Anda di halaman 1dari 55

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berikim tropis dengan tingkat curah hujan cukup tinggi serta keadaan topografi yang beranekaragam menunjukkan karakteristik yang khas diantara negara negara tropis yang lain. Tingginya curah hujan di Indonesia mengakibatkan tanah di Indonesia mempunyai tingkat eosivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan dampak erosi yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menanggulangi bahaya erosi perlu dilakukan usaha usaha konservasi tanah dan air. Dengan tindakan konservasi tanah dan air ini, diharapkan stabilitas tanah tetap terjaga, tersedia cukup air bagi tanaman sehingga produktivitas tanaman dapat optimal. Konservasi tanah dan air adalah suatu tindakan untuk melindungi fungsi tanah dan air yang meliputi usaha pemanfaatan tanah dan air secara efisien, pengelolaan tanah dan air, serta penanganan masalah yang berkaitan dengan tanah dan air. Pada prinsipnya, usaha konservasi tanah dan air juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan yang seimbang. Perkebunan teh merupakan salah satu usaha konservasi tanah yang menguntungkan, selain dapat menghasilkan produk daun teh dapat, tanaman teh dapat dijadikan pula sebagai penghambat terjadinya erosi. Tanaman teh dapat tumbuh pada kemiringan lahan di atas 15 % pada ketinggian 200 2000 m dpl dengan penanaman yang rapat dan sejajar kontur membuat air hujan yang jatuh tidak langsung mengenai tanah sehingga besarnya tingkat erosi menjadi sangat kecil. Manfaat dan fungsi perkebunan teh bila ditinjau dari aspek ekologi yaitu dapat berfungsi sebagai konservasi tanah dan air, dapat meningkatkan infiltrasi air dan mengurangi volume aliran permukaan (Run off). Untuk mengetahui besarnya potensi erosi pada perkebunan teh perlu dilakukan pengamatan dan perhitungan. Metode yang digunakan dalam menghitung besarnya potensi erosi tersebut menggunakan metode USLE. Selain

itu juga dilakukan pengamatan dan evaluasi usaha usaha pengendalian erosi yang sudah dilakukan oleh perkebunan untuk menurunkan laju erosi.

1.2 Tujuan Kerja praktek ini bertujuan untuk memprediksi besarnya potensi erosi dan mengetahui serta melakukan evaluasi terhadap usaha usaha pengendalian erosi yang diterapkan di perkebunan teh Ciater PTPN VIII.

1.3 Manfaat Melalui kerja praktek ini, mahasiswa akan mengetahui permasalahan permasalahan di lapangan yang tekait dengan konservasi tanah dan air di perkebunan teh Ciater PTPN VIII serta merumuskan langkah langkah dalam penyelesaiannya. Selain itu, mahasiswa juga diberi kesempatan untuk

mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan mengenai konservasi tanah dan air di perkebunan teh Ciater PTPN VIII.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Umum Tanaman Teh Tanaman teh adalah tanaman subtropik yang telah sejak lama dikenal dalam peradaban manusia. Selama bertahun tahun digunakan dua istilah oleh para ahli botani, yaitu Camelia theifera. Sekarang terdapat keseragaman nama ilmiah tanaman teh yaitu Camelia sinensis (Djoehana, 1986). Tanaman teh (Camlia sinensis) termasuk dalam familia Theaceae dapat tumbuh dengan baik di daerah tropik dan sub tropik dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun. Tanaman teh dapat tumbuh sampai ketinggian 6 9 meter dan di perkebunan perkebunan biasanya ketinggian tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 meter tinggi dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemetikan daun dan agar diperoleh tunas tunas daun yang cukup banyak. Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus menerus setelah umur 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik, tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang cukup besar selama 40 tahun. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah daerah dengan ketinggian antara 200 2000 meter di atas permukaan laut (Siswoputranto, 1978). Menurut Zuhdi (1997), tanaman teh sangat cocok tumbuh di Indonesia karena iklim dan lingkungan di Indonesia sangat mendukung untuk

membudidayakan teh yang merupakan tanaman sub tropis. Daerah yang paling berpotensi untuk membudidayakan teh adalah daerah pegunungan atau dataran tinggi. Pegunungan atau dataran tinggi biasanya memiliki curah hujan yang lebih teratur sepanjang tahun sehingga tidak akan terjadi kekurangan air. Selain itu, intensitas penyinaran matahari di daerah yang tinggi juga sangat menunjang untuk pertumbuhan tanaman teh.

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Teh 2.2.1 Curah Hujan Tanaman teh menghendaki daerah yang curah hujan rata rata per tahunnya antara 2500 mm atau paling tidak 2000 mm. Tanaman teh yang ditanam di dataran rendah sangat mmbutuhkan hujan terutama pada musim kemarau (Muljana, 1989). Tanaman teh sangat tidak tahan terhadap daerah yang panas dan kering. Daerah yang basah dengan distribusi curah hujan yang merata per tahunnya sangat mendukung pertumbuhan tanaman teh (Nazaruddin dan Paimin, 1993). Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam bercocok tanam teh adalah ketersediaan air yang mencukupi. Teh merupakan tanaman sub tropis yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah basah dimana curah hujan rata rata sepanjang bulannya mencapai 60 mm. Kebutuhan air yang tidak terpenuhi dengan baik akan memengaruhi hasil produksi teh (Adisewojo, 1983).

2.2.2 Tinggi Tempat Tanaman teh akan tumbuh dengan baik apabila ditanam pada ketinggian antara 400 2000 m dpl (dataran tinggi), dengan begitu diperkirakan nantinya tanaman teh akan cukup kuat menghadapi musim kemarau yang agak panjang. Faktor ketinggian tempat inilah yang bisa memengaruhi kualitas teh yang dihasilkan. Semakin tinggi daerah yang digunakan, maka kualitas tanaman teh yang dihasilkan juga akan semakin baik. Selain itu, faktor ketinggian tempat juga dapat memengaruhi jumlah serangan dari hama teh yang disebut helopeltis. Semakin tinggi daerah yang digunakan maka hama yang akan menyerang tanaman teh akan jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan hama yang menyerang tanaman teh yang ditanam di daerah yang lebih rendah (Muljana,1989). Pada kebun teh yang memiliki ketinggian antara 400 800 meter di atas permukaan laut memerlukan adanya tanaman pelindung. Hal ini dikarenakan pada ketinggian tersebut intensitas cahaya matahari sangat besar sehingga melebihi kebutuhan tanaman teh. Intensitas cahaya matahari yang tinggi juga akan
4

menyebabkan peningkatan suhu lokal dan akan menurunkan kelembaban udara setempat. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman teh bahkan dapat mematikan tanaman teh jika berlangsung secara teus menerus. Selain menggunakan pohon pelindung, pengurangan intensitas cahaya matahari juga dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa yang juga berfungsi untuk melindungi lapisan tanah (Zuhdi, 1997). Berdasarkan ketinggian tempat, kebun teh di Indonesia dibagi menjadi 3 daerah yaitu : (1) dataran rendah, sampai 800 m dpl ; (2) dataran sedang, 800 1200 m dpl; dan dataran tinggi, lebih dari 1200 m dpl. Perbedaan ketinggian tempat menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan kualitas teh (Sukarja, 1983).

2.2.3 Temperatur Secara fisis temperatur atau suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat gerakan molekul benda, makin cepat gerakan molekul maka makin tinggi

suhunya. Suhu dapat juga didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda. Temperatur atau suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (0C). Suhu udara dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah radiasi matahari yang diterima, pengaruh ketinggian tempat, ada atau tidaknya penutup tanah (vegetasi), pengaruh panas laten dan pengaruh datang sinar matahari (Kartasapoetra, 1991). Tanaman teh yang meupakan tanaman sub tropis dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang berudara sejuk dengan temperatur yang berkisar antara 130 250C. Tinggi rendahnya temperatur suatu tempat dipengaruhi oleh intensitas penyinaran matahari serta ada tidaknya angin. Pada kondisi temperatur di atas 300C, tanamant teh tidak dapat tumbuh dengan baik karena suhu yang berlebihan dapat merusak struktur luar dari tanaman teh. Suhu udara yang sangat rendah akan menghambat proses biologis pada tanaman teh sehingga menghambat pertumbuhan tanaman teh (Arifin, 1992). Sinar matahari juga memengaruhi suhu udara. Semakin banyak sinar matahari, maka semakin tinggi suhu udara. Apabila suhu udara mencapai 300C,
5

maka pertumbuhan teh akan terhambat. Oleh sebab itu, kebun kebun di daerah rendah (400 800 mdpl) perlu dilakukan penanaman pohon pelindung sementara. Pohon pelindung tersebut nantinya akan berfungsi sebagai penyaring dan pengurang intensitas matahari, sehingga suhu udara menurun dan kelembaban relatif udara meningkat. Disamping itu, pemberian mulsa dihamparkan pada permukaan tanah dengan jumlah yang cukup yaitu 20 ton bahan segar per hektar menurunkan suhu tanah yaitu dengan sendirinya menurunkan suhu udara di atasnya. Suhu udara yang tinggi dapat merusak akar, terutama akar akar yang berada di lapisan bagian atas (Zuhdi, 1997).

2.2.4 Kelembaban Kelembaban adalah banyaknya uap air yang ada di udara. Kelembaban nisbi adalah kelembaban relative (relative humadity) atau sering dikenal dengan sebutan RH, yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung panas atau temperatur tertentu yang dinyatakan dalam persen. Angka kelembaban relative 0 100%, dimana 0% artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air maka akan terjadi titik titik air. Kelembaban dipengaruhi oleh letak lintang, musim, dan juga oleh adanya pohon pohon pelindung, terutama apabila pohon pohonnya rapat (Kartosapoetra, 1991). Tanaman teh memerlukan kelembaban udara sekurang kurangnya 70% pada siang hari. Jika kelembaban udara kurang dari 70%, maka pertumbuhan tanaman teh akan terganggu (Arifin, 1992). Sebagai tanaman yang berasal dari daerah sub tropis, tanaman teh di Indonesia menghendaki udara sejuk. Suhu udara yang sejuk bagi tanaman teh adalah suhu harian yang berkisar antara 13 25 0C yang diikuti oleh cahaya yang cerah dan kelembaban relative pada siang hari tidak kurang dari 70%. Tanaman teh akan berhenti perkembangannya apabila suhu di bawah 130 C dan diatas 300 C serta kelembaban relative kurang dari 70% (Zuhdi, 1997).

2.2.5 Kecepatan Angin Teh merupakan tanaman yang memerlukan kondisi udara yang sejuk. Teh memerlukan penyinaran matahari yang merata sepanjang hari. Pada daerah yang mendapatkan penyinaran berlebih perlu ditanam pohon pelindung untuk mengurangi pengaruh sinar matahari yang berlebih (Siswoputranto, 1978). Tanaman teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki tiupan angin yang tidak begitu kencang. Tiupan angin yang terlalu kencang dan berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan daun tanaman teh rontok dan juga menurunkan kelembaban udara setempat. Untuk mengatasi efek dari tiupan angin tersebut dapat digunakan Wind Breaker berupa pohon pelindung (Muljana, 1989). Angin yang bertiup kencang dapat menurunkan kelembaban nisbi sampai 30%, meskipun hanya berpengaruh sedikit terhadap kelembaban tanah lapisan bawah. Angin dapat pula memengaruhi kelembaban udara serta penyebaran hama dan penyakit. Kecepatan angin berkisar antara 2-6 knot (Zuhdi, 1997).

2.2.6 Tanah Tanah merupakan medium alam tempat tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan bahan padat, cair, dan gas. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel mineral, bahan organik, jasad hidup, air dan gas. Bagi kehidupan tanaman, tanah mempunyai fungsi sebagai tempat berdiri tegak dan pertukaran hara antara tanaman dengan tanah, sebagai penyediaan dan gudangnya air bagi tanaman. Lapisan tanah yang menyusun profil tanah terbentuk diatas suatu bahan induk. Bahan induk merupakan material yang membentuk tubuh tanah di atasnya. Tubuh tanah yang terbentuk tersebut dinamakan solum atau regolit (Basri, 1994). Tanah adalah suatu sistem bumi yang bersama dengan sistem bumi yang lain, yaitu air alami dan atmosfer menjadi inti fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup, merupakan kimia lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi kemanusiaan (James, 1995). Tanah merupakan hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor
7

faktor lingkungan yang bekerja selama selang waktu sangat panjang dan berubah menjadi suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertarikan (Schroeder, 1984). Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang terbentuk dari pelapukan batuan. Tanah berpengaruh terhadap produksi tanaman teh walaupun pengaruhnya tidak begitu besar seperti iklim. Tanaman teh yang merupakan tanaman sub tropis pada prinsipnya hanya dapat tumbuh dengan subur pada beberapa jenis tanah saja. Jenis tanah yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman teh adalah tanah gembur. Tanah gembur memiliki tekstur yang lembut dan struktur yang berongga sehingga memungkinkan bagi tanaman teh untuk bisa bertahan hidup pada musim kering dab memungkinkan meresapnya air dengan mudah pada musim penghujan (Kosasih, 1982). Tanah digambarkan sebagai laboratorium kimia dari alam ini. Di dalam tanah terjadi berbagai penguraian kimia dan reaksi reaksi sintetis secara tersembunyi. Tanah adalah suatu benda alam yang tersusun dari unsur unsur hewani, mineral, dan bahan organik yang dibedakan kedalaman horizon horizonnya, dengan kedalaman yang dapat dibedakan dari bahan bahan di bawahnya dalam hal morfologi, sifat-sifat fisik,kimia,dan biologi (Sarief,1983). Jenis tanah yang cocok untuk teh adalah andosol, latosol, dan regosol. Namun, teh dapat juga dibudidayakan di tanah podsollik (ultisol), gley humik, litosol, dan aluvial. Teh menyukai tanah dengan lapisan atas yang tebal, struktur remah, berlempung sampai berdebu, gembur. Derajat keasaman tanah (pH) berkisar antara 4,5 6,0 (Sukarja, 1983). Tanaman teh akan sangat baik pada tanah gembur. Pada tanah lempung, perakaran teh tidak akan masuk sampai ke dalam tanah sehingga pada musim kemarau dapat mati kekeringan. Sedangkan pada musim hujan,tanaman teh juga akan menderita karena tergenang air (Muljana, 1989). Tanah yang bersolum tipis dan berbatu yang telah mengalami erosi lanjut tidak mendukung produksi tanaman teh (Nazaruddin dan Paimin, 1993). Kedalaman solum tanah minimal yang dibutuhkan adalah 1,5 m (Kosasih, 1982).

Jenis tanah seperti lempung berpasir, andosol, podzolik merah, lempung berat (heavy clay), dan tanah vulkanis muda cocok untuk tanaman teh. Di Indonesia, tanah yang paling sesuai untuk tanaman teh adalah tanah andosol. Hampir 52% perkebunan di Indonesia mempunyai jenis tanah andosol (Nazaruddin dan Paiman, 1993). Untuk membantu pertumbuhan tanaman teh, tanah dapat diberikan humus. Pemberian humus jangan sampai memberikan pH yang terlalu basa. Tanaman teh sesuai pada tanah yang mempunyai pH maksimal 5,5 (Adisewojo, 1982). Tanah yang terlalu asam atau terlalu basa kurang baik untuk tanaman teh (Nazaruddin dan Paiman, 1993).

2.3 Pengertian Konservasi Tanah dan Air Teknik konservasi tanah dan air (Soil and Water Conservation Engineering) adalah satu bidang kajian dalam program studi teknik pertanian yang menerapkan prinsip-prinsip keteknikan guna mengatasi masalah pengaturan tanah dan air. Tujuan dari pengelolaan tanadan air adalah untuk menjaga kelestarian lahan sehingga fungsi lahan sebagai sarana produksi, penyangga hidrologi serta pendukung kondisi sosial ekonomi tetap berjalan dengan baik. Masalah keteknikan di bidang konservasi tanah dan air meliputi (Sukirno,2001) : 1) Pengendalian erosi 2) Irigasi dan drainasi 3) Pengendalian banjir 4) Konservasi lengas tanah 5) Pengembangan sumber daya air 6) Kekeringan 7) Tanah longsor, dll. Dalam ilmu agronomi, konservasi tanah dan air diartikan sebagai usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menganalisa kerugian kerugian yang ditimbulkan oleh faktor faktor yang menyebabkan kerusakan kesuburan tanah. Secara garis besar, usaha konservasi tanah dan air bertujuan untuk mengurangi kegiatan pengikisan pada lereng atau tebing dan dasar permukaan
9

tanah, mengurangi terjadi erosi parit yang lebih lanjut dan mengembalikan produktivitas lahan yang tererosi berat sebelumnya. Secara umum ada tiga cara pendekatan pengendalian erosi yang dapat dilakukan yang dapat menunjang satu sama lain yaitu cara vegetatif, cara mekanis, dan cara kimia (Basri, 1994). Teknik konservasi tanah seperti pembuatan kontur, teras, penanaman dalam strip, penanaman penutup tanah, penggunaan pupuk yang tepat, dan drainase dalam literatur sering dijabarkan sebagai teknik yang melindungi atau memperbaiki tanah pertanian secara keseluruhan, akan tetapi perlu ditekankan bahwa teknik teknik tersebut dapat efektif apabila penggunaan lahannya sudah cocok. Tidak ada agroteknologi yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tidak ada teknik konservasi tanah yang dapat mencegah erosi kalau kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian (Arsyad, 2000). Salah satu upaya konservasi tanah yang bertujuan untuk mengembalikan kesuburan tanah karena pengaruh hujan berlebihan yang menyebabkan tanah menjadi asam adalah dengan pengapuran. Selain itu, perbaikan drainasi juga dapat membantu terjadinya proses pengasaman tanah oleh air hujan. Pada lahan miring, untuk mencegah erosi, dapat dilakukan dengan membuat teras-teras maupun usaha konservasi secara biologis. Pembuatan teras yang dianjurkan adalah teras datar (bila kemiringan <3%), teras kredit pada lahan yang sulit menyerap air (bila kemiringan 3-10%), teras gulud (bila kemiringan >10%). Usaha konservasi secara biologis dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah, rumput pakan ternak, pergiliran tanaman yang cocok, atau penanaman tanaman penguat teras (Kuswandi, 1993). Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Metode konservasi tanah dapat dibagi menjadi tiga golongan utama yaitu metode vegetatif, metode mekanis, dan metode kimia (Arsyad, 1989). Konservasi air merupakan hal yang penting dalam mengatasi kekurangan air. Pada prinsipnya, konservasi air bertujuan untuk menambah jumlah air yang
10

masuk ke dalam tanah dan membuat pemanfaatan air tersebut lebih baik. Tanah yang sering mengalami kekurangan air adalah tanah-tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridic, ustic, dan xeric. Dalam mengatasi masalah pengawetan air, dapat dilakukan tiga pendekatan dasar yaitu melalui konservasi oresipitasi alami di daerah sub humid dan arid, pemindahan kelebihan air pada lahan yang kelebihan air, penambahan air untuk mendukung presipitasi alami (Foth, 1998).

2.4 Erosi dan Metode USLE Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkatnya tanah atau bagian bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Erosi oleh air merupakan hasil dari pengaruh timbal balik antara tenaga memecah (dispersi) air hujan dan tenaga angkut (transportasi) dari aliran permukaan dan sifat sifat fisik hujan dan sifat sifat tanahnya. Selain itu, juga terdapat hubungan timbal balik antara erosi yang terjadi dengan sifat sifat tanah, tata guna lahan, dan sifat fisik permukaan tanah (Hudson, 1975). Proses terjadinya erosi dapat dibedakan menjadi beberapa tahap diantaranya (Bennet, 1950) : 1. Tahap pengelupasan (detachment), adalah tahap pelepasan agregat tanah menjadi partikel atau butir primer oleh energi tetesan (droplet) hujan yang jatuh atau perendaman oleh air yang tergenang. 2. Tahap pengangkutan (transportation), adalah pengangkutan butir butir primer tersebut oleh air aliran permukaan (runn off). 3. Tahap pengendapan (sedimentation), adalah pengumpulan butiran butiran tanah yang terbawa air pada tempat tertentu. Erosi merupakan peristiwa pindahnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Adapun beberapa tipe erosi diantaranya adalah (Arsyad, 2006) : 1. Erosi Lembar (Sheet erosion), merupakan pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah.

11

2. Erosi Alur (Rill erosion), merupakan peristiwa pengangkutan tanah dair alur-alur tertentu pada permukaan tanah, yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal. 3. Erosi Parit (Gully erosion), proses terjadinya hampir sama dengan erosi alur, hanya saja alur yang terbentuk sudah sangat besar sehingga sulit untuk melakukan perbaikan. 4. Erosi tebing (River bank erosion), merupakan pengikisan tanah pada tebing tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1987) merupakan metoda yang paling umum digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi. Istilah universa atau umum ini menunjukkan bahwa persamaan atau metoda tersebut dapat dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda. Metode USLE menggunakan persamaan A = R K LS C P untuk menunjukkan besarnya erosi yang diperoleh dari perkalian faktor faktor yang berkaitan dengan curah hujan, jenis tanah, panjang dan kemiringan lereng, system tanam dan tindakan konservasi tana dan air yang diterapkan di daerah kajian (Ashdak, 2001). Menurut Wischmeier dan Smith (1958) bahwa rumus pendugaan erosi (Universal soil Loss Equation) yang berlaku untuk tanah-tanah di Amerika Serikat banyak pula digunakan di Negara lain di Indonesia. Rumus tersebut ialah sebagai berikut : A = R. K. LS. C. P....................................................... (1) Dimana : A R K LS C P = jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/acre/tahun) = indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan) = indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah) = faktor panjang (L) dan curam (S) lereng = faktor tanaman (vegetasi) = faktor usaha-usaha pencegahan erosi

12

BAB III METODE

3.1 Data yang Dibutuhkan 1. Data keadaan geologis dan jenis tanah. 2. Data vegetasi, keadaan iklim, topografi, tanah, sumber air, tata guna lahan, dan kondisi sosial ekonomi. 3. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat hujan di wilayah kerja. 4. Data produksi di perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII. 5. Usaha konservasi tanah dan air yang telah diterapkan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII. 6. Panjang dan kemiringan lereng pada salah satu blok di perkebunan teh Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII sebagai sampel. di perkebunan

3.2 Pengumpulan Data 1) Data Primer Data primer diperoleh dengan metode : a) Metode Survei Dengan cara memberikan pertanyaan kepada pembimbing, petugas bagian yang berwenang, maupun operator yang sedang bertugas. b) Metode Observasi Dengan cara melakukan pengamatan, pengujian dan pencatatan secara sistematis terhadap data yang diperoleh. 2) Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari buku-buku, laporan, referensi atau literaturliteratur lain yang berada di luar instansi tersebut.

3.3 Analisa Data 1. Menentukan erosivitas hujan bulanan (Rm) dan hujan tahunan (Ry) :
13

a) Erosivitas curah hujan bulanan : Rm = 2,21(Rb) 1,36 .(2) Dimana: Rm = erosivitas hujan bulanan Rb b) Erosivitas = curah hujan bulanan (cm) curah hujan tahunan : Ert =

.... (3)

Dimana: Ry = erosivitas hujan tahunan 2. Menghitung K (Erodibilitas tanah) : 100 K = 2,173 M 1,14 10 4 (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3).. .(4) Dimana : M = Parameter Ukuran butir tanah (indeks tekstur tanah) (% pasir sangat halus dan % debu) a = % bahan organik b = kode struktur tanah c = klas permeabilitas profil tanah 3. LS = Menghitung Faktor LS :
Is(0,0138 0,00965s 0,00138s 2 ) .(5)

Dimana : s = kemiringan lereng Is = panjang lereng (m) 4. Mencari nilai tetapan C (indeks pengelolaan tanaman) 5. Mencari nilai tetapan P (indeks konservasi tanah) 6. Menghitung besarnya nilai dugaan erosi berdasarkan metode USLE 7. Mengklasifikasikan tingkat bahaya erosi wilayah tersebut 8. Evaluasi usaha usaha penanggulangan erosi secara tepat di daerah tersebut.

14

BAB IV TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN, KONDISI ALAM SETEMPAT, BUDIDAYA, DAN PENGOLAHAN TEH

4.1 Deskripsi Umum Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII 4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Perkebunan Ciater PTPN VIII Perusahaan perkebunan milik negara di Jawa Barat dan Banten merupakan perusahaan yang berasal dari perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda pada masa penjajahan Belanda. Perusahaan perkebunan Belanda didirikan tepatnya sebelum Perang Dunia I yaitu berupa perusahaan Perkebunan Kopi, Kina, kemudian pada tahun 1915 mulai menanam teh. Setelah meluas tanaman teh, maka pada tahun 1920 1922 mulai mendirikan pabrik teh Ciater dan dioperasikan pada tahun 1937 yang mempunyai kapasitas 900 ton teh kering setahun. Pada tahun 1950, orang orang Belanda harus meninggalkan Indonesia, maka perusahaan diambil alih oleh kerajaan Inggris yang terkenal dengan nama P & T Land PT (Pamanukan dan Tjiasem Land) yang berkaqntor pusat di Subang. Dalam periode 1960 1963 terjadi penggabungan perusahaan dalam lingkup PPN-Lama dan PPN-Baru menjadi PPN Kesatuan Jawa Barat I, PPN Kesatuan Jawa Barat II, dan PPN PPN Kesatuan Jawa Barat III, PPN Kesatuan Jawa Barat IV, dan PPN Kesatuan Jawa Barat V. Selanjutnya selama periode 1963 1968 diadakan reorganisasi dengan tujuan agar pengelolaan perkebunan lebih tepat guna, dibentuk PPN Aneka Tanaman VII, PPN Aneka Tanaman VIII, PPN Aneka Tanaman IX, dan PPN Aneka Tanaman X yang mengelola tanaman teh dan kina, serta PPN Aneka Tanaman IX dan PPN Aneka Tanaman XII yang mengelola tanaman karet. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan, pada periode 1968 1971, PPN yang ada di Jawa Barat digabungkan menjadi tiga Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) meliputi 68 kebun, yaitu : 1. PNP XI berkedudukan di Jakarta (24 perkebunan), meliputi perkebunan perkebunan eks PPN Aneka Tanaman X, dan PPN Aneka Tanaman XI.

15

2. PNP XII berkedudukan di Bandung (24 perkebunan) , meliputi beberapa perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XI, PPN Aneka Tanaman XII, sebgian eks PPN Aneka Tanaman VII, dan PPN Aneka Tanaman VIII. 3. PNP XIII berkedudukan di Bandung (20 perkebunan), meliputi beberapa perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XII, eks PPN Aneka Tanaman IX, dan PPN Aneka Tanaman. Sejak Tahun 1971, PNP XI, PNP XII, dan PNP XIII berubah status menjadi Perseroan Terbatas (Persero). Dalam rangka restrukturisasi BUMN Perkebunan, mulai 1 April 1994 sampai dengan tanggal 10 Maret 1996, pengelolaan PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII digabungkan di bawah manajemen PTP Group Jabar. Selanjutnya tanggal 11 Maret 1996, PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) berdasarkan PPRI No 13 tahun 1996. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) didirikan dengan Akta Notaris Harun Kamil, SH No.41 Tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan SK Nomor C2-8336.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 sebagai tindak lanjut. Perkebunan Ciater merupakan salah satu dari 24 perkebunan teh yang berada di bawah naungan BUMN PTP Nusantara VIII (Persero), terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat dengan jarak sekitar 30 km dari kota Bandung. Pabrik baru dibangun pada tahun 1990 di atas tanah seluas 20.000 meter persegi dengan ketinggian 1050 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata rata 18 sampai 25 derajat Celcius (Sumber PTPN VIII,2007). Perkebunan Ciater mulai membudidayakan teh pada tahun 1915. Di perkebunan Ciater cara pengembangan bibit teh menggunakan stek daun karena dengan stek daun pengembangbiakannya lebih baik. Dengan cara ini klon klon teh yang dijadikan bibit sangat terkontrol mutunya. Selain itu, bibit dapat dibuat secara besar besaran , dan untuk mendapatkan bibit hanya memerlukan waktu yang singkat. Budidaya tanaman teh ikut menentukan kualitas teh yang diproduksi.

16

4.1.2 Tujuan Serta Visi dan Misi Perkebunan Ciater PTPN VIII Perkebunan teh Ciater didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan teh baik untuk kebutuhan domestik ataupun untuk kebutuhan ekspor melalui usaha di bidang perkebunan dan pengolahan teh. Adapun Visi dan Misi Perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII adalah sebagai berikut: Visi : Menjadikan perusahaan agribisnis global yang dipercaya mengutamakan kepuasan pelanggan dan kepedulian lingkungan dengan berlandaskan kepada mutu dan produktivitas tinggi serta didukung oleh SDM yang profesional. Misi : Memenuhi harapan pelanggan serta memacu pertumbuhan mereka melalui penyediaan produk PTPN VIII yang bermutu dan senantiasa berkembang dengan lestari sesuai dengan prinsip Good Cooperate Govermance (GCG) yang dilaksanakan oleh peronel yang handal.

4.1.3 Struktur Organisasi Perkebunan Ciater PTPN VIII PT. Perkebunan Nusantara VIII meupakan salah satu perusahaan negara yang berpusat di jalan Sindang Sirna no 4 Bandung dan mengusahakan berbagai komoditas perkebunan seperti teh, kina, kakao, kelapa sawit, kelapa dsb. Struktur organisasi merupakan susunan manajemen dalam suatu instansi yang menyangkut hubungan tanggung jawab , kedudukan, dan wewenang masing masing pihak yang ada dalam manajemen tersebut dan memiliki hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal. Dalam struktur organisasi perkebunan Ciater, terjadi pemisahan fungsional dalam manajemennya. Struktur organisasi perkebunan Ciater dapat dilihat pada gambar 4.1.

17

18

4.2. Deskripsi Wilayah 4.2.1 Lokasi dan Wilayah Kerja Perkebunan Ciater PTPN VIII Perkebunan Ciater merupakan salah satu dari 24 perkebunan teh di bawah PT. Perkebunan Nusantara VIII yang terletak di dua kecamatan yaitu Kecamatan Jalan Cagak dan Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Jarak dari kota Bandung sekitar 30 km, sedangkan jarak dari kota Subang sekitar 26 km. Wilayah kerja perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII Jawa Barat terbagi dalam lima afdeling yang tersebar di 12 desa dan 2 kecamatan. Adapun afdeling tersebut adalah : Afdeling Ciater I Afdeling Ciater II Afdeling Ciater III Afdeling Ciater IV Afdeling Ciater V : Komoditi Teh : Komoditi Teh : Komoditi Teh : Komoditi Teh : Komoditi Teh, Kina, dan Sawit

Wilayah afdeling II sendiri dibagi menjadi 20 wilayah kerja blok antara lain blok Cibuntu, Cimuja, Pasir Halimun, Pasir Datar, Tenjo Laut, Pasir Ipis, Panghegar, Sela Batu, Citiis I, Citiis II, Dayang Sumbi, Sulanjana I, Sulanjana II, Pada Waas I, Pada Waas II, Puncak, Neglasari, Pasir Tengah I, Pasir Tengah II, dan blok Sukadani.

4.2.2 Keadaan Lingkungan Perkebunan Ciater PTPN VIII 4.2.2.1 Luas Areal Perkebunan Perkebunan Ciater yang sebagian besar tanahnya merupakan tanah andosol memiliki areal konsesi seluas 3.773,625 ha yang terbagi dalam 5 wilayah afdeling dimana masing masing afdeling terbagi lagi kedalam beberapa blok kebun . Dari luas total lahan yang dimiliki tidak semuanya berupa areal perkebunan, namun ada yang berupa hutan, tanah cadangan, areal reboisasi, dan emplasemen. Luas dan ketinggian tiap afdeling dapat dilihat pada tabel 4.1.

19

Tabel 4.1 Luas Areal dan Ketinggian Tiap Afdeling Wilayah Afdeling I Afdeling II Afdeling III Afdeling IV Afdeling V Luas (ha) 598,043 430,522 1.125,577 361,594 1.261,889 Ketinggian (m dpl) 1100 1500 1100 1380 940 1100 720 1050 450 - 1100 Jumlah Blok 22 20 23 19 15

Sumber : Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII, 2006

4.2.2.2 Karakterisitik Iklim Perkebunan Ciater terletak pada daerah yang memiliki ketinggian antara 450 1500 meter di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan rata rata selama 14 tahun terakhir adalah 4251 mm dengan hari hujan rata rata mencapai 225 hari pertahun. Temperatur harian berkisar antara 20 0C 26 0C. Pada malam hari udara terasa sangat dingin dengan kabut tebal yang sering datang secara tiba tiba.Kelembaban relatif berkisar antara 77% - 91 % , sedangkan penyinaran matahari berkisar antara 20 % - 80 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt Ferguson, wilayah Ciater memiliki iklim basah. Hal tersebut didasarkan pada pembagian antara jumlah rata rata bulan kering dengan jumlah rata rata bulan basah, dimana hasilnya sekitar 0,2. Hal tersebut menandakan bahwa jumlah basah dalam satu tahun jauh lebih besar dari pada bulan kering.

4.2.2.3 Topografi Perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nuantara VIII memiliki wilayah yang termasuk ke dalam satuan morfologi kaki gunung Tangkuban Perahu bagian utara dan terletak di bagian selatan kecamatan Jalan Cagak kabupaten Subang dengan kondisi tanahnya berupa tanah Andosol. Pada umumnya, topografi di perkebunan Ciater menunjukkan adanya pegunungan berbukit dengan permukaan relief sedang yang mencerminkan bentuk aliran dan terdiri dari endapan lava yang telah lapuk. Berdasarkan pengukuran langsung menggunakan abney level (pada beberapa blok) diperoleh variasi nilai kemiringan dari suatu lereng berkisar antara
20

0 % - 47 % sehingga wilayahnya dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu daerah datar, daerah landai, daerah agak curam, daerah curam, dan daerah sangat curam. Klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Kategori Kemiringan Lahan Kelas 1. 2. 3. 4. 5. Kemiringan (%) 08 8 15 15 25 25 45 > 45 Kategori Daerah Datar Daerah Landai Daerah Agak Curam Daerah Curam Daerah Sangat Curam

Sumber : Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII, 2006 4.2.2.4 Kondisi Tanah Tanah yang terdapat pada perkebunan ciater merupakan tanah hasil pelapukan batu vulkanik, mengandung fragmen pasir, kerikil, dan pecahan lava, berwarna kecoklatan, merah kehitaman dan coklat kekuningan dengan butiran halus, bersifat lembab, gembur, dan mudah digali serta porositasnya sedang hingga tinggi. Jenis tanah yang terdapat di Perkebunan Ciater sebagian besar berupa tanah andosol dan tanah latosol dalam jumlah kecil. Jenis tanah andosol banyak dijumpai pada daerah yang memiliki ketinggian di atas 1000 mdpl sedangkan tanah latosol banyak dijumpai pada daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 1000 mdpl. Tanah andosol dicirikan oleh warna yang kelam (coklat sampai hitam) dan memiliki sifat fisik antara lain strukturnya remah, daya pengikat air tinggi, dan sangat gembur. Tanah andosol memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (9 30 %) karena merupakan tanah vulkanik dan biasanya tanah andosol banyak terdapat di daerah sekitar gunung berapi. Tanah andosol di Perkebunan Ciater memiliki kandungan lempung 14 %, debu 63 %, dan pasir 23 %. Dengan kandungan tersebut, tanah andosol mempunyai daya pengikatan air yang baik karena kandungan debu lebih

mendominasi dari pada kandungan lempung. Tanah Andosol selalu jenuh air jika tertutup vegetasi, gembur, mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah, mudah menyerap air dan menyimpannya dalam lengas
21

tanah, mempunyai solum yang dalam, tekstur tanah sedang, struktur remah, kandungan bahan organik tinggi, dan subur sehingga tanaman teh dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi pada jenis tanah ini. Sifat fisik tanah andosol dapat dilihat pada tabel 4.3. Tanah latosol memiliki ciri ciri antara lain warnanya kemerahan, teksturnya lempung dan geluh, strukturnya gumpal dan gembur. Jika terkena hujan, tanah latosol akan menjadi lengket tetapi pada kondisi kering tanah latosol akan menjadi keras dan pecah pecah. Jenis tanah latosol memiliki lapisan solum kurang dari 50 cm, yang merupakan lapisan bahan induk dengan pecahan batuan yang telah mengalami pelapukan intensif dan bagian bawahnya terdapat batuan induk pejal yang mengakibatkan kandungan bahan organik sangat rendah (3 10%), warna konistensinya bervariasi. Tanah latosol memiliki pH berkisar antara 4,5 5,5 sehingga dapat digolongkan sebagai tanah yang cukup asam. Tanah latosol yang terdapat di Perkebunan Ciater adalah tanah latosol coklat yang memiliki ciri ciri berupa kadar humus rendah dan mudah menurun, miskin akan unsur hara, stuktur tanah gembur, permeabilitas tanah agak cepat, mudah merembeskan air, daya menahan air cukup baik, dan tahan terhadap erosi (Sumber : PTPN VIII, 2008).

22

Tabel 4.3 Sifat Fisik Tanah Andosol Sifat Fisik Tanah Bobot isi (g/cm3) Kandungan Air Tanah jenuh (% berat) Kandungan Air Tanah(% volume) Total Porositas (%) Indeks Stabilitas Agregat Tektur (%) - Pasir - Debu - Lempung Kandungan Bahan Organik (%) Klas Permeabilitas (cm/jam) Tebal Solum Tanah (cm) 23 63 14 9 12 - 20 >90 Cepat Dalam Lempung Berdebu Hasil annalisis 0,85 59,28 Kreteria

57 67 43

Kurang Mantap

Sumber : Laboratorium Tanah dan Agroklimat PPTK Gambung, 2002.

4.2.2.5 Vegetasi Secara umum vegetasi di Perkebunan Ciater dapat dibedakan menjadi empat yaitu vegetasi campuran, vegetasi di sekitar perkebunan, vegetasi tegalan di luar perkebunan, dan vegetasi lahan pekarangan. Vegetasi campuran berupa tanaman campuran yang tumbuh di sekitar areal perkebunan atau di luar perkebunan yang sebagian besar berupa tanaman buah seperti buah durian, nangka, nenas, jambu, dan rumput rumputan. Vegetasi di sekitar perkebunan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu vegetasi binaan yang terdiri dari kebun campuran, ladang, dan tanaman pekarangan serta vegetasi liar yang berupa belukar, rumput, semak, dan hutan. Vegetasi tegalan sebagian besar berupa tanaman palawija seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, tomat, pepaya, terong, mentimun, kol, kubis, dan cabe. Vegetasi pekarangan berupa tanaman yang bernilai ekonomis yang biasanya didominasi dari jenis tanaman hias.
23

4.2.2.6 Hidrologi Secara umum daerah Ciater dan sekitarnya terletak di dalam suatu sistem pengelolaan DPS (Daerah Pengaliran Sungai) Cipalasari, Cinunuk, Dawuan, dan Cipabelan. Kawasan daerah Ciater dan sekitarnya terdiri dari beberapa DAS yang merupakan daerah resapan bagi ketersediaan air tanah dan aliran permukaan (run off). Hal ini merupakan sumber daya air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Wilayah yang terletak di sekitar daerah aliran sungai di Ciater akan teresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi guna mengisi lengas tanah dan sebagian akan tertahan pada cekungan di permukaan tanah atau akan membentuk aliran permukaan. Air yang berada di dalam tanah membentuk aquifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dengan produktivitas yang sedang dan keterusan sangat beragam, debit muka air tanah atau mata air mencapai lebih dari 100 liter/detik serta debit sumur kurang dari 5 liter/detik. Saluran drainase yang ada telah terhubung ke berbagai sungai dan dipisahkan oleh pematang pemisah air (water shed).

4.2.2.7 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Sebagian besar penduduk Ciater mengandalkan sektor perkebunan dan pariwisata sebagai mata pencaharian mereka. Masyarakat setempat banyak yang bekerja di perkebunan teh sebagai karyawan tetap ataupun sebagai buruh lepas di perkebunan tersebut. Selain itu, mereka juga banyak bekerja pada sektor pariwisata seperti hotel ataupun objek wisata alam. Secara ekonomi, kehidupan penduduk di Ciater tergolong sejahtera, karena ketersediannya lapangan kerja yang menyerap cukup banyak tenaga kerja terutama sektor perkebunan dan pariwisata.

24

4.3 Budidaya Tanaman Teh di Perkebunan Ciater PTPN VIII 4.3.1 Pembibitan Tanaman teh dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau stek daun. Di perkebunan Ciater, pembibitan yang bertujuan untuk mendapatkan bibit unggul umunya dilakukan dengan cara stek daun. Dengan stek daun akan diperoleh bibit tanaman teh dengan kualitas yang terjamin mutunya. Metode ini mulai diterapkan sejak tahun 1915 (sejak pertama kali the dibudidayakan). Perkembang biakan secara stek daun akan menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi, sebab klon-klon teh yang dijadikan bibit sangat terkontrol mutunya. Selain itu pembibitan melalui stek daun dapat dilakukan secara besar-besaran dan untuk mendapatkan bibit dalam jumlah besar memerlukan waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan cara generatif. Pembibitan stek daun teh perlu penanganan yang cermat dan pengawasan yang intensif. Hal penting yang perlu dipersiapkan agar proses pembibitan berjalan dengan baik adalah perlu dipilih tempat yang sesuai untuk proses pembibitan. Tempat yang ideal untuk pembibitan adalah yang bertopografi landai, terbuka, dekat dengan sumber air atau pada tempat yang tidak sulit untuk mendapatkan air serta tempat tersebut mendapatkan intensitas penyinaran yang mencukupi.

4.3.1.1 Pembibitan Stek Daun Stek ditanam di dalam polibag berisi media tanah yang telah diayak sehingga tanah benar bear bersih serta diberi pupuk PK Belerang dan Basamid/Vavam dimana sebelumnya telah diperam selama kurang lebih tiga minggu. Polibag ini disusun di dalam bedengan yang terletak di dalam naungan pembibitan. a. Bahan tanaman Bahan tanaman berupa ranting stek diambil berumur 4-5 bulan setelah pangkas, mulai berkayu, panjang dan berwarna coklat. Posisi ranting stek tegak lurus (vertikal). Ranting stek berasal dari induk yang ditanam di kebun induk (Multiplication plant, MP).Panjang tangkai stek 3-4 cm

25

dipotong miring 450 ke arah luar dan memiliki 1 helai daun.Jumlah stek dari stekres antara 2-5 stek/stekres diambil dari batas pangkal ranting yang berwarna coklat sampai daun ke tiga dari peko (pucuk/tunas yang sedang tumbuh aktif). Stek direndam di dalam larutan Dithane M-45 15-25 gram/liter selama 1-2 menit. b. Media stek Media yang digunakan dalam melakukan pembibitan secara stek adalah menggunakan tanah yang memiliki struktur gembur, sedikit berliat, pH 4,5 - 5,5, bebas nematoda dan sisa akar/tanaman. Diperlukan dua macam tanah yang akan digunakan sebagai media stek yaitu 2/3-3/4 bagian lapisan tanah atas (top soil) untuk mengisi bagian bawah polibag ukuran 12 x 25 cm dan 1/4-1/3 bagian lapisan tanah bawah (sub soil) untuk mengisi bagian atas polibag. Sebelum digunakan dalam melakukan stek, tanah disaring dengan saringan 1-2 cm. Tanah difumigasi Dithane M-45 dengan dosis 300-400 gram/m3 tanah. Dithane dicampur merata pada tanah saat dimasukkan ke polibag. Jika pH tanah terlalu tinggi, keasaman ditingkatkan dengan tawas sebanyak 1/2-1 kg/m3 bersama dengan pemberian Dithane M-45. c. Pemupukan dasar Hanya diberikan pada tanah lapisan atas: SP-36 dan KCl masing-masing sebanyak 500 gram/m3 tanah. d. Pengisian tanah ke polibag Untuk pengisian tanah ke polibag, setengah bagian bawah polibag 12 x 25 cm diberi 5-6 lubang dengan diameter 0,5-1 cm. Setelah itu 2/3-3/4 bagian lapisan tanah atas (top soil) diisikan kebagian bawah polibag, 1/2-1/3 bagian lapisan tanah bawah (sub soil) diisikan kebagian atas. Tanah diusahakan dalam kondisi kering dan polibag disusun di dalam bedengan (1 m bedengan untuk 156-168 polibag). e. Penanaman stek Satu hari sebelum tanam, bedengan disiram air.Buat lubang tanah 2-3 cm. Tanamkan stek di lubang tanam dengan posisi daun tegak, searah dan
26

tidak saling tindih.Padatkan tanah di sekitar stek.Siram bedengan dan tutupi dengan selimut plastik, ujungnya ditimbun tanah sehingga membentuk parit.Pelihara 3 bulan dalam kelembaban 90%. f. Pembuatan naungan pembibitan Ukuran naungan pembibitan adalah 3 x 2,5 m atau 4,5-2,5 m dengan tinggi 2 m. Setengah bedengan terbuat dari bilik dan bagian atasnya ditutup jarang dengan wide. Pasang reng bambu di bagian atas bangunan ini dan tutup dengan rerumputan sehingga cahaya matahari yang masuk sekitar 25% pada 3-4 bulan pertama.Lebar bedengan 90-100 cm, tinggi 15 cm dan panjang sesuai kebutuhan dan kondisi lapangan.Rangka sungkup terbuat plastik dengan tinggi lengkungan 60-70 cm.

4.3.1.1 Pemeliharaan Pembibitan a. Pengaturan intensitas matahari 1. 0-3 bulan: 25-30%, naungan tertutup seluruhnya. 2. 4-5 bulan: 30-40%, atap diperjarang. 3. 6-7 bulan: 50-75%, atap lebih diper jarang lagi. 4. 7-12 bulan: 90-100%, atap diperjarang. 5. > 1 tahun: 90-100%, atap terbuka sampai dibuka. b. Penyiraman dilakukan bila perlu. c. Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan pupuk daun Bayfolan 15 cc/15 liter air atau larutan urea 10-20 gram/liter, 1-2 minggu sekali. d. Pengendalian hama penyakit Penegndalian hama menggunakan cairan gadung yang disemprotkan ke tanaman. Fungsinya adalah menjadikan hama yang tadinya fertil menjadi steril (mandul). e. Seleksi bibit dilakukan pada umur 6 bulan.

27

4.3.2 Pengolahan Media Tanam 4.3.2.1 Persiapan a. Persiapan lahan Karena lahan baru merupakan konversi dari hutan, semak atau lahan pertanian lain, maka perlu dilakukan survey dan pemetaan tanah yang datanya akan menunjang pembuatan peta kebun dan perlengkapannya, pembuatan fasilitas air dan juga jalan. b. Pembongkaran pohon dan tanggul Pohon dibongkar sampai akarnya dengan menggunakan takel berkekuatan 3-5 ton, atau dimatikan dulu dengan arborisida sebelum dibongkar. c. Pembersihan lahan (babad) di musim kemarau. Dilakukan setelah pembongkaran selesai, sampah dibuang ke tempat yang tidak ditanami teh dan jangan dibakar. d. Pembersihan gulma (nyasap) di musim kemarau. Tanah diolah dengan cangkul sedalam 5-10 cm untuk membersihkan gulma. e. Pengolahan tanah 1. Tanah dicangkul sedalam 60 cm sampai gembur dan biarkan 2-3 minggu. 2. Olah kembali sedalam 40 cm. 3. Lakukan pengukuran dan pematokan sehingga terbentuk petakan 20 x 20 m. f. Pembuatan jalan Lebar jalan kebun cukup 1 meter. g. Pembuatan selokan drainase menurut kemiringan dan letak jalan kebun.

28

4.3.2.2 Pembukaan Lahan Lahan yang digunakan terdiri atas lahan tempat tumbuh tanaman teh tua yang populasinya masih cukup banyak 30-50%. a. Pembongkaran pohon pelindung Pohon dibongkar bersama akarnya. b. Pembongkaran tanaman teh tua Untuk lahan yang landai dapat dilakukan dengan pencabutan dengan tekel, tetapi jika kemiringan > 30% perdu dimatikan dengan bahan kimia arborisida. c. Sanitasi lahan Untuk menghindari penyakit cendawan akar yang berasal dari tanaman tua dilakukan penanaman rumput Guatemala selama 2 tahun atau Fumigasi dengan metil bromil sebanyak 0,25 kg/10 m2 lahan. Tutup lahan dengan lembaran plastik dan alirkan fumigan, biarkan 2 minggu. Lahan dikeringanginkan 2 minggu. d. Pengolahan tanah Untuk pengolahan tanah sama seperti pada bagian persiapan tanaman (bagian 4.3.2.1 Persiapan bagian e).

4.3.3 Teknik Penanaman 4.3.3.1 Penentuan Pola Tanam Sebelum dibuat lubang tanam, lahan diajir sesuai dengan jarak tanam yang akan dipakai dengan ketentuan sebagai berikut : a. Datar sampai dengan 15%: jarak tanam 120 x 90 cm; jumlah 9.260 pohon; penanaman baris tunggal lurus b. Kemiringan 15-30%: jarak tanam 120 x 75 cm; jumlah 11.110 pohon; penanaman baris tunggal lurus c. Kemiringan 30%: jarak tanam 120 x 60 cm; jumlah 13.888 pohon; penanaman sesuai kontur d. Batas tertentu: jarak tanam 120 x 60 x 60 cm; jumlah 18.500 pohon; penanaman baris berganda
29

4.3.3.2 Pembuatan Lubang Tanam Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm.

4.3.3.3 Cara Penanaman Pertama masukkan pupuk dasar ke dalam lubang yaitu 11 gram urea, 5 gram TSP dan kg KCl. Jika pH tanah > 6, masukkan belerang murni 10-15 gram. Jika bibit berasal dari stump biji, maka bibit yang ditanam telah berumur 2 tahun, panjang akar 30 cm, tinggi batang 20 cm. Stump ditanam tegak lurus lalu padatkan tanah di sekitar batang. Ratakan tanah, jangan sampai terjadi cekungan di sekitar batang. Jika bibit berasal dari stek maka langkah pertama adalah dengan menyobek polibag bagian bawah dan bagian sisi. Kemudian ujung polibag bawah ditarik ke bagian atas sehingga tanaman terbuka lalu masukkan ke dalam lubang tanam, timbun dan padatkan tanah di sekeliling batang. Polybag ditarik hati-hati melalui tajuk tanaman lalu ratakan tanah, jangan sampai terjadi cekungan di sekitar batang. Tanaman pelindung sementara dan tetap sangat diperlukan jika teh ditanam di dataran rendah. Tanaman pelindung sementara adalah Crotalaria sp.dan Tephrosis sp. yang ditanam di antara 2 barisan tanaman teh. Penanaman dilakukan dengan biji setelah teh ditanam.Tanaman pelindung tetap ditanam jika pelindung sementara sudah tidak bisa dipertahankan (2-3 tahun). Tanaman pelindung tetap ditanam 1 tahun sebelum teh ditanam berupa Albizia falcata, A. sumatrana, A. procera, A. chinensis, Leucaena glabrata, L. glauca, Erythrina subumbrans, Gliricida maculata, Acacia decurens.

30

4.3.4 Pemeliharaan Tanaman 4.3.4.1 Penjarangan dan Penyulaman Tanaman mati diganti tanaman baru dengan bibit yang sama, penyulaman dimulai dua minggu setelah tanam sampai dua bulan menjelang kemarau. Bibit sulaman yang diperlukan pada tahun pertama adalah 10% dan tahun kedua 5%. Pada tahun ke tiga, tanaman teh mulai menghasilkan (Tanaman Menghasilkan/TM). 4.3.4.2 Pembubunan Pembubunan adalah penambahan nutrisi terhadap tanah dengan memanfaatkan dedaunan pohon teh yang jatuh dan membusuk. Selain dari pupuk anorganik, cara ini juga menjadikan tanaman teh mendapatkan pupuk organik yang berasal dari pembusukan daun teh yang jatuh. 4.3.4.3 Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu pengelolaan tanah yaitu

memberikan unsur-unsur hara ke tanah dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Dosis pemupukan (kg/ha/tahun) untuk tanaman yang belum menghasilkan (TBM) : a. Bahan organik top soil < 5%: 1. Umur tanam 1 tahun: - Andosol/Regosol: N=100; P2O5= 60; K2O=40; MgO=0 - Latosol/Podsolik : N=100; P2O5=50; K2O=50; MgO=0 2. Umur tanam 2 tahun: - Andosol/Regosol: N=150; P2O5=60; K2O=40; MgO=20 - Latosol/Podsolik : N=150; P2O5=75; K2O=75; MgO=40 3. Umur tanam 3 tahun: - Andosol/Regosol: N=200; P2O5=75; K2O=50; MgO=20 - Latosol/Podsolik : N=175; P2O5=75; K2O=75; MgO=40 b. Bahan organik top soil 5-8%:

31

1. Umur tanam 1 tahun: - Andosol/Regosol: N=80; P2O5= 50; K2O=30; MgO=0 - Latosol/Podsolik : N=80; P2O5=40; K2O=40; MgO=0 2. Umur tanam 2 tahun: - Andosol/Regosol: N=120; P2O5=50; K2O=30; MgO=20 - Latosol/Podsolik : N=120; P2O5=60; K2O=60; MgO=30 3. Umur tanam 3 tahun: - Andosol/Regosol: N=150; P2O5=60; K2O=50; MgO=30 - Latosol/Podsolik : N=160; P2O5=60; K2O=60; MgO=30 c. Bahan organik top soil >8%: 1. Umur tanam 1 tahun: - Andosol/Regosol: N=70; P2O5= 50; K2O=20; MgO=0 - Latosol/Podsolik : N=70; P2O5=30; K2O=30; MgO=0 2. Umur tanam 2 tahun: - Andosol/Regosol: N=100; P2O5=50; K2O=30; MgO=20 - Latosol/Podsolik : N=110; P2O5=50; K2O=50; MgO=25 3. Umur tanam 3 tahun: - Andosol/Regosol: N=130; P2O5=60; K2O=40; MgO=20 - Latosol/Podsolik : N=140; P2O5=50; K2O=50; MgO=25

4.3.5 Hama dan Penyakit 4.3.5.1 Hama a. Helopeltis Serangga dewasa seperti nyamuk, menyerang daun teh dan ranting muda. Akibat dari hama ini dapat mengakibatkan rusaknya ranting dan daun muda. Bagian yang diserang akan berwarna coklat kehitaman dan mengering. Serangan pada ranting dapat menyebabkan kanker cabang. Pengendalian: pemetikan dengan daur petik 7 hari, pemupukan berimbang, sanitasi, mekanis, predator Hierodula dan Tenodera, Insektisida nthio 330

32

EC, Carbavin 85 WP, Mitac 200 EC, Pyretoid Carbonat, dan Organophosphate. b. Ulat jengkal (Hyposidra talaca, Ectropis bhurmitra, Biston suppressaria) Ulat berwarna hitam atau coklat bergaris putih, menyerang daun muda, pucuk dan daun tua, serangan dapat di kebun atau persemaian. Daun yang diserang bergigi/berlubang. Pengendalian: membersihkan serasah dan gulma, pemupukan berimbang dan insektisida Lannate 35 WP, Lannate L. c. Ulat penggulung daun (Homona aoffearia) Ulat berukuran 1-2,5 cm menyerang daun teh muda dan tua. Daun tergulung dan terlipat. Pengendalian: cara mekanis, melepas musuh hayati seperti Macrocentrus homonae, Elasmus homonae, insektisida Ripcord 5 EC. d. Ulat penggulung pucuk (Cydia leucostoma) Ulat berukuran 2-3 cm berada di dalam gulungan pucuk teh. Pengendalian: cara mekanis, hayati dengan melepas musuh alami Apanteles dan insektisida Bayrusil 250 EC, Dicarbam 85 S, Sevin 85S. e. Ulat api (Setora nitens, Parasa lepida, Thosea) Ulat berbulu menyerang daun muda dan tua, tanaman menjadi berlubang. Pengendalian: cara mekanis, hayati dengan melepas parasit dan insektisida Ripcord 5 EC dan Lannate L. f. Blister Blight Sering menyerang pada tunas-tunas muda sehingga banyak yang mati, mengakibatkan produksi menurun menyerang pada saat musim penghujan. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida g. Tungau (myte) Berukuran 0,2 mm berwarna jingga, menyerang daun teh tua di bagian permukaan bawah. Terdapat bercak kecil pada pangkal daun, tungau membentuk koloni di pangkal daun, Lalu serangan menuju ujung daun, daun mengering dan rontok. Pengendalian: (1) cara mekanis, pengendalian gulma, pemupukan berimbang, predator Amblyseius, (2) insektisda Dicofan 460 EC, Gusadrin 150 WSC, Kelthane 200 EC, Omite 570 EC.
33

4.3.5.2 Penyakit a. Cacar teh Penyebab: jamurExobasidium vexans. Menyerang daun dan ranting muda. Gejala: bintik-bintik kecil tembus cahaya dengan diameter 0,25 mm, pada stadium lanjut pusat bercak menjadi coklat dan terlepas sehingga daun bolong. Pengendalian: mengurangi pohon pelindung, pemangkasan sejajar permukaan tanah, pemetikan dengan daur pendek (9 hari), penanaman klon tanah cacar PS 1, RB 1, Gmb1, Gmb 2, Gmb 3, Gmb 4, Gmb 5, fungisida. b. Busuk daun Penyebab: jamur Cylindrocladum scoparium. Gejala: daun induk berbercak coklat dimulai dari ujung/ketiak daun, daun rontok, setek akan mati. Pengendalian: mencelupkan stek ke dalam fungisida. Jika persemaian terserang semprotkan benomyl 0,2%. c. Mati ujung pada bidang petik Penyebab: jamurPestalotia tehae. Sering menyerang klon TRI 2024. Gejala: bekas petikan berbercak coklat dan meluas ke bawah dan mengering, pucuk baru tidak terbentuk. Pengendalian: pemupukan tepat waktu, pemetikan tidak terlalu berat, fungisida yang mengandung tembaga. d. Penyakit akar merah anggur Di dataran rendah 900 meter dpl terutama tanah Latosol. Penularan melalui kontak akar. Penyebab: jamur Ganoderma pseudoferreum. Gejala: tanaman menguning, layu, mati. Pengendalian: membongkar dan membakar teh yang sakit, menggali selokan sedalam 60-100 cm di sekeliling tanaman sehat, fumigasi metil bromida atau Vapam. e. Penyakit akar merah bata Penyebab : Jamur Proriahy polatertia. Di dataran tinggi 1.000-1.500 meter dpl. Ditularkan melalui kontak akar, Gejala: sama dengan penyakit akar merah anggur. Pengendalian: sama dengan penyakit akar merah anggur. f. Penyakit akar hitam
34

Penyebab: jamur Rosellinia arcuata di daerah 1.500 meter dpl dan R. bunodes di daerah 1.000 meter dpl. Gejala: daun layu, menguning, rontok dan tanaman mati, terdapat benang hitam di bagian akar, di permukaan kayu akar terdapat benang putih (R. arcuata) atau hitam (R. bunodes). Pengendalian: sama dengan penyakit akar umumnya. g. Jamur akar coklat jamur kanker belah, jamur leher akar, jamur busuk akar , jamur akar hitam Menyerang akar. Pengendalian: sama dengan penyakit akar umumnya.

4.3.5.3 Gulma Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki karena menyebabkan terjadinya persaingan unsur hara, air, cahaya matahari, ruang dan adanya zat alelopati yang dapat menurunkan produktivitas tanaman pokok. Gulma yang tumbuh disekitar tanaman pokok dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman pokok karena terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara, sinar matahari, air, udara dan toxin (zat racun) yang dikeluarkan oleh beberapa jenis gulma dapat terserap oleh tanaman. Gulma juga dapat menyebabkan penurunan mutu hasil produksi akibat dari tercampurnya tanaman pokok dengan benih atau bahan lainnya dari gulma. Selain itu gulma juga dapat mempengaruhi mikroklimat yang dapat mempercepat perkembangan hama dan penyakit. Dewasa ini penggolongan gulma lebih didasarkan pada ciri morfologisnya yaitu golongan gulma daun sempit dan daun lebar. Golongan gulma daun lebar yang banyak mengganggu tanaman teh antara lain: Mikania micranta, M.cordata, Melatoma malabathricum dan Eupatorium odobratum. Sedangkan dari golongan gulma daun sempit adalah : Imperatacylindrical. Paspalum conjugatum dan Axonopos compresus. Penggolongan gulma berdasarkan daur lingkaran hidup dapat dibedakan menjadi :

35

1.Gulma

setahun/semusim

(annual),

contohnya

yaitu

Ageratum

conyzoides- babadotan. 2.Gulma dua tahun (biannual), contohnya Mimosa invosa-putri malu. 3.Gulma tahunan (perenial), contohnya Chromolaena odoratakirinyuh.

a. Pengendalian gulma di areal TBM Pengendalian gulma di areal TBM (Tanaman Belum mnghasilkan) dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu cara mekanis dan cara kimia. Cara mekanis dilakukan dengan mencabut gulma, memotong gulma di permukaan dan di bawah tanah. Sedangkan cara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida pra tumbuh Goal 2E (1-2 L/ha), Caragard 70 WP (2-3 kg/ha), Simazine (2-3 kg/ha), Sencor 70 WP (0,5-1,0 kg/ha).

b. Pengendalian gulma di areal TM Pengendalian gulma di areal TM (Tanaman menghasilkan) dilakukan secara mekanis, kimia dan dengan melaksanakan kultur teknis. Cara mekanis dilakukan dengan mencabut gulma, memotong gulma di permukaan dan di bawah tanah. Cara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida pra tumbuh seperti Karmex 70 WP (1-1,5 kg/ha), Nitrox 70 WP (1-1,5 kg/ha), Caragard 80 WP (2-3 kg/ha) atau Goal 2E (1-2 L/ha).Kultur teknis dilakukan dengan melakukan pemetikan rata agar tajuk menutup tanah, penyulaman intensif dan pemulsaan. Perkembangan gulma dapat terjadi secara generatif maupun dengan cara vegetatif. Dengan cara generatif yaitu berkembang biak melalui biji, perkembangbiakan dengan cara generatif biasanya hanya terjadi pada gulma semusim. Sedangkan perkembangbiakan dengan cara vegetatif yaitu berkembang biak melalui batang yang menjalar (rhizome dan stolon). 4.3.6 Panen 4.3.6.1 Ciri dan Umur Panen Pada tanaman teh, panen berarti memetik pucuk/daun teh muda yang berkualitas dalam jumlah sebesar-besarnya dengan memperhatikan kestabilan

36

produksi dan kesehatan tanaman. Tanaman memasuki saat dipetik setelah berumur 3 tahun. Daun yang dipetik adalah: 1. Peko ( Pucuk/tunas yang sedang tumbuh aktif ). 2. Burung ( Pucuk/tunas yang sedang istirahat ). 3. Kepel ( Daun kecil yang terletak di ketiak daun tempat ranting tumbuh ).

4.3.6.2 Cara Panen Saat ini di Perkebunan Ciater PTPN VIII telah diterapkan sistem pemanenan secara mekanis dan semi-mekanis. Pemanenan secara semi mekanis menggunakan sebuah alat yang terdiri atas gunting dan bak penampung yang digunakan untuk memotong pucuk teh, sedangkan mekanis menggunakan mesin pemetik teh. Berikut gambar dari pemanenan secara meknis dan semi-mekanis.

Gambar 4.2 Pemanenan secara mekanis

37

Gambar 4.3 Pemanenan secara semi-mekanis 4.3.6.3 Macam dan Rumus Petik. Rumus petik tersebut digunakan karena berhubungan erat dengan mutu teh yang dihasilkan. Petikan kasar akan memberikan mutu yang kurang baik dibandingkan dengan petikan medium ataupun petikan halus. Rumus petik merupakan jenis petikan berdasarkan jumlah daun. Rumus petik dibedakan menjadi : a) Rumus : p+1 Artinya satu ranting peko dipetik pucuknya yang terdiri dari kucup peko dan satu helai daun dengan meninggalkan satu helai tua dan kepel di rantingnya. b) Rumus : p+2 dan b+1 Untuk rumus b+1 artinya dari satu ranting peko dipetik pucuknya yang terdiri dari kuncup burung dan satu helai daun muda masih menggulung dengan meninggalkan kepel dan satu helai daun tua di ranting. c) Rumus : p+3 m Artinya satu rantai peko dipetik pucuknya yang terdiri dari kuncung peko dan tiga helai daun muda, dan meninggalkan satu helai daun tua dan kepel di rantingnya.
38

d) Rumus : p+4 m Yang dipetik peko dan empat helai daun muda dengan meninggalkan kepel dan satu helai daun tua.

4.3.6.4 Periode Panen Panjang pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh umur dan kecepatan pembentukan tunas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Pucuk teh dipetik dengan periode antar 6-12 hari. Pemetikan teh dimulai pada hari ke 6 awal bulan dengan periode waktu 15 hari sekali, jadi tanaman teh akan dipanen lagi saat hari ke 6 bulan tersebut.

4.4 Produksi dan Pengolahan Teh di Perkebunan Ciater PTPN VIII 4.4.1 Produksi Teh Perkebunan Ciater Produktivitas tanaman teh Perkebunan Ciater secara umum mengalami fluktuasi produksi yang tidak tentu. Hal ini terjadi karena pengaruh banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman teh di di perkebunan Ciater. Produktivitas tanaman teh perkebunan Ciater kebun afdeling II dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Produktivitas Teh Tahunan Perkebunan Ciater (Ton/ha) Tahun Produktivitas Tahun Produktivitas 1994 2,144 2002 2,120 1995 2,455 2003 2,330 1996 2,571 2004 2,498 1997 1,878 2005 2,587 1998 2,329 2006 2,370 1999 2,806 2007 2,407 2000 2,105 2008 2,310 2001 2,477 2009 2,507 Sumber : Perkebunan Ciater PTPN VIII, 2009 4.4.2 Proses Pengolahan Teh Hitam Perkebunan Ciater Langkah pertama dalam proses pembuatan teh hitam adalah proses Pelayuan. Pada proses ini menggunakan kotak untuk melayukan daun (Whithering trought), merupakan kotak yang diberikan kipas untuk menghembuskan angin ke

39

dalam kotak. Proses ini mengurangi kadar air dalam daun teh sampai 70%. Pembalikan pucuk 2 - 3 kali untuk meratakan proses pelayuan. Proses berikutnya adalah Penggilingan. Tujuannya adalah untuk memecah sel-sel daun, agar proses fermentasi dapat berlangsung secara merata. Pada proses ini, daun teh dihancurkan (tidak sampai halus) agar sel sel daun pecah dan mengeluarkan air yang ada di dalam daun (semakin banyak air maka kandungan polyphenol akan semakin banyak dan teh yang akan dihasilkan akan semakin baik). Proses selanjutnya adalah oksidasi Setelah proses penggilingan selesai daun teh di tempatkan di meja dan enzim didalam daun teh akan memuali oksidasi karena bersentuhan dengan udara luar. Ini akan menciptakan rasa dan warna teh. Proses ini berlangsung sekitar 0,5 sampai 2 jam. Proses terakhir adalah

pengeringan.Menggunakan ECP drier (Endless Chain Pressure drier) & Fluid bed drier. Kadar air produk yang dihasilkan 3 - 5 % .

40

BAB V PEMBAHASAN DAN TUGAS KHUSUS POTENSI EROSI DAN USAHA USAHA KONSERVASI TANAH DAN AIR

5.1Menghitung Potensi Erosi dengan Metode USLE 5.1.1 Menentukan Erosivitas Hujan Bulanan (Rm) dan Tahunan (Ry) Hujan (R) merupakan nilai/bilangan yang menyatakan besarnya potensi dari hujan untuk menyebabkan erosi dalam periode waktu tertentu. Pada penggunaan metode USLE, nilai erosi yang akan dihitung adalah prediksi erosi tahunan yang terjadi di kebun afdeling II perkebunan teh Ciater dan telah disediakan data curah hujan bulanan yang merupakan hasil perhitungan nilai curah hujan rata rata selama 10 tahun terakhir. Nilai curah hujan bulanan (Erb) dapat dihitung dengan menjumlahkan nilai curah hujan harian (Erh) selama satu bulan. Nilai curah hujan bulanan ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai erosivitas hujan bulanan (Rm) dengan menggunakan rumus Rm = 2,21 (Rb)1,36. Untuk menghitung nilai erosivitas hujan tahunan (Ry) menggunakan rumus . Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai

Ry untuk perkebunan Ciater adalah 281244,84 cm/tahun. 5.1.2 Menentukan Nilai K (Erodibilitas Tanah) Faktor erodibilitas tanah (K) merupakan nilai kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan air hujan. Faktor faktor yang memengaruhi kepekaan tanah yaitu sifat fisik tanah yang meliputi tekstur tanah, struktur tanah, dan daya permeabilitas tanah. Selain sifat fisik, sifat kimia tanah juga berpengaruh terhadap besarnya nilai erodibilitas tanah. Sifat tekstur tanah meliputi komposisi atau jenis tanahnya dan juga bentuk strukturnya. Tanah dengan tekstur kasar seperti pasir tahan terhadap erosi karena memiliki butir butir yang besar (kasar) sehingga memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkutnya. Tekstur halus seperti liat tahan terhadap erosi karena daya rekat yang kuat sehingga gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah yang paling
41

peka terhadap erosi adalah debu dan pasir halus. Oleh karena itu, makin tinggi kandungan debu dalam tanah akan menyebabkan tanah makin peka terhadap erosi. Selain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bentuk struktur juga merupakan bagian dari nilai erodibilitas tanah. Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan daya serap tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah dan aliran permukaan menjadi kecil, sehingga erosi juga kecil. Struktur tanah yang mantap tidak akan mudah hancur oleh pukulan pukulan air hujan, sehingga akan tahan terhadap erosi. Sebaliknya, struktur tanah yang tidak mantap sangat mudah terpecah oleh pukulan air hujan menjadi butir butir halus sehingga menutupi pori pori tanah. Akibatnya, infiltrasi air terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat. Tanah pada afdelling II perkebunan teh Ciater adalah jenis tanah andosol. Tanah ini memiliki kandungan bahan organik (a) sebesar 9% (table 4.3 sifat fisik tanah andosol), klas struktur tanah yang granuler dengan kode 2 (table klas tanah ada di lampiran 3), klas permeabilitasnya termasuk sedang cepat berdasarkan kode permeablilitas tanah (lampiran 4. Kode permeabilitas tanah), dan tanah andosol termasuk jenis sandy loam dengan nilai M 2160 (lampiran 2. Tabel ukuran butir tanah). Tanah yang memiliki indeks erodibilitas tanah tinggi merupakan tanah yang peka atau mudah tererosi dan tanah dengan erodibilitas rendah merupakan tanah yang resisten atau tahan terhadap erosi. Nilai K dapat dihitung berdasarkan pendekatan persamaan empiris yaitu : 100K = 2,173M1,14 10-4 (12 a) + 3,25 (b 2) + 2,5 (c 3) 100K = 2,173 x (2160)1,14 x 10-4 x (12-9) + 3,25 (2-2) + 2,5 (2-3) K = 0.01625

5.1.3 Menentukan faktor LS Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat erosi suatu lahan. Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin
42

curam maka kecepatan aliran permukaan akan semakin meningkat sehingga kekuatan untuk mengangkut butiran tanah akan meningkat pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar. Jadi, semakin besar nilai panjang lereng (L) maka potensi erosi semakin besar pula. Begitu pula dengan kemiringan, semakin besar nilai kemiringan suatu lahan (S) maka potensi terjadinya erosi semakin besar pula. Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan (S) lereng dilakukan pengukuran langsung di lapangan menggunakan bantuan alat abney level dan meteran. Pengukuran dilakukan di afdelling II blok Citiis dan Pasir Ipis. Dari hasil pengukuran di lapangan diperoleh hasil untuk blok Pasir Ipis memiliki panjang lereng (L) sepanjang 22.23 m dengan kemiringan (S) 38.17% dan untuk blok Pasir Ipis diperoleh panjang lereng (L) sebesar 20 m dengan kemiringan (S) sebesar 33 %. Dari data data tersebut, maka akan dicari faktor LS dengan rumus LS =
. Hasil perhitungan untuk

faktor LS diperoleh hasil untuk blok Citiis sebesar 0.585042 dan Pasir Ipis sebesar 0.89065. Untuk contoh perhitungan yang lengkap ada di lampiran 8.

5.1.4 Menentukan Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah faktor yang memengaruhi besarnya erosi berdasarkan jenis tanaman yang ada di lahan tersebut. Tanaman teh memiliki tajuk tanaman yang melebar dan rumput dibiarkan tumbuh menutup lahan sehingga perkebunan teh Ciater dapat diasumsikan sebagai kebun campuran dengan kerapatan tinggi. Dari table lampiran 5 diperoleh nilai faktor C 0,1.

5.1.5 Menentukan Faktor Pengelolaan Lahan (P) Faktor pengelolaan tanaman (P) adalah perlakuan konservasi tanah yang bertujuan mengurangi besarnya erosi. Misalnya, blok Pasir Ipis pada afdelling II pada salah satu lereng atau teras diperoleh kemiringan sebesar 38,167 % dengan penanaman sejajar kontur. Dari tabel lampiran 6 diperoleh nilai faktor P sebesar 0,9.

43

5.1.6 Hasil Perhitungan Potensi Erosi dengan Metode USLE Tabel 5.1. Potensi Erosi Blok Pasir Ipis dan Citiis Blok Pasir Ipis Citiis A (ton/ha)/tahun 820.773 539.473 Klas TBE IVB (Sangat Berat) IVB (Sangat Berat)

Dari hasil perhitungan potensi erosi menggunakan metode USLE kita dapat mengkategorikan potensi erosi yang terjadi di blok Pasir Ipis termasuk kelas IIIB (Berat) dan Citiis termasuk dalam kelas erosi IIS (Sedang). Tabel Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) bias dilihat dalam tabel lampiran 7. Untuk perhitngan yang lebih lengkap ada di lampiran 8.

44

5.2 Usaha Usaha Konservasi Tanah dan Air 5.2.1 Mulsa dengan memanfaatkan pangkasan cabang dan ranting Bentuk konservasi tanah setelah pemangkasan dilakukan dengan menebar sisa sisa tanaman hasil pemangkasan pada daerah di sekitar tanaman yang telah dipangkas. Hal ini dimaksudkan untuk menahan permukaan tanah dari air hujan karena permukaan tanah setelah dipangkas akan lebih mudah tererosi. Metode ini akan membentuk suatu lapisan yang berfungsi seperti mulsa. Setelah dilakukan pemangkasan, air hujan yang jatuh akan langsung mengenai tanah karena tidak adanya penampang penampang daun yang menutupi permukaan tanah sehingga pada saat pemangkasan tidak ada trough flow (air jatuh melalui daun daun tanaman). Oleh karena itu, selain mengurangi tingkat erosi, sisa sisa ranting yang ditebar dapat mengurangi penguapan tanah, menjaga kelembaban tanah, dan meningkatkan aktivitas penyerapan air dan hara setelah pemangkasan. Untuk itu, cabang / ranting dan daun pangkasan diupayakan untuk tidak keluar dari areal pangkasan dan dimanfaatkan untuk menambah bahan organik dan unsur hara tanah. Perlakuan ini lebih menguntungkan perusahaan karena tidak memerlukan biaya sekaligus dapat melakukan konservasi tanah, selain itu dapat mengurangi biaya karena tidak perlu membuat ataupun menyewa tempat tempat pembuangan seresah.

5.2.2 Penggarpuan dan Pembuatan Rorak Penggarpuan yang dilakukan setelah pemangkasan berfungsi untuk memulihkan struktur tanah, aerasi udara dalam tanah, kelembaban dalam tanah, dan memperbaiki sistem perakaran tanaman serta meningkatkan daya ikat air (water holding capacity) tanah yang telah menunjukkan gejala pemadatan akibat diinjak pemetik serta karyawan pemeliharaan dan pengaruh pupuk buatan sehingga memerlukan pernggarpuan. Penggarpuan dilaksanakan dengan sistem garpu rengat pada seluruh gawangan dan bobokor tanaman. Rorak (staggered trenches) merupakan parit kecil yang terputus putus, berfungsi sebagai sistem drainase yaitu sebagai kantong kantong peresapan air pada saat musim hujan. Rorak juga digunakan sebagai penampung aliran
45

permukaan (over land flow) dari tanah yang tererosi dan sebagai tempat penampungan bahan organik yang terbawa aliran air. Rorak biasanya dibuat sepanjang saluran drainase sehingga jika ada tanah yang tererosi maka akan tertampung di dalamnya. Sistem pembuatan rorak dirancang sesuai kemiringan lahan, dengan melihat kebutuhan air tanaman pada lahan tersebut serta pola konservasi tanah dan air yang telah diterapkan pada daerah tersebut. Pembuatan rorak setelah pemangkasan dimaksudkan untuk mencegah erosi serta memperbaiki kondisi struktur tanah pada area dengan kemiringan lebih dari 150 dibuat rorak rorak dengan sistem zigzag dengan ukuran 300 x 30 x 40 cm dan jarak antar rorak dalam barisan 2 meter. Dalam satu patok (400m2) terdapat 27 rorak. Jarak rorak antar barisan dan jumlah rorak per patok tercantum pada tabel 5.2. Total luas rorak dalam satu patok adalah 24,3 m2 atau 6,075 % dari luas perpatok kebun. Besarnya luasan rorak perpatok sudah memenuhi untuk menanggulangi erosi. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan masih banyak rorak yang belum bekerja dengan baik. Hal ini terlihat dari perhitungan potensi erosi menggunakan metode USLE yang menunjukkan klas tingkat bahaya erosi pada Klas IVB (sangat berat). Di kebun juga dijumpai rorak yang sudah tertimbun oleh tanah yang menandakan konservasi tanah dan air di kebun tersebut sudah berhasil. Namun, rorak yang sudah hampir rata dengan bidang tanah dibiarkan begitu saja tanpa ada pengerukan kembali karena seharusnya rorak dibuat tiap tahun pangkas ke empat (empat tahun sekali), namun dalam prakteknya di lapangan rorak yang sudah rata dengan tanah dibiarkan begitu saja. Hal ini tentu saja bukanlah hal yang baik mengingat fungsi rorak yang sangat berperan untuk mencegah besarnya laju erosi dan usaha konservasi tanah dan air. Oleh karena itu, untuk mencegah bahaya longsor, konservasi tanah dan air harus diperhatikan dan menjadi salah satu prioritas bagi perusahaan agar kelestarian tetap terjaga.

46

Tabel 5.2 Jarak antar barisan dan jumlah rorak per patok Kemiringan Lahan 150 300 >300 Jarak Antar Barisan Satu setiap 4 baris tanaman Satu setiap 3 baris tanaman Jumlah Rorak per patok 16 buah 27 buah

Sumber : PTPN VIII Ciater, 2003

Gambar 5.1 Rorak (sudah hampir rata dengan tanah)

Gambar 5.2. Skema Rorak dalam 1 patok (ukuran 20 m x 20 m)

47

5.2.3 Penanaman Dalam Strip dan Menurut Garis Kontur Penanaman dalam strip (strip cropping) merupakan metode untuk menanami lahan dengan suatu jenis tanaman (teh) dimana tanaman tersebut ditanam dalam strip yang berselang seling. Penanaman dalam strip dibedakan mejadi dua yaitu penanaman menurut garis kontur dan penanaman secara berbaris. Penanaman menurut garis kontur (contour strip cropping) merupakan metode penanaman dimana tanaman tersebut ditanam pada strip strip yang sejajar dengan garis kontur. Garis kontur merupakan garis yang meghubungkan titik titik yang memiliki ketinggian sama. Penanaman tanaman secara berbaris merupakan metode penanaman tanaman dimana tanaman tersebut ditanam secara berbaris (larikan). Sebagian besar penanaman di perkebunan Ciater menggunakan sistem contour strip cropping karena topografi yang tidak teratur dan kemiringan yang berviariasi. Penanaman dengan metode strip cropping dilakukan dengan arah tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin yang bertujuan untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam tanah.Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 8% (Arsyad, 2006). Semakin bertambah usia tanaman, maka sistem perakarannya semakin kuat dan kemampuan untuk menahan limpasan akan semakin kuat pula sehingga dapat memeperkecil terjadinya erosi.

Gambar 5.3 Penanaman secara contour strip cropping

48

5.2.4 Penanaman Pohon Pelindung Fungsi utama pohon pelindung di perkebunan Ciater adalah sebagai pemecah angin (Wind Breaker) dan jumlahnya tidak begitu banyak, hal ini karena kebun afdeling II berada pada ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut, sehingga intensitas penyinaran dalam jumlah yang tidak berlebihan dan suhu udara berkisar antara 13 250C yang merupakan kodisi ideal bagi pertumbuhan tanaman teh. Pohon pelindung banyak dibutuhkan pada kebun yang memiliki ketinggian antara 400 800 meter dari permukaan air laut dimana pada ketinggian tersebut biasanya suhu bisa mencapai 300C lebih. Tanaman yang biasa dijadikan sebagai pohon pelindung antara lain seperti albasia, dadap, belendung, Lamtoro dan lainnya. Dalam satu patok (20 m x 20 m) terdapat 4 buah pohon pelindung di setiap sudut areal kebun. Penanaman pohon pelindung harus memperhatikan tata letak

penanamannya agar tidak menimbulkan dampak negatif apapun. Pohon pelindung yang ditanam terlalu rapat dan rindang justru akan merugikan tanaman teh itu sendiri. Hal ini dikarenakan bila penanaman pohon pelindung terlalu rapat dan rindang justru akan menyebabkan sinar matahari yang datang menjadi terhalang. Selain itu, tanaman pelindung bisa menjadi sumber atau tempat

berkembangbiaknya penyakit dan hama tertentu yang nantinya akan menyerang tanaman teh sehingga akan berdampak pada hasil produksi daun teh yang kurang maksimal baik dari segi jumlah maupun mutu daun itu sendiri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu adanya kegiatan pemeliharaan daan pengawasan pohon pelindung agar keberadaan pohon pelindug tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang perlu dilakukan antara lain : 1. Pembuangan cabang-cabang vegetatif yang letaknya terlalu rendah dan penjarangan cabang yang terlalu rapat dilakukan menjelang musim hujan. 2. Pemotongan ujung pohon agar percabangan melebar ke segala arah dengan tajuk berbentuk payung yang tingginya antara 5-6 meter. 3. Penjarangan untuk pohon-pohon yang telah besar dengan sasaran populasi hingga 50 % dari populasi saat ditanam.
49

Gambar 5.4 Penanaman Pohon pelindung

Gambar 5.5. Skema pohon pelindung dalam 1 patok (20 m x 20 m)

50

5.2.5 Saluran Pembuangan Air Saluran Pembuangan Air (SPA) merupakan saluran yang dirancang memotong panjang lereng dan biasanya di buat sedikit miring kebawah agar air dapat mengalir dengan baik. Fungsi dari saluran pembuangan air adalah untuk mengatur kelebihan air hujan yang tidak teresap ke dalam tanah karena adanya penjenuhan pada lapisan bawah tanah agar tidak masuk ke kebun teh dan mengikis lapisan tanah. Tanah pada kondisi jenuh air sudah tidak bisa lagi meresapkan air kelapisan yang lebih dalam. Kondisi tersebut sering terjadi pada saat musim hujan dimana akibatnya terjadi limpasan yang pada akhirnya berpotensi untuk menimbulkan erosi. Dengan adanya saluran pembuangan air, maka air limpasan tersebut akan di alirkan kebawah secara aman.

Gambar 5.6. Saluran Pembuangan Air (SPA)

51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Dari hasil uraian yang telah kita bahas pada bab bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa 1. Konservasi tanah dan air yang diterapkan di perkebunan Ciater meliputi rating pangkasan, penggarpuan dan pembuatan rorak , penanaman dalam strip, dan menurut garis kontur, dan saluran pembuangan air (SPA). 2. Dari usaha usaha konservasi tanah dan air yang telah dilakukan oleh PTPN VIII Perkebunan Ciater belum diperoleh hasil yang maksimal. Hal ini bisa kita lihat dari hasil prediksi besarnya erosi menggunakan metode USLE yang menunjukkan tingkat bahaya erosi di Perkebunan Ciater masih cukup tinggi. 3. Perlu dilakukan usaha usaha konservasi tanah dan air yang lebih intensif agar erosi dan konservasi air dapat terkendali terutama pembuatan kembali rorak yang sudah tertimbun oleh seresah dan tanah. 4. Hasil perhitungan menggunakan metode USLE untuk memprediksi tingkat bahaya erosi di Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII dengan mengambil sampel wilayah afdelling 2 blok Citiis dan Pasir Ipis adalah sebagai berikut, untuk Blok Pasir Ipis diperoleh nilai potensi erosi sebesar 820.773 ton/ha/tahun dan Blok Citiis sebesar 539.4731 ton/ha/tahun dan keduanya termasuk kelas IVB (sangat berat) berdasarkan tabel Klas TBE (Tabel Klas TBE dapat dilihat pada Lampiran 7).

52

6.2 Saran 1. Perlu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang guna menerapkan konservasi tanah dan air yang tepat. 2. Perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan terhadap usaha usaha konservasi tanah dan air yang sudah dilakukan agar kondisi tanah tetap terjaga dengan baik dan tanaman dapat berproduksi dengan optimal. 3. Perlu dilakukan evaluasi secara teratur mengenai konservasi tanah dan air yang telah diterapkan oleh ahli konservasi tanah dan air, sehingga bisa mengetahui kekurangan yang masih perlu diperbaiki terkait dengan konservasi tanah dan air yang diterapkan di perkebunan teh Ciater.

53

DAFTAR PUSTAKA Adisewojo, R. Sodi, 1982. Bercocok Tanam Teh (Camellia tehifera). Cetakan III. Sumur Bandung, Bandung. Arifin, M.Sultoni Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. Bandung. Arsyad, S, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Arsyad, S, 2000. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Arsyad, S, 2006. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Ashdak, Chay. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Cetakan kedua. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Basri, J. Hasan, 1994. Dasar Dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta. Bennet. 1950. Soil Conservation. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Foth H.D., 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hudson, H.W., 1975. Field Engineering Development.OxfordUniversity Press, London. For Agricultural

James, B.R. 1995. Conception of an idea : an International Center for Soil and Society. Bulletin ISSS(89): 65 67. Monkhouse. Kartasapoetra. G, 1991. Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. Kosasih, ROA, 1982. Manajemen Tanaman Teh. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta. Kuswandi, 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Muljana, Wahyu, 1989. Bercocok Tanam Teh. Aneka Ilmu. Semarang. Nazarudin dan Paimin, 1993.Teh Pembudidayaan dan Pengolahan. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Teh. Badan Pelaksana Protek Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta Nasional.Bandung.

54

Sarief, Saifuddin, Ilmu Tanah Pertanian, 1986, Pustaka Buana, Bandung. Schroeder, D. 1984. Soil fact and concepts. International Potash Institute. Bern. Siswoputranto, P.S., 1978. Perkembangan TEH KOPI COKELAT Internasional. Gramedia, Jakarta. Sukirno, 2001. Hand Out Kuliah Teknik Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Wischmeier W.H and Smith, 1958. Evaluation of Equation. Agriculture Engineering. Factor in The Soil Loss

Zuhdi, 1997. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Edisi Kedua. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia.

55

Anda mungkin juga menyukai