Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH LONELINESS TERHADAP CELEBRITY WORSHIP PADA

REMAJA AKHIR PENGGEMAR K-POP

METODE PENELITIAN DASAR I

Tugas Ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian

Dasar I yang dibimbing Oleh Agustin Rahmawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun oleh:

Levia Fenoariyusta Mardatari

20090000139

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2022
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dewasa ini, fenomena Korean Wave sangat populer bahkan memiliki

pengaruh besar di Indonesia. Korean Wave atau Hallyu didefinisikan sebagai

kebudayaan pop culture yang berasal dari Republik Korea Selatan yang pertama

kali dipopulerkan oleh para jurnalis di Beijing terkait merebaknya popularitas

budaya Korea dengan cepat di negeri China (Kumparan.com, 2020). Korean

Wave dapat mudah ditemukan dalam bentuk film (K-film), musik (K-Pop),

makanan (K-food), kecantikan (K-beauty), fesyen (K-fashion), serta drama (K-

drama) yang merupakan bentuk industri kebudayaan yang didasarkan pada

produksi dan penyebaran seni, cerita rakyat, dan adat istiadat

(Kompasiania.com, 2022).

Di Indonesia, Korean Wave mulai muncul sekitar tahun 2000 diawali oleh

beberapa stasiun televisi yang menyiarkan film dan drama Korea. Lebih dari 50

drama Korea telah ditayangkan oleh stasiun televisi Indonesia. Sejak

kemunculan itu, istilah Korean Wave mulai menyebar dan pada tahun 2011

budaya K-Pop mulai masuk Indonesia (vocasia.id, 2022). K-Pop atau Korean

Pop merupakan jenis musik populer yang bergenre pop asli dari Korea Selatan.

Dalam budaya K-Pop terdapat beberapa musisi yang termasuk di dalamnnya,

yaitu solo dan kelompok bermusik yang biasa disebut boy band atau girl band.

Banyak agensi besar di Korea Selatan yang menghasilkan kelompok bermusik

yang bertalenta tidak hanya terbatas pada bidang musik, tetapi juga beberapa

bidang lain seperti tarian-tarian (futuready.com, 2019).

1
Merajalelanya budaya Korea di Indonesia memberikan dampak yang

besar terhadap individu-individu penggemar musik pop Korea, terutama para

generasi muda yang sangat tergila-gila dengan musisi K-Pop. Sudah bukan

rahasia umum lagi ketika seorang generasi muda mengidolakan bahkan

mencintai idolanya dengan berlebihan dan fanatik. Dalam pandangan

masyarakat, penggemar K-Pop atau yang biasa disebut dengan K-Popers telah

dianggap sebagai komunitas yang tidak mencintai produk buatan Indonesia. Hal

ini didasarkan pada sebagian besar K-Popers yang rela menghabiskan uang

untuk membeli berbagai pernak-pernik yang idolanya kenakan atau produksi.

Sebuah studi mengungkapkan bahwa beberapa penggemar telah menghabiskan

uang rata-rata sebesar 1,422 USD atau sekitar 20 juta rupiah, yang dikeluarkan

untuk membeli tiket konser, album, merchandise, dan lain-lain.

(witheboardjournal.com, 2020).

Selain rela menghabiskan uang yang tidak sedikit, kecintaan penggemar

K-Pop kepada idolanya yang begitu besar, terkadang hal tersebut dapat berubah

menjadi sebuah obsesi yang menghasilkan tindakan-tindakan di luar batas wajar

(cnbcindonesia.com, 2022). Seorang penggemar tidak segan untuk melakukan

apa saja demi memuaskan sang idola, bahkan sampai mempengaruhi dirinya

dan menganggap sang idola adalah bagian dari kehidupannya. Sejauh

merebaknya budaya K-Pop di seluruh penjuru dunia, banyak tindakan-tindakan

anarkis dari seorang penggemar seperti upaya penculikan, melakukan

penyamaran, meretas akun idola, menguntit, melakukan ancaman, bahkan

mengirimkan pesan berdarah kepada sang idola (Kompas.com, 2018).

Perilaku obsesi yang dilakukan oleh penggemar kepada idolanya disebut

dengan istilah Celebrity Worship Syndrome (CWS), yang diartikan sebagai

2
perilaku obsesif dan adiktif oleh penggemar untuk selalu terlibat dalam setiap

kehidupan idolanya sehingga terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari (Maltby,

Day, & McCutcheon, 2004). Sindrom ini merupakan salah satu bentuk dari

kekaguman dan rasa hormat yang abnormal (tidak biasa) terhadap idola. Sejalan

dengan Maltby dkk, celebrity worship juga didefinisikan sebagai suatu kondisi di

mana individu menjadi terobsesi kepada seseorang atau beberapa selebriti serta

menjadi tertarik dengan kehidupan pribadi selebriti tersebut oleh Lynn, Lange

dan Houran (2002).

Celebrity worship terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu (1) entertainment

social, yang menjadi tingkat terendah dan digambarkan dengan penggemar

memiliki motivasi yang mendasari pencarian aktif terhadap selebriti atau idola

yang disukai. (2) Intense personal feeling, yang menjadi tingkat kedua dalam

celebrity worship, digambarkan dengan penggemar yang memiliki perasaan

intensif dan komplusif terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti

atau idola yang disukai. (3) Borderline-pathological tedency, merupakan

tingkatan paling parah dari celebrity worship, digambarkan dengan penggemar

yang memiliki sikap seperti kesediaan melakukan apapun demi selebriti atau

idola yang disukai meskipun perilaku tersebut melanggar hukum (Malty, Giles,

Barber, & McCutcheon, 2005).

Maraknya budaya K-Pop yang tersebar di Indonesia juga membuat

jumlah penggemar membludak. Menurut survey yang dilakukan oleh Twitter

Korea periode 1 Januari sampai 31 Desember 2021, Indonesia menjadi negara

yang menempati posisi pertama dengan penggemar K-Pop terbanyak diplatform

Twitter (yoursay.suara.com, 2022). Sebaran K-Popers di Indonesia mencapai

92,1% yang terbagi ke dalam 40,7% penggemar berasal dari kalangan berumur

3
20-25 tahun, 38,1% berusia 15-20 tahun, 11,9% berusia lebih dari 25 tahun, dan

persentase paling sedikit berasal dari usia 10-15 tahun yakni sebanyak 9,3%

(Idntimes.com, 2019). Hal tersebut menunjukkan bahwa golongan K-Popers

didominasi oleh kategori usia remaja akhir.

Remaja oleh Santrock (2007) didefinisikan sebagai periode transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang

melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional, yang dimulai dari

rentang usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia sekitar 18 hingga 22

tahun. Hal ini juga didukung oleh penjelasan Hurlock bahwa masa remaja terjadi

dalam tiga tahap, yakni remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun,

remaja madya (middle adolescence) usia 14-16 tahun, dan remaja akhir (late

adolescence) usia 17-20 tahun. Selama perkembangannya sebagai remaja,

individu-individu tersebut harus memehuni semua tugasnya, sehingga Hall

(dalam Santrock, 2007) memandang masa remaja sebagai masa yang penuh

badai dan stres. Lebih lanjut, Hurlock (1980) menjelaskan kondisi fluktuasi emosi

atau ketidakstabilan pada remaja merupakan konsekuensi dari usaha

penyesuaian dirinya pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.

Dalam pembentukan perilakunya, remaja sering kali menjadikan selebriti atau

idola menjadi sosok yang dapat dijadikan role model, sehingga dalam usia ini

perilaku celebrity worship merupakan salah satu perilaku yang khas (Benu,

Takalapeta, & Nabit, 2019).

Selain menjadikan selebriti sebagai role model dan melakukan tindakan

obsesif yang tidak wajar, perilaku celebrity worship memiliki dampak positif dan

negatif lainnya. Dampak positif yang ditimbulkan ketika melakukan celebrity

worship salah satunya adalah dengan menjadikan idola sebagai inspirasi dalam

4
meraih keinginan ataupun meraih mimpi dan mengembangkan kreatifitas (Maltby

dkk, 2006). Sementara itu dampak negatif yang muncul dapat berupa terciptanya

hubungan ketergantungan (addiction) dan kriminalitas (Sheridan dkk, 2007),

menghabiskan banyak waktu dan materi (Nasution, 2018), rendahnya harga diri

remaja (Frederika, 2015), serta menyebabkan kinerja kerja dan belajar rendah

(Sheridan, 2007).

Munculnya perilaku celebrity worship dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yakni (1) usia, di mana usia remaja merupakan usia mencapai puncak dalam

celebrity worship, (2) keterampilan sosial, individu yang memiliki keterampilan

sosial yang buruk mengganggap celebrity worship sebagai kompensi atas tidak

terjadinya hubungan sosial yang nyata, dan (3) jenis kelamin, yang menentukan

cara memilih selebriti seperti laki-laki lebih cenderung mengidolakan selebriti

perempuan, sedangkan perempuan cenderung mengidolakan selebriti laki-laki

(McCutcheon dkk, dalam Kusuma, 2014). Faktor yang paling berpengaruh

terhadap perilaku celebrity worship adalah keterampilan sosial yang dibuktikan

oleh penelitian yang dilakukan oleh Khristina (2021), di mana celebrity worship

berkontribusi 28,94% terhadap keterampilan sosial pada remaja ARMY BTS di

Indonesia, dan penelitian lain yang dilakukan oleh Nugraha (2016) menunjukkan

hasil bahwa celebrity worhsip memberikan sumbangan pengaruh sebesar 22%

terhadap keterampilan sosial pada remaja penggemar JKT48.

Hal tersebut didukung oleh McCutcheon (2002) dalam hubungan yang

nyata, orang-orang dengan keterampilan sosial yang buruk melihat bahwa

celebrity worship merupakan pengisi kekosongan. Karena kekosongan tersebut

orang-orang akan lebih sering merasa kesepian. Hal tersebut disebabkan karena

5
orang yang kesepian cenderung kekurangan dalam keterampilan komunikasi

(Spitzberg & Canary dalam Ashe & McCutcheon, 2001).

Orang-orang yang merasa kesepian mungkin tertarik pada hubungan

parasosial karena hubungan ini hanya sedikit tuntutan sosialnya. Hubungan

parasosial dengan selebriti tidak memaksa orang yang kesepian untuk

mengalami ketidaknyamanan yang melambangkan interaksi dengan orang

“biasa” (Ashe & McCutcheon, 2001). Hal ini didukung oleh pernyataan Santrock

(2002) bahwa remaja yang gagal untuk membentuk persahabatan yang akrab

dengan mempraktekkan keterampilan sosial, mereka akan mengalami perasaan

kesepian diikuti dengan rasa harga diri yang menurun. Remaja yang kesepian

mempunyai sedikit teman karena merasa ditolak sehingga memilih untuk tidak

bergabung dengan teman-teman sebayanya yang juga disebabkan oleh

keterampilan sosial buruk (Fuhrmann, 1990). Pernyataan tersebut didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Parlee (dalam Sears, 1994) yang menunjukkan

hasil bahwa kesepian yang tertinggi terjadi di antara para remaja.

Kesepian (loneliness) merupakan salah satu masalah utama yang

dihadapi oleh remaja (Dacey, 1997; Helms & Turner, 1995; Santrock, 2001;

Taylor, Peplau & Sears, 2001), Kesepian ialah suatu kondisi ketidakseimbangan

psikoemosional yang ditandai dengan perasaan kosong atau kehampaan diri

akibat kurangnya ikatan dengan orang lain (Baron & Byrne, 2004; Taylor dkk,

2001). Cacioppo dkk (2002) juga mendefinisikan kesepian sebagai pengalaman

yang tidak menyenangkan akibat kurangnya hubungan sosial, kecemasan,

kurangnya kemampuan sosialisasi, dan mengarah pada percobaan bunuh diri.

Individu yang mengalami kesepian biasanya ketika dilibatkan pada lingkungan

6
sekitar akan merasa dirinya kurang puas, kurang bahagia, lebih pesimis, dan

kurang bersemangat (Sears, 2009).

Kesepian oleh Weiss (dalam Gultom, 2015) dibagi menjadi dua macam,

yakni (1) kesepian emosional, yaitu kesepian yang terjadi karena tidak adanya

hubungan yang intim dengan orang lain, dan (2) kesepian sosial, ketika

seseorang tidak memiliki rasa keterlibatan di dalam masyakarat. Meskipun kedua

macam kesepian tersebut memiliki relasi dengan orang lain, yang berarti

kesepian yang dialami oleh seseorang memiliki kaitan hubungan sosialnya

dengan orang lain (Garvin, 2017). Sejalan dengan definsi tersebut, Peplau &

Perlman (1982) membagi penyebab kesepian ke dalam dua kelompok, yaitu (1)

precipitate event, ditandai menurunnya hubungan sosial seseorang sampai di

bawah tingkat optimal, dapat terjadi saat seseorang pinda ke suatu lingkungan

baru dan berpisah secara fisik dengan orang-orang. (2) Predisposing and

maintaining factor, didasari oleh adanya keberagaman dari faktor personal dan

situasional individu, yang biasanya terjadi pada individu pemalu, introvert, dan

tidak punya cukup keinginan untuk mengambil resiko dalam berhubungan sosial.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dituliskan di atas, dapat

dilihat bahwa terdapat keterkaitan antara celebrity worship dan kesepian

(loneliness). Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk meneliti mengenai

pengaruh loneliness terhadap celebrity worship pada remaja akhir penggemar K-

Pop.

7
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah adakah pengaruh loneliness terhadap

celebrity worship pada remaja akhir penggemar K-Pop.

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh loneliness

terhadap celebrity worship pada remaja akhir penggemar K-Pop. Adapun

manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai pengaruh loneliness terhadap celebrity worship, serta dapat

dijadikan rujukan untuk mengembangkan ilmu atau penelitian psikologi

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang

penelitian kuantitatif dan pengaruh antara loneliness terhadap

celebrity worship.

b. Bagi remaja penggemar K-Pop

Diharapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca

mengenai pengaruh loneliness terhadap celebrity worship, serta

dapat memberikan informasi kepada remaja akhir penggemar K-

Pop mengenai pengaruh loneliness terhadap celebrity worship.

8
c. Bagi penelitian selanjutnya

Diharapkan bahwa penelitian ini dapat dijadikan rujukan serta

pengembangan ilmu terbaru dari penelitian yang akan dilakukan

ke depannya.

D. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Pertaman, penelitian yang dilakukan oleh Malahayati (2018) dengan judul

“Hubungan antara Kesepian dan Celebrity Worship pada Penggemar K-pop

Dewasa Awal” kepada subjek berjumlah 652 orang, dan dianalisis menggunakan

teknik statisktik korelasi spearman rho. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesepian dan celebrity worship

dan pada taraf cukup kuat.

Kedua, penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rosida (2019) dengan judul

“Hubungan antara Self-Esteem dan Kesepian dengan Celebrity Worship pada

Wanita Dewasa Awal Penggemar K-Pop”, dengan menggunakan metode survey

yang dilakukan penyebaran kuesioner secara online kepada 1203 orang subjek

penggemar K-Pop. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa terdapat

hubungan negatif antara self-esteem dan celebrity worship, serta terdapat

hubungan positif antara kesepian dengan celebrity worship.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2019) dengan judul

“Pengaruh Loneliness terhadap Celebrity Worship pada Mahasiswa Penggemar

K-Pop” dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode teknik analisa

data regresi linier sederhana. Pada penelitian ini digunakan subjek sebanyak 96

mahasiswa Penggemar K-Pop berjenis kelamin perempuan. Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara loneliness terhadap

9
celebrity worship serta terdapat hubungan positif antara kedua variabel, artinya

semakin tinggi loneliness maka semakin tinggi perilaku celebrity worship begitu

pula sebaliknya, semakin rendah loneliness maka semakin rendah perilaku

celebrity worship pada mahasiswa penggemar K-Pop.

Selanjutnya, penelitian terakhir yang dilakukan oleh Nurhasanah (2021)

dengan judul “Hubungan antara Loneliness dengan Celebrity Worship

Mahasiswa Anggota Komuntias Hallyu Up! Edutainment” menggunakan sampel

sebanyak 122 orang mahasiswa anggota komunitas Hallyu Up! Edutainment di

Universitas Pendidikan Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dengan

menggunakan skala likert dan dianalisis menggunakan teknik spearman’s rho.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang

signifikan antara loneliness dengan celebrity worship pada mahasiswa anggota

komunitas Hallyu Up! Edutainment.

Berdasarkan ulasan penelitian terdahulu di atas, dapat ditemukan

perbedaan yang mendasar antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini.

Perbedaan pertama dapat ditemukan adalah pada populasi yang peneliti

gunakan. Pada penelitian terdahulu, populasi yang banyak digunakan adalah

mahasiswa atau dewasa awal, tetapi pada penelitian ini, peneliti menetapkan

untuk menggunakan populasi remaja akhir. Perbedaan selanjutnya adalah

terletak pada sebaran tempat sampel yang rata-ratanya mencakup seluruh

Indonesia atau pada universitas tertentu. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti

ingin lebih memfokuskan penelitian pada sebaran tempat Pulau Jawa. Oleh

karena itu, penelitian ini menjadi penting karena dapat memberikan gambaran

fenomena perilaku celebrity worship pada rentang usia remaja akhir. Hal ini

10
dapat berperan penting bagi remaja untuk mengenal arah hidup dan menentukan

tujuan hidupnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, D. (2019). Hubungan kesepian dengan psychologyical well-being pada

lansia di Kelurahan Sananwetan Kota Blitar. (Thesis, Universitas Airlangga,

2019). Diakses dari https://repository.unair.ac.id/84019/4/FKP.N.%2039-

19%20Ast%20h.pdf

Ayu, N. W. R. S. & Astiti, D. P. (2020). Gamabran celebrity worship pada

penggemar K-Pop. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, 1(3), 205-208.

doi: http://dx.doi.org/10.24014/pib.v1i3.9858

Benu, J. M. Y., Takalapeta, T., & Nabit, Y. (2019). Perilaku celebrity worship

pada remaja perempuan. Journal of Health and Behavioral Science, 1(1),

13.

CNBC Indonesia. (2022). Jangan Jadi Fans yang Obsesif, Kamu Bisa Kena

Sindrom Ini!. Diakses pada 8 Oktober 2022 dari

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220407104253-33-

329594/jangan-jadi-fans-yang-obsesif-kamu-bisa-kena-sindrom-ini

CNN Indonesia. (2020). Aksi Gila Penguntit Idol, Mengaku Pacar hingga Surat

Darah. Diakses pada 8 Oktober 2022 dari

https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200205170507-234-471956/aksi-

gila-penguntit-idol-mengaku-pacar-hingga-surat-darah

Dariyo, A. & Widiyanto, M. A. (2013). Pengaruh kesepian, motif persahabatan,

komunikasi on line dan terhadap penggunaan internet kompulsif pada

remaja. Jurnal Psikologi, 11(2), 45.

12
Dewi, D. P. K. S. & Indrawati, K. R. (2019). Gambaran celebrity worship pada

penggemar k-pop usia dewasa awal di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 6(2),

292. doi: https://doi.org/10.24843/JPU.2019.v06.i02.p08

Gumelar, S. A., Alamida, R., & Laksmiwati, A. A. (2021). Dinamika psikologis

fangirl k-pop. Cognicia, 9(1), 17. doi:

https://doi.org/10.22219/cognicia.v9i1.15059

Hesti. (2022). Negara dengan Fans K-Pop Terbanyak di 2021, Indonesia

Peringkat Berapa?. Diakses pada 15 Oktober 2022 dari

https://yoursay.suara.com/entertainment/2022/01/28/131318/negara-

dengan-fans-k-pop-terbanyak-di-2021-indonesia-peringkat-berapa

Jannah, L. U. (2019). Keterampilan sosial dengan celebrity worship pada k-pop

fans (iKONIC). (Thesis, Universitas Islam Sultan Agung, 2019). Diakses

dari http://repository.unissula.ac.id/15852/2/Abstrak.pdf

Kesepiankah Anak Remaja Kita di Rumah?. (2016). Diakses pada 15 Oktober

2022 dari dinsos.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/kesepiankah-

anak-remaja-kita-di-rumah-13

Khristina. (2021). Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan Celebrity Worship

pada Remaja ARMY BTS di Indonesia. (Thesis, Universitas Esa Unggul,

2021). Diakses https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-

17776-BABI.Image.Marked.pdf

Kompasiana.com. (2022). Fenomena Korean Wave, Demam yang Semakin

Tinggi. Diakses pada 14 Oktober 2022 dari

https://www.kompasiana.com/putrinaomi7113/62747ce0ef62f650132b5e62/

fenomena-korean-wave-demam-yang-semakin-tinggi?page=all#section1

13
Kompasiana.com. (2022). Fenomena Korean Wave, Hegemoni Budaya K-Pop di

Indonesia. Diakses pada 8 Oktober 2022 dari

https://www.kompasiana.com/tryvenyaregyanashintya5167/61d43f144b660

d60ef709e22/fenomena-korean-wave-hegemoni-budaya-k-pop-di-

indonesia

Lestari, R. A. (2019). Pengaruh loneliness terhadap celebrity worship pada

mahasiswa penggemar k-pop. (Thesis, Universitas Merdeka Malang,

2019). Diakses dari Perpustakaan Fakultas Psikologi, Universitas Merdeka

Malang.

Malahayati, S. (2018). Hubungan antara kesepian dan celebrity worship pada

penggemar k-pop dewasa awal. (Thesis, Universitas Airlangga, 2018).

Diakses dari https://repository.unair.ac.id/76907/

Melissa, V. (2019). Budaya K-Pop dan Perkembangannya di Indonesia. Diakses

pada 8 Oktober 2022 dari https://www.futuready.com/artikel/travel/budaya-

k-pop/

Mutia, R. I. (2020). Sebuah Studi Menemukan Penggemar K-Pop Mengeluarkan

Uang Hingga 20 Juta Rupiah Untuk Idolanya. Diakses pada 14 Oktober

2022 dari https://www.whiteboardjournal.com/ideas/music/sebuah-studi-

menemukan-penggemar-k-pop-mengeluarkan-uang-hingga-20-juta-rupiah-

untuk-idolanya/

Nissa, R. S. I. & Chozanah, R. (2019). Celebrity Worship Syndrome, Saat

Kekagumam pada Idola Berubah Menjadi Obsesi. Diakses pada 8 Oktober

2022 dari https://www.suara.com/health/2019/09/20/182500/celebrity-

worship-syndrome-saat-kekaguman-pada-idola-berubah-jadi-obsesi

14
Nugraha, K. (2016). Hubungan celebrity worship terhadap penggemar JKT48

dengan keterampilan sosial pada remaja. (Thesis, Universitas Katolik

Widya Mandala Surabaya Kampus Kota Madiun, 2016). Diakses dari

http://repository.widyamandala.ac.id/64/

Nurhasanah, A. (2021). Hubungan antara loneliness dengan celebrity worship

mahasiswa anggota komunitas Hallyu Up! Edutainment. (Thesis,

Universitas Pendidikan Indonesia, 2021). Diakses dari

http://repository.upi.edu/62181/1/S_PPB_1607901_Title.pdf

Pratiwi. (2012). Pengertian Remaja. Diakses pada 15 Oktober 2022 dari

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15557/6.BAB%20II.

pdf?sequence=6&isAllowed=y

Puspita, G. L. (2022). Sedang Tren! Fenomena Korean Wave atau Hallyu di

Indonesia. Diakses pada 8 Oktober 2022 dari https://vocasia.id/blog/apa-

itu-korean-wave/

Rosida, A. (2019). Hubungan antara self-esteem dan kesepian dengan celebrity

worship pada wanita dewasa awal penggemar k-pop. (Thesis, Universitas

Airlangga, 2019). Diakses dari https://repository.unair.ac.id/88688/

Widyasmara, P. (2020). Fanatisme Fans K-Pop dalam Fenomena Hallyu

(Gelombang Korean. Diakses pada 14 Oktober 2022 dari

https://kumparan.com/pratamawidyasmara10112000/fanatisme-fans-k-pop-

dalam-fenomena-hallyu-gelombang-korean-1ury3wZpIFK/1

15

Anda mungkin juga menyukai