Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH BUDAYA KOREA TERHADAP PERUBAHAN

PERILAKU PENGGEMAR

PROPOSAL

Diserahkan untuk Menyelesaikan Tugas Struktur


Metode Penelitian

TIRTHA TAMARA
12040324163

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


JURUSAN PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
1. Latar Belakang
Setiap orang pasti memiliki naluri untuk mengidolakan sesuatu ataupun
seseorang. Entah itu karena rupa fisiknya, karyanya, inspirasinya, atau mungkin
karena itu adalah mereka. Ketika masih kecil atau saat menginjak usia remaja,
aktivitas dari mengidolakan seseorang selalu dipandang sebagai bentuk perubahan
perilaku mencari jati diri. Umpamanya misalnya seperti ketika besar nanti, ingin
menjadi seperti itu. Kira-kira seperti itulah arti idola di mata anak kecil. Namun
saat ini, makna idola bukan lagi hanya dimiliki oleh ‘anak kecil’ atau ‘remaja’
saja melainkan bahkan orang dewasa juga dapat mengidolakan sesuatu asalkan tau
batasannya. Salah satu idola yang kini disukai oleh semua kalangan berasal dari
negara Korea Selatan atau lebih dikenal masyarakat dengan nama Budaya Korea
Pop (K-Pop) atau Hallyu Wave. Fenomena ini begitu cepat menyebar ke seluruh
penjuru dunia (termasuk Indonesia) dan memunculkan jutaan atau mungkin
miliaran penggemar yang popularitasnya dapat menyaingi budaya barat.
Berkembangnya budaya Korea (Hallyu) di negara-negara Asia Timur dan
beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia menunjukkan adanya
transformasi budaya asing ke negara lain. Terlebih lagi dengan majunya teknologi
komunikasi saat ini dan bagaimana media sukses menghubungkan budaya
tersebut kepada khalayak sehingga membuat banyak orang mengidolakan Idol
Korea tersebut. Meskipun memiliki perbedaan bahasa, keterbatasan akan
perbedaan itu akhirnya dapat diatasi dengan makin banyaknya fans ataupun non-
fans yang membuka jasa terjemah K-drama ataupun Musik K-pop. Dengan
begitu, orang-orang yang menaruh minat pada budaya pop Korea Selatan akan
semakin mudah dan semakin mencintainya.
Berdasarkan laporan twitter menurut unique author yang dilaporkan oleh
CNN Indonesia pada article-nya di hari Rabu (26/1) lalu, Indonesia tercatat
sebagai negara dengan jumlah penggemar terbesar di dunia maya pada tahun 2021
yang kemudian disusul oleh Jepang, diikuti dengan Filipina, Korea Selatan, dan
Amerika Serikat. Indonesia juga tercatat sebagai negara yang paling banyak
membicarakan K-pop di platform media apapun. Umumnya dengan banyaknya
penggemar pasti ada komunitas yang dibentuk untuk mengontrol perilaku
penggemar dan menjadi jati diri atau identitasnya. Di dunia penggemar korea itu
disebut fandom yang merupakan rumah tempat penggemar berkumpul. Ada
banyak fandom yang terbentuk terlebih lagi mengingat Idol Korea itu banyak
sekali bukan hanya satu saja. Mungkin banyak yang belum mengetahui tapi ada
satu motto yang dikandung dalam setiap fandom: “Citra fandom adalah citra idola
itu sendiri” sehingga bila misalnya ada penggemar yang berbuat tidak-tidak itu
akan berpengaruh pada Idolanya secara tidak langsung. Semakin terkenal seorang
Idol, maka semakin besar penggemarnya dan semakin fanatik juga mereka.
Bahkan hanya demi seorang Idol atau karena ucapan yang idola itu berikan, para
penggemar pada rela menghabiskan uang untuk Idolanya dan mengabaikan
kehidupan nyatanya karena terlalu terperosot pada gaya hidup kosumtif-nya. Ada
juga penggemar yang meraih prestasi hanya karena idola-nya menyuruhya untuk
belajar sehingga dapat dilihat seberapa besar pengaruh idola tersebut pada
penggemar. Apalagi Indonesia tercatat sebagai negara dengan penggemar Korea
terbesar di dunia maya, oleh karena itu dapat dikatakan itu adalah pemandangan
yang pasti jauh lebih sering terjadi dibandingkan negara lainnya.
Pada dasarnya mengidolakan seseorang seharusnya ada batasnya. Bahkan
meskipun fase ini dikatakan untuk mencari jati diri seharusnya merujuk pada yang
sisi positif. Terlebih lagi di saat penggemar tau kalau rasa suka akan penggemar
itu seharusnya hanya sampai batas ‘kagum’ atau ‘ingin menjadi sukses’ seperti
mereka nantinya. Namun saat ini rasa kagum penggemar bercampur dengan
perasaan yang tidak sewajarnya diekspresikan sehingga timbulnya ‘halusinasi’
yang berlebihan dan perilaku ‘obsesi’ pada idola tersebut. Berkat itu, citra
penggemar korea makin lama makin buruk di mata non-fans. Padahal Idol
diciptakan oleh Korea bukan untuk itu, tapi untuk hidup sesuai namanya, menjadi
panutan seseorang. Tetapi karena perilaku tidak wajar tersebut, citra positif yang
diberikan oleh K-pop diabaikan dan dipandang negatif melulu oleh kebanyakkan
orang.
Untuk itu, peneliti memutuskan untuk mengambil judul ini agar mencari tau
dan memberitahu makna dari menjadi penggemar korea yang sebenarnya. Bukan
hanya sisi negatif-nya, tapi juga sisi positifnya yang sesuai dengan arti idola
tersebut. Peneliti memutuskan untuk melihat pengaruh yang disebabkan dari
budaya korea ini pada beberapa Mahasiswa semester 4 UIN SUSKA Jurusan
Public Relations kelas F.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam proposal ini adalah:
1) Apakah budaya populer korea dapat mempengaruhi perilaku seseorang?
2) Bagaimana budaya populer korea dapat mempengaruhi perilaku
penggemar?

3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari proposal ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh yang dimiliki atau diciptakan oleh budaya populer korea
dalam mempengaruhi perubahan perilaku remaja di kehidupan sosial.

4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan diadakannya penelitian di atas, maka manfaat penelitian yang
akan didapatkan begitu penulis selesai menjelaskan dan membuat proposal ini,
maka dengan itu peneliti berikan 2 manfaat secara teoretis dan praktis, yaitu:
1) Secara Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan
wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya
memberitahu gambaran akan budaya populer korea yang berasal dari luar.
2) Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bersama dalam
memahami menggemari idol itu sebenarnya tidak seburuk itu.

5. Tinjauan Pustaka
A. Kajian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan
selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya di
samping itu kajian terdahulu membantu penelitian dalam memposisikan
penelitian serta menunjukkan orsinalitas dari penelitian.
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat
ringkasannya, baik penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum
terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Dengan melakukan
langkah ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana orisinalitas dan posisi
penelitian yang hendak dilakukan. Kajian yang mempunyai relasi atau
keterkaitan dengan kajian ini antara lain:
1) Lisa Anggraini Putri dalam “Dampak Korea Wave Terhadap Prilaku
Remaja Di Era Globalisasi”.1 Yang berdasarkan penelitiannya Dampak yang
disebabkan oleh perkembangan kpop ini diantaranya ada positif dan ada
negatif. Dampak positif diantaranya adalah dapat menjadi inspirasi fashion,
cara berpakaian, dan dapat membuat orang tersebut mandiri dengan menjual
barang-barang yang berbau kpop yang akan pasti diburu oleh fans kpop.
Disamping dampak positif tentu juga ada dampak negatifnya diantaranya
adalah timbul sikap fanatisme terhadap idola, fansing dengan membelikan
idola barang-barang mahal, dan juga dampak yang paling berpengaruh
adalah menggunakan baju tak layak dipakai bagi perempuan yang
bertentangan apalagi dalam agama islam.
2) Ummul Hasanah dan Mery Kharismawati dalam “Penggunaan Budaya Pop
Korea dalam Proses Pembelajaran Bahasa Korea bagi Mahasiswa dengan
Gaya Belajar Campuran”.2 Yang Menjelaskan bahwa budaya korea bukan
hanya sekitar pemutaran video, dan mendengarkan lagu Korea saja tetapi
juga dapat dijadikan metode pengajaran. Walaupun banyak yang setuju
dengan penggunaan budaya pop Korea dalam kegiatan kelas, beberapa
1
Lisa Anggraini Putri. “Dampak Korea Wave Terhadap Prilaku Remaja Di Era Globalisasi.” Al-
Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Vol. 3, No. 1, 2020, pp. 42-48.
2
Ummul Hasanah dan Mery Kharismawat. “Penggunaan Budaya Pop Korea dalam Proses
Pembelajaran Bahasa Korea bagi Mahasiswa dengan Gaya Belajar Campuran”. JLA (Jurnal Lingua
Applicata), Vol. 3 No.1, 2019.
mahasiswa tidak setuju karena hal tersebut dianggap bisa mengganggu
konsentrasi belajar di kelas, sehingga dosen harus memberikan variasi
kegiatan belajar, tidak terus menggunakan budaya pop Korea tetapi diselingi
dengan kegiatan yang membutuhkan ketenangan agar setiap mahasiswa bisa
merasakan efektifitas dari kegiatan yang dosen lakukan sehingga bisa dilihat
ada pengaruh positif yang disebabkan dari mengetahui budaya ini.
3) Nur Ayuni Mohd Jenol dalam “Escapism and Motivation: Understanding K-
Pop fans Well-Being and Identity”.3 Yang menjelaskan dalam penelitian
bahwa hubungan para-sosial yang terjalin antara penggemar dan idola,
meskipun merupakan hubungan sepihak, telah menguntungkan penggemar
khususnya kesejahteraan mereka. Komitmen dan keterikatan sebagai bagian
dari komunitas fandom memberikan rasa diri dan keintiman yang berarti.
Oleh karena itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa penggemar K-pop
sebagai bagian dari komunitas fandom tidak ada dalam ruang hampa.
Menjadi penggemar K-pop membawa makna tersendiri yang melampaui
penggemar genre musik. Penelitiannya mengungkapkan makna menjadi
penggemar K-pop tidak hanya karena antusiasme mereka terhadap idola,
tetapi juga memberikan keadaan hidup yang lebih baik melalui platform
pelarian. Selain itu, menjadi penggemar K-pop terkait dengan keterikatan
mental dan emosional penggemar dengan idola melalui hubungan
parasosial. Dalam kasus Korean wave, media tidak diragukan lagi
bertanggung jawab atas popularitasnya yang sangat besar, tetapi di pada saat
yang sama, itu juga menciptakan lingkungan pelarian bagi penggemar
seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini. Pengalaman penggemar
berfungsi sebagai sarana untuk memungkinkan penggemar melepaskan diri
dari realitas sosial yang tidak diinginkan meskipun itu bersifat sementara.
Meskipun penggemar mungkin tidak mengenal idola secara pribadi dan
sepenuhnya menyadarinya, hal itu menciptakan ikatan dan keterikatan
pribadi yang kuat yang dikenal sebagai hubungan para-sosial. Selain

3
Nur Ayuni Mohd Jenol. “Escapism and Motivation: Understanding K-Pop fans Well-Being and
Identity.” GEOGRAFIA OnlineTM Malaysian Journal of Society and Space 16 issue 4, 2020.
hubungan penggemar-idola, penggemar juga berhasil menciptakan
hubungan seperti keluarga melalui keanggotaan fandom. Para peneliti juga
menyoroti bagaimana fandom memiliki solidaritas komunal yang luar biasa.
Keinginan penggemar untuk berubah pada tingkat pribadi dalam beberapa
cara mempengaruhi perubahan perilaku sosial. Para peneliti sangat percaya
bahwa penggemar bukan hanya konsumen musik populer tetapi menjadi
penggemar juga telah mendorong kekuatan positif dan kesejahteraan dalam
diri mereka sendiri.

B. Kerangka Teori
1) Pengertian Budaya Populer atau Popular Culture
Secara etimologi, Budaya pop (cultural popular), berasal dari bahasa
Spanyol dan Portugis, memiliki makna yaitu merupakan unsur kebudayaaan
yang bersumber dari rakyat. Berdasar pada perspektif bahasa dan kebudayaan
Latin, budaya populer lebih banyak mengarah pada adanya pemikiran-pemikiran
tentang perkembangan kebudayaan dari kreativitas orang kebanyakan di
masyarakat.
Budaya Populer adalah budaya yang lahir atas kehendak media. Artinya,
jika media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan
menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Populer
yang kita bicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi
media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen. Budaya populer
mungkin bisa dideskripsikan sebagai budaya rakyat yang dilokalisasi dan
dipelihara oleh masyarakat (Burton, 2012).
Williams mendefinisikan kata ”populer” menjadi empat pengertian yaitu (1)
banyak disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk
menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya
sendiri. Budaya populer muncul dan bertahan atas kehendak media (dengan
ideologi kapitalis) dan perilaku konsumsi masyarakat. Dalam hal
mempopulerkan suatu produk budaya, media berperan sebagai penyebar
informasi sesuai fungsinya serta pembentuk opini publik yang kemudian
berkembang menjadi penyeragaman opini dan selera. Akibatnya, apapun yang
diproduksi oleh suatu media akan diterima oleh publik sebagai suatu nilai, dalam
hal ini nilai kebudayaan (Rudy, 2013).
Menurut McDonald (1998) budaya pop setuju kali diidentikkan “tanpa
malu” bersekutu dengan industri hiburan yang secara kasar memburu laba. Sulit
bagi para cendekiawan untuk menghargai budaya pop. Akibatnya, budaya pop
setuju dijuluki 'budaya massa'. Istilah tersebut "mengacu pada budaya yang
direndahkan, diremehkan, dangkal, dibuat-buat, dan seragam". Konsumsi
budaya populer di kalangan masyarakat awam selalu menjadi masalah bagi
'orang lain', entah itu kaum intelektual, pemimpin politik, atau pembaharu moral
dan sosial. 'Orang lain' ini setuju beranggapan bahwa masyarakat awam
harusnya berurusan dengan sesuatu yang lebih mencerahkan atau berfaedah
ketimbang budaya populer.
Budaya populer lebih setuju disebut dengan budaya pop adalah apapun yang
terjadi di sekeliling kita setiap harinya. Populer yang kita bicarakan disini tidak
terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi media massa terhadap publik
yang bertindak sebagai konsumen. Budaya populer atau yang biasa disebut
budaya pop merupakan sebuah budaya yang menyenangkan atau yang banyak
disukai orang.
Budaya populer merupakan karakteristik budaya yang sangat banyak
peminatnya. Peminat budaya pop ini sangat banyak bahkan hingga melintasi
budaya tradisional atau budaya luhur yang telah mengakar lama dalam suatu
masyarakat. Dampak difusi budaya pop ini sangat luar biasa baik pada
perubahan perilaku suatu masyarakat maupun pada tingkat konsumsi akibat
munculnya budaya populer (Setiadi, 2015).

2) Media dan Budaya Populer


Media yang secara umum diartikan sebagai penghantar atau perantara dalam
menyampaikan pesan atau informasi, menempati posisi strategis dalam
pembentukan sebuah budaya populer, sama halnya dengan yang definisi budaya
populer sebelumnya yang diartikan sebagai sebuah budaya yang lahir atas
kehendak media. Tentu dapat dikatakan bahwa media memang memiliki
kekuatan dan kekuasaan yang besar dalam pembentukan suatu opini maupun
budaya. Seperti yang dikatakan oleh McQuail (1983) bahwa media “melindungi
atau mengemukakan kepentingan orang-orang yang memiliki kekuasaan
ekonomi atau politik yang lebih besar dari masyarakat mereka sendiri”.
Hubungan antara Media dan Budaya Populer Media sendiri memiliki peran
besar dalam pembentukan suatu budaya baru ataupun perantara yang sangat
efektif dalam penyampaian pesan dalam bentuk apapun. Sebagai contoh yang
terjadi saat ini, ketika suatu hal sedang ramai dibicarakan banyak orang, maka
dengan cepat pula media menjadi jembatan dalam penyampaian informasi
tersebut. Sehingga kemungkinan suatu hal dapat dikenal banyak orang sangatlah
besar ketika media telah ikut ambil alih dalam penyampaiannya.
Hubungan media dan budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan. Budaya dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai hasil dari media.
Selain itu dalam hubungan antara media dan budaya, dapat juga bisa diartikan
sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok
yang diwariskan dari generasi 30 yang satu ke generasi yang lain. Media
menjadi menyumbang terbesar dari adanya perkembangan dan perubahan yang
terjadi dalam diri masyarakat, salah satunya yaitu budaya.
Dalam hal ini, media telah menjadi tempat atau wadah yang menghasilkan
budaya massa atau disebut juga budaya populer. Dimana budaya massa telah
menggantikan berbagai budaya tradisional atau budaya rakyat dan kini telah
mendominasi produk-produk serta minat konsumsi barang-barang material
maupun hiburan di Indonesia, karena memang sejatinya budaya populer
merupakan budaya yang didorong oleh motif untuk meraup laba, dan begitu juga
dengan media yang memerlukan hal-hal menarik untuk menambah penghasilan
mereka (Burton, 2012).

3) Budaya Korea Pop (K-Pop)


Menurut Williams dalam bukunya John Storey (2003), budaya dapat
diartikan sebagai pandangan hidup dari masyarakat, periode, atau kelompok
tertentu. Budaya juga bisa merujuk pada karya dan praktik- praktik intelektual,
terutama aktifitas artistik.4
Sedangkan budaya Korean Pop atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Hallyu Wave/Korean Wave adalah budaya yang mengacu pada popularitas
budaya Korea di luar negeri dan menawarkan hiburan Korea yang terbaru yang
mencakup film dan drama, musik pop, animasi, games dan sejenisnya. Istilah
Hallyu atau Korean Wave adalah sebuah istilah yang diberikan untuk
tersebarnya budaya Pop Korea atau gelombang Korea secara global
diberbagai negara di dunia termasuk Negara Indonesia.5
Suksesnya Korea dalam mewarnai industri hiburan dengan K-Pop dan K-
Drama turut mengikutsertakan nilai, pola hidup, kehidupan sosial, sistem, dan
tradisi serta kepercyaan yang dianut oleh orang-orang. Korea mulai dinikmati
oleh masyarakat global. Bahkan hal ini juga membawa dampak positif bagi
industri fashion, teknologi, maupun elektronik.

4) Idol K-Pop
Idola K-pop adalah seorang artis dalam musik pop Korea atau industri K-
pop. Artis-artis bisa saja anggota grup K-pop atau artis solo. Mereka biasanya
berada di bawah agensi hiburan sebagai trainee, menjalani pelatihan intensif
untuk meningkatkan cara mereka bernyanyi dan menari dan berbicara bahasa
asing sebelum menjadi idola K-pop sepenuhnya.

5) Penggemar
Penggemar adalah seseorang yang menggemari sesuatu dengan antusias dan
secara kolektif kelompok penggemar akan membentuk basis penggemar
(fanbase) atau fandom.6 Fanbase yaitu suatu forum yang ditujukan untuk
mendukung seorang idola sedangkan fandom yaitu istilah untuk kumpulan fans
dari seorang idola. Sedangkan Korean Pop atau biasa disingkat dengan istilah K-
4
John Storey, Teori Budaya dan Budaya Pop, (Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm.2-3.
5
Sella Ayu Pertiwi, Konformitas dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave (Penelitian pada
Komunitas Super Junior Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”) di Samarinda, Jurnal Psikologi, Vol.
3:2 (2013), hlm. 2.
pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis
dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam negeri dan
populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik Korean Pop merupakan
bagian yang tak terpisahkan daripada demam Korea (Korean Wave) di berbagai
Negara. Korean Pop tidak hanya mengenalkan musik tetapi juga mengenalkan
budaya lewat kostum, pakaian, dan juga gaya hidup.
Para penggemar kemudian bersatu dalam fandom. Fandom adalah istilah
yang digunakan untuk merujuk pada sebuah sub-kultur yang dibangun oleh
para penggemar yang memiliki ketertarikan yang sama. Baym (2012)
mengungkapkan bahwa penggemar akan membentuk atau bergabung dalam
sebuah fandom atau perkumpulan penggemar untuk saling bertukar informasi
atau membicarakan selebriti idolanya dengan sesama penggemar lainnya. Setiap
fandom memiliki nama yang berbeda-beda untuk menunjukkan identitasnya,
Meskipun begitu, nama penggemaran korea diketahui sebagai Kpopers yang
mana berarti adalah kumpulan orang yang menyukai Kpop atau tentang dunia
hiburan Korea. Kpop adalah singkatan dari Korean Pop atau “musik pop Korea”
yang kini telah menjadi candu bagi penggemar setia penyanyi dari Korea
Selatan. Dengan bantuan Korean Wave, Kpop menjadi mudah mewabah
dimana-mana.6

6) Teori Uses and Gratification


Teori ini untuk mengetahui kaitan antara motivasi khalayak dengan
penggunaan media. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana
khalayak menggunakan media, memahami motivasi perilaku bermedia dan
untuk mengidentifikasi berbagai fungsi yang mengikuti kebutuhan, motivasi,
dan perilaku khalayak.
Menurut Katz dan dkk (dalam Effendy, 1993:294), model Uses and
Gratifications memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang
menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi

6
Shafira Banyugiri, Korean Chingu,(Jakarta,PT.Tangga Pustaka), hlm.98.
kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs)
dikategorikan sebagai:
a. Cognitive needs (kebutuhan kognitif) ialah kebutuhan yang berkaitan
dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai
lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan untuk memahami dan menguasai
lingkungan; juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk
penyelidikan kita.
b. Affective needs  (kebutuhan efektif) merupakan kebutuhan yang berkaitan
dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan,
dan emosional.
c. Personal integrative needs (kebutuhan peribadi secara integratif) adalah
kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan,
stabilitas, dan status individual.
d. Social integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif) ialah kebutuhan
yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan
dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berfiliasi.
e. Escapist needs (kebutuhan pelepasan) merupakan kebutuhan yang berkaitan
dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan
keanekaragaman.

7) Attitude Change Theory atau Teori Perubahan Sikap


Penelitian ini menggunakan Teori Perubahan Sikap. Teori ini muncul usai
perang dunia ke-2 hingga tahun 1960-an, yang merupakan periode munculnya
teori-teori komunikasi massa yang pada intinya menyatakan bahwa media massa
memiliki efek terbatas. Dengan kata lain, media massa sudah tidak memiliki
kekuatannya lagi sebagaimana periode teori masyarakat massa. Berakhirnya era
teori masyarakat massa ditandai dengan munculnya beberapa teori yang
menyatakan bahwa khalayak (penerima pesan) tidak mudah dipengaruhi oleh isi
pesan media massa. Salah satu dari teori yang muncul yaitu teori perubahan
sikap (attitude change theory) dari Carl Hovland, tepatnya pada awal tahun
1950-an.
Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang
terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan
bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi tindakan atau tingkah laku seseorang.
Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan
mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia
dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan
keyakinannya.

8) Perilaku
Pengertian perilaku secara umum menurut Kusmiyati dan Desminiarti
(1990) dalam (Sunaryo, 2002 : 3) adalah proses interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup.
Perilaku berwujud bila ada keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi (konasi) seseorang terhadap suatu
lingkungan di sekitarnya.
Menurut (J.B. Watson, 1878-1958) dalam buku (Laurens, 2004)
memandang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang perilaku karena
perilaku lebih mudah diamati, dicatat, dan diukur. Arti perilaku mencakup
perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis, memasak, melihat, bekerja
dan perilaku yang tidak kasatmata seperti fantasi, motivasi, dan proses yang
terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak. Perilaku juga
dapat diartikan sebagai hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau
dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan.

9) Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku adalah proses perubahan yang dialami manusia
berdasarkan apa yang telah dipelajari, entah itu dari peran pranata keluarga,
teman, lingkungan, atau dari diri mereka sendiri. Perilaku manusia
dikelompokkan menjadi perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang yang terjadi akibat faktor
penyebab terjadinya perilaku menyimpang.  Semua perilaku manusia itu
dipelajari dalam antropologi, sosiologi, ekonomi, psikologi, dan
kedokteran. Perilaku sosial adalah perilaku yang ditujukan khusus untuk orang
lain. Meskipun dalam kondisi sosial yang sama, seseorang akan bertindak
dengan cara mereka masing-masing. Hal ini merupakan cerminan dari sifat
manusia yang unik dan terbawa ke dalam suasana tertentu, serta ditunjukkan ke
lingkungan atau kondisi sosial yang ada. Perilaku sosial yang dilakukan
oleh individu masyarakat dapat dilihat dari berbagai kecenderungan perilaku
manusia, seperti kecenderungan akan peranan, kecenderungan sosiometrik, dan
kecenderungan ekspresi.

6. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2011), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena,
jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori, dan belum
menggunakan fakta. Untuk itu, jika diamati secara teori yang berada di atas, maka
dugaan sementara dalam penelitian ini ialah: “Budaya Populer Korea benar
adanya dapat mempengaruhi perubahan perilaku penggemar”.
H0: Tidak ada terdapat pengaruh budaya populer korea terhadap perubahan
perilaku penggemar.
H1: Terdapat pengaruh budaya populer korea terhadap perubahan perilaku
penggemar.

7. Konsep Penelitian
Konsep Penelitian yang dimaksudkan di sini untuk menghindari kesalahan
pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah judul
proposal. Sesuai dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Korean Pop (K-Pop)
Terhadap Perubahan Perilaku Penggemar”, maka definisi konsep yang perlu
dijelaskan, yaitu:
1) Penikmat/Penyuka Budaya Korea
Dalam penelitian ini, budaya populer korea adalah objek yang
mempengaruhi sedangkan perilaku penggemar adalah objek yang dipengaruhi.
Dengan majunya teknologi komunikasi saat ini dan bagaimana media sukses
menghubungkan budaya satu ke negara lainnya sehingga kita dapat mengenal
budaya Korea yang merupakan salah satu dari sekian banyaknya budaya yang
tersebar tersebut.
Budaya Korea saat ini tidak dapat dipungkiri telah menguasai segala aspek
kehidupan mulai dari wilayah Asia ke Eropa dan Amerika. K-Pop yang
merupakan salah satu budaya asal Korea yang memiliki singkatan “Korean
Pop” ialah sebuah genre musik yang berasal dari Korea Selatan yang
ditampilkan oleh seorang Idol Korea yang memiliki wajah yang menarik, suara
yang indah, dan pertunjukkan yang terlatih sehingga dengan talenta yang luar
biasa itu, mereka menarik perhatian banyak orang untuk menyukai mereka.

2) Perubahan Perilaku Penggemar


Pada umumnya perubahan perilaku adalah proses perubahan yang dialami
manusia berdasarkan apa yang telah dipelajari, entah itu dari peran pranata
keluarga, teman, lingkungan, atau dari diri mereka sendiri. Karena penelitian ini
menyangkut ‘penggemar’, maka dapat dikatakan perubahan perilaku tersebut
disebabkan oleh lingkungan atau diri sendiri. Perilaku juga dapat diartikan sebagai
hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk
memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan. Dengan menyukai
Budaya Korea dapat kita lihat bahwa perubahan perilaku ini terjadi karena dengan
menyukai Idol Korea, mungkin saja dapat memuaskan kebutuhan ataupun
kepuasan yang ada dalam diri penggemar sehingga terjadi perubahan pada
perilaku yang dimiliki.

8. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Azwar (2016) bahwa penelitian dengan
pendekatan kuantitatif menekankan analisis dalam data-data numerikal (angka)
yang diolah dengan metode statistika.

9. Penentuan Variabel dan Indikator


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut kemudian ditarik kesimpulannya Sugiyono (2012: 59). Berdasarkan
telaah pustaka maka penggunaan variabel-variabel dalam penelitian ini adalah.
a. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen) dalam penelitian
ini yang merupakan variabel bebas (X) yaitu merujuk pada Budaya Populer
Korea yang mana ada dua indikator di dalamnya yaitu: Role Models dan
Expression of Idolization.
b. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya varibel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi penelitian
terikat (Y) yaitu: Perubahan Perilaku. Berdasarkan penjelasan tersebut, Indikator
dalam perubahan perilaku sebagai berikut:

1. Perilaku Sosial
2. Perilaku Imitasi
3. Perilaku Konsumtif
4. Perilaku Psikomotorik dan Bermanfaat
5. Keterbukaan
Tabel 1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Descriptor (Penjelasan) Pengukuran
Budaya Role Model Seseorang/Tokoh yang dijadikan Interval
Populer panutan, lalu diikuti dan dicontoh.
Korea (X) Expression of Perilaku pemujaan seseorang Interval
Idolization terhadap Idol tersebut yang nanti
(Ekspresi dari akan ditiru atau menjadi inspirasi
Pemujaan) baik itu dari karakter, kegiatan,
ataupun tren yang dilakukan.
Perubahan Perilaku 1. Menghabiskan banyak uang Skala
Perilaku Konsumtif hanya untuk membeli album. Gutman
Penggemar 2. Membeli tiket konser yang
(Y) harganya cukup mahal bagi
yang mampu tapi kadang yang
gak mampu sampai rela
ngutang dan sebagainya hanya
untuk melihat idolanya.

Perilaku 1. Menjaga pola makan (diet) agar Skala


Imitasi seperti idola K-POP. Gutman
2. Mengikuti tren fashion ala ala
korea.
Perilaku 1. Ikut berpartipasi dalam donasi Skala
Sosial bencana atas nama sendiri dan Gutman
idola.
2. Etika yang menjadi lebih baik
karena di Korea, kesopanan
terhadap orang tua adalah yang
diutamakan.
Perilaku 1. Membuat karya tulis seperti Skala
Psikomotorik AU, Cerita Wattpad, atau Gutman
dan Fanfiction yang mana selain
Bermanfaat memenuhi hasrat kepuasaan
tapi juga bisa menciptakan
motivasi untuk terus menulis.
2. Bagi yang bisa menggambar,
akan membuat fanart akan idola
mereka entah itu versi chibi
atau versi unreal-nya.
3. Mempelajari berbagai bahasa
baik itu bahasa inggris dan
korea untuk memudahkan
komunikasi.
4. Dapat menjadi pengusaha juga
dengan menjual produk barang
kpop ke orang lainnya.
5. Mulai sering menabung. Karena
konsumsi akan barang kpop
yang tinggi, banyak penggemar
yang rela menabung uang jajan
mereka hanya untuk
mendukung kehidupan
konsumtif-nya.
Keterbukaan 1. Menjadi lebih percaya diri dan Skala
termotivasi hanya dengan Gutman
mendengarkan inspirasi yang
diberikan Idola.
2. Banyaknya teman dan luasnya
circles pertemanan.

10. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah mahasisa UIN SUSKA semester 4 dari
Jurusan Public Relations kelas F yang mana mahasiswa di dalamnya terdiri dari
33 orang sehinga untuk memperkecil volume, peneliti memutuskan untuk
menggunakan metode sampling purposive dengan memilih di antara 33 orang
tersebut. Dari 33 orang, peneliti akan memilih minimal 8 orang yang memenuhi
kriteria yang ditentukan. Adapaun kritea responden dalam penelitian ini adalah:
a. Memiliki idola K-Pop yang digemari.
b. Menyukai K-drama ataupun K-Pop.
c. Aktif melakukan pencarian informasi mengenai Idola K-Pop masing-
masing.
d. Mengenal budaya korea secara luas dan dalam.

11. Pengukuran
Pengukuran dalam penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk menentukan
apa yang ingin diperoleh dari indikator variabel yang telah ditentukan. Dapat juga
pengukuran berarti bagaimana peneliti mengukur indikator Variabel. Ada
beberapa bentuk pengukuran dalam penelitian kuantitatif, yaitu pengukuran
nominal, ordinal, rasio, dan Interval (Bungin, 2017).
Pada penelitian data, peneliti memutuskan untuk menggunakan bentuk
pengukuran Interval untuk melihat berapa banyak penggemar K-Pop yang berada
dalam kelas F Jurusan Public Relations yang dilihat dari berapa lama mereka
menyukai Idola K-Pop atau seberapa banyak mereka mengetahui budaya korea
agar bisa mengetahui bagaimana perubahan perilaku dapat terjadi.

12. Sumber data


Sumber data yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder.
1) Data Primer Data Primer adalah sumber data yang diperoleh secara
langsung, dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dengan cara
menggali dan mengumpulkan informasi dari informan yang dianggap
mengetahui mengenai permasalahan yang akan diteliti. Dimana data yang
didapat untuk data primer diperoleh melalui pemberian kuisioner kepada
informan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah
ada. misalnya, yang diperoleh peneliti dari buku-buku, jurnal, internet,
berita dan media-media lainnya serta sumber-sumber yang ada relevansinya
dengan penelitian atau berkaitan dengan penelitian ini.

13. Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data survei yang mana
dibuat angket yang berisi pertanyaan sesuai dengan rumusan masalah dan
beberapa pertanyaan lainnya yang jauh lebih luas dan dalam. Penilaian dilakukan
dengan memberi checklist pada pertanyaan yang ada untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial yang diangkat. Jawaban
setiap instrumen menggunakan skala guttman karena peneliti ingin mendapatkan
jawaban yang tegas terhadap permasalahan yang jadi pertanyaan.

14. Rancangan Analisis dan Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode statistik inferensial
untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variabel yang kemudian
dihubungkan dengan teknik analisis regresi linier sederhana yang merupakan
metode statistik yang berfungsi untuk menguji sejauh mana hubungan sebab
akibat antara variabel faktor penyebab (x) terhadap variabel akibatnya (y).
DAFTAR PUSTAKA

Badri, M. (2011). Corporate and Marketing Communication. Jakarta:


Universitas Mercu Buana.

Banyugiri, Shafira. (2012). Korean Chingu. Jakarta: PT. Tangga Pustaka

Brogan, Chris. (2010). Social Media 101 Tactic and Tips to Develop Your Busines
Online. New York: John Wiley & Sons.

Hasanah, Ummul dan Mery Kharismawat. (2019). Penggunaan Budaya Pop


Korea dalam Proses Pembelajaran Bahasa Korea bagi Mahasiswa dengan
Gaya Belajar Campuran. JLA (Jurnal Lingua Applicata), Vol. 3 No.1.

Jenol, Nur Ayuni Mohd. (2020). Escapism and Motivation: Understanding K-Pop
fans Well-Being and Identity. GEOGRAFIA OnlineTM Malaysian Journal
of Society and Space 16 issue 4.

Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT


Grasindo.

Noegroho, Agung. (2010). Teknologi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu;


Yogyakarta.

Pertiwi, Sella Ayu. (2013). Konformitas dan Fanatisme Pada Remaja Korean
Wave (Penelitian pada Komunitas Super Junior Fans Club ELF “Ever
Lasting Friend”) di Samarinda, Jurnal Psikologi, Vol. 3:2, hlm. 2.

Putri, Lisa Anggraini. (2020). Dampak Korea Wave Terhadap Prilaku Remaja Di
Era Globalisasi. Al-Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam Vol. 3, No.
1, pp. 42-48.

Storey, John. (2003). Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam.

Sunaryo. (2002). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai