Anda di halaman 1dari 20

Laporan Penelitian

Korean Wave : “ Analisa Perilaku Remaja Urban Terhadap Budaya Hallyu


di Surabaya “

Disusun Oleh

KELOMPOK 4

Eka Laila Fitria Sari 121311433019

Riski Putri Utami 121311433013

Jamilah Nuraini 121311433059

Isfilalah Tri Susan 121311433042

Martha Carolina 121311433071

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korea Selatan merupakan negara yang berada di kawasan Asia Timur


bersebelahan dengan negara Jepang, China, dan Korea Utara. Hal yang paling
menonjol dari Korea Selatan selain perkembangan kemajuan negaranya dalam
berbagai bidang, adalah industri hiburan di Korea Selatan sendiri, dimana yang
seperti kita ketahui saat ini industri hiburan Korea mulai menjamur dimana-mana.
Dari mulai drama, reality show, dan musik. Indonesia yang juga merupakan pasar
dari industri Korea. Produk kebudayaan Korea sekarang ini telah menyebabkan
banyak masyarakat Indonesia terutama para remaja Indonesia begitu mencintai
hiburan Korea yang biasanya disebut dengan K-pop (Korean pop). Biasanya
mereka membentuk sebuah kelompok-kelompok yang mengidolakan salah satu
bintang hallyu star Korea. Hallyu atau juga disebut dengan Korean Wave
merupakan istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea secara
global di berbagai negara di seluruh dunia. Umumnya dengan adanya hallyu ini
memicu seseorang yang menerima budaya Korea mempelajari tentang
kebudayaan Korea dan bahasa Korea.

Namun dengan berkembangnya budaya Korea yang setiap hari semakin


mewabah, banyak remaja Indonesia yang begitu menggandrungi K-pop. Tentu
saja hal ini menimbulkan suatu perubahan dalam perilaku remaja Indonesia
sendiri. Para remaja tersebut menjadikan K-pop sebagai kiblat dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Di dalam kehidupan mereka, kebudayaan K-pop dianggap
sebagai sebuah kebudayaan yang mampu mengimplementasikan keberadaan
mereka sebagai seorang remaja. Mereka secara tidak langsung telah menempatkan
identitas mereka dengan budaya tersebut. Hal ini yang menjadi permasalahan
kebudayaan dimana para generasi muda sudah tak mempedulikan lagi kebudayaan
asli yang mereka miliki. Padahal jika kita mau membuka lembaran sejarah bangsa
Indonesia, beberapa perubahan sosial-politik yang besar dan penting digagas dan
dimotori oleh generasi muda.1

Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya turut


berperan di dalam regenerasi budaya bangsa agar kebudayaan asli yang kita miliki
tidak terkikis oleh budaya asing. Budaya asing yang masuk dalam budaya
Indonesia seharusnya bisa dimaknai sebagai kekayaan budaya bangsa bukan
menjadi budaya baru yang keberadaannya menghilangkan unsur-unsur budaya
nasional. Jika hal ini terus berlarut seiring perkembagan waktu, maka bisa
dipastikan para generasi muda bangsa kita menjadi generasi yang lupa akan
budayanya. Keadaan seperti ini perlu dicegah karena sangat membahayakan
identitas generasi muda yang seharusnya menerapkan nilai-nilai kebudayaan
bangsa di dalam kehidupannya.

Nilai-nilai kebudayaan adalah nilai-nilai yang harus di kembangkan oleh


remaja Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Identitas bangsa sangat
berhubungan dengan nilai-nilai kebudayaan karena nilai-nilai kebudayaan
mencakup identitas bangsa. Kehadiran korean wave di Indonesia merupakan
sebuah keterbukaan bangsa Indonesia terhadap budaya asing. Keterbukaan
tersebut merupakan sikap yang positif terhadap budaya asing tetapi bangsa
Indonesia perlu menyaringnya, memilih mana yang sesuai dengan identitas
bangsa dan mana yang tidak sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perilaku remaja perkotaan terhadap budaya Hallyu yang
berkembang sebagai budaya massa?
2. Bagaimana dampak Hallyu bagi interaksi sosial remaja urban di
perkotaan?

1
Bambang Widianto, Perspektif Budaya (Jakarta: Raja Grafindo Pers, 2009), hlm. 161.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perilaku remaja perkotaan terhadap budaya Hallyu
2. Untuk mengetahui perilaku sosial penggemar korea (budaya Hallyu) di
lingkungan sosialnya

1.4 Metode Penelitian

Didalam penelitian ini kami menggunakan metode yang lazim yang digunakan
dalam penelitian, yaitu antara lain:

1. Kajian Pustaka : Studi pustaka menggunakan sumber buku


dan jurnal kami gunakan sebagai landasan teori dalam penulisan
penelitian ini.
2. Metode Wawancara : Dalam metode wawancara ini kami
memperoleh data secara langsung dari perwakilan perjenjang
kelas diambil satu orang diantara kelas X, XI, dan XII.
3. Metode Observasi : Selain ketiga metode di atas kami juga
melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan responden remaja
SMA.
1.5 Sistematik Penyajian

Sistematika pembahasan penelitian yang berjudul “Korean Wave : “ Analisa


Perilaku Remaja Urban Terhadap Budaya Hallyu di Surabaya “ adalah sebagai
berikut :

Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang permasalahan,


rumusan masalah, konsep dan kerangka penulisan, tujuan penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang pembahasan yang berupa hasil penelitian yang


yang berjudul Korean Wave : “ Analisa Perilaku Remaja Urban Terhadap Budaya
Hallyu di Surabaya “.

Bab III berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

Fiske,John. Memahami Budaya Populer. 200. Yogyakarta: Jalan Sutra.

Raga Maran, Rafael. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu


Budaya Dasar. 2007. Jakarta: Rineka Cipta.

Widianto, Bambang. Perspektif Budaya. 2009. Jakarta: Raja Grafindo


Pers.

Jurnal ilmiah :

Journal.student.uny.ac.id/jurnal-fanatisme-remaja-terhadap-budaya-korea
(diakses pada 25 Juni 2015 pukul 13.00)

LAMPIRAN

1. Daftar foto (koleksi pribadi dari informan


TRANSKRIP WAWANCARA

1. Nama: Susan

Umur: 17 tahun

Pertanyaan 1 :

- Sejak kapan anda menggemari K-pop? apa alasannya “ Saya mulai


gemar menonton drama korea dan juga musik Korea sejak saya kelas 2 SMP.
Alasnnya pertama, karena teman saya di sekolah banyak yang suka K-pop. Setiap
hari mereka membicarakan tentang K-pop akhirnya saya penasaran dan mencari
tahu apa saja tentang K-pop, mulai dari artis-artisnya, drama dan terutama
lagunya. Akhirnya saya terjerumus dalam kecintaan terhadap budaya Korea
meskipun awalnya saya tidak tahu budaya tersebut.”

Pertanyaan 2 :
- Apakah anda pernah menirukan gaya maupun perilaku artis
Korea yang anda idolakan? Jika ia contohnya seperti apa? “ Kalau
meniru pakaian, atau dandanan ala Korea sih tidak, tapi kadang-
kadang saya suka keceplosan meniru kata-kata yang familiar di dalam
bahasa Korea. Contohnya seperti Aigoo, Omo, Hamsahamnida,
Anyeomassaeo, Ottoekoe, Aipoo, dll. Sehingga bahasa tersebut
menjadi bahasa yang biasa saya ucapkan dan itu menjadi sedikit aneh
bagi teman-teman di lingkungan saya yang sama sekali tidak
menggemari Korea”.

2. Nama: Eky
Umur: 18 tahun

Pertanyaan 1:

- Sejak kapan anda menggemari K-pop? apa alasannya “ Saya tahu


tentang K-Pop sejak SMA. Bermula dari seorang teman yang
menyukai K-Pop dan sering bercerita tentang Korea akhirnya saya
menjadi penggemar Korea. Hampir semua kebudayaan Korea saya
suka. Seperti Drama, musik, acara-acara reality show dll.”

Pertanyaan 2:

- Apakah anda pernah menirukan gaya maupun perilaku artis


Korea yang anda idolakan? Jika ia contohnya seperti apa? “ Gaya
yang saya tirukan dari artis Korea biasannya dalam hal selfie, bahasa
termasuk gaya berbicara juga.”

Pertanyaan 3:

- Bagaimana budaya Korea mempengaruhi gaya hidup (sosial)


dalam keseharian anda di lingkungan? “ kalau anak yang tidak suka
K-pop maka akan tidak terlalu fanatik dengan hal-hal yang
berhubungan dengan K-pop. Yang sering saya lakukan adalah
menonton film Korea, jadi saya seperti mempunyai dunia sendiri
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Korea. Jika saya
bertemu dengan teman-teman yang se-prinsip dengan saya (suka
dengan Korea) maka saya merasa cocok dan bahkan sampai
menghabiskan waktu untuk membahas segala sesuatu yang berbau
Korea”.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Remaja dan Budaya Korea

Masa remaja adalah masa dimana seseorang sedang sibuk untuk mencari jati
diri dalam kehidupannya. Ketika mencapai masa ini maka berbagai upaya
dilakukan oleh para remaja untuk mencari jati diri mana yang sesuai dengan
dirinya. Remaja adalah generasi yang sedang berada dalam tahap peralihan dari
status tergantung secara sosial-ekonomi terhadap orang tua atau orang dewasa
pada umumnya, menuju ke status mandiri secara sosial dan ekonomi.2 Tak
terkecuali dalam hal selera budaya, remaja mempunyai ciri khas gaya kehidupan
yang dinamis serta up to date terhadap hal-hal yang baru di lingkungan mereka.
Hal ini yang menjadikan para remaja tersebut tergila-gila dengan sesuatu yang
sifatnya menarik untuk dilihat dan dijadikan style budaya.

Ketika zaman sudah mengarah pada era modernisasi dan globalisasi maka
keberadaan internet turut membuka peluang terhadap dunia luar untuk masuk ke
dalam sebuah negara. Kemudahan fasilitas yang diberikan melalui internet
membuat siapapun bisa mengakses berbagai segi kehidupan termasuk budaya
yeng terdapat di berbagai negara. Hal ini dapat menyebabkan semakin mudahnya
para remaja untuk mengakses informasi termasuk keingin-tahuan mereka terhadap
budaya Korea.

2
Ibid, hlm. 163
Kebudayaan menurut Taylor adalah keseluruhan kompleks dari ide dan segala
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historisnya termasuk juga
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan kemampuan serta
perilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 3 Budaya
Korea atau Budaya Hallyu merupakan salah satu kebudayaan asing yang saat ini
gencar di gandrungi oleh para remaja di Indonesia. Produk-produk budaya Korea
seperti drama Korea, Boy band atau Girl Band Korea menjadi daya tarik unik bagi
para remaja untuk dijadikan salah satu panutan dalam pilihan selera di dalam gaya
hidupnya. Para remaja yang mayoritas masih duduk di bangku SMP-SMA
merupakan kalangan yang banyak mendapat pengaruh dari budaya K-Pop.

Banyak faktor yang menjadikan mereka gemar terhadap budaya Korea. Faktor
terpenting yang menyebabkan K-pop menjadi populer dikalangan remaja adalah
karena para pemain Korea memiliki wajah yang tampan-tampan serta mempunyai
style yang modern sehingga hal ini menjadi daya tarik utama para remaja untuk
menempatkan budaya Korea sebagai favorit nya.

Para penggemar Korea mayoritas berasal dari remaja perempuan. Mereka


sangat menggilai ketampanan para pemain Korea baik dalam seni drama Korea
maupun Boy Band nya. Film Korea The Heirs, Boys Before Flowers, City Hunter
merupakan sederetan film Korea yang pernah booming (mendunia) di Indonesia.
Dengan menjamurnya berbagai budaya Korea di Indonesia hal ini memberikan
pengaruh terhadap gaya hidup remaja yang meliputi cara berpakaian, konsumsi
makanan dan juga bagaimana cara individu tersebut mengisi kesehariannya di
dalam kehidupan. Ketika gaya hidup sudah menyebar kepada khalayak ramai dan
menjadi sebuah mode yang diikuti, maka pemahaman terhadap gaya hidup
sebagai sebuah keunikan akan tidak bisa dimaknai lagi.

Gaya hidup tersebut bukan lagi diimplementasikan oleh seorang individu


sebagai sebuah keunikan tetapi sudah menjadi sesuatu yang populer diadopsi oleh
sekelompok orang. Dalam hal ini budaya massa menjadi budaya baru yang

3
Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar
(Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 27
populer seiring datangnya pengaruh budaya-budaya asing seperti yang terjadi
dengan Budaya Korea tersebut. Para remaja yang terpengaruh oleh budaya Korea
seakan-akan menganggap budaya Korea bukan lagi budaya yang unik atau asing
namun sebagai budaya yang dikonsumsi secara umum oleh remaja-remaja
lainnya.

Mengenai konsumsi budaya tersebut, maka secara tidak langsung telah


mempengaruhi perilaku remaja yang gemar dengan Budaya Korea di dalam
kehidupan sehari-harinya. Mereka mengimplementasikan kecintaannya terhadap
budaya Korea melalui berbagai cara misalnya seperti menonton drama Korea
dengan teman-teman yang sama-sama menyukai budaya Korea, meniru gaya
bahasa Korea sampai style mereka juga ikut menduplikasi style yang berkembang
di Korea. Dengan pesatnya perkembangan budaya Korea di Indonesia seharusnya
sudah menjadi pertanda bahwa kondisi remaja Indonesia sekarang ini sedang
mengalami galau budaya.

Mereka merasa budaya yang ada di negeri sendiri di cap sebagai budaya yang
kurang menarik sehingga ketika budaya asing masuk ke Indonesia hal ini
langsung menjadi sebuah budaya yang massive dikonsumsi oleh para remaja.
Fenomena seperti ini merupakan sebuah fenomena penyimpangan budaya yang
seharusnya menjadi tugas kita semua untuk melakukan rehabilitasi budaya.
Orientasi selera generasi muda terhadap kebudayaan lain menimbulkan
kekhawatiran akan surutnya perhatian mereka kepada kebudayaan-kebudayaan
tradisional daerah atau suku bangsa asal mereka, atau bahkan ke kebudayaan
nasional.4

2.2 Perilaku Sosial Penggemar Budaya Korea

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi masa kini juga semakin


berkembang pula terutama di zaman globalisasi ini. Globalisasi membuat interaksi
antar seluruh warga dunia menjadi bebas dan terbuka seolah-olah batas-batas
suatu Negara menjadi sempit dan salah satu dampak dari globalisasi yakni

4
Op.cit, hlm. 176.
perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi ini pun tampaknya semakin
memudahkan kita dalam berbagai bidang terlebih dalam bidang telekomunikasi.
Kita dapat dengan mudah dan cepat dalam memperoleh berbagai informasi baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini membuat seakan-akan sudah
tidak ada batasan-batasan dalam berbagi informasi diantara sesama manusia.
Berbagai inovasi-inovasi telekomunikasi pun semakin banyak seperti handphone
yang dulu hanya dipakai untuk keperluan menelpon ataupun mengirim pesan
singkat sekarang dapat dipakai pula untuk mengakses internet, televisi pun yang
dulunya hanya bisa dipakai untuk menonton saja sekarang bisa disambungkan
dengan jaringan internet, dan masih banyak lagi inovasi-inovasi mutakhir yang
telah berhasil diciptakan.

Tidak hanya berbagai informasi yang dapat disebarkan dengan cepat melalui
hadirnya berbagai teknologi telekomunikasi yang mutakhir tersebut, budaya pun
dapat dengan mudah disebarkan ke seluruh dunia. Hal ini berkaitan dengan
globalisasi budaya dimana pernyataan ini dapat dikatakan sebagai suatu gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu dari suatu Negara ke seluruh dunia
sehingga menjadi budaya dunia atau world culture.

Salah satu budaya yang tengah mempengaruhi berbagai Negara adalah budaya
pop Korea atau yang lebih dikenal dengan sebutan K-Pop/Hallyu Wave/Korean
Wave. Indonesia pun terikut imbas penyebaran budaya ini terutama dikarenakan
Indonesia yang merupakan Negara berkembang yang mudah dipengaruhi oleh
Negara-negara maju. Penyebaran budaya pop Korea ini juga terbantukan dengan
berbagai media massa yang giat memperkenalkan budaya tersebut dan salah satu
media massa yang intensif dalam menyebarkan budaya ini adalah televisi. Hampir
setiap hari kita dapat menonton acara- acara yang berhubungan dengan budaya
pop Korea ini di hampir seluruh stasiun televisi.

Ketertarikan akan budaya ini semakin meningkat terutama di kalangan


mahasiswa, berawal dari melihat berita di media massa, mereka perlahan-lahan
mulai mengumpulkan informasi mengenai budaya tersebut dan akhirnya mulai
mengimitasi budaya itu ke dalam hidup gaya hidup keseharian mereka. Dapat
dikatakan terjadi pergeseran dalam mengaktualisasikan nilai budaya Indonesia ke
budaya pop Korea dimana budaya tersebut belum tentu sesuai dengan budaya kita
dan terkesan semakin melupakan budaya bangsa sendiri. Jika hal tersebut terus
terjadi, budaya bangsa sendiri bisa hilang padahal remaja adalah penerus bangsa
dimana merekalah yang seharusnya mengembangkan bangsa kita. Pada akhirnya,
tidak hanya nilai positif yang didapatkan dari pertukaran informasi global,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membawa dampak yang
tidak baik terhadap perkembangan remaja di Indonesia, secara khusus para
mahasiswi.

Budaya adalah proses yang hidup dan aktif: yang berkembang dan
diterapkan hanya dari dalam. Pada kenyataannya, berbagai ketakutan para
perumus teori budaya massa tidak muncul dalam praktik karena budaya massa
merupakan sebuah kontradiksi istilah sehingga hal tersebut tidak terjadi. Budaya
homogen yang diproduksi secara eksternal tidak dapat dijual dalam keadaan siap
pakai pada massa: budaya benar-benar bekerja seperti itu. Masyarakat juga
bertindak atau hidup seperti massa.5

Agregasi masyarakat satu dimensi dan teralienasi yang satu-satunya


kesadarannya adalah palsu, satu-satunya hubungan dengan sistem yang
memperbudak mereka adalah hubungan korban penipuan yang tidak menyadari
(kalau bukan tidak tersedia). Budaya populer dibuat oleh masyarakat tidak
dihasilkan oleh industri budaya.6

Penggemar (fandom) menurut Bourdieu di definisikan sebagai praktik


budaya proletar, berlawanan dengan pendirian borjuis yang bergerak, apresiatif,
dan kritis terhadap teks. Menjadi penggemar melibatkan keterlibatan yang aktif,
antusias, partisan, partisipatif,dengan teks.7Dalam hal ini prilaku remaja yang

5
John Fiske, 2011, Memahami Budaya Populer, (Yogyakarta: Jalan Sutra), hlm.25

6
ibid, hlm. 25-26

7
Ibid, hlm.168
pada dasarnya adalah seorang kpopers sangat sesuai dengan apa yang
didefinisikan oleh Bourdieu. Hal tersebut mereka tuangkan dalam cerita FF
(FanFiction).

Dikalangan penggemar korea FF merupakan sebuah cerita yang


didalamnya bercerita dengan menggunakan nama idola mereka sebagai tokoh
utam. Keadaan menjadi penggemar dicirikan oleh dua aktifitas utama:diskriminasi
dan produktifitas. Penggemar melakukan hal yang tajam dan tidak toleran antara
apa atau siapa yang mereka gemari dan apa yang tidak mereka gemari. Kaitan-
kaitan antara loyalitas sosial dan cita rasa budaya bersifat aktif dan eksplisit dalam
keadaan menjadi penggemar, dan diskriminasi yang dilibatkan mengikuti criteria
relevansi sosial bukan kreteria kualitas estetis.8

Para penggemar bersifat produktif. Keadaan mereka menjadi penggemar


mendorong mereka untuk menghasilkan teks-teks mereka sendiri. Teks-teks
seperti itu dapat juga berupa dinding di kamar tidur remaja, cara mereka
berbusana, gaya rambut dan tata rias mereka ketika mereka menjadikan diri
mereka sendiri indeks/penunjuk berjalan dari loyalitas-loyalitas sosial dan budaya
mereka, berpartisipasi secara aktif dan produktif dalam sirkulasi makna sosial.9

Dari pemaparan diatas dijelaskan bahwa penggemar budaya Korea


memiliki fandom-fandom tertentu sesuai dengan idola mereka masing-masing.
Sedangkan untuk karakteristik khusus anggota ELF (fandom untukk penggemar
boyband super junior) adalah dilihat dari member ID yang mereka milik. Untuk
penampilan anggota ELF ini berpakaian bisaa seperti kebanyakan orang pada
umumnya, tapi bisaanya mereka penggemar K-Pop memakai jaket, kaos, atau
aksesoris lainnya yang berhubungan dengan boyband dan girlband idola mereka.
Secara spesifik tidak ada karakteristik khusus dalam segi penampilan dari
penggemar K-Pop, tetapi dalam hal kegemaran mereka memiliki minat yang besar
terhadap K-Pop. Terlihat dari minat mereka yang sama terhadap K-Pop, jadi

8
Ibid, hlm. 168
9
Ibid, hlm. 168-167
ketika mereka berkumpul mereka tidak akan berhenti menceritakan idolanya.
Saling bertukar informasi, bertukar koleksi musik, koleksi musik video, dan
bertukar gosip tentang idola mereka.Dari segi penampilan tidak begitu menonjol
karakteristik mereka karena memang berbeda-beda, ada yang memakai jilbab, ada
yang berambut pendek, ada juga yang mereka mengenakan baju yang bermodel
ala Korea.

Gaya hidup merupakan sebuah pola yang dilakukan secara berulang-ulang


dan dilakukan oleh banyak orang. Gaya hidup tidaklah bersifat personal, ia
memiliki massa (pengikut), jika sebuah gaya hidup hanya dilakukan oleh satu
orang maka akan menjadi sebuah keanehan dan tidak lazim. Selain itu, gaya hidup
memiliki daur hidup (life-cycle), sebuah gaya hidup memiliki masa lahir, tumbuh,
puncak, surut, dan mati. Apa yang menjadi trend gaya hidup saat ini mungkin saja
beberapa tahun ke depan sudah mulai ditinggalkan, lalu lahir kembali menjadi
tren gaya hidup di tahun-tahun mendatang.

Penggemar memilih K-Pop karena mempunyai penampilan yang dianggap


unik dan menarik. Mulai dari suara yang bagus, pembagian suara yang pas
sehingga untuk pendengarnya merasa terhibur, lalu gerakan tarian yang sempurna,
gerakan yang energik, gerakan tarian baru yang unik, gerakan yang sangat rapi
dari awal hingga akhir, sampai gaya dandan mereka yang mencirikan anak muda.
Budaya pop yang diproduksi secara massa untuk pasar massa dan dipublikasikan
melalui media massa yang di dalamnya bersembunyi kepentingan- kepentingan
kaum kapitalis maupun pemerintah disebut budaya massa. Pertumbuhan budaya
ini berarti memberi ruang yang makin sempit bagi segala jenis kebudayaan yang
tidak dapat menghasilkan uang, yang tidak dapat diproduksi secara massa. Media
massa mempunyai peranan penting dalam menyosialisasikan nilai- nilai tertentu
dalam masyarakat. Hal ini tampak dalam salah satu fungsi yang dijalankan media
massa, yaitu fungsi transmisi, dimana media massa digunakan sebagai alat untuk
mengirim warisan sosial seperti budaya. Melalui fungsi transmisi, media dapat
mewariskan norma dan nilai tertentu dari suatu masyarakat ke masyarakat lain.
Penggemar yang bergabung dalam komunitas penggemar dan memiliki
pengetahuan yang lebih banyak.Mereka tidak hanya mengoleksi lagu, CD
original, dan poster.Sebagian dari informan ini mengaku mengoleksi baju, jaket,
topi yang bisa mengidentifikasikan mereka bahwa mereka penggemar boyband
dan girlband tertentu.Dari semua informan mereka mengaku memiliki koleksi
musik video yang berjumlah ratusan yang mereka dapatkan dari mendownload.
Mereka juga memiliki koleksi lagu-lagu terbaru yang tengah populer di Korea,
mereka seringkali menjadi rujukan bagi teman-temannya mengenai lagu-lagu
terbaru. Dan bagi mereka yang hobi mengkoleksi CD original, jaket, kaos, dan
atribude idola mereka harus mengeluarkan uang lebih karena berharga cukup
mahal, yaitu rata- rata berharga ratusan ribu rupiah. Konsep kapitalisme
menyebabkan kita memiliki kebutuhan palsu.Pada dasarnya, manusia memiliki
kebutuhan sejati untuk bersikap kreatif, lepas dan mandiri, menentukan nasibnya
sendiri, berpasrtisipasi penuh sebagai anggota kelompok kolektif yang
bermaknadan demokratis serta sanggup menjalani hidup bebas dan tanpa
kekangan serta berpikir untuk diri sendiri.Oleh karena itu, konsep ini didasarkan
pada pernyataan bahwa kebutuhan sejati tidak dapat direalisasikan dalam
kapitalisme modern karena adanya kebutuhan-kebutuhan palsu yang baru
dilahirkan sistem ini supaya dapat bertahan.

Untuk mendefinisikan budaya pop, kita perlu mengkombinasikan dua


istilah yaitu “budaya” dan “populer”. Definisi “budaya” menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang. Sedangkan menurut Raymond Williams, tokoh studi budaya
(cultural studies) dari Inggris, memberikan beberapa definisi mengenai budaya.
Pertama, budaya dapat digunakan untuk mengacu pada suatu proses umum
perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis. Kedua, budaya berarti pandangan
hidup tertentu dari masyarakat, periode, atau kelompok tertentu. Selain itu,
Williams juga mengatakan bahawa budaya pun bisa merujuk pada karya dan
praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik. Dengan kata lain, teks-teks
dan praktik-praktik itu diandaikan memiliki fungsi utama untuk menunjukkan,
menandakan, memproduksi, atau kadang menjadi peristiwa yang menciptakan
makna tertentu. (Williams, 1983:90)

Kata “pop” diambil dari kata “populer” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti dikenal dan disukai orang banyak atau umum. Untuk
istilah populer, Williams memberikan empat makna yakni: (1) banyak disukai
orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk menyenangkan
orang; (4) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri.
(Williams, 1983:237) Menurut beberapa definisi dari kata “budaya” dan “populer”
di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya populer adalah suatu kebudayaan yang
sudah berkembang atau suatu pandangan hidup, praktik, dan karya yang banyak
disukai oleh banyak orang.

Ciri-ciri budaya populer diantaranya adalah sebuah budaya yang menjadi


trend dan diikuti atau disukai banyak orang berpotensi menjadi budaya populer;
sebuah ciptaan manusia yang menjadi tren akhirnya diikuti oleh banyak penjiplak;
Adaptabilitas, sebuah budaya populer mudah dinikmati dan diadopsi oleh
khalayak, hal ini mengarah pada tren; Durabilitas, sebuah budaya populer akan
dilihat berdasarkan durabilitas menghadapi waktu, pionir budaya populer yang
dapat mempertahankan dirinya bila pesaing yang kemudian muncul tidak dapat
menyaingi keunikan dirinya, akan bertahan. Budaya populer Korea diantaranya
adalah sinetron/drama TV Korea (contoh: Full House, You’re Beautiful, Boys
Before Flower,dll), film Korea (contoh: My Sassy Girl, Marrying The Mafia, dll),
fashion Korea, musik pop Korea, reality show Korea (contoh: Running Man,
Infinity Challenge, dll).

Sebagian besar informan menyatakan bahwa mereka mengikuti


perkembagan budaya pop Korea melalui televisi bahkan mereka pun mengetahui
waktu penanyangan untuk acara-acara Korea tersebut. Hal ini pula sesuai dengan
praktek hidup dan gaya mereka yang mengadopsi sekaligus mengoleksi segala hal
yang berhubungan dengan budaya pop Korea. Selain itu salah satu informan
menyatakan bahwa ia lebih sering mengikuti perkembangan budaya pop Korea
melalui internet yang menurutnya lebih cepat dalam menampilkan berbagai
informasi terbaru tentang budaya pop Korea. Dapat dikatakan bahwa mereka lebih
mengikuti perkembangan budaya luar dibandingkan budaya sendiri.

Pentingnya pengawasan orang tua dalam membina anak pun terlihat


kurang direspon dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan frekuensi serta
durasi menonton acara Korea melalui televisi yang dikemukakan oleh para
informan. Sebanyak 50% informan menyatakan bahwa mereka frekuensi
menonton acara Korea dalam seminggu adalah kurang dari 4 kali, dan untuk
frekuensi menonton acara Korea dalam seminggu sebanyak lebih dari 4 kali ada
40%, sedangkan 10% menyatakan bahwa ia tidak tahu pasti seberapa seringnya ia
menonton acara Korea melalui televisi dikarenakan ia lebih memilih live
streaming melalui internet. Untuk frekuensi menonton acara Korea melalui
televisi dalam sehari, 40% informan menyatakan bahwa mereka menghabiskan
waktu sebanyak lebih 5 kali, sedangkan masing-masing 30% informan
menyatakan dapat menghabiskan kurang dari 3 kali dan 3-5 kali dalam sehari
untuk menonton acara tersebut. Sedangkan frekuensi untuk menonton acara Korea
melalui televisi per jamnya dalam sehari, 60% informan menyatakan bahwa
mereka menghabiskan lebih dari 4 jam dalam sehari dan 40% informan
menyatakan bahwa mereka menghabiskan 2-4 jam dalam sehari untuk
menontonnya. Berdasarkan data tersebut, peran orang tua sebagai guru pertama
bagi remaja terlihat lemah. Orang tua seharusnya bisa memberikan pengertian dan
mengajak anak mereka unuk lebih mencintai budaya bangsa sendiri. Namun, pada
kenyataanya orang tua membiarkan anak mereka menghabiskan banyak waktu
mereka untuk menonton dan mencari tahu tentang perkembangan budaya pop
Korea. Bahkan beberapa remaja lebih memilih membuang waktunya untuk
menonton acara Korea dibandingkan menghabiskan waktunya untuk membaca
ataupun belajar. Tidak sedikit dari mereka pun mengungkapkan bahwa mereka
bisa belajar sambil menonton acara Korea favorit mereka.

Ketertarikan informan akan budaya pop Korea ini dikarenakan adanya


pengaruh dari orang-orang terdekat mereka yakni keluarga dan teman. Semakin
seringnya keluarga atau teman mereka memperkenalkan dan membicarakan
budaya ini membuat mereka semakin tertarik untuk mencari tahu tentang budaya
tersebut. Selain itu 9 dari 10 informan menyatakan bahwa mereka mengimitasi
budaya pop Korea karena keinginan mereka sendiri. Keunikan dan originalitas
budaya pop Korea terutama trend fashion Korea tersebutlah yang membuat
mereka tertarik untuk mengimitasi budaya ini. Sedangkan 1 informan menyatakan
bahwa ia mengikuti budaya pop Korea karena ia mau ikut trend populer di
kalangan teman-temannya sehingga ia tidak ketinggalan jaman. Mereka pun
mengatakan bahwa mereka percaya diri apabila apa yang mereka imitasi terlihat
cocok dan menarik dengan diri mereka sendiri terlebih apabila mereka
mendapatkan tanggapan positif dari orang-orang di sekitar mereka dan tidak
sedikit dari mereka pun harus rela menghabiskan uang yang tidak sedikit untuk
membeli aksesoris tersebut. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka
membeli aksesoris-aksesoris Korea dengan menggunakan uang tabungan mereka
namun adapula yang mengatakan bahwa mereka meminta uang tambahan dari
orang tua dikarenakan harganya yang mahal. Mereka memang mengakui bahwa
beberapa gaya Korea tidak sesuai dengan budaya Indonesia, akan tetapi mereka
merasa hal itu tidak terlalu menjadi masalah karena mereka selalu berusaha untuk
menyesuaikan dengan etika yang berlaku di Indonesia atau tidak terlalu
berlebihan dalam menerapkan gaya berpakaian Korea.

Semua data hasil penelitian tersebut menampilkan bagaimana budaya pop


Korea menjadi incaran kaum muda kita. Mungkin mereka akan menjelaskan
dengan gaya dan pemahaman mereka tentang apa yang sementara mereka gemari
dan hidupi dalam keseharian hidup. Namun disisi lain tampak dengan jelas
mereka mulai meninggalkan budaya Indonesia sebagai pegangan dalam hidup
keseharian. Mereka lebih memperjuangkan budaya lain dari pada budaya sendiri.
Kepercayaan diri serta motivasi yang tinggi serta pengakuan positif dari kalangan
masyarakat dan keluarga akan sangat membantu mereka lebih tumbuh dalam
menghidupi budaya bangsa lain. Pertanyaan yang kita hadapi sekarang,
bagaimana bangsa kita bisa mengatasi masalah ini? Inilah yang disebut sebagai
sebuah proses pergeseran budaya dimana budaya pribumi menjadi hal yang aneh
bagi anak bangsa sementara budaya luar menjadi santapan lezat bagi para remaja
kita. Dengan jelas, teknologi dan informasi yang berkembang di zaman ini,
memperlihatkan dua sisi, positif dan negatif. Positif jika hal itu dapat membantu
kita untuk mempelajari budaya lain sebagai sebuah kekayaan informasi dan
pengetahuan sementara hal itu menjadi negatif jika dijadikan sebagai sebuah
pegangan dan panutan dalam hidup. Nilai-nilai budaya Indonesia yang memiliki
banyak bentuk tidak menjadi hal yang digemari dikalangan para remaja.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Masuknya kebudayaan Korea (K-Pop) ke Indonesia merupakan dampak
dari globalisasi budaya. Dalam hal ini para remaja Indonesia menjadi massa yang
banyak mendapat pengaruh dari budaya Korea. Remaja yang duduk di bangku
SMP sampai SMA merupakan kelompok yang rata-rata menyukai hal-hal yang
berbau dengan kebudayaan Korea. Hal ini tentu saja menimbulkan dampak bagi
para penggemarnya. Para penggemar K-pop mempunyai perilaku tersendiri yang
mengimplementasikan kecintaannya terhadap budaya Korea. Sehingga di dalam
kehidupan sehari-hari mereka menggunakan perilaku tersebut untuk menunjukkan
keberadaannya (eksistensinya) di dalam kehidupan di lingkungannya.
Budaya Korea memang menarik untuk diikuti karena budaya ini termasuk
budaya populer (modern) yang dikemas sangat menarik bagi kalangan remaja.
Melalui siaran drama Korea, musik-musik Korea telah membuat para remaja
menjadi tergila-gila dengan Korean Wave (budaya Korea). Jika hal ini tidak
ditindak lanjuti maka kebudayaan asli dari Indonesia dapat terkikis oleh budaya
baru yang belum tentu sesuai dengan ideologi negara kita. Maka dari itu meskipun
budaya asing banyak yang mempengaruhi kebudayaan remaja kita namun rasa
cinta terhadap budaya bangsa harus di nomorsatukan agar rasa nasionalisme tetap
tertanam dalam jiwa generasi muda bangsa.
3.2 Saran

Para remaja dianjurkan untuk mengembangkan budaya bangsa dengan


cara menghidupi gaya serta nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Indonesia.
Pemerintah dituntut untuk lebih memajukan budaya bangsa secara lebih menarik
dan kontekstual atau sesuai dengan konteks zaman sekarang sehingga para remaja
dapat menghidupinya dalam pergaulan keseharian mereka. Para mahasiswi
disarankan untuk dapat membantu dan memperhatikan proses perkembangan
hidup para remaja dalam hal berhadapan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, teristimewa terhadap teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini,
akan membantu para remaja untuk lebih selektif dalam bergaya.

Anda mungkin juga menyukai