Anda di halaman 1dari 21

Persepsi Remaja SMU di Jakarta terhadap Profesi DJ

Prepared by Tarida Agnes Susilowati 01614022010 Batch XIV

Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relations Jakarta JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan Profesi Disc Jockey (DJ) memang tidak pernah lepas dari kehidupan dunia hiburan malam. Seorang disc jockey disebut juga DJ, atau deejay adalah seseorang yang terampil memilih dan memainkan rekaman suara atau musik yang direkam sebelumnya untuk pada pendengar yang menginginkan. Istilah DJ ini pertama kali digunakan untuk menggambarkan seorang penyiar radio yang akan memperkenalkan dan memainkan rekaman gramophone yang populer. Rekaman model juga dikenal sebagai cakram dimana dalam industri dimainkan oleh penyiar-penyiar radio. Oleh karena itu, nama disc jockey lebih akrab dikenal sebagai DJs atau deejays. Sekarang dikarenakan berbagai faktor, termasuk musik yang dipilih, para pendengarnya, penyetelan kinerja, media yang digunakan dan perkembangan dari manipulasi suara, telah menghasilkan berbagai macam teknik DJ (musisi.com). Seiring dengan perkembangan jaman dan pemenuhan kebutuhan, tempat dunia gemerlap semakin ramai diminati sehingga kebutuhan terhadap DJ juga bertambah. Di wilayah Indonesia, dapat ditelusuri 255 klub yang selalu buka setiap harinya (indonesiaclubbing.com). Meski DJ adalah sebuah profesi yang semakin menjanjikan, ternyata banyak stigma yang kerap kali dilekatkan dan sebagian masyarakat yang mencibir bahwa dunia DJ dekat dengan narkoba dan pergaulan bebas. Bersosialisasi di klub terkadang memberi image yang negatif, rawan obat-obatan terlarang, minuman alkohol, serta seks bebas. Bahkan di mata masyarakat Indonesia yang masih kental akan budaya timur, profesi DJ lekat dengan dunia gemerlap dunia

malam dan perbuatan terlarang terutama jika DJ nya seorang perempuan. Walaupun akhirnya, banyak DJ yang terbilang sukses setelah menjalankan profesinya. Adanya berbagai persepsi profesi DJ di mata masyarat memunculkan penelitian ini untuk fokus terutama pada perwakilan kaum remaja (portalhr.com). Dalam penelitian ini, alasan peneliti memilih profesi DJ sebagai salah satu variabel penelitian karena seiringnya dengan perkembangan dan komunikasi yang kreatif, DJ tidak lagi identik dengan dunia malam. Perkembangan akan kebutuhan DJ pun tidak dapat dipandang sebagai sebelah mata di dunia Entertainment. Sekarang ini, banyak acara yang juga berkomunikasi dengan music seperti contohnya pesta ulang tahun, peluncuran produk, gathering atau outdoor DJ party. Salah satu sontohnya yaitu DJ Anton yang memiliki sebuah Bar & Cafe bernama PARC. Selain itu, ia menjadi direktur disebuah perusahaan ekspor impor dan mulai merambah ke dunia bisnis real estate (portalhr.com). Berawal tahun 1950-an, payola telah menjadi masalah berkepanjangan dan skandalnya adalah kekuasaan yang lebih terhadap musik oleh manajemen stasiun. Lalu dimunculkan lagulagu yang populer diputar berulang-ulang. Sekarang ini, hanya sedikit dari beberapa DJ di Amerika Serikat mempunyai kuasa melalui lagu yang diputarnya. Daftar putar atau playlist dikontrol sangat ketat, dan para DJ seringkali tidak diijinkan membuat perubahan atau penambahan. Lagu-lagu yang diputar biasanya dipilih berdasarkan algoritma komputer dan teknik otomasi seperti voice tracking mengijinkan seorang DJ untuk mengirimkan pemberitahuan melalui banyak stasiun. Stasiun radio kampus dan radio publik yang lain adalah tempat-tempat yang paling umum untuk bentuk bebas daftar putar di Amerika Serikat (musisi.com). Pada akhir tahun 2000-an, perempuan topless DJ atau female DJ telah muncul di khusus klub malam terutama di Finlandia dan Rusia (icalshinoda.blogspot.com).

Oleh karena perkembangan profesi DJ yang berbeda dengan beberapa gelar seperti Sarjana, Master, atau bahkan doktor, sekolah DJ pun menarik minat bagi kalangan anak muda yang memang menyukai dunia malam dan ingin mencari penghasilan dari hobby yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan hanya dengan jangka waktu 6 bulan pembelajaran di sekolah DJ, seseorang sudah mendapatkan gelar DJ. Biasanya untuk penampilan DJ baru bertarif Rp 500.000 per dua jamnya sehingga dapat dihitungkan biaya yang akan kembali. Keuntungan lainnya jika sudah punya 'nama' maka tarif akan berlipat-lipat ganda sampai mencapai Rp 10 juta sekali tampil ditambah banyaknya event-event yang memakai jasa DJ untuk memeriahkan acara. Penghasilan menggiurkan ini dapat menjadi lirikan bagi setiap orang, termasuk kaum remaja. Oleh sebab itu, tidak menjadi heran jika remaja sekolah dapat melirik profesi DJ sebagai suatu cita cita. Pada remaja awal juga terdapat tahap perkembangan yang dikenal dengan sebutan puber yang berasal dari pubertas, dari bahasa Latin. Masa pubertas meliputi masa peralihan dari umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin dan perkembangan psikososial yang berhubungan dengan berfungsinya seseorang dalam lingkungan sosial, yakni melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua, pembentukan rencana hidup dan pembentukan sistema nilai-nilai (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Remaja cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain atau merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya (Ali & Asrori, 2004). Perubahan lain juga terjadi pada perkembangan kemampuan kognitifnya. Menurut Piaget remaja mulai memasuki tingkatan tertinggi dari perkembangan kognitif (formal operational) ketika mereka mulai mengembangkan kapasitasnya untuk berpikir abstrak. Perkembangan ini

memberikan mereka hal yang baru seperti lebih fleksibel dalam mengolah informasi. Mereka lebih dapat menghargai metafora, simbol, dan alegori serta lebih mendapatkan makna yang lebih dalam dari sebuah bacaan (Papalia, Olds, & Feldman, 2004). Studi penelitian ini akan dilakukan terhadap remaja berusia 15 18 tahun dan bersekolah SMU di wilayah Jakarta yang mengetahui dunia gemerlap dan DJ. Penulis mengangkat masalah persepsi remaja SMU terhadap profesi DJ yaitu untuk mengetahui gambaran profesi DJ di Indonesia umumnya, dan di Jakarta khususnya, agar mendapat citra yang baik di mata masyarakat, yang diwakilkan oleh para remaja. Alasan penulis memilih remaja karena dunia gemerlap clubbing dan DJ biasanya ditujukan oleh kaum muda. Diantara kaum muda, remaja merupakan individu yang unik, tidak dapat dikatakan anak anak maupun dewasa. Hall (dikutip dalam Dariyo, 2004) menuliskan bahwa masa remaja dianggap sebagai masa badai dan stress (storm and stress). Semua remaja akan menghadapi tahap-tahap perkembangan yang secara tidak langsung akan berpengaruh bagi emosi dan jiwanya. Selain itu, remaja juga tidak lepas dari perubahan emosi yang labil dan dinamis. Perubahan emosi adalah pengalaman yang dirasakan pada tahap remaja awal saat remaja bingung terhadap perubahan diri mereka dan posisi mereka dalam kelompok sosial (Alanda, Dewi, & Hastuti, 2007). Sarwono (2006) mengatakan bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia. Masa remaja menentukan seseorang dapat menghadapi persoalan-persoalannya dengan baik selanjutnya saat ia dewasa kelak. Remaja harus dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan tersebut sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang

lain, dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, remaja dapat memiliki berbagai persepsi yang menarik tentang profesi DJ yang semakin meluas di Jakarta. Masalah yang diidentifikasikan pertama ialah pandangan remaja yang berstatus pelajar SMU dan mengenal dunia gemerlap (dugem). Kedua persepsi remaja terhadap profesi DJ, baik DJ pria dan wanita. Kemudian, ketiga adalah efek dari image profesi DJ terhadap pemilihan cita cita dikemudian hari. Berdasarkan ketiga identifikasi masalah, peneliti melakukan pembatasan masalah pada persepsi remaja yang berstatus pelajar SMU terhadap Image profesi DJ (disk jockey). Penelitian dilakukan pada remaja yang merupakan siswa yang berstatus pelajar SMU di Jakarta karena mempermudah peneliti mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penelitian dan para remaja yang mengenal dunia malam juga lebih banyak ditemukan di Ibukota.

1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang, peneliti akan mencari penyelesaian dari identifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi remaja sekolah SMU saat ini tentang image profesi DJ saat ini? 2. Bagaimana efek image profesi DJ yang popular saat ini dapat memberikan konstribusi bagi pemikiran perkembangan remaja? 3. Bagaimana sifat remaja dapat mempengaruhinya sebagai salah satu pilihan cita cita menjadi seorang DJ?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan thesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengaji bagaimana remaja SMU di Jakarta mempersepsikan pekerjaan profesi DJ saat ini. 2. Untuk mengetahui apakah pekerjaan DJ merupakan profesi yang baik atau sebaliknya di kalangan remaja. 3. Untuk mengetahui apakah profesi DJ berimplikasi terhadap remaja untuk memilih pekerjaan DJ sebagai cita citanya.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini secara akademis dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi kaum remaja terhadap profesi DJ (disk jockey). Penelitian ini juga dapat menambah wawasan bagi penulis mengenai masalah yang diteliti, menjadi acuan bagi remaja dan orangtua tentang profesi DJ karena fenomena profesi DJ yang semakin populer dan digemari saat ini. Kemudian Penelitian juga dapat menjadi salah satu pendukung kelengkapan bidang studi di bidang mass communication, sebagai pembuktian berbagai teori yang telah dipelajari di STIKOM The London School Public Relations, dan menjadi sumbangan dalam bidang ilmu Psikologi Perkembangan.

1.4.2 Manfaat Penelitian Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi setiap pembaca dalam mengetahui persepsi yang diterima oleh remaja yang tinggal di wilayah Jakarta terhadap

pekerjaan profesi DJ. Selain itu, penelitian ini juga sebagai masukan bagi orang tua, guru, dan orang orang yang diharapkan dapat berkomunikasi langsung dengan remaja yang masih dalam tahap perkembangannya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup berpusat pada remaja yang aktif bersekolah dan berada di wilayah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan narasumber yang diambil merupakan narasumber yang dapat dijangkau oleh peneliti dengan usia 15 18 tahun. Ruang lingkup juga dilakukan agar penellitian tidak keluar dari tujuan penelitian yang akan dilakukan. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka batasan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi para remaja yang tinggal di Jakarta terhadap orang yang berprofesi sebagai DJ baik wanita ataupun pria.

BAB II TINJAUAN TEORETIS

2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu satu dengan yang lain (Wolberg 1967). Saat memandang sebuah problema, seseorang pasti memiliki perbedaan pandangan yang berbeda-beda. Sementara itu, menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil penginderaan, yang kesadaran itu akan membentuk proses berpikir. Davidoff (Walgito, 1994, p.53) mendefinisikan persepsi sebagai sebagai suatu proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Sedangkan menurut Horovitz (2000, p.4) persepsi adalah anggapan yang muncul setelah melakukan pengamatan di lingkungan sekitar atau melihat situasi yang terjadi untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu. Hal ini yang menciptakan perbedaan penilaian terhadap suatu objek atau permasalahan tergantung individu menanggapi dengan persepsinya. Berdasarkan berbagai definisi, penulis mendifinisikan persepsi sebagai suatu proses hasil pengindraan individu dalm menerima dan mengelola sebuah informasi yang berhubungan dengan lingkungan disekitarnya.

2.1.2 Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Persepsi seseorang dalam menangkap Informasi dan peristiwa menurut Muhyadi (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) individu sendiri yang membentuk persepsi tersebut, kondisi

intern khususnya (kebutuhan, sikap, tekad, motivasi, harapan, pengalaman dan kepribadian), 2) stimulus maupun peristiwa berupa obyek tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain), 3) stimulus tempat pembentukan persepsi terjadi, baik tempat, waktu, dan suasana (senang, sedih, dan lainlain). Persepsi individu akan suatu objek terbentuk dengan adanya peran dari perceiver, target, dan situation. Perceiver mendapat rangsangan dan melakukan proses presepsi berdasarkan need, expectation, dan experience (Pasla & Dinata, 2004). Dalam mempersepsikan target, situation merupakan suasana di sekitar target dan perceiver. Proses membentuk persepsi akan suatu objek tersebut biasanya mendapat gangguan dari luar berupa stereotype, hallo effect, first impression, atau jumping to conclusion, yang dapat menyebabkan penympangan persepsi pada individu. Menurut Horovitz (2000, p.3-7) persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1. faktor psikologis

Adanya perubahan yang termasuk dalam memori, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dianggap penting. Contohnya, petunjuk verbal yakni kata-kata tentang seseorang dapat mempengaruhi persepsi kita tentang orang tersebut. Verbal yang disampaikan oleh orang lain mempengaruhi penilaian tentang orang tersebut melalui faktor personal. Faktor-faktor personal seperti pengalaman, motivasi yang timbul dari kebutuhan sehingga individu melakukan persepsi, dan kepribadian, sifat juga karakter seseorang mempengaruhi persepsinya tentang sesuatu.

2.

faktor fisik Fisik berhubungan dengan segala hal yang dapat dilihat dan rasakan. Faktor fisik

dapat memperkuat atau menghancurkan persepsi. Faktor fisik juga dapat dikategorikan

sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal merupakan kumpulan gerak tubuh, isyarat, dan merupakan penyampaian pesan tanpa menggunakan bahasa (Anugrah & Kresnowiati, 2008, p. 57). 3. image yang terbentuk Menciptakan sebuah image memerlukan proses kreativitas dan kerja keras. Image yang sudah terbentuk harus didukung oleh segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan. Menurut Kolter (2002, p. 338) image atau citra merupakan persepsi masyarakat terhadap sesuatu atau objek. Sedangkan Soemirat dan Ardianto (2003, p. 114) mengatakan bahwa citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta atau kenyataan. Citra terbentuk karena adanya pengetahuan dan informasi informasi yang diterima seseorang.

2.1.3 Manfaat Citra dalam Persepsi Individu adalah diri yang dibawa dalam pikiran sama saat diri yang dipersepsikan oleh orang lain. Persepsi terhadap diri sendiri merupakan indikator dari kualitas penyesuaian diri (Haber & Runyon, 1984). Hal ini juga dijelaskan pada teori yang dikemukakan oleh Brentano dalam psikologi Gestalt bahwa dasar dari segala tingkah laku kejiwaan adalah persepsi dalam (inner perception), yaitu persepsi yang tidak terbatas pada persepsi oleh indera-indera belaka (Sarwono, 2002). Saat persepsi tidak disetujui maka seseorang cenderung tidak menyesuaikan diri dengan baik (maladjusted). Akan tetapi ketika perbedaan persepsi dapat berjalan dengan baik, kemungkinan individu untuk dapat berhasil menyesuaikan diri lebih besar. Walaupun penyesuaian diri yang efektif membutuhkan seseorang untuk menyadari citra diri positifnya, sangat penting

untuk tidak melupakan realitas pada dirinya. Individu juga harus menyadari kekurangan dan kelebihannya dengan baik. Carballo (dalam Sarwono, 2006) mengungkapkan remaja juga harus mampu menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya. Menurut Sutojo (2004, p. 1) citra yang baik dan kuat memiliki beberapa manfaat yaitu: (a) daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap, (b) mampu menjadi perisai selama krisis, (c) meningkatkan efektifitas strategi pemasaran, (d) menjadi daya tarik eksekutif handal, (e) penghematan biaya operasional.

2.1.4 Proses Persepsi Menurut Walgito (2002, p.71) proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Adapun tiga proses dalam persepsi (Toha, p. 145147) diantaranya yang pertama yaitu stimulus atau stuasi yang hadir. Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan situasi atau suatu stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkaran sosio kultur dan fisik yang menyeluruh. Kedua, registrasi interpretasi. Dalam masa registrasi suatu gejala yang nampak ialah mekanisme fisik yang berupa pengideraan dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi yang terkirim padanya. Interpretasi merupakan suatu aspek kogntif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman (learning) motivasi, dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, interpretasi terhadap sesuatu informasi yang sama, akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Ketiga yaitu umpan balik (feedback) proses ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

2.1.4 Persepsi dalam Komunikasi Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individuindividu (Littlejohn, 1999). Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, contohnya dua sahabat dekat, seorang dosen dengan muridnya, dan sebagainya. Rakhmat (1994) mengungkapkan bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang (komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi. Konsep diri. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah.

Atraksi interpersonal. Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal penafsiran pesan dan penilaian dan efektivitas komunikasi. Hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Miller (1976) dalam Explorations in Interpersonal Communication, menyatakan bahwa memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.

2.2 Profesi DJ 2.2.1 Pengertian DJ Seorang disc jockey disebut juga DJ, atau deejay adalah seseorang yang terampil memilih dan memainkan rekaman suara atau musik yang direkam sebelumnya untuk pada pendengar yang menginginkan. Pengertian DJ pertama kali digunakan untuk menggambarkan seorang penyiar radio yang akan memperkenalkan dan memainkan rekaman gramophone yang populer. Rekaman model juga dikenal sebagai cakram dimana dalam industri dimainkan oleh penyiar-penyiar radio (Zemon, 2002). Oleh karena itu, nama disc jockey lebih akrab dikenal sebagai DJs atau deejays. Sekarang dikarenakan berbagai faktor, termasuk musik yang dipilih, para pendengarnya, penyetelan kinerja, media yang digunakan dan perkembangan dari manipulasi suara, telah menghasilkan berbagai macam teknik DJ (musisi.com).

2.2.2 Perkembangan DJ Teknik DJ telah diperkenalkan secara umum dengan perlengkapannya pada tahun 1969. Sekitar 1972 dan 1984 Teknik DJ mulai menambahkan fitur seperti berbagai permainan efek music, jenis music yang semakin variatif, yang sesuai dengan kebutuhan DJ (Cosper, 2010). Oleh karena perkembangan DJ yang semakin menarik perhatian maka masyarakat pun semakin tertarik untuk mendengar musiknya atau mencoba mempelajarinya. Aksi fisik dari seorang DJ adalah memilih dan memainkan rekaman-rekaman suara disebut deejaying atau Djing. Aktifitas DJ diketegorikan sebagai bagian dari seni musik. Seni DJ telah naik ke puncak dan dapat didengar diberbagai lounge dan club yang membawa pesan subliminal menari nonstop (Graudins, 2004). Asal tentang DJ dimulai untuk klub sebenarnya tidak banyak yang membahasnya secara ilmiah, namun dengan perkembangan teknologi baru, cara bermain dalam evolusi musik dansa elektronik serta penghasilan yang menggiurkan memberi ketertarikan banyak orang untuk mencobanya. Sejak tahun 1990an, profesi DJ pun semakin digemari oleh kaum muda khususnya di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: penghasilan yang cukup besar; Biasanya untuk penampilan DJ baru bertarif Rp 500.000 per dua jamnya, jika sudah punya 'nama' maka tarif akan berlipat-lipat ganda sampai mencapai Rp 10 juta sekali tampil ditambah banyaknya event-event yang memakai jasa DJ untuk memeriahkan acara, mudah mempelajarinya; hal ini dikarenakan hanya dengan jangka waktu 6 bulan pembelajaran di sekolah DJ, seseorang sudah mendapatkan gelar DJ , dan mencuri attention; berada di atas panggung, diberikan tepuk tangan sehingga seperti superstar yang memberikan perhatian penuh pada saat party berlangsung.

2.3 Remaja 2.3.1 Pengertian Remaja Masa remaja merupakan transisi seseorang dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Banyak hal yang dialami remaja awal dalam mengalami masa perkembangannya baik fisik, kognitif, dan emosi. penampilan fisik sering dialami pada pertengahan usia anak dan semakin meningkat pada usia remaja (Papalia, et al., 2004). Santrock (2007) juga menjelaskan hal yang sama bahwa remaja merupakan periode transisi antara anak-anak dan masa dewasa awal yang merupakan perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Sarwono (2006) mengatakan bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia. Jika pada masa remaja dapat menentukannya menghadapi persoalan-persoalannya dengan baik, maka mereka dapat menghadapinya saat ia dewasa kelak. Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anakanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (Papalia, et al., 2004). Remaja dalam perkembangannya akan menjalani tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan yakni tugas-tugas/kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu sendiri. Havighurst (dikutip dalam Dariyo, 2002) juga mengemukakan jenis-jenis tugas perkembangan remaja di antaranya yaitu: (a) menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis; (b) belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun perempuan; (c) memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lain; (d) remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab; (e) memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.

2.3.2 Perkembangan Usia Remaja WHO menetapkan usia remaja dari 10 sampai 20 tahun, yang kemudian terbagi menjadi dua ketegori yaitu remaja awal 10 sampai 14 tahun dan remaja akhir 15 sampai 20 tahun. Santrock (2007) mengatakan usia remaja dimulai antara 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menuliskan bahwa pada masa remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada umur 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada wanita dan pada laki-laki lebih tua sedikit. Pada remaja awal juga terdapat tahap perkembangan yang dikenal dengan sebutan puber yang berasal dari pubertas, dari bahasa Latin. Masa pubertas meliputi masa peralihan dari umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin dan perkembangan psikososial yang berhubungan dengan berfungsinya seseorang dalam lingkungan sosial, yakni melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua, pembentukan rencana hidup dan pembentukan sistema nilai-nilai. Oleh karena itu, penulis menggunakan masa remaja 12-15 tahun sebagai batasan usia. Santrock (2007) membagi remaja menjadi remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal adalah masa perkembangan yang sebagian besar dilalui pada masa sekolah menengah (SMP) dan mengalami sebagian besar perubahan pubertas. Kemudian, remaja akhir ialah sekitar setengah masa akhir periode ini, saat terdapat ketertarikan terhadap karier, percintaan, dan eksplorasi identitas lebih besar dibandingkan pada masa remaja awal. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian. Perkembangan fisik remaja awal terutama pada perubahan alat kelamin sehingga remaja sering mangalami kesukaran dalam menyesuaikan diri. Hormon-hormon tertentu di dalam tubuh yang mulai berfungsi juga

menyebabkan rangsangan dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya (Ali & Asrori, 2004). Remaja mengalami berbagai perubahan di dalam masa perkembangannya. Perubahan tesebut meliputi aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Pada aspek fisik, seorang anak yang mulai memasuki periode remaja ditandai dengan adanya pubertas (Papalia, et al., 2004). Salah satu contohnya, Santrock (2007) menjelaskan bahwa saat pubertas terjadi perubahan yang cepat dalam kematangan fisik (physical maturation) yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh pada saat memasuki remaja awal. Akibatnya, mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain atau merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya (Ali & Asrori, 2004). Perubahan lain juga terjadi pada perkembangan kemampuan kognitifnya. Menurut Piaget remaja mulai memasuki tingkatan tertinggi dari perkembangan kognitif (formal operational) ketika mereka mulai mengembangkan kapasitasnya untuk berpikir abstrak. Perkembangan ini memberikan mereka hal yang baru seperti lebih fleksibel dalam mengolah informasi. Mereka lebih dapat menghargai metafora, simbol, dan alegori serta lebih mendapatkan makna yang lebih dalam dari sebuah bacaan.

2.3.3 Tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus dilakukan, dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu dalam tahap-tahap perkembangannya, supaya individu tersebut menjadi berbahagia (Mubin & Cahyadi, 2006). Menurut Havigrust (dikutip dalam Papalia, et al., 1998) ada beberapa tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yaitu 12 hingga usia sekitar 20 tahun. Pertama, perubahan fisik terjadi secara besar-besaran; pada masa pubertas menuntut remaja untuk mampu menerima kondisi fisiknya sesuai dengan jenis kelaminnya. Pada remaja pria

biasanya ditandai dengan perkembangan organ genital yang mencapai kematangan seksual termasuk tumbuhnya rambut di beberapa anggota tubuh. Sedangkan pada remaja perempuan biasanya ditandai dengan perkembangan organ genital, misalnya membesarnya payudara dan tumbuh rambut di beberapa bagian tubuh. Kedua, menghasilkan kedewasaan; remaja dituntut untuk mampu melewati masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dengan kondisi tersebut remaja harus mampu meninggalkan tingkah lakunya ketika anak-anak dan menyesuaikan dengan tingkah laku orang dewasa. Ketiga, mampu untuk berpikir abstrak dan menggunakan penalaran ilmiah; perkembangan kognitif remaja yang pesat membuat mereka mampu berpikir lebih kritis dan aktif dari masa sebelumnya. Hal tersebut sering diungkapkan remaja dalam melakukan argumentasi dengan orang di sekitarnya. Keempat, masih terdapat egosentris pada beberapa tingkah laku; sifat remaja yang masih mementingkan diri sendiri membuat mereka seringkali memiliki sifat egois dan kurang mementingkan orang di sekitarnya (Papalia, et al., 1998). Kelima, mencari identitas dan berpusat; proses identifikasi masih berlangsung pada saat remaja, mereka berusaha mencari panutan atau tokoh idola sebagai sumber inspirasi dalam hidupnya. Keenam, bergaul dengan teman sebaya yang akan membantu remaja dalam perkembangan dan menguji self-concept; teman sebaya merupakan sarana sosialisasi remaja yang baik dan sangat berpengaruh, mereka biasanya memiliki sahabat atau teman dekat untuk sekadar menghabiskan waktu bersama dan bertukar pikiran. Ketujuh, memiliki hubungan dengan orangtua yang baik; meskipun remaja sering kali terlibat pertentangan dengan orang tua namun secara keseluruhan mereka mampu membina hubungan yang baik dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan orang tua (Papalia, et al., 2004). Apabila seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam batas periode perkembangan dengan baik, orang tersebut akan merasa kurang bahagia dan

mendapat kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas (pola tingkah laku) periode berikutnya (Mubin & Cahyadi, 2006).

2.4 Kerangka Berpikir Setiap remaja pasti menginginkan kehidupan yang dapat memenuhi keinginannya. Remaja sebagai peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, merupakan masa yang paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang saat dewasa. Mereka sedang mencari identitas dirinya sebagai pribadi dan makhluk sosial dengan cara belajar menguasai lingkungan secara aktif, mengeksplorasi dunia fisiknya, bersosialisasi, dan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan. Mereka juga diharapkan oleh orangtua menjadi seseorang yang berprestasi dan berhasil. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan karier di jaman modern, tuntutan perkembangan tidak dapat membenarkan remaja menentukan karirnya sendiri sebagai seorang DJ (Disk Jockey). Profesi DJ merupakan pekerjaan yang tidak dapat dikatakan sebagai gelar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, popularitas di kalangan masyarakat , penghasilan yang besar serta pendidikan yang singkat merupakan pilihan bagi banyak remaja untuk mencoba menjadi seorang DJ. Padahal dari sisi perkembangan remaja, mereka masih mencari identitas di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, remaja perlu

DAFTAR PUSTAKA Alanda. I. L., Dewi. F. L. R., & Hastuti, R. (Mei, 2007). Penyesuaian diri siswa yang mengikuti program akselerasi. Provitae, 3(1), 1-15. Ali, M., & Asrori, M. (2004). Psikologi remaja: Perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Anugrah, D., & Kresnowiati, W. (2008). Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Jala Permata. Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, & keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Graudins, C. (2004). How to Be a DJ. Boston: Course Technology PTR. Littlejohn. (1999). Theories of Human Communication. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004) Human development (8th edition). NY: McGraw-Hill. Rakhmat, J. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sarwono, S. W. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Santrock, W. J. (2007). Human adjustment. New York: McGraw-Hill Companies. Toha, M. (1993). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Zemon, S. (2002). The Mobile DJ Handbook: How to Start & Run a Profitable Mobile Disc Jockey Service (2nd ed.). St. Louis: Focal Press. Anonym. Cari Uang Lewat Piringan Hitam. Indonesian Human Resource Management. (2008). 10 Nov. 2010 (http://portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/bisnis/1id936.html). Anonym. Mengenal Sekolah DJ dan Profesi DJ (2009). 10 Nov. 2010 (http://kamissore.blogspot.com/2009/08/mengenal-sekolah-dj-dan-profesi-dj.html). Anonym. Indonesia Clubbing. (2010). 10 Nov. 2010 (http://www.indonesiaclubbing.com/venues/clubs/). Cosper, A. History of Beat Mixing. (2010). 10 Jan. 2010 (http://www.tangentsunset.com/djmixing.htm). Ical. Sejarah Disk Jockey. (2008). 10 Nov. 2010 (http://icalshinoda.blogspot.com/2010/11/sejarah-disk-jockey-dj.html). Yudi. Disk Jockey. (2006). 9 Nov. 2010 (http://www.musisi.com/showthread.php?t=27018).

Anda mungkin juga menyukai