PENGERTIAN TEKS
EDITORIAL
Editorial adalah artikel utama yang ditulis oleh redaktur
koran yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa
(berita) aktual (sedang menjadi sorotan), fenomenal, dan
kontroversial (menimbulkan perbedaan pendapat).
Di dalamnya, terdapat fakta masalah dan opini penulis. Fakta
masalah adalah fakta persoalan yang dibahas atau yang dijadikan
alat untuk memperkuat posisi penulis. Opini penulis adalah
pendapat atau pandangan penulis terhadap masalah tersebut.
Editorial disebut juga tajuk rencana atau kepala berita dalam surat
kabar atau majalah.
ISI TEKS EDITORIAL
Ciri-ciri fakta:
Contoh:
Pada persidangan gugatan pilpres di MK diputuskan
bahwa SBY dan Budiono sebagai pemenang resmi pemilihan
presiden tahun 2009.
OPINI
Pengertian opini:
Yaitu pendapat, pikiran atau pendirian seseorang
tentang sesuatu.Opini dapat menjawab pertanyaan
bagaimana. Yang termasuk opini antara lain gagasan,
pemikiran, prediksi, kritik, dan hal-hal yang bersifat subjektif.
Ciri-ciri opini:
1. Informasi berupa gagasan.
2. Pendapat yang belum dibuktikan kebenarannya.
3. Harapan akan terjadinya sesuatu.
OPINI
Contoh:
2) Mengisi latar belakang dari isu dengan kenyataan sosial dan faktor yang
mempengaruhinya.
5) Mengajak pembaca untuk ikut berpikir tentang masalah (isu/topik) yang sedang
hangat terjadi di kehidupan sekitar
Ciri-ciri Teks Editorial
1) Berisi fakta umum dan pendapat pribadi penulis.
2) Bersifat analisis
3) Menggunakan pemikiran logis dalam menyampaikan pendapat
4) Ditulis dalam perspektif tertentu untuk mengungkapkan kebenaran pendapat
sehingga juka dilihat dari perspektif yang berbeda, kebenaran tersebut bisa
bermakna lain atau malah sebaliknya
5) Dimulai dari pemaparan fakta umum terlebih dahulu kemudian disusul dengan
pemaparan pendapat. Hal ini bisa terjadi sebaliknya.
6) Bersifat argumentatif sehingga teks ini bisa saja disebut sebagai teks
argumentatif atau berisi pemaparan argumen/ pendapat
7) Menggunakan kaidah kebahasaan tertentu.
CONTOH TEKS EDITORIAL
Menyediakan Rumah untuk Rakyat
Persoalan penyediaan lahan, harga tanah yang naik cepat, hingga perizinan,
memunculkan keraguan dalam mencapai target penyediaan rumah rakyat.
Suara pesimistis muncul dalam peringatan ulang tahun Asosiasi Pengembang Realestat
Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu.
Saat ini terjadi kekurangan 13,6 juta unit rumah rakyat. Persoalan kekurangan rumah
rakyat bukan khas Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar
keempat di dunia dan luas daratannya hanya 30 persen dan sisanya adalah laut.
Meski demikian, keadaan tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk lambat
menyediakan perumahan bagi rakyat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan, menjadi kewajiban negara menyediakan papan
bagi rakyat, selain sandang dan pangan.
Tahun lalu kemampuan pemerintah menyediakan perumahan hanya 200.000 s.d.
300.000 unit per tahun. Tahun ini kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
menargetkan penyediaan 1 juta unit rumah, terdiri dari 603.516 unit untuk MBR dan sisanya
untuk non-MBR.
Pembangunan 1 juta unit tersebut tidak semuanya dilakukan pemerintah pusat, tetapi
sebagian besar diserahkan kepada badan usaha milik negara, swasta, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Peruntukannya juga sudah jelas, yaitu untuk nelayan, buruh dan pekerja, pegawai negeri
sipil atau PNS dan TNI/Polri, serta masyarakat umum.
Pembiayaan pun disiapkan. Selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, juga
melalui Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil, Tabungan Asuransi Pegawai Negeri sipil,
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dan Perum Perumnas.
Namun, lambatnya penyediaan rumah rakyat bukanlah terutama pada masalah
pendanaan. Persoalan yang dihadapi bukan hal baru, tetapi tidak kunjung berhasil diatasi, yaitu
penyediaan lahan, infrastruktur dasar, sertifikasilahan, dan perizinan.
Perizinan yang melibatkan sejumlah lembaga masih menjadi penghambat serius meskipun
Presiden Joko Widodo dalam kampanye pemilihan presiden menjanjikan akan memotong
birokrasi yang menghambat.
Harga tanah yang naik dengan cepat, terurtama jika suatu kawasan akan dibangun,
menjadi penghambat lain. Pemerintah seperti tak berdaya menghadapi permainan harga tanah
sehingga tanah kehilangan fungsi sosialnya.
Koordinasi kembali menjadi isu penting karena membangun perumahan memerlukan kerja
sama lintas lembaga. Di sinilah pemerintah mendapat ujian dalam memenuhi janji-janji sehingga
masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, tetap memiliki harapan.
Kompas, 24 Maret 2015
Berikut analisis teks tersebut;
1. Isu
Editorial tersebut mengedepankan isu tentang penyediaan rumah untuk rakyat yang
terhambat karena beberapa kendala.
2. Posisi
Posisi penulis editorial tersebut berkedudukan sebagai pihak yang kontra terhadap isu
tersebut.
- Penulis mengkritik sikap pemerintah yang lambat dalam
penyediaan rumah untuk rakyat.
- Penulis mengkritik bahwa lambatnya penyediaan rumah untuk
rakyat bukanlah terutama pada masalah pendanaan, melainkan
persoalan lama yang tidak kunjung berhasil diatasi, yaitu
penyediaan lahan, infrastruktur dasar, sertifikasi lahan, dan
perizinan.
3. Fakta
Untuk memperkuat posisinya, penulis mengungkapkan beberapa
fakta berikut.
- Terjadi kekurangan 13,6 juta unit rumah rakyat.
- Tahun lalu, pemerintah hanya mampu menyediakan perumahan
sebanyak 200.000 s.d. 300.000 unit per tahun.
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun ini
menargetkan penyediaan 1 juta unit rumah, terdiri atas 603.516 unit
untuk MBR dan sisanya untuk non-MBR.
- Pembangunan 1 juta unit rumah tidak sepenuhnya dilakukan oleh
pemerintah pusat, tetapi sebagian diserahkan kepada BUMN,
swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat.
- Peruntukan penyediaan rumah rakyat sudah jelas, yaitu untuk nelayan,
buruh dan pekerja, pegawai negeri sipil dan TNI/POLRI, serta masyarakat
umum.
- Pembiayaan penyediaan rumah rakyat berasal dari APBN, Tabungan Perumahan
Pegawai Negeri Sipil, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dan
Perum Perumnas.
-Perizinan yang melibatkan sejumlah lembaga masih menjadi penghambat serius.
- Harga tanah yang naik dengan cepat menjadi penghambat lain.
4. Simpulan
Simpulan pada teks tersebut berupa pernyataan yang mengakhiri
penjelasan tentang isu.
- Kendala lambatnya penyediaan rumah, bukan hanya soal
pendanaan, melainkan juga penyediaan lahan, infrastruktur
dasar,sertifikasi lahan, dan perizinan.
5. Solusi
Teks editorial tersebut diakhiri dengan sebuah solusi
- Perlu adanya koordinasi karena membangun perumahan
memerlukan kerja sama lintas lembaga.
TERIMA KASIH