Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA

MANUSIA DALAM FENOMENA KPOP

ISBD | SESI 7 | TUGAS 3

(043165394) AHMAD RAIHAN ALIEF FIROZ


(043165538) PANJALU FIKRI HIDAYAT
(044882109) ROZIANA DEWI
PENDAHULUAN
K-Pop merupakan singkatan dari Korean Pop adalah aliran genre musik
pop yang berasal dari Negara Korea. Menurut Chua dan Iwabuchi 2008 (dalam
Jung 2011) K-pop adalah produk pop yang diproduksi secara hibridisasi yang
menggabungkan Timur dan Barat serta aspek budaya global dan lokal. Alasan
utama untuk hibridisasi budaya seperti strategis adalah untuk memenuhi
keinginan kompleks berbagai kelompok konsumen, yang memaksimalkan
keuntungan kapitalis. Yang termasuk dalam K-Pop itu sendiri adalah semua jenis
program musik mulai dari musik jenis Band. Boyband atau kelompok vocal yang
disertai dance, sampai Original Soundtrack film dan semua jenis musik lainnya.
Dan K-Pop itu sendiri memang sengaja dirancang dengan sangat matang dan
sempurna oleh pelaku sistim industri infotainment Korea dan metode yang
digunakan dalam rancangannya adalah dengan menggabungkan beberapa
budaya agar memperoleh totalitas penampilan dan kemudian setelah
konsepnya matang maka siap diluncurkan untuk memenuhi hiburan masyarakat
yang mana hal tersebut juga membawa keuntungan sendiri bagi pemrakarsanya
yaitu pemeran K-Pop itu sendiri baik pelaku di belakang layar sebagai tim
maupun yang di depan layar sebagai artis. Hasilnya pun luar biasa, karena bisa
diterima dengan baik di berbagai Negara, tidak terkecuali di Indonesia.

Beberapa terakhir saja, Momen 15 seleb Indonesia foto bareng artis


Korea, bikin fans iri Mereka tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto
bersama.Tanggal 11 November yang tampil adalah YOUNGJAE, BamBam, SF9,
ASTRO, dan OH MY GIRL. Tanggal 12 November yang tampil adalah Pentagon,
EXO-Chen, NMIXX, dan CIX. Bahkan sebelum konser dimulai, setiap artis K-Pop
akan mengadakan meet and greet dulu selama 30 menit.Kemunculan K-Pop
sudah mampu menarik banyak penggemar yang berasal dari Indonesia, dan itu
artinya musik K-Pop sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Bodden 2005 (dalam Sun Jung 2011) sepanjang tahun 1990-an, alternatif' musik
genre seperti rap, punk, dan keras batu, berasal dari Amerika Utara dan budaya
komersial Eropa, menangkap antusiasme sejumlah besar pemuda Indonesia.
Mengenai kemunculan dan booming K-Pop ini bukan karena fenomena semata,
melainkan hal ini merupakan hasil kerja keras dan jerih payah para pelaku K-Pop
tersebut. Selain musiknya yang bagus, penyanyi yang membawakannya juga
terlihat sangat maksimal dalam hal fisik dan talenta. Untuk seorang selebritis di
Korea selayaknya memiliki fisik yang bagus dan sekalipun fisiknya kurang bagus
maka di Korea diperbolehkan untuk melakukan operasi plastik agar secara fisik
terlihat cukup sempurna namun tidak cukup dengan mengandalkan fisik saja,
selebritis Korea juga harus memiliki bakat yang bagus dalam hal bernyanyi,
dance atau bakat musik lainnya. Kekuatan dan keberhasilan K-Pop saat ini tidak
hanya ditentukan oleh artisnya saja tetapi juga pada manajemen yang
membawahi artis tersebut. Dalam perkembangan K-Pop juga terdapat suatu
agensi atau perusahaan manajemen yang memiliki modal besar dan manajemen
sumberdaya yang bagus.

Layaknya sebuah stimuli dan respon, kemunculan K-Pop yang fantastis


tersebut tentu saja berbuntut pada kemunculan penggemar-penggemar yang
sangat mengidolakan K-Pop. K-Pop merupakan stimuli yang diberikan oleh
kelompok kapitalis dan kemudian masyarakat sebagai penonton memberikan
respon. Setiap individu akan memberi respon yang berbeda pada satu stimuli.
Begitu pula penikmat K-Pop. Beberapa orang mungkin hanya menikmati saja,
namun sebagian orang lagi memiliki antusias yang tinggi terhadap K-Pop dan
bahkan ada yang sangat tinggi. Sebagian orang yang mengaku sangat
mengagumi K-Pop menamakan dirinya penggemar sehingga mereka tidak hanya
menikmati sajian musik Korea namun sudah sangat kagum dan terpesona
dengan K-Pop. Ada beberapa hal yang biasa dilakukan oleh seorang penggemar
sebagai bentuk cinta dan mengidolakan bias 2 mereka masing-masing seperti
membeli album sang idola, membeli segala macam pernak-pernik atau asessoris
K-Pop, datang dan menyaksikan konser yang digelar oleh idola, selalu mencari
informasi dan berita terbaru mengenai sang idola, sampai merayakan hari ulang
tahun sang idola.Sebagai wadah tempat berkumpulnya para penggemar K-Pop
tersebut muncul pula suatu komunitas yang khusus menampung semua
penggemar K-Pop.Komunitas ini biasa disebut Fandom yang merupakan
singkatan dari Fans Kingdom3 Komunitas fandom ini muncul juga karena adanya
kesamaan selera dalam dunia musik populer Korea. Di komunitas fandom, para
penggemar bisa sepenuhnya memberikan dukungan kepada sang idola dengan
para penggemar yang lain. Fandom ini sendiri dibentuk oleh penggemar K-Pop
sebagai tempat dimana para penggemar tersebut menemukan teman yang
memiliki kesamaan hobi dan idola dan juga tempat dimana para penggemar
memperoleh informasi paling baru mengenai bias mereka. Keberadaan Fandom
bisa membantu penggemar untuk mengeksplor perasaannya terhadap bias
masing-masing. Dorwin Cartwright dan Alvin Zander (dalam Dr. Santoso Slamet,
M.Pd 2010), pembentukan kelompok sosial tersebut disengaja dan
direncanakan sehingga kelompok sosial yang terbentuk dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan tercapainya tujuan kelompok sosial yang bersangkutan
berarti kebutuhan-kebutuhan individu dapat terpenuhi secara langsung.

Kebanyakan penikmat K-Pop adalah dari kalangan remaja karena musik K-


Pop ini sesuai dan cocok dengan usia remaja ditambah lagi Selebritis yang
membawakannya pun masih dalam rentang usia remaja hingga dewasa. Dalam
penelitian Sun Jung (2011), Menurut UKLI (United K-Pop Lover Indonesia), lebih
dari 90 persen dari tim penggemar di Indonesia adalah anak perempuan dan
perempuan di akhir remaja awal 20-an. Dan jumlah penggemar K-Pop saat ini
sudah melambung fantastis.

Fenomena Korean Pop (K-Pop) menjadi perbincangan hangat selama dua


dekade terakhir. Seiring dengan cepatnya arus globalisasi dan perkembangan
teknologi yang pesat, “virus” Korean wave dengan mudah menyebar di seluruh
penjuru dunia. Data yang dipaparkan oleh The Korea Times menunjukkan bahwa
jumlah penggemar kebudayaan Korea di seluruh dunia meningkat 22 % menjadi
89,19 juta dari yang semula 73,12 juta penggemar pada tahun 2017 (Jawa Pos,
2019). Indonesia tentu saja tak luput dari “infeksi” pesona Korean wave.
Menurut sebuah survei yang diambil dari jumlah viewers video dengan konten
K-Pop di YouTube,Indonesia berada pada peringkat 2 dengan meraih 9,9 %dari
total viewers (WowKeren, 2019). Hal ini menjadikan Indonesia sebagai penikmat
konten Korea nomor satu di luar negara Korea Selatan itu sendiri.Korean wave
mulai masuk di Indonesia sejak awal tahun 2000-an lewat penayangan drama-
drama Korea di beberapa TV swasta. Beberapa drama fenomenal saat itu seperti
Endless Love, Full House, dan Boys Before Flowers sering disebut-sebut sebagai
awal mula seseorang mengenal budaya Korea. Setelah itu, musik pop Korea juga
mulai banyak dikenal oleh masyarakat Tanah Air. Selain menyuguhkan hal yang
berbeda dalam hal musik, para member girlband maupun boyband Korea
memiliki visual yang menawan sehingga mudah menarik hati masyarakat
Indonesia. Halhal berbau Korea telah banyak diminati oleh masyarakat dari
berbagai rentang usia.

Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan penggemar K-Pop,


seperti fandom atau sebutan untuk kelompok penggemar selebriti
tertentu.Contohnya saja penggemar boygroup BTS yang disebut Army dan
penggemar EXO yang fandom-nya bernama EXOL dan ada juga NCT adalah
sebuah boy group asal Korea Selatan, yang dibentuk oleh SM Entertainment.
Grup boyband ini terbagi menjadi beberapa sub-unit yaitu, NCT U, NCT 127, NCT
Dream, dan WayV. Nama-nama fandom tersebut memiliki makna khusus yang
diyakini oleh para penggemarnya. Selain fandom, penggemar wanita juga lebih
sering disebut fangirl dan penggemar laki-laki disebut fanboy.

Maraknya fenomena K-Pop sedikit banyak mempengaruhi dinamika


psikologis para penggemarnya, baik secara positif maupun negatif. Dinamika
psikologis didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai keterkaitan antara berbagai
aspek psikologis dalam diri seseorang untuk menjelaskan suatu fenomena atau
konteks tertentu (Sandra, 2012). Walgito (2010) menjelaskan bahwa dinamika
psikologis merupakan suatu kekuatan yang terdapat pada diri manusia yang
mempengaruhi mental atau psikisnya untuk mengalami perkembangan dan
perubahan dalam pikiran, perasaan, maupun tingkah lakunya, Sedangkan
menurut Halloway dkk, istilah dinamika psikologis digunakan untuk
menerangkan keterkaitan berbagai aspek psikologis yang ada dalam diri individu
dalam hubungannya dengan kondisi masyarakat (Holloway, 2006). Widiasari
(2009) berpendapat bahwa dinamika psikologis merupakan aspek motivasi dan
dorongan yang bersumber dari dalam maupun luar individu, yang
mempengaruhi dan membantu mental individu dalam menyesuaikan diri
dengan keadaan dan perubahan. Lebih lanjut, Chaplin (2006) mengatakan
bahwa dinamika psikologis merupakan sebuah sistem psikologi yang
menekankan pada hubungan sebab akibat dalam motif dan dorongan hingga
munculnya sebuah perilaku.Banyak penggemar yang memaknai K-Pop sebagai
daya tarik untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea.Tidak sulit bagi
para penggemar untuk mempelajari Hangeul atau tulisan dan bahasa Korea.
Selain itu banyak penggemar yang menjadi lebih percaya diri untuk unjuk bakat
dengan cara membuat dance cover tarian K-Pop. K-Pop juga banyak
mengajarkan orang-orang tentang perjuangan mewujudkan cita-cita dan
kedisiplinan. Perilaku fangirl juga mendorong seseorang untuk berinteraksi
dengan orang baru dan saling bertukar informasi mengenai idolanya Anwar
(2018).Penelitian oleh Nurfadiah & Yulianti (2017) menyatakan bahwa tingkat
konformitas pada komunitas pecinta Korea berkorelasi secara positif dengan
kepercayaan diri.Di sisi lain, penelitian Millah (2019) pada remaja penggemar
boygroup BTS menunjukkan bahwa perilaku pemujaan selebriti (celebrity
worshipping) berkorelasi positif dengan perilaku konsumtif. Selain itu
Envira(2019) menemukan bahwa perilaku pemujaan selebriti pada subjek
penggemar K-Pop juga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan gejala
depresi. Hal ini seiring dengan hasil penelitian Nurohmah & Prakoso (2019)yang
menemukan bahwa perilaku pemujaan selebriti pada penggemar boygroup EXO
memiliki hubungan yang negatif dengan kesejahteraan psikologis. Artinya,
semakin tinggi tingkat pemujaan selebriti, semakin rendah kesejahteraan
psikologisnya. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang mengangkat
fenomena K-Pop, penelitian ini disajikan dengan metode kualitatif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika psikologis apa saja yang terjadi pada
seorang fangirl K-Pop.Perubahan perilaku yang paling menonjol semenjak
menjadi penggemar K-Pop adalah subjek menjadi lebih tertutup. Subjek lebih
menikmati waktu-waktu sendiri dimana subjek dapat beraktivitas sebagai
seorang fangirl di media sosial. Bahkan subjek akan tetap berfokus pada telepon
genggamnya ketika ia berkumpul dengan temantemannya. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa (2019) yang
menunjukkan bahwa mahasiswa penggemar K-Pop cenderung lebih individual
dan memilih untuk bergaul dengan teman yangsama-sama menyukai dunia K-
Pop. Subjek juga merasa bahwa ia sulit untuk mengutarakan perasaannya
kepada orang lain. Ketika memiliki masalah subjek cenderung memilih diam
memendam perasaannya atau menangis.Subjek memiliki keterlibatan
emosional yang tinggi dengan idolanya. Horton dan Wohl (dalam Saifuddin &
Masykur (2014)) menjelaskan Interaksi antar penggemar dan idola seperti ini
dapat disebut parasocial interaction, yakni hubungan atau ikatan afektif yang
terjalin antara tokoh atau persona yang muncul di media dengan audiens.
Horton dan Wohl mendefinisikan interaksi parasosial ini sebagai “kedekatan
yang berjarak” dan hanya bersifat satu sisi saja. Dalam hal ini subjek EA berada
dalam tahapan intense-personal feeling dalam interaksi parasosial. Menurut
hasil wawancara subjek turut merasakan bangga ketika EXO meraih sebuah
penghargaan. Selain menganggap bahwa EXO merupakan support system,
subjek juga memiliki banyak kekhawatiran apabila suatu hari terdapat hal buruk
yang terjadi pada idolanya. Subjek juga merasa sedih apabila anggota EXO
didapati berpacaran atau menjalin hubungan dengan orang lain. Bahkan subjek
merasa bahwa ia akan hancur apabila idolanya suatu saat memiliki kekasih atau
menikah. Subjek menganggap bahwa idola K-Pop yang menjalin hubungan
romantis dengan orang lain dalam kehidupan nyata sebagai bentuk
pengkhianatan terhadap penggemarnya. Subjek berpendapat bahwa
kesuksesan seorang idola sangat dipengaruhi oleh kerja keras penggemarnya
Meskipun subjek belum pernah bertemu atau berinteraksi dengan idolanya
secara langsung, subjek merasa seperti memiliki hubungan dua arah dengan
boygroup idolanya.Melalui beberapa potongan video interaksi antara anggota
EXO dengan penggemar yang lain, subjek merasa bahwa selama ini idolanya
selalu mementingkan kebaikan penggemar. Karena hal itu subjek merasa bahwa
idolanya sangat membantu subjek dalam menjalani hidup. Terlebih lagi, subjek
mulai menyukai boyband EXO ketika subjek merasa terpuruk karena gagal
meraih cita-citanya untuk menjadi seorang polisi wanita. Di saat subjek sedih
karena permasalahan subjek merasa idolnya selalu hadir untuk memberi
semangat dan menguatkan subjek dalam menghadapi realita kehidupan.

Fans yang memiliki cukup banyak uang akam membeli album album
idolnya masing masing. Mereka dengan antusias menunggu terbit album album
tersebut. Meskipun harganya terbilang mahal penggemar pun rela
menggeluarkan uang demi mendapatkan album yamg limit edition. Banyak juga
asesoris yang di beli penggemar contohnya lampu ligth stick.
KONSEP
Dalam konsep manusia dan budaya didasari oleh suatu pemikiran dan
prinsip yang mempresentasikan tentang hubungan tersebut. Konsep ini menjadi
dasar dari perkembangan ilmu sosial dan budaya dasar. Beberapa diantaranya
memiliki pengertian tersendiri dan diklasifikasikan sebagai berikut:

Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk memandang budaya diri


sendiri lebih baik dibanding yang lain, serta penggunaan standar dan nilai sendiri
untuk menilai orang-orang yang bukan anggota kelompok budayanya.Seseorang
yang etnosentris melihat budayanya sebagai yang paling benar dan lebih pantas,
dibanding kelompok yang lain.

Relativisme budaya adalah gagasan yang bertolak belakang dengan


etnosentrisme. Gagasan ini menjelaskan bahwa bentuk budaya apapun tidak
memiliki nilai mutlak yang menunjukkan bahwa satu lebih superior dari yang
lainnya. Gagasan ini mencoba memahami bentuk budaya dari sudut pandang
lain. Kenyataannya etnosentrisme yang tidak berlebihan sebenarnya diperlukan
untuk memperkuat ikatan individu dengan budayanya. Namun demikian,
etnosentrisme yang berlebihan dapat mendorong kesalahpahaman dan konflik.

Cara pandang semacam ini bisa dianggap melecehkan dan memicu


konflik. Konsep yang juga berkaitan dengan etnosentrisme adalah prejudis,
didefinisikan sebagai sikap yang menilai lebih rendah sebuah kelompok karena
asumi yang tentang perilaku, nilai, dan kebiasaan kelompok tersebut. Sikap
prejudis umumnya didukung oleh kepemilikan stereotipe, yakni ide tidak baik
yang dimiliki oleh seseorang tentang sekelompok masyarakat. Seperti juga
etnosentrisme yang berlebihan, stereotipe dapat memunculkan
kesalahpahaman dan konflik. Di Indonesia, ada beberapa stereotipe yang
muncul tentang suku-suku tertentu. Konsep lain yang juga penting untuk
dipelajari dalam memahami permasalahan kebudayaan adalah diskriminasi,
yakni kebijakan dan praktik yang mencederai sebuah kelompok budaya dan
anggotanya. Diskriminasi bisa saja menjadi bagian dari hukum yang berlaku
dalam satu negara, atau sesuatu yang dipraktikkan oleh masyarakat.

Selain etnosentrisme, prejudis, dan diskriminasi, permasalahan


kebudayaan juga dapat dimunculkan oleh penyebaran budaya global, yang
ditandai oleh tiga hal. Pertama, adalah ekonomi global yang merujuk pada
peredaran barang secara global melalui perdagangan internasional. Peredaran
barang dan jasa juga akan membawa peredaran informasi dan budaya. Ketika
suatu jaringan informasi sudah terbentuk maka budaya luar juga bisa ikut masuk
bersamaan dengan produk atau barang yang di perjual belikan, dalam
pembahasan kali ini mengangkat tentang budaya K-Pop.
PEMBAHASAN
A. BUDAYA DI INDONESIA

Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti


berbeda-beda namun tetap satu. Semboyan ini memiliki makna bahwa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, agama, ras, dan budaya
yang tersebar disetiap pulaunya. Keberagaman yang ada di Indonesia ini
patut dibanggakan karena dengan semua perbedaan, Indonesia menjadi
yang paling disorot dunia terutama keberagaman budayanya. Bahkan pulau
Bali menjadi lebih dikenal daripada Indonesia itu sendiri karena budayanya
yang mampu menarik perhatian hingga lingkup internasional.

Banyaknya budaya di Indonesia memunculkan banyak kesempatan


untuk memahami atau setidaknya sekedar mengetahui budaya apa saja yang
ada di negara tercinta ini. Dengan menghargai dan mengapresiasi budaya
disetiap daerah, sudah menjadi bentuk kecintaan pada budaya Indonesia.
Penikmat budaya dan seniman di Indonesia terdiri dari berbagai kalangan,
mulai dari anak kecil, remaja, hingga orang tua. Rasa cinta terhadap budaya
ada pada beberapa orang yang melebih-lebihkan budayanya. Sikap seperti
ini menyebabkan perselisihan antar budaya dan daerah. Bahkan ada pula
yang tidak sepenuhnya bangga terhadap budayanya sendiri. Hal seperti ini
banyak terjadi pada remaja di Indonesia yang lebih bangga mengikuti budaya
asing. Budaya asing dapat masuk di Indonesia melalui media sosial yang
merupakan makanan sehari-hari para remaja di Indonesia.

Budaya asing tidak secara tiba-tiba melekat langsung pada diri remaja
di Indonesia. Berawal dari bentuk konten yang dibagikan seperti film, musik,
karya seni dan lain sebagainya. Pada awalnya bermula dari perdagangan
global antar negara. Perdagangan yang terjadi, menimbulkan pertukaran
arus barang baik produk makanan maupun kebutuhan lainnya. Secara tidak
langsung, budaya suatu negara juga ikut masuk melalui jaringan
perdagangan ini. Terutama di asia, dimana Indonesia menjadi pasar
terbesarnya. Salah satu contoh budaya yang masuk melalui perdagangan di
Indonesia adalah budaya KPOP. Budaya ini salah satu yang paling
mempengaruhi remaja di Indonesia. Bentuk budaya yang digandrungi remaja
di Indonesia adalah musik dan grup band, sehingga timbul istilah KPOP.
B. BUDAYA KPOP

KPOP adalah salah satu budaya yang sangat populer di Indonesia yang
menguasai media sosial dalam kefanatikannya terhadap idolanya. Istilah
KPOP merujuk pada Korean Popular yang artinya budaya popular yang
berasal dari negara korea khususnya korea selatan. Budaya yang menjadi
kepopuleran di antara para pecinta KPOP ini adalah lagu, music, drama,
kehidupan selebritas, makanan dan budaya.

Para pecinta KPOP yang memiliki kegemaran atau kecintaan yang kuat
terhadap seseorang atau tokoh terkenal yang akan menyebabkan para
pecinta KPOP ini mengidolakannya. Kecintaan penggemar terhadap idolanya
membuat apapun berita terbaru tentang idola yang disebarkan di media
sosial akan selalu dipantau kapan saja tanpa mengenal waktu. Para Pecinta
KPOP ini Sangat antusias terhadap apa saja yang dilakukan oleh sang idola,
sehingga selalu merepresentasikan kembali apa yang telah disaksikan dari
sang idola pada dikehidupan sosial.

Sebagai bukti nyata para pecinta KPOP ini Sering menghabiskan


waktunya berjam-jam di depan komputer ataupun ponsel pintar yang dimiliki
hanya untuk mencari, berbagi, dan berdiskusi tentang idola yang menjadi
kesenangan, (Muhammad Khairil et al). Efek Ketergantungan hingga ke
perilaku obsesif yang berlebihan yaitu stalking (menguntit) apa saja terkait
idola penggemar K-Pop. Survey yang di lakukan oleh kumparan.com
menunjukkan, 56% penggemar K-Pop menghabiskan waktu 1-5 jam
memantau segala informasi tentang idola tersebut. 28% penggemar bahkan
menghabiskan 6 jam lebih di jagat maya untuk melihat berbagai aktivitas
sang idola (Kumparan, 2017). Dari pemaparan data survey tersebut
menunjukkan kecintaan para penggemar kpop sangat luar biasa sehingga
kecintaan yang berlebihan bahkan terkesan ekstrem tidak pada
kenormalannya tersebut menjadi bentuk baru yang melahirkan fanatisme.

K-Pop dapat diketahui melalui tiga cara, yakni tanda (semiotic


productivity), antusiasme (enunciative productivity), dan textual
productivity.

1. Hasil penelitian Etikasari (Etikasari, 2018: 190-202) mengungkapkan


bahwa K-Popers melakukan kegiatan mencari berita mengenai idola,
download video dan lagu, menonton drama Korea, dan sebagainya.
perubahan konsep diri. Sobur (Sobur, dkk., 2018: 414- 422)
Transformasi konsep diri maskulin menjadi feminin; (2) transformasi
konsep diri introvert menjadi ekstrovert; dan (3) transformasi dari konsep
diri yang berpikiran tertutup menjadi pikiran terbuka yang menghargai
pendapat orang lain.

2. Penggemar K-Pop dengan cara peniruan dan imitasi. tidak lepas dari
peran media masa penggemar yang sangat mengidolakan K-Pop dan
menjadikan K-Pop sebagai identitas sosialnya.

Rokeach dan DeFleur (Littlejohn & Foss, 2011: 428) menjelaskan teori
ketergantungan media memiliki asumsi bahwa seseorang bergantung
pada media untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan mencapai tujuan
tertentu.’ sangat antusias terhadap apa saja yang dilakukan oleh sang
idola, sehingga selalu merepresentasikan kembali apa yang telah
disaksikan dari sang idola pada dikehidupan sosial.

ia akan meniru dan mengidentifikasikan dirinya seperti tokoh yang


diidolakannya, dan mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang
diidolakan ini menjadi salah satu dari proses pembentukan identitas diri
(Erikson, 1968; dalam Steinberg, 2017)

Identitas dan konsep diri merupakan dua konsep yang sering muncul
dalam kajian psikologi dan yang seringkali sulit dibedakan. Menurut
Oyserman (2012) antara identitas dan konsep diri sulit dipisahkan karena
keduanya memberikan jawaban mendasar terhadap pertayaan "Who am
I" and "Where do I belong". Secara inheren keduanya individual
(mengindividuasi) dan berkenaan dengan cara mempersepsi diri.

Rikson (dalam Steinberg, 2017) dikatakan bahwa periode remaja


merupakan masa yang paling kritis pada pembentukan identitas, bahkan
pencarian identitas menjadi tugas perkembangan yang utama.

3. Penggemar K-Pop seperti boyband misalnya, akan merepresentasikan


bagaimana perilaku member boyband yang menjadi idola mereka, dan
menggunakan bahasa-bahasa baik verbal maupun nonverbal yang
diketahui oleh sesama penggemar. Hal ini dijelaskan oleh Supratman &
Rafiqi (2016:1-9), penelitian mengenai kajian etnografi komunikasi pada
gaya berkomunikasi komunitas Hansamo Modern Dance Boys di kota
Bandung, menemukan bahwa terdapat gaya komunikasi verbal yang unik
pada komunitas ini dimana mereka menggunakan bahasa pangggilan
serta ungkapan bahasa korea dalam komunitas mereka saja

K-Popers menggunakan gaya komunikasi nonverbal yang berfungsi


sebagai simbol kekompakan, pengikat dengan komunitas, dan identitas
pembeda dengan komunitas pecinta musik korea lainnya.

C. FANATISME

Fanatisme merupakan sebuah keyakinan berlebihan terhadap suatu


objek fanatik yang ditunjukkan dengan aktivitas, antusia yang ekstrem,
keterikatan emosi, serta rasa cinta dan minat berlebihan dalam waktu yang
lama. (Elian ddk, 2018:62)

(McCudden, 2011:14) menyebutkan bahwa aktivitas penggemar KPOPERS


sebagai kegiatan utama yang relevan dengan aktivitas penggemar:

 Membuat Makna (Meaning Making)


Penggemar terlibat secara aktif dalam membuat makna dan
menginterpretasi dari teks media lalu menggabungkannya, sebagian atau
keseluruhan, dengan pengalaman dan emosi kehidupan dari penggemar
sendiri. “penonton sosial” (social viewers) yang merupakan individu yang
hanya mengonsumsi teks dan “penggemar” (fans) di mana penggemar
secara kolektif menafsirkan teks dalam berbagai cara, dan
menggunakannya untuk memahami dunia. Fiske (1992) menyebut jenis
pemaknaan ini sebagai “produktivitas semiotik.” Produktivitas
semiotik,menurut Fiske, mengacu pada proses penggunaan teks media
untuk membuat makna identitas sosial dan pengalaman sosial (dalam
McCudden, 2011:15).

Aktivitas KPOP seperti yang telah dijelaskan oleh McCudden bahwa


penggemar KPOP saat ini tidak hanya sebagai penikmat gambar, video,
dan teks media yang diunggah dimedia, namun juga dapat
meminterpretasikan dan membuat makna dari unggahan tersebut.
Interpretasi makna yang dibuat oleh fans KPOP berawal dari ketika idola
Korea mengunggah foto atau video di akun Instagram mereka. Dari
postingan yang diunggah idola korea tersebut, penggemar dapat
memberikan banyak makna dan interpretasi, seperti ketika salah satu
narasumber mengunggah koleksi gambar yang mereka ambil
(screenshoot) dari akun idolanya lalu mengunggahnya di akun pribadi
dengan memberiakan keterangan (caption) sesuai dengan pengalaman
serta suasana hati fans.

 Berbagi Makna (Meaning Sharing)


McCudden (2011:15) menjelaskan bahwa penggemar dapat
menggerakkan pikirannya mereka sendiri ke orang lain atau kedalam
ruang bersama dari komunitas penggemar. Hal ini merupakan tindakan
menggambil makna dari internal (dalam diri fans) dan membaginya ke
lingkungan eksternal.

Berbagi makna ini dapat terlihat dari

 Berburu (Poaching)
Fiske (1992) menyebutkan bahwa produksi tekstual mengacu pada
produksi teks yang diciptakan oleh penggemar (fanss).Fans secara pribadi
memilih teks yang akan di proses sebagai dasar pembuatan creative
project mengenai idola mereka atau yang disebut sebagai produktivitas
tekstual. Jenkins (1992) merinci proses dalam produktivitas tektualbahwa
fans mencontoh atau mengambil sebuah teks, menggunakan potongan
teks tersebut untuk membuat cerita, dan menjadi ide kreasi mereka. Teks
tersebut dapat berupa naskah televisi atau film, atau lirik lagu dari band
tertentu, dan menggunakannya sebagai landasan untuk kegiatan kreatif
mereka sendiri (dalam McCudden, 2011:17).

Bentuk dari berburu (poaching) ini berupa aktivitas mencari sebanyak


mungkin semua informasi mengenai segala tentang idola dari bagaimana
kehidupan pribadi mereka, apa makanan dan minuman favoritnya,
playlist lagu favoritnya, foto terbaru mereka, dan semua hal yang
berkaitan dengan kesenangan dari idola mereka.

 Mengumpulkan (Collecting)
Selain membuat makna, berbagi makna, dan berburu, mengumpulkan
adalah bentuk keempat dari aktivitas yang dilakukan oleh penggemar
(fanss). Pengumpulan dalam hal ini adalah praktik mengumpulkan
barang-barang tertentu yang terkait dengan objek fandom yang digemari.
Bagi penggemar, mengumpulkan sebanyak mungkin koleksi merchandise
adalah menjadi sebuat tolak ukur koleksi penggemar, bukan dilihat dari
nilai barang secara individu (Mc Cudden, 2011:21).
 Membangun Pengetahuan (Knowledge Building)
McCudden (2011:21) menyebutkan kegiatan terakhir menjadi penggemar
(fans) adalah membangun pengetahuan. Penggemar berusaha
mengumpulkan pengetahuan mereka tentang objek yang menjadi fokus
kegemaran.Pengetahuan dapat diambil dari berbagai bentuk tergantung
pada jenis objek yang digemari dan preferensi individu dalam komunitas
maupun sub-komunitas didalamnya. Kekuatan dari budaya penggemar
berasal dari kekuatan pengetahuan yang dimiliki oleh penggemar tentang
sejarah objek yang dikagumi.

D. DAMPAK

Kefanatikan KPOP di Indonesia menimbulkan dampak bagi generasi muda


di Indonesia. Dampak pertama adalah kerugian bagi diri mereka sendiri yang
menjadi konsumtif dan melebih-lebihkan sesuatu dalam segala hal. Dampak
kedua adalah kerugian bagi orang-orang disekitarnya seperti keluarga dan
teman yang terpengaruh atau menjadi pelampiasan dari aktivitas
kefanatikan yang dilakukan para KPOP.

 Dampak dari strategi komoditas produsen budaya K-Pop. Komoditas


mengondisikan masyarakat sedemikian rupa dengan media budaya pop
dan budaya massa agar membentuk pola perilaku yang konsumtif dan itu
akan menguntungkan bagi kaum komoditas.

 Perubahan konsep diri (Sobur, dkk., 2018: 414- 422) Transformasi konsep
diri maskulin menjadi feminin; (2) transformasi konsep diri introvert
menjadi ekstrovert; dan (3) transformasi dari konsep diri yang berpikiran
tertutup menjadi pikiran terbuka yang menghargai pendapat orang lain.

 Memiliki kesulitan dalam mengendalikan perilaku dan emosi ketika ada


seseorang yang mengejek sang idola; K-popers mampu mengolah
informasi yang didapat tentang idola dengan bijak; dan bahwa K-Popers
lebih mementingkan K-Pop dibandingkan dengan urusan lain. Subjek juga
bertindak tidak disiplin dan mengabaikan keselamatan ketika menghadiri
acara K-Pop hingga larut malam.
E. CONTOH KASUS

Konsep diri terbentuk dari proses belajar, dan dari faktor lingkungan
hal ini juga yang ditemukan di SMA Negeri 13 Surabaya yang konsep dirinya
terpengaruh dari lingkungan, adanya budaya korea yang masuk diindonesia
dan masuk dikalangan remaja siswa yang awalnya belum mengerti tentang
budaya korea bahwa konsep diri dapat mempengaruhi siswa. Terdapat siswa
yang menyukai musik korea dan menirukan bahasa korea dan ini didukung
pernyataan dari guru Bk bahwa siswa sedang menggemari artis korea
khususnya budaya korea salah satunya yaitu musik K-Pop. Hal ini dapat
menunjang bahwa budaya korea khususnya musikk-pop sedang di gemari
oleh para remaja. Kegemaran budaya korea akan mengganggu kepribadian
siswa, Budaya Korea sangat di nikmati dikalangan remaja hal ini dapat
dibuktikan pada drama “Winter Sonata” menjadi bukti bahwa Pop culture
Korea bisa disukai hingga mancanegara (Hong, 2014). Fenomena Korean Pop
tidak akan Berjaya seperti sekarang jika bukan karena basis penggemarnya.
Dalam waktu yang singkat sudah terdapat ratusan, ribuan, bahkan jutaan
penggemar Korean Pop. Seperti yang tercatat pada Korean Culture and
Information Service (2010), terdapat 793.574.005 total penggemar yang
menyaksikan music videos di Youtube.

Salah satu dampak dari masuknya K-Pop terhadap perubahan


penampilan remaja di Indonesia dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan
oleh Meidita (2013) yang mengungkapkan bahwa munculnya perilaku centil
dan terang-terangan seperti pada kebanyakan anggota grup band dalam
grup Korea tersebut. Persepsi tentang K-Pop yang berkembang terutama
berdampak pada kekhawatiran orang tuanya itu terjadinya perubahan fisik
seperti memakai pemutih instan dan obat-obatan yang dapat menunjang
penampilan seperti artis idola mereka, memakai baju yang terlalu seksi, laki-
laki yang menyerupai perempuan seperti laki-laki yang suka berdandan
layaknya perempuan, laki-laki yang menari yang menggambarkan laki-laki
tidak maskulin. Ini dimuat dalam jurnal penelitian Citra Rosalyn Anwar tahun
2018 yang berjudul Studi Interaksi Simbolik K-Popers di Makassar.
Berdasarkan rangkaian diatas maka dapat diketahui dalam membentuk
konsep diri seseorang dapat dibentuk melalui budaya, sehingga penelitian ini
akan melihat gambaran konsep diri siswa SMA Negeri 13 Surabaya, ini
ditunjang dengan peryataan (Bums, 1993) Konsep diri berkembang melalui
identifikasi figure lekat dalam keluarga dan sekolah. Dalam hal ini peneliti
ingin meninjau perbedaan konsep diri remaja pengemar K-pop yang ada di
SMA Negeri 13 Surbaya.
ANALISA
Dari hasil data diatas bisa disimpulkan bahwa pengaruh budaya asing
dapat mudah sekali menjangkit generasi belia atau remaja di usia 17 -22 tahun
karena pada masa ini para remaja sedang dalam masa transisi peralihan emosi
dan pencarian jati diri sehingga pengaruh budaya tertentu bisa menjadi dasar
acuan pembentukan identitas pribadinya. Para remaja dalam pencariannya akan
mencoba banyak hal baru. Dampak yang dihasilkan adalah identitas asli yang
hilang, mengakui kebudayaan luar, fanatic, kekerasan verbal, perubahan tingkah
laku, perubahan sikap, perubahan tampilan fisik. Ketidak seimbangan
emosional.

KESIMPULAN
Banyak budaya asli Indonesia yang patut dihargai dan dibanggakan.
Melalui media sosial, budaya asli Indonesia akan lebih mudah diperlihatkan dan
dijadikan contoh yang baik bagi masyarakat Indonesia di setiap daerah. Dengan
keberagaman budaya yang ada, Indonesia akan terlihat sebagai negara yang
penuh dengan rasa dan warna. Bahkan budaya di Indonesia memungkinkan
tersebar ke berbagai negara di dunia. Namun yang terjadi malah sebaliknya,
budaya luar masuk ke Indonesia dan memberi dampak yang buruk hingga
merubah kualitas generasi muda.

Perilaku fanatisme KPOP dalam segala sesuatu tidak hanya dilihat dari
sejauh mana dan berapa lama menjalani aktivitasnya sebagai KPOP, namun
terlihat dari bagaimana mereke merespon informasi yang tidak nyata (HOAX)
dan segala bentuk berita negative idola mereka. Bentuk dari perilaku fanatisme
KPOP ditunjukkan dari bagaimana mereka memberi makna dengan
menginterpretasikan unggahan idola di media sosial sesuai dengan emosi dan
pengalamannya serta berbagi makna dengan penggemar lainnya. Salah satu
bentuk dampak yang merugikan adalah konsumtif dalam bentuk apapun demi
idolanya, seperti mengumpulkan merchandise, membeli tiket untuk menonton
konser secara langsung, bahkan untuk menyewa kamar hotel yang sama dengan
idola demi bertemu langsung dihadapannya.
Perilaku fanatisme dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya
media sosial. Namun bagaimanapun, media sosial tidak bisa dijadikan alasan
sebagai penyebab budaya asing masuk, karena memang media sosial mutlak
bersifat publik dimana semua orang bisa mengakses dan menikmatinya. Salah
satu bentuk penyegahan dan antisipasi agar budaya asing tidak masuk di
Indonesia adalah kesadaran diri sendiri. Baik buruknya media, tergantung
kepada pengguna yang menggunakannya. Tidak hanya tentang budaya dan
kefanatikan KPOP, namun segala hal yang bersifat publik pasti memiliki dampak
baik dan buruk. Dengan demikian, budaya di Indonesia harus lebih ditonjolkan
sesuai dengan trend generasi muda agar lebih banyak yang tertarik. Padahal,
budaya di Indonsia merupakan suatu hal yang baik dan tidak memberikan
dampak yang buruk. Hanya saja, budaya modern yang muncul tidak mampu
menyesuaikan budaya lama yang begitu bersih dan murni. Semua tergantung
kepada kepribadian masing-masing dalam mengambil baik buruknya suatu
budaya.
DAFTAR PUSTAKA

 Jurnal Penelitian 1:
KONSEP DIRI REMAJA DITINJAU DARI KEGEMARANNYA TERHADAP MUSIK
POP KOREA (KOREAN POP)
Talitha Kartika
FIP - Universitas Negeri Surabaya

 Jurnal Penelitian 2:
FANATISME PENGGENMAR KPOP DALAM BERMEDIA SOSIAL DI INSTAGRAM
Asfira Rachmad Rinata, Sulih Indra Dewi
SIKOM - Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

 Jurnal Penelitian 3:
EFEK KETERGANTUNGAN REMAJA K-POPERS TERHADAP MEDIA SOSIAL DI
KOTA PALU
Muhammad Khairil, Muhammad Isa Yusaputra, Nikmatusholeha
FISIP - Universitas Tadulako

 Jurnal Penelitian 4:
DAMPAK KONSUMERISME BUDAYA KOREA (KPOP) DI KALANGAN
MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Dzakkiyah Nisrina, Incka Aprillia Widodo, Indah Bunga Larassari, Fikri Rahmaji
FIS - Universitas Negeri Malang

 Jurnal Penelitian 5:
DINAMIKA PSIKOLOGIS FANGIRL K-POP
Sandy Agum Gumel, Risa Almaida, Adinda Azmi Laksmiwati

Anda mungkin juga menyukai