Anda di halaman 1dari 10

RESUME BAB I BUKU “METODOLOGI PENELITIAN

KUANTITATIF: KOMUNIKASI, EKONOMI, DAN KEBIJAKAN


PUBLIK SERTA ILMU-ILMU SOSIAL LAINNYA.”
Penulis: Prof. Dr. H. M. Burhan Bungins, S.Sos., M.Si.

Tirtha Tamara
12040324163
Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

BAB I
PENDAHULUAN

FILSAFAT PENELITIAN

Ingin tahu adalah tabiat manusia yang hakiki. Tabiat ingin tahu manusia terhadap
sesuatu yang baru didorong oleh anugerah tertinggi Maha Pencipta kepada manusia, yaitu
“akal pikiran”. Karena itu manusia juga menyebut dirinya sebagai homo sapiens, yaitu
makhluk berpikir. Dengan akal pikiran manusia ditunjuk Tuhan menjadi khalifah di bumi.
Dengan akal-pikiran ini pula manusia dapat mengungguli semua makhluk ciptaan Tuhan.
Akal-pikiran yang dimiliki manusia, menyebabkan manusia dapat menciptakan pengetahuan,
namun bukan jaminan bagi manusia memiliki pengetahuan secara otomatis, karena pikiran
manusia hanyalah ruang kosong yang harus diisi dengan pengetahuan. Jadi manusia
memperoleh pengetahuan melalui dua fase, yaitu-fase pemberitahuan dan fase pengalaman-
inilah asal muasaldari semua sistem pengetahuan manusia.
Pada fase lain, manusia terus mengembangkan pengetahuannya, dan dalama hal
pengembangan pengetahuan, baik yang bersumber dari pemberitahuan maupun pengalaman,
banyak dipengaruhi oleh rasa ingin tahu manusia. Kemudian rasa ingin tahu inilah yang
menjadi penentu arah dari pengembangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya.
Sebagai produk berfikir, rasa ingin tahu tak kunnung hilang henti merusuk jiwa
manusia. Setelah terpenuhi suatu kebutuhan ingin tahu, timbul kebutuhan ingin tahu lainnya.
Hal ini memaksa manusia untuk terus berpikir dan terus menjawab rasa ingin tahunya.
Akibatnya muncul berbagai ragam pikiran dan rasa ingin tahu, dan sebagai hasilnya berbagai
macam pengetahuan.
Dari hasil pola pikir di atas, manusia seakan mengerti tentang diri dan dunianya. Ini
berarti bahwa pengetahuan tidak saja meningkatkan apresiasi manusia tentang apa yang
dimaui, tetapi juga dengan serempak membuka mata manusia lebar-lebar terhadap berbagai
kekurangannya, karena ilmu pengetahuan bukan jawaban satu-satunya terhadap dorongan
manusia. Inilah sebuah sifat kehausan manusia terhadap pengetahuan dan dorongan
membunuh pikirannyaa melalui penemuan-penemuannya, walaupun hal itu tak kunjung
berhasil.
Mengapa manusia bersikap seperti itu terhadap ilmu pengetahuan? Karena manusia
tidak mengerti hakikat ilmu yang sebenarnya. Sebagai manusia yang hanya diciptakan untuk
mengabdi kepada pencipta-Nya, sesungguhnya harus dapat tampil di tengah-tengah sisi
pandang ilmu pengetahuan yang tak tertepi. Karena kebenaran tidak hanya diperoleh dari
pengetahuan, ini berarti pula bahwa ilmu tidak sedikit andil terhadap kebenaran. Namun
bukan jalan satu-satunya untuk itu. Masih ada yang lain; filsafat, seni, agama, dan sebagainya
adalah sejawat ilmu pengetahuan dalam menuju kebenaran.

EKSISTENSI PENELITIAN DALAM ILMU PENGETAHUAN


Penelitian (riset) dan ilmu pengetahuan bagaikan dua sisi dari satu mata uang,
penelitian dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari satu sama lainnya. Penelitian
ilmiah dapat digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan. Sebaliknya ilmu pengetahuan
tidak akan berkembang apabila meninggalkan tradisi penelitian ilmiah. Posisi
simbiosemutualistis ini memberi konsekuensi bahwa penelitian dan ilmu pengetahuan berada
dalam satu sistem ilmiah, dan keduanya sama-sama membesarkan sistem tersebut sampai
pada tingkat yang tidak terbatas.
Penelitian sebagai sistem ilmu pengetahuan, memainkan peran penting dalam bangunan
ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini berarti bahwa penelitian telah tampil dalam posisi yang
paling urgen dalam ilmu pengetahuan untuk melindunginya dari kepunahan. Penelitian
memiliki kemampuan untuk meng-upgrade ilmu pengetahuan yang membuat up to date dan
canggih dalam aplikasi serta setiao saat dibutuhkan masyarakat. Di lain pihak, penelitian
belum dapat “bergeser” untuk memulai suatu proses ilmiah baru sebelum mendapat masukan
dari llmu pengetahuan. Ini menandakan, titik awal proses penelitian adalah ilmu pengetahuan
itu sendiri, kemudian bergerak membentuk galaksi pengetahuan dan kembali ke titik awal
semula, yaitu ilmu pengetahuan.
Proses penelitian dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana apa yang diceritakan di atas,
karena harus melalui tahapan berpikir ilmiah, yang mana seorang peneliti mulai berpikir
deduktif, yaitu mencoba terhadap sebuah fakta atau fenomena sosial, melalui interpretasi
dalil, hukum, dan teori keilmuan lainnya. Karena itu tahap ini dinamakan tahap berteori, di
mana peneliti berteori terhadap permasalahan yang dihadapi. Peneliti kemudian diarahkan
oleh produk berfikir deduktif untuk memberi jawaban logis terhadap apa yang sedang
menjadi pusat perhatian dalam penelitian, dan akhirnya produk berfikir deduktif menjadi
jawaban sementara terhadap apa yang dipertanyakan dalam penelitian dan menjadi perhatian
ini. Jawaban tersebut dinakan hipotesis. Sampai pada pembentukan hipotesis, peneliti telah
berada pada tahap kedua dari rangkaian proses ilmiah.
Langkah berikutnya dari proses ilmiah adalah peneliti melakukan pembuktian hipotesis
yang menjadi jawaban sementara dalam penelitiannya. Peneliti melakukan persiapan
penelitian berhubungan dengan penyediaan perangkat penelitian yang terdiri dari metode
penelitian, yaitu sebuah proses yang terdiri dari rangkaian tata cara pengumpulan data, tahap
ini diteruskan dengan merekam data di lapangan. Merekam data di lapangan berarti hipotesis
peneliti diadili melalui “pengadilan fakta”. Oleh karena itu, hipotesis dapat diterima atau juga
dapat ditolak. Hipotesis penelitian diterima berarti fakta “menolak” hipotesis, sedang apabila
“diterima” berarti sebaliknya.
Simpulan-simpulan fakta atas hipotesis menjadi jawaban “sebenarnya” pada penelitian
yang dilakukan oleh peneliti kali ini. Namun belum berhenti sampai suatu proses ilmiah dari
penelitian tersebut. Karena setelah selesai mengumpulkan data dan pengujian hipotesis,
peneliti harus melakukan serangkaian proses analis. Berarti peneliti berjalan dari hal-hal yang
khusus (fakta) menuju kepada hal-hal yang umum, teori keilmuan yang merupakan sumber
hipotesis dalam proses ilmiah ini.
Proses ilmiah atau ilmu pengetahuan itu tidak hanya merupakan berpikir rasional atau
bahkan hanya merupakan produk berpikir empiris. Karena sekadar logika deduktif belum
memuaskan ilmu pengetahuan, sebaliknya logika induktif akan riskan tanpa bersemai lebih
dahulu dalam logikan deduktif. Kebenaran ilmiah tidak saja merupakan produk kesimpulan
rasional yang koheren dengan sistem pengetahuan yang ada, namun juga sesuai dengan fakta
yang ada.
Kalau peneliti sudah sampai pada kesimpulan induksi dan menariknya ke dalam orbit
keilmuan yang ada, maka sejak itulah dia telah selesai melaksanakan proses ilmiahnya yang
mengasyikannya itu. Namun dengan selesainya proses itu, berarti telah siap pula suatu
landasan, landasan yang siap memberangkatan ilmuwan lainnya dalam orbit yang lain pula,
yaitu orbit keilmuan yang lebih lebar wawasannya.

PENELITIAN DAN PENCARIAN KEBENARAN

Secara harfiah, penelitian dan penyelidikan berasal dari kata research. Akan tetapi
dalam penggunaannya, kata penyelidikan kemudian tidak memenuhi harapan research. Selo
Sumardjan menjelaskan perbedaan kedua kata tersebut. Menurut beliau, biasanya
penyelidikan digunakan dalam istilah intelijen, yang dipakai dalam kepolisian, sedangkan
penelitian kebanyakan digunakan dalam istilah keilmuwan. Memang perbedaan itu ada
benarnya, karena responden akan menjadi takut kepada peneliti seandainya dia tahu bahwa
peneliti sedang menyelidiki dirinya. Siapa pun akan keberatan kalau tahu seseorang sedang
menyelidikinya, namun eksistensi penelitian hanyalah alat, yaitu perangkat metodologi yang
digunakan untuk pembuktian segala macam dorongan keingintahuan. Karena itu dapat
dipastikan semua orang pernah melakukan penelitian.
Dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya semua orang telah melakukan
penelitian. Penelitian tidak hanya dilakukan oleh kalangan ilmuwan saja, tetapi juga sering
dilakukan oleh kalangan awam. Kita tinggal membatasinya, tingkat penelitian mana yang
dilakukan oleh kalangan awam dan tingkat penelitian yang mana dilakukan oleh kalangan
ilmuwan.
Kenyataan lain pula, sebelum orang mengandalkan metodologi penelitian sebagai
alternatif akhir dari cara menjawab dorongan keingintahuan terhadap dunianya, orang lebih
dulu menempuh cara lain yang nonilmiah yang menurutnya lebih praktis dan lebih cepat
menghasilkan jawaban. Penggunaan cara ilmiah dalam sebbuah aktivitas menjawab rasa
ingin tahu, tidak saja memerhatikan kebenaran ilmiah, akan tetapi juga mempertimbangkan
cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah itu, cara itu adalah penelitian ilmiah atau biasa
disebut metode penelitian. Cara yang digunakan orang untuk mencapai kebenaran tanpa
melalui penelitian ilmiah-yaitu cara nonilmiah-disebut dengan unscientific.

PENDEKATAN UNSCIENTIFIC

Pada pendekatan unscientific biasanya orang mulai bekerja menjawab dorongan


keingintahuan dan mencari kebenaran melalui:

a. Secara kebetulan,
b. Secara trial dan error,
c. Melalui otoritas seseorang.

PENELITAIN SECARA KEBETULAN

Manusia pada awalnya selalu kebingungan untuk memecahkan pesoalan hidupnya dan
alam sekitarnya. Orang tidak tahu harus berbuat apa terhadap dorongan keingintahuannya
untuk mengungkapkan misteri kehidupan di sekitarnya. Karena tingkat pengetahuan
manusia amat rendah pada waktu itu, maka manusia cenderung pasif terhadap dorongan
tersebut. Akibatnya semua pengetahuan (kebenaran) diperoleh secata kebetulan.

PENELITIAN SECARA TRIAL DAN ERROR

Perkembangan masyarakat yang terasa cepat menyebabkan manusia harus aktif mencari
kebenaran, kendati sarana pengetahuan untuk mencapainya masih sangat tidak memadai.
Namun untuk memotong lingkaran ini, masyarakat harus memulai sesuau dengan cara
mencoba-coba (trial dan error) walau tanpa kepastian. Suatu usaha tidak di awali dengan
sebuah harapan walaupun tetap memiliki tujuan yang tidak menentu, bahkan tidak jarang
orang memulai usaha ini dengan harapan yang hampa. Namun dengan demikian, tanpa putus
asa seseorang mulai mencoba dan terus mencoba lagi sampai pada suatu titik tertentu yang
mungkin akan menghasilkan kejutan dari proses coba-coba itu, dan kemudian memberikan
harapan yang lebih banyak terhadap orang untuk terus meneruskan usaha tersebut.

PENEMUAN MELALUI OTORITAS

Otoritas membuat orang tergantung pada orang yang memiliki otoritas tersebut dan
membuat dirinya taklid dan jumud serta tanpa disadari telah membekukan kreativitas
manusia dan usaha seseorang yang berikhtiar. Perkembangan selanjutnya, pendekatan
otoritas hanya cocok untuk menemukan kebenaran dogmatis bagi kepentingan tertentu,
seperti dalam kehidupan beragama, upaya penyembuhan penyakit, dan bentuk kepatuhan
lainnya dalam sistem monarki dan kekerabatan. Namun tidak menutup mata terhadap
kebaikannya dalam hal usaha menuju pembuktian kebenaran secara ilmiah dan maksimal.

PENDEKATAN KRITIS-RASIONAL DAN SCIENTIFIC RESEARCH


Ada dua macam proses yang dapat digunakan untuk mendapatkan kebenaran atau
pengetahuan. Proses yang pertama dinamakan “berpikir kritis-rasional” dan cara kedua
adalah “penelitian ilmiah”. Cara berpikir kritis-rasional merupakan cara perburuan kebenaran
melalui pendekatan ilmiah. Secara sadar atau tidak bahwa cara berpikir kritis-rasional adalah
asal muasal gagasan mengenai penelitian ilmiah. Walaupun demikian, kritis-rasional dan
penelitian ilmiah memiliki perbedaan prosedur dan proses satu sama lain, yakni berbeda
bobot keilmiahan masing-masing.

BERPIKIR KRITIS-RASIONAL

Akal budi manusia memberi konsekuensi terhadap kemampuan manusia untuk berpikir.
Karena itu berpikir adalah salah satu aktivitas batiniah manusia. Dengan demikian akal
menuntun manusia untuk berpikri, dan berpikir dengan sesungguhnya menggunakan proses
berpikir, menghubungkan satu hal dengan hal lainnya, menggunakan objek berpikir dan
menghubungkannya dengan objek lainnya, membuat tesis dan mengkajinya dengan antitesis,
yang kemudian menghasilkan tesis, maka proses ini dinamakan proses berpikir kritis-
rasional. Ada dua jalan yang dapat ditempuh dalam menggunakan cara berpikir rasional
untuk menemukan kebenaran atau pengetahuan. Cara itu adalah berpikir analitis dan berpikir
sintesis.

BERPIKIR ANALITIS

Berpikir analitis dinamakan pula berpikir deduktif karena orang membangun pola pikir
dengan cara bertolak dari hal yang bersifat umum-dari pengetahuan, teori, hukum, dalil,
kemudian membentuk proposisi dalam silogisme tertentu. Oleh karena itu, pemburuan
kebenaran dilakukan hanya dengan duduk di belakang meja, kemudian menemukan
kebenaran itu yaitu kebenaran deduktif.

BERPIKIR SINTESIS

Bertolak belakang dengan jalan pikiran yang digunakan pada model berpikir deduktif.
Berpikir sintesis berangkat dari fakta, data, kasus individual, atau pengetahuan yang bersifat
khusus menuju pada konklusi yang umum. Oleh karena itu, berpikir sintesis juga disamakan
dengan berpikir induktif. Ada tiga jenis induksi, yaitu Induksi komplit, induksi tidak komplit,
dan induksi sistem Bacon.

KEBENARAN MELALUI PENELITIAN ILMIAH

Ketidakpuasan masyarakat terhadap cara unscientific, menyebabkan masyarakat


menggunakan cara berpikir deduktif, dan cara berpikir induktif. Namun kedua car aini juga
tidak memuaskan banyak orang karena sifat kedua car aitu dalam menyikapi kebenaran
masing-masing. Selanjutnya orang memadukan cara berpikir deduktif dengan cara berpikir
induktif, kemudian melahirkan cara berpikir yang disebut reflective thinking, yaitu berpikir
refleksi. Proses berpikir refleksi ini pernah diperkenalkan oleh John Dewey. Ia
mengemukakan proses berpikir ini melalui langkah berikut ini:

a) The felt need, yaitu adanya suatu kebutuhan.


b) The problem, yaitu menetapkan masalah.
c) The hypothesis, yaitu menyusun hipotesis.
d) Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian.
e) Concluding belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya.
f) General value of conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum.

HAL-HAL YANG DIBUTUHKAN DALAM PENELITIAN

Dedikasi dan sikap ilmiah itu sangatlah penting dikarenakan penelitian yang
membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga berikut ini disebutkan dedikasi yang
dibutuhkan oleh seorang peneliti.

a. Objektif, factual, yaitu peneliti harus memiliki sikap objektif dan peneliti memulai
pembicaraan berdasarkan fakta.
b. Open, fair, responsible, yaitu peneliti harus bersikap terbuka terhadap berbagai saran,
kritik, dan perbaikan dari berbagai kalangan. Begitu pula peneliti harus bersikap wajar,
jujur dalam pekerjaannya, serta dapat mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
secara ilmiah.
c. Curious; Wanting to know, yaitu peneliti harus memiliki sikap ingin tahu terutama
kepadaa apa yang diteliti dan senantiasa haus akan pengetahuan baru. Berarti bahwa
peneliti adalah orang yang peka terhadap informasi dan data.
d. Invective always, yaitu peneliti harus memiliki daya cipta, kreatif, dan senang terhadap
inovasi.
Selanjutnya peneliti sebagai seorang ilmuwan juga dituntut memiliki kemampuan lain
seperti:
a Think, critically, systematically, yaitu peneliti adalah orang yang memiliki wawasan,
memiliki kemampuan kritik, dan dapat berfikir sistematis.
b Able to create, innovate, yaitu peneliti harus memiliki kemampuan mencipta, karena
harus selalu menemukan atau membuat penemuan baru.
c Communicate effectivity, yaitu penelitian harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dan mempengaruhi pihak lain dengan komunikasi ini.
d Able to identify and formulate problem clearly, yaitu mampu mengenal dan
merumuskan masalah dengan jelas.
e View a problem in wider context, yaitu peneliti mampu melihat suatu masalah dala
konteks yang luas kakrena suatu masalah biasanya tidak berdiri sendiri.
Kebutuhan sikap dedikasi sebagai peneliti tidak hanya dengan memenuhi kebutuhan di
atas, karena masih ada kebutuhan lain yang semestinya diperhatikan dalam penelitian. Secara
konkret aspek-aspek kebutuhan lain tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sikap, pengetahuan, serta pandangan peneliti terhadap lingkungan masyarakat, para
informan, responden, dan warga masyarakat lainnya.
2. Memerhatikan sikap dan pandangan informan, responden, serta warga masyarakat lain
terhadap diri peneliti termasuk sikap dan pandangan peneliti asing dan peneliti berjenis
kelamin lainnya.
3. Memerhatikan masalah keuntungan dan kesulitan penelitian tunggal jika dibandingkan
dengan penelitian bersama dalam satu tim.
4. Memerhatikan masalah pengembangan rapor yang wajar dalam wawancara serta
kemampuan peneliti untuk mengenal dirinya.
5. Memerhatikan sikap para pegawai di pusat maupun di daerah terhadap peneliti dan
proyek penelitiannya.
6. Memerhatikan masalah penyesuaian pandangan etik dari para informan, responden, dan
warga masyarakat, dengan pandangan etik dari peneliti terhadap topik persoalan yang
sedang diteliti.
BAB I RESUME SELESAI

Pertanyaan:

1) Ada tiga macam cara berpikir yang diketahui setelah membaca materi dalam bab ini;
cara berpikir deduktif, cara berpikir induktif, dan juga cara berpikir refleksi. Dari ketiga
cara berpikir tersebut, teori mana yang lebih sering digunakan dalam penelitian? dan
mengapa demikian?
2) Berdasarkan pendekatan kritis-rasional dan penelitian ilmiah, manakah pendekatan
yang lebih sering berhasil dan meraih kebenaran? Contohkan satu penelitian yang
menggunakan salah satu pendekatan tersebut!
3) Mengapa induksi komplit tidak dapat mengatasi permasalahan besar dan hanya bisa
mengatasi permasalah kecil saja padahal jelas disebut komplit?
4) Cara berpikir induksi tidak komplit tak perlu menghasilkan konklusi yang bersifat
mutlak kebenarannya karena konklusinya mengandung kesalahan di dalamnya, namun
dikatakan hal ini dapat ditekan sampai tingkat terendah, bahkan tingkat kesalahannya
bisa ditekan sampai nihil. Lantas bagaimana cara induktif tidak komplit melakukan itu
padahal dikatakan tidak komplit?
5) Setiap peneliti harus memiliki sikap ingin tau, hal itu bisa dilihat karena hausnya akan
pengetahuan, mereka sampai mendedikasikasikan kehidupannya untuk melakukan
penelitian bahkan dalam jangka panjang. Pertanyaan saya disini bagaimana jika
misalnya rasa ingin tahu tersebut tidak dapat dipertahankan sampai akhir? Apakah
penelitian tersebut akan dihentikan atau gimana?

Dengan demikian, begitulah 5 pertanyaan yang dapat saya berikan setelah membaca
dan mempelajari materi dari bab ini. Bila misalnya ada kesalahan kata atau pertanyaan yang
kurang maksimal, saya selaku penulis resume sekaligus mahasiswa yang penasaran, undur
diri dan izin mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan saya.

Sekian, terima kasih.

Penulis
Tirtha Tamara

Anda mungkin juga menyukai