sukrosa pada batang

tebu. Suhu panas pada siang hari dan suhu rendah pada malam hari sangat

dibutuhkan pada proses ini. Suhu optimal antara 24-30oC dibutuhkan pada saat

pertumbuhan tanaman tebu dengan suhu musiman tidak lebih dari 6 oC dan beda

suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 oC (Tim Penulis PS, 2010).

Menurut Indrawanto dkk., (2010), suhu 30 oC pada siang hari adalah suhu

optimal untuk Pembentukan sukrosa. Sukrosa yang terbentuk akan

disimpan/ditimbun dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. suhu 15 oC

paling efektif dan optimal untuk proses penyimpanan sukrosa.

2.3.6 Kelembapan udara

Kelembapan udara tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu

apabila kadar air dalam tanah cukup tersedia. Pada Kelembapan yang tinggi akan

terbentuk kabut hal ini dapat menghalangi radiasi sinar matahari yang berdampak

memperlambat proses fotosintesis (Tim Penulis PS, 2010).

2.3.7 Kemiringan lahan

Daerah yang memiliki kemiringan kurang dari 2% adalah daerah yang

terbaik untuk penanaman tebu. Adapun bentuk lahan sebaiknya datar sampai
11

berombak lemah dengan kemiringan kurang dari 8 % (Tim Penulis PS, 2010).

2.3.8 Tanah

Keadaan dan sifat tanah mempengaruhi pertumbuhan dan kadar gula dalam

tebu. Tanah yang banyak mengandung humus pertumbuhan tanaman tebu akan

baik sekali. Akan tetapi, kadar gula di dalamnya rendah. Sebaliknya, pada tanah

pasir pertumbuhan tanaman tebu kurang baik namun kadar gula di dalamnya

tinggi. Pada tanah asam dan tanah asin pertumbuhan tanaman tebu tidak baik,

begitu pula dengan air gula yang dikandungyaa tidak mudah dijadikan gula.

Adapun tanah yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah

lempung berpasir maupun berkapur dan tanah lempung liat. Tanah yang dapat

menjamin ketersediaan air secara optimal adalah tanah yang baik untuk

pertumbuhan tanaman tebu. Selain itu, tanah dengan derajat keasaman berkisar

antara 5,7-7 (Tim Penulis PS, 2010).

Pada Ph 6-7,5 tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik dan masih toleran

pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH

kurang dari 5 maka akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada tanaman tebu.

Oleh sebab itu, perlu dilakukanya pemberian kapur (CaCo3) agar unsure Fe dan

Al dapat dikurangi. Pada pH yang tinggi menyebabkan ketersediaan unsur hara

menjadi terbatas. Salah satu bahan racun utama didalam tanah adalah klor (Cl)

kadar Cl dalam tanah berkisar antara0,06-0,1 % bersifat racun bagi akar tanaman.

Pada daerah tepi pantai tanah memiliki kadar Cl yang cukup tinggi hal itu

disebabkan oleh rembesan air laut sehingga bersifat racun (Indrawanto dkk.,

2012).
12

Menurut Tim Penulis PS (2000), tanaman tebu yang ditanam pada tanah

yang memiliki pH dibawah 5,5 akan mengakibatkan perakaran tidak dapat

menyerap air maupun unsur hara dengan baik. Begitupun dengan tanaman tebu

yang ditanam pah tanah yang memiliki pH di atas 7,5 akan berpengaruh terhadap

kekurangan unsur P hal itu karena mengendap sebagai kapur fosfat. Hal yang

menyebabkan terjadinya klorosis pada daun , akibat dari tidak cukup tersedianya

unsu Fe adalah derajat keasaman tanah diatas 7,5. Beberapa syarat berikut yang

harus dipenuhi untuj pertanaman tebu diantaranya adalah kedalaman efektif 50

cm, tekstur sedang sampai berat, tidak terdapat lapisan padas, struktur baik ndan

mantab, tidak tergenang air, kadar garam kurang dari dari 1 milimush/cm 3, kadar

natrium kurantg dari 12%, kadar klor kurang dari 0,06 %.

2.4 Tanaman keprasan pertama

Menurut Setyamidjaja dan Azhari (1992), tanaman tebu keprasan adalah

tanaman tebu yang diperoleh dari tanaman yang sudah dipanen sebelumnya, lalu

tunggul-tunggulnya dipelihara kembali hingga menghasilkan tunas-tunas baru

yang nantinya akan tumbuh menjadi tanaman baru. Menurut Notojoewono (1984),

kelebihan budidaya tebu keprasan adalah penghematan biaya untuk bibit dan

pengolahan lahan kembali dan tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan

tanaman pertama.

Tanaman tebu di bagi menjadi tiga yaitu yang pertama plantcane murni

(PCM) adalah tanaman tebu yang pertama yang ditanam padqa lahan yang baru

dibuka. Kedua yaitu replanting cane (RPC) atau PC bongkar ratoon adalah

tanaman pertama yang ditanam pada lahan yang sebelumnya juga ditanami

tanaman tebu. Ketiga yaitu ratooncane (RC) atau tanaman keprasan adalah
13

tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang usai ditebang selanjutnya

tungtul-tunggulnya dipelihara kembali menjadi tanaman baru. Pada lahan tegalan

tanaman tebu dapat dikepras hingga tiga kali apabila melebihi tiga kali maka

produktivitasnya akan menurun (Wijayanti, 2008).

2.5 Salinitas Tanah

Ketersedian lahan subur untuk penanaman yang semakin berkurang akan

beralih ke lahan marginal untuk penanaman. Banyaknya lahan marginal yang

belum dimanfaatkan dengan baik berpotensi besar untuk menjadi lahan tanam.

Salah satu lahan marginal adalah lahan salin, salinitas dapat diartikan adanya

garam terlarut dalam konsentrasi berlebihan dalam larutan tanah. Strategi dalam

mengatasi permasalahan pada tanah salin salah satunya yang dapat dilakukan

adalah memilh kultivar tanaman yang bertahan terhadap kadar garam yang

berlebihan dalam tanah ( Yuniati, 2004). Menurut Tan (1991) tanah pada daerah

iklim kering dengan curah kurang dari 500 mm/tahun dengan pH tanah 8,5 atau

lebih rendah dan DHL > 4 mmho/cm adalah tanah salin. Keadaan tanah salin

disebabkan oleh konsentrasi garam natrium yang tinggi yang menghambat

pertumbuhan pada tanaman.

Menurut Rachman dkk., (2018), ada 3 hal yang menyebabkan peningkatan

kadar garam dalam tanah pada umumnya yaitu: Pertama, Masuknya air yang

mengandung garam disebabkan oleh terjadinya intrusi air laut yang terjadi secara

berkala atau sekaligus seperti terjadinya tsunami atau pencemaran limbah cair

pabrik yang mengandung kadar garam tinggi ke saluran irigasi. Penyebab kedua

yaitu lebih tingginya evaporasi dan evapotranspirasi dibandingkan dengan

presipitasi (curah hujan). Penyebab ketiga yaitu bahan pada induk tanah yang
14

mengandung deposit garam. Salinitas tinggi pada tanah tidak hanya dijumpai pada

daerah yang berdekatan dengan pantai akan tetapi dapat dijumpai pada daerah

yang berjauhan dengan pantai seperti lahan kering dengan curah hujan yang

sangat rendah atau lahan sawah yang tercemar limbah cair dari pabrik melalui

saliran irigasi (Rachman dkk., 2018)

Menurut Djukir (2009), tanah yang mengandung Kadar garam yang cukup

untuk menggangu kebanyakan spesies pada pertumbuhanya tanah tersebut

tergolong dalam tanah salin. Namun tidak hanya itu yang merupakan jumlah yang

tepat karena akan tergantung pada spesies tanaman, kandungan air tanah, tekstur

tanah dan dan komposisi garamnya. Hal tersebut senada dengan pengertian yang

digunakan oleh US salinitylaboratory bahwa ekstrak jenuh (larutan yang

diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin memiliki nilai DHL

(daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih besar dari 4 deciSiemens/m

(ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan presentase natrium yang dapat ditukar (ESP=

exchangeable sodium percentage).

2.6 Pertumbuhan Tanaman pada Tanah Salin

Lingkungan dengan kadar garam yang tinggi menyebabkan pertumbuhan

tanaman mengalami efek hiperosmotik. Hal itu mengakibatkan ganguan pada

membran, ganguan proses fotosintesis, keracunan metabolisme hingga dapat

mengakibatkan kematian tanaman (Malhotraand Blake, 2004).

Menurutr Rachmawati (2000), tanggapan tanaman terhadap salinitas

bervariasi tergantung pada derajat dan lamanya cekaman hingga spesies tanaman.

Keadaan yang dapat menyebabkan kematian tersebut akan memacu tanaman

untuk beradaptasi untuk meningkatkan ketahanannya dengan terbentuknya


15

molekul tertentu di dalam sel, seperti asam amino bebas lainya dan prolin yang

berguna dalam peningkatan ketahanan pada cekaman garam.

Nilai EC (electrical conductivity) pada ekstrak tanah jenuh di nilai sebagai

indikator yang belum sesuai untuk pertumbuhan tanaman, hal itu dikarenakan

yang pertama konsentrasi aktual garam pada permukaan akar dapat jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan tanah disekitarnya. Kedua karakter EC hanya dari

kandungan garam total bukan menunjuk pada komnposisinya. Meskipun NaCl

yang mendominasi akan tetapi ada garam yang lain yang mungkin dalam

konsentrasi tinggi serta dengan komposisi yang beragam tergantung pada asal dari

air salin teresebut serta pada kalarutannya (Djukir, 2009)

Menurut Djukir (2009), pada kondisi kadar garam tinggi ada tiga hal yang

menjadi kendala utama untuk pertumbuhan tanaman, diantaranya yaitu yang

pertama adalah Defisit air( stres air) yang diakibatkan oleh rendahnya potensial air

dari media tumbuh. Kedua yaitu toksifitas ion karena serapan berlebih ion natrium

dan klorida. Ketiga yaitu ketidak seimbangan nutrisi akibat inhibisi dari serapan

ion atau transport kepucuk serta ketidak sesuaian distribusi mineral nutrisi pada

internal terutama pada kalsium. Ketiga faktor tersebut sulit untuk melihat

kontribusi relatif pada kondisi salinitas tinggi hal itu dikarenakan kemungkinan

ada faktor lain yang menjadi kendala yaitu lamanya cekaman, spesies tanaman,

kultivar, konsentrasi ion dan hubunganya dengan medium, stadia pertumbuhan,

organ tumbuhan, kondisi lingkungan dan tipe dari root stock (excluder atau

includer).

Cekaman garam mengakibatkan efek osmotik hal itu karena kelebihan ion

yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam sel dan mempengaruhi


16

aktifitas metabolisme. Cekaman garam juga merupakan cekaman yang kompleks

dan dilihatkan sebagai keadaan kekurangan air akibat pengaruh osmotic garam

(Sinaga, 2008).

Akibat dari hilangya air pada jaringan tanaman yaitu menurunnya turgo

sel, mempengaruhi membran sel dan poternsi aktivitas kimia air dalam tanaman.

Kehilangan air juga meningkatkan konsentrasi makro molekul dan senyawa-

senyawa dengan berat molekul rendah. Kekurangan air pada tanaman akan

mempengaruhi kesemua proses metabolik yang dapat menurunkan pertumbuhan

tanaman. Hal itu menandakan peranan air sangat penting bagi pertumbuhan

tanaman (Sinaga, 2008) .

Berkurangnya pertumbuhan daun yang mengakibatkan berkurangnnya

fotosintesis tanaman merupakan dampak dari salinitas. Respon yang pertama kali

dilakukan oleh tanaman adalah menurunkan tekanan turgor. Menurunnya turgor

ini mengakibatkan menurunya kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran

pada sel. Menurunnya turgor diidentifikasikan sebagai proses yang paling sensitif

pada tanaman dalam merespon keadaan cekaman kekeringan. Menurunnya turgor

berpengaruh pada menurunnya pertumbuhan meliputi perluasan daun,

pertambahan panjang batang dan penyempitan stomata. Membukanya stomata jika

kedua sel penjaga meningkat. Meningkatnya tekanan turgor sel penjaga

dikarenakan oleh masuknya air kedalam sel penjaga (Putri, 2010).

Menurut Djukir (2009), penimbunan kadar garam dalam tanah

mengakibatkan jutaan hektar tanah tidak produktif . Kondisi seperti in

mengakibatkan tumbuhan mengalami dua masalah yang pertama yaitu bagaimana

tumbuhan harus mendapatkan air tanah yang potensial airnya lebih negatif. Kedua
17

yaitu bagaimana tumbuhan dalam mengatasi konsentrasi Na+ dan Cl- yang

memungkinkan beracun.

2.7 Varietas Unggul

Menurut Tim Penulis PS (2000), varietas tebu jumlahnya begitu banyak

akan tetapi tidak semuanya unggul. Varietas unggul yaitu varietas yang memiliki

cirri-ciri sebagai berikut :

1. Tingkat produktivitas gulanya yang tinggi, produktivitas bisa diukur melalui

bobot atau randemen yang tinggi.

2. Tingkat produktivitas yang stabil.

3. Kemampuan yang tinggi untuk dikepras.

4. Toleransi yang tinggi terhadap hama dan penyakit.

Produktifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau daya produksi.

Banyaknya varietas tersebut dapat dibagi berdasarkan kecepatan kemasakan,

lahan penanaman, dan produktivitas. Produktivitas tanaman tebu bisa diukur

melalui rendemen dan bobot. Varietas unggul di bagi menjadi 3 yaitu rendemen

lebih dominan, bobot lebih dominan dan rendemen dan bobot seimbang (Tim

Penulis PS, 2000).

Menurut Tim Penulis PS (2000), waktu yang diperlukan tanaman dari

tumbuh tunas sampai siap dipanen merupakan kecepatan kemasakan. Varietas

tebu dibagi menjadi tiga berdasarkan kecepatan kemasakan yaitu :

1. Tebu masak awal atau berumur pendek. Memiliki Kemasakan optimal pada

umur 10 sampai 11bulan dan ditebang pada awal musim giling antara bulan

April sampai Mei.


18

2. Tebu masak tengah atau berumur tengah. Memiliki kemasakan optimal pada

umur 12 sampai 14 bulan biasanya ditebang dipertengahan musim giling antara

bulan Juni, Juli dan Agustus.

3. Tebu masak akhir atau berumur panjang. Memiliki kemasakan optimal pada

umur lebih dari 14 bulan dan biasanya ditebang diakhir musim giling setelah

bulan Agustus.

Menurut Indrawanto dkk., (2012), dalam memilih varietas tebu yang

berkualitas maka harus memperhatikan sifat-sifat unggulnya. Berikut adalah

beberapa varietas tebu unggul yang dilepas oleh kementrian pertaniaan

diantaranya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Varietas tebu yang telah dilepas oleh kementerian pertanian.


Lahan Sawah Lahan Tegalan
Varietas Sifat Masak S.K Menteri Pertanian
Tebu ku/ha Rend % Tebu ku/ha Rend %
PS 865 Awal-Tengah 804±112 9.38±1.41 342/Kpts/SR.120/3/2008
Kidang Kencana Tengah-Lambat 1.125±325 10.99±1.65 992±238 9.51±0.88 344/Kpts/SR.120/3/2008
PS 864 Tengah-Lambat 1.221±228 8.34±0.64 888±230 9.19±0.64 56/Kpts/SR.120/1/2004
PS 891 Tengah-Lambat 1.125±327 9.33±1.19 844±329 10.19±1.35 55/Kpts/SR.120/1/2004
PSBM 901 Awal-Tengah 704±162 9.993±1.12 54/Kpts/SR.120/1/2004
PS 921 Tengah 1.391±101 8.53±1.19 53/Kpts/SR.120/1/2004
PS 951 Lambat 1.461±304 9.87±0.86 53/Kpts/SR.120/1/2004
Sumber : Indrawanto dkk., (2012)
Menurut Mulyono (2011), dalam menentukan bibit unggul harus memenuhi

lima aspek berikut :

1. Tersedianya bibit untuk waktu yangt dibutuhkan.

2. Tersedianya bibit dalam jumlah yang cukup dengan kebutuhan petani.

3. Tersedianya bibit berkualitas yang unggul sesuai dengtan lokasi daerah

setempat.

4. Terjangkaunya harga bibit oleh daya beli para petani.

5. Mudahnya petani dalam memperolah bibit tersebut.


19

Menurut Indrawanto dkk., (2012), kualitas standar bibit dari varietas unggul

yang harus dipenuhi yaitu :

1. memiliki daya kecambah > 90% tidak berkerut, segar, dan tidak kering

2. memiliki panjang ruas antara 15-20 cm, tidak ada gejala hambatan

pertumbuhanya.

3. Memiliki diameter batang lebih dari 2 cm, tidak mongering dan mengkerut.

4. Memiliki mata tunas yang digunakan untuk bibit masih segar, masih dorman

dan tidak rusak.

5. Bibit bebas dari penyalit pembuluh.

2.8 Klon-Klon Baru

Dalam segi kesesuaian lahan setiap klon memiliki ciri-ciri yang berbeda.

Pada saat ini lebih dari 70 klon unggul yang telah dilepas di Indonesia. Beberapa

klon dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan kering dan beberapa yang lain

menghendaki lingkungan basah (Surdianto et al., 2014).

Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tebu (P3T) Fakultas Pertanian

Universitas Muhammdiyah Gersik yang bekerja sama dengan PTPN X PG

Gempol Kereb memiliki beberapa koleksi klon diantaranya SB1, SB2, SB3, SB4.

Klon-klon tersebut adalah calon varietas tebu unggul yang nantinya akan dilepas

bebrapa tahun kedepan (Setyo Budi, 2013).

Klon SB 1, SB 2, SB 3 dan SB 4 dihasilkan dari persilangan yang berbeda-

beda. Klon SB 1 Merupakan klon hasil persilangan dari varietas PL55 dengan

VMC71/238. Klon SB 2 merupakan klon hasil persilangan antara tebu varietas

bululawang dengan varietas cening. Untuk klon SB 3 merupakan klon hasil

persilangan antara varietas PL55 dengan varietas cening. Klon SB 4 merupakan


20

klon hasil persilangan antara tebu varietas PS862 dengan varietas cening. Semua

klon-klon tersebut mempunyai karakter unggul dari indukannya .

(Setyo Budi, 2013).

2.9 Penelitiaan Terdahulu

Menurut Apriyani (2016), bahwa klon SB 2, SB 3, SB 4 memperlihatkan

tingkat toleran dan sangat tahan. Pada klon SB 2 dan klon SB 4 pada perlakuaan

level cekaman garam konsentrasi 4 g/l dan klon SB 2 dan SB 4 pada perlakuaan

level cekaman garam konsentrasi 8 g/l memperlihatkan tingkat ketahan klon

klompok moderat. Sedangkan klon SB 3 pada perlakuan level cekaman garam

konsentrasi 4 g/l dan klon SB 4 dengan level cekaman garam konsentrasi 8 g/l

memperlihatkan tingkat ketahanan kelompok klon peka terhadap kekeringan.

Untuk klon SB 2 mempunyai respon paling baik terhadap cekaman garam 4 g/l.

2.10 Varietas bululawang

Tanaman tebu memiliki banyak varietas, masing-masing varietas memiliki

keunggulan. Salah satu varietas unggul yang banyak dibudidayakan adalah

bululawang (BL). Tebu bululawang ini banyak dikembangkan Karena mempunyai

bobot panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lain (P3GI, 2004).

Beberapa keunggulan dari tebu bululawang ialah pada bidang produksi tebu dan

produksi hablur. Tebu bululawang bisa tumbuh optimal pada lahan geluh berpasir,

drainase yang baik dan ketersedian air yang cukup. Varietas ini mempunyai sifat-

sifat agronomis diantaranya potensi produksi dengan hasil tebu 94,3 ton/ha,

randemen 7,51%, hablur gula 6,90 ton/ha (Keputusan Mentri Pertanian, 2004).

Anda mungkin juga menyukai