2 » Saat ini remaja di Indonesia » Saat ini remaja di Indonesia sedang DESKRIPSI TEKS
sedang terserang wabah terserang wabah demam K-POP.
demam K-POP. Mulai dari musik, film, acara serial
TV (drama Korea), fashion, hingga
makanan atau kerajinan. Merasuknya
K-POP telah terjadi sejak dua hingga
tahun yang lalu. Bermula dari
ditayangkannya serial “Boys Before
Flowers” d sebuah stasiun TV swasta
pada tahun 2009 silam, drama yang
dibintangi aktor tampan ternama
bernama Lee Min Ho ini menjadi
gerbang bagi masuknya berbagai
macam budaya khas Negeri
Gingseng. Para penikmat drama
tersebut mulai tertarik untuk lebih
jauh lagi mempelajari seluk beluk
tentang Korea. Tidak hanya drama
Korea yang menarik perhatian remaja
Indonesia, tetapi juga kehadiran
boyband dan girlband Korea yang
mengusung konsep idol dengan wajah
tampan dan cantik dimana mereka
bernyanyi sambil menari telah
menghipnotis remaja khususnya
remaja putri. K-POP pun berkembang
layaknya jamur di musim hujan.
Mereka yang pada awalnya menyukai
jenis musik pop dari band-band lokal
Indonesia ataupun penikmat musik
dari Barat (Hollywood), mulai
berpindah haluan ke musik K-
POP.Konsep boyband dan girlband
Korea yang lain dari musisi pada
umumnya, telah memberikan warna
tersendiri bagi para penggemarnya.
» Mereka yang menyukai boyband atau
girlband tertentu, mulai
mengumpulkan berbagai pernak-
pernik yang berkaitan dengan artis
idolanya. Mereka bahkan tak segan
mengeluarkan uang hingga ratusan
» Mereka yang menyukai ribu hingga jutaan rupiah demi
boyband atau girlband membeli merchandise resmi berupa
tertentu, mulai album official, poster, lightstick, dan
mengumpulkan berbagai lain sebagainya. Kpoper (sebutan bagi
pernak-pernik yang penggemar musik K-POP) yang
berkaitan dengan artis fanatik mulai menirukan gaya
idolanya. berpakaian, gaya bicara, dan
serentetan hal kecil lainnya yang
dilakukan idola mereka. Mereka tidak
malu melakukan hal itu meskipun
pada akhirnya tidak cocok dengan diri
mereka sendiri karena pada dasarnya
ada beberapa unsur dari budaya K-
POP yang tidak sesuai dengan budaya
timur di Indonesia.Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut diatas,
penulis ingin meneliti sejauh mana
budaya K-POP telah merasuk ke
Indonesia khususnya di kota
Surakarta, dan apakah maraknya
budaya K-POP ini telah merubah
gaya hidup serta perilaku para
penggemarnya yang mayoritas
remaja.
» Demam K-POP melanda dunia tak
luput juga Indonesia.Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan
beberapa narasumber, didapatkan
suatu konfirmasi bahwa daya tarik
utama dari K-POP adalah musik K-
POP itu sendiri beserta gerakan
dancenya. Oleh sebab itu, sekarang
dapat kita jumpai banyak sekali
remaja-remaja yang mencoba untuk
mengikuti gerakan dance boyband
atau girlband Korea, hal itu biasa
» Demam K-POP melanda disebut dengan cover dance. Jika
dunia tak luput juga sebuah boyband atau girlband merilis
Indonesia. album baru beserta music video maka
dalam hitungan minggu atau bahkan
hari akan muncul pula video-video
cover dance dari para fans boyband
dan girlband tersebut. Memang
kecintaan pada sesuatu hal akan
cenderung membuat seseorang
meniru apa yang dicintainya tersebut,
bahkan rela mempelajari hal baru
demi lebih mendalaminya.Contoh
nyata dari hal tersebut adalah Debby,
remaja berusia 17 tahun yang
bergabung dalam komunitas dance
modern K-POP karena kecintaannya
akan musik K-POP.“Aku ikut
komunitas dance modern K-POP, di
sana aku belajar dance, dimana aku
mendapatkan manfaat antara lain
aku bisa mendapatkan inspirasi, ilmu
tentang dance yang lebih baik dan
dapat mengikuti dance masa
kini.”Rosy yang mengaku menyukai
Super Junior dan 2NE1 mengatakan
hal yang senada tentang musik K-
POP yang unik:“Beatnya lebih dapet
dan sangat membantu untuk latihan
dance dan menghilangkan
stress.”Tidak hanya menirukan apa
yang idola lakukan, berdasarkan
observasi yang penulis lakukan pada
sebuah kelompok penggemar
boyband K-POP (fandom) kecintaan
mereka pada idola mereka bahkan
terkadang sampai pada suatu tahap
yang mungkin bagi orang awam
dianggap ‘terlalu berlebihan’. Hal ini
dikarenakan para Kpoper tersebut
suka berimajinasi tentang idolanya
dan menuliskannya dalam bentuk
fanfiction, yaitu suatu karya fiksi
serupa cerpen yang menggunakan
idola K-POP sebagai tokohnya.
Sebenarnya fanfiction ini sama
seperti karya fiksi lainnya seperti
cerpen, flashfiction, dan novel; hanya
yang membedakannya ialah pada
tokohnya dan setting tempat yang
mayoritas memakai latar Korea
Selatan dan tak jarang pula terselip
kata-kata dengan bahasa Korea. Tidak
hanya mereka yang suka ngedance
yang membuat komunitas cover
dance, para penulis fanfiction pun
memiliki perkumpulannya sendiri
untuk saling bertukar karya yang
biasanya karya mereka tersebut
ditampung dalam sebuah blog khusus.
Salah seorang narasumber yang
bernama Naomi adalah salah satu
contoh Kpoper yang tergabung dalam
komunitas penulis fanfiction tersebut,
selain juga ia tergabung dalam grup
cover dance K-POP.“Aku ikut
komunitas dance cover K-POP dan
komunitas penulis fanfiction K-POP.
Di masing-masing komunitas aku
belajar dance dan menulis fiksi
tentang idola K-POP. Manfaatnya
jadi punya temen baru yang punya
kegemaran yang sama, tambah
pengetahuan tentang menulis dan
fashion juga serba-serbi tentang
Korea Selatan.”Dari penjelasan
tersebut di atas, dapat diketahui
beberapa manfaat positif musik K-
POP. Seorang Kpoper yang tergabung
dalam komunitas cover dance
misalnya, selain ia bisa bertemu
dengan sesama penyuka dance K-
POP ia juga bisa belajar teknik-teknik
dance baru yang belum diketahuinya.
Begitu halnya dengan komunitas
penulis fanfiction, mereka yang
tergabung dalam komunitas ini
memiliki wadah untuk menuangkan
imajinasi dan daya kreasi dalam
bidang tulis menulis dan bahkan tak
sedikit dari mereka yang berhasil
menerbitkan novel hasil tulisannya
sendiri, yang tentunya bertemakan
Korea.Namun, segala sesuatunya
pasti memiliki sisi positif dan juga
negatif.
» Kegemaran akan musik K-POP pun
membawa dampak negatif bagi
penggemarnya. Penggemar K-POP
yang tergabung dalam suatu fandom
akan memiliki perasaan in-group
yang tinggi terhadap sesama anggota
fandom tersebut. Bila terjadi suatu
‘serangan’ dari fandom lain, mereka
tak segan-segan menyerang kubu
lawan lewat cacian serta makian,
bahkan dalam tahap yang ekstrem
bisa terjadi penyerangan fisik.
Namun, pada umumnya perkelahian
antar kelompok penggemar K-POP
ini terjadi dunia maya. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat W.G. Sumner
bahwa perasaan in-group didasari
oleh suatu sikap yang dinamakan
etnosentris, yaitu adanya anggapan
bahwa kebiasaan dalam kelompoknya
merupakan yang terbaik dibanding
dengan kelompok lainnya.Pada
umumnya, penggemar K-POP akan
menunjukkan suatu perubahan yang
mendasar pada perilaku serta gaya
hidupnya dibanding saat sebelum dia
mengenal K-POP. Penulis yang
melakukan observasi partisipasi
langsung dengan sebuah fandom
besar yakni ELF (penggemar Super
Junior), menemukan fakta bahwa
Kpoper yang mayoritas berasal dari
golongan menengah ke bawah akan
menabung uang sakunya demi
» Kegemaran akan musik K- membeli segala sesuatu yang
POP pun membawa dampak berhubungan dengan idolanya, seperti
negatif bagi penggemarnya. album resmi, photobook, bahkan tiket
konser yang harganya jutaan. Mereka
mengaku melakukan itu demi rasa
cintanya terhadap idolanya. Selain itu
kebanyakan Kpoper (meski tidak
terlalu fasih) menguasai bahasa
Korea, bahkan bisa menulis dan
membaca aksara Korea (hangeul),
yang mereka pelajari secara otodidak.
» Sebegitu besarnya pengaruh K-POP
hingga terkadang membuat
penggemarnya kehilangan jati
dirinya. K-POP sendiri di negeri
asalnya merupakan suatu produk
industri entertainment yang
(sepertinya) menjadi penyumbang
devisa terbesar bagi perekonomian
negara. Negara Korea Selatan
memang terkenal dengan sistem
ekonomi kapitalisnya. Dan hal itu
tercermin pula dalam dunia
entertainment mereka. Mungkin bagi
orang awam artis K-POP sama seperti
selebriti di Indonesia, namun
sebenarnya mereka tidak lebih dari
sekedar alat para kapitalis untuk
memproduksi suatu produk budaya
yang mereka sebut budaya K-POP.
Artis K-POP layaknya ‘budak’ yang
harus bekerja keras yang tak jarang
hal itu harus mengorbankan seluruh
waktunya, keringat di tubuhnya,
bahkan mereka mengorbankan setiap
luka yang didapatnya dari setiap
latihan. Tak heran jika kita sering
menemui kasus artis K-POP yang
bunuh diri, hal itu terjadi karena
memang dunia hiburan di Korea itu
keras.
» Sedangkan untuk penggemar K-POP
yang tidak bijak mereka telah menjadi
korban kapitalis, dimana mereka telah
terjebak dalam keinginan semu,
membeli segala hal tentang artis
idolanya yang sebenarnya barang-
barang tersebut tidak terlalu mereka
butuhkan. Hal ini sesuai dengan
konsep Mazhab Frankfurt mengenai
industri budaya, yaitu suatu kondisi
dimana budaya membentuk selera
dan kecenderungan massa, sehingga
mencetak kesadaran mereka dengan
» Sebegitu besarnya pengaruh cara menanamkan keinginan mereka
K-POP hingga terkadang atas kebutuhan-kebutuhan palsu.
membuat penggemarnya
kehilangan jati dirinya. » Demikian halnya dengan budaya K-
POP yang telah tersebar ke seluruh
penjuru dunia, industri kapitalis
Korea menciptakan suatu kondisi
dimana para penggemar harus
membeli setiap produk yang
dihasilkan oleh idola mereka. Dan
sayangnya, para penggemar ini rela-
rela saja menghabiskan uang mereka
untuk membeli barang-barang yang
tidak diperlukannya. Sama seperti
yang penulis dapatkan saat
mengobservasi kelompok penggemar
K-POP, dalam hal menonton konser
K-POP contohnya, para fans setia
boyband atau girlband rela menabung
berbulan-bulan hanya demi menonton
konser yang hanya berlangsung dua
hingga tiga jam. Bahkan ada juga fans
yang mendedikasikan dirinya untuk
menjadi admin fansite atau stalker,
dimana kegiatannya hanyalah
mengikuti kemanapun sang idola
pergi. Tentu hal ini menjadi
keprihatinan tersendiri mengingat
mayoritas Kpoper masih berada di
usia remaja.
» Penulis menemukan fakta menarik
mengenai pergaulan remaja Kpoper
ini. Mayoritas mereka lebih sering
» Sedangkan untuk penggemar berkomunikasi dengan sesama
K-POP yang tidak bijak Kpoper melalui media sosial, hal
mereka telah menjadi korban tersebut berdampak positif karena
kapitalis, dimana mereka mereka bisa terhindar dari pergaulan
telah terjebak dalam bebas dan tawuran pelajar. Selain itu,
keinginan semu, membeli mereka juga bisa belajar bahasa asing
segala hal tentang artis jika memiliki teman yang dari luar
idolanya yang sebenarnya negeri. Namun, di sisi lain hal
barang-barang tersebut tidak tersebut juga menyebabkan mereka
terlalu mereka butuhkan. menjadi lebih individualis dan
cenderung tertutup atau bahkan apatis
akan keadaan sekitarnya.
3 » Dari hasil penelitian yang » Dari hasil penelitian yang telah PENEGASAN
telah penulis jabarkan di atas penulis jabarkan di atas dapat diambil ULANG
dapat diambil kesimpulan kesimpulan bahwa demam K-POP
bahwa demam K-POP telah telah merambah hingga ke berbagai
merambah hingga ke sektor, mulai dari musik, fashion,
berbagai sektor, mulai dari hingga ke tingkah laku remajanya.
musik, fashion, hingga ke Budaya K-POP secara tidak langsung
tingkah laku remajanya. telah merubah perilaku dan gaya
hidup remaja, di sisi positif mereka
bisa mengembangkan diri melalui
komunitas-komunitas penggemar K-
POP namun dampak negatifnya
mereka jadi individualis dan
cenderung konsumtif, meski dalam
tahap yang bisa dikendalikan.
2 DESKRIPSI TEKS Saat ini remaja di Indonesia sedang terserang wabah demam K-POP. Mulai
dari musik, film, acara serial TV (drama Korea), fashion, hingga makanan atau
kerajinan. Merasuknya K-POP telah terjadi sejak dua hingga tahun yang lalu.
Bermula dari ditayangkannya serial “Boys Before Flowers” d sebuah stasiun
TV swasta pada tahun 2009 silam, drama yang dibintangi aktor tampan
ternama bernama Lee Min Ho ini menjadi gerbang bagi masuknya berbagai
macam budaya khas Negeri Gingseng. Para penikmat drama tersebut mulai
tertarik untuk lebih jauh lagi mempelajari seluk beluk tentang Korea. Tidak
hanya drama Korea yang menarik perhatian remaja Indonesia, tetapi juga
kehadiran boyband dan girlband Korea yang mengusung konsep idol dengan
wajah tampan dan cantik dimana mereka bernyanyi sambil menari telah
menghipnotis remaja khususnya remaja putri. K-POP pun berkembang
layaknya jamur di musim hujan. Mereka yang pada awalnya menyukai jenis
musik pop dari band-band lokal Indonesia ataupun penikmat musik dari Barat
(Hollywood), mulai berpindah haluan ke musik K-POP.Konsep boyband dan
girlband Korea yang lain dari musisi pada umumnya, telah memberikan warna
tersendiri bagi para penggemarnya.
Mereka yang menyukai boyband atau girlband tertentu, mulai
mengumpulkan berbagai pernak-pernik yang berkaitan dengan artis idolanya.
Mereka bahkan tak segan mengeluarkan uang hingga ratusan ribu hingga
jutaan rupiah demi membeli merchandise resmi berupa album official, poster,
lightstick, dan lain sebagainya. Kpoper (sebutan bagi penggemar musik K-
POP) yang fanatik mulai menirukan gaya berpakaian, gaya bicara, dan
serentetan hal kecil lainnya yang dilakukan idola mereka. Mereka tidak malu
melakukan hal itu meskipun pada akhirnya tidak cocok dengan diri mereka
sendiri karena pada dasarnya ada beberapa unsur dari budaya K-POP yang
tidak sesuai dengan budaya timur di Indonesia.Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut diatas, penulis ingin meneliti sejauh mana budaya K-POP
telah merasuk ke Indonesia khususnya di kota Surakarta, dan apakah maraknya
budaya K-POP ini telah merubah gaya hidup serta perilaku para penggemarnya
yang mayoritas remaja.
Demam K-POP melanda dunia tak luput juga Indonesia.Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan beberapa narasumber, didapatkan suatu konfirmasi
bahwa daya tarik utama dari K-POP adalah musik K-POP itu sendiri beserta
gerakan dancenya. Oleh sebab itu, sekarang dapat kita jumpai banyak sekali
remaja-remaja yang mencoba untuk mengikuti gerakan dance boyband atau
girlband Korea, hal itu biasa disebut dengan cover dance. Jika sebuah boyband
atau girlband merilis album baru beserta music video maka dalam hitungan
minggu atau bahkan hari akan muncul pula video-video cover dance dari para
fans boyband dan girlband tersebut. Memang kecintaan pada sesuatu hal akan
cenderung membuat seseorang meniru apa yang dicintainya tersebut, bahkan
rela mempelajari hal baru demi lebih mendalaminya.Contoh nyata dari hal
tersebut adalah Debby, remaja berusia 17 tahun yang bergabung dalam
komunitas dance modern K-POP karena kecintaannya akan musik K-
POP.“Aku ikut komunitas dance modern K-POP, di sana aku belajar dance,
dimana aku mendapatkan manfaat antara lain aku bisa mendapatkan inspirasi,
ilmu tentang dance yang lebih baik dan dapat mengikuti dance masa
kini.”Rosy yang mengaku menyukai Super Junior dan 2NE1 mengatakan hal
yang senada tentang musik K-POP yang unik:“Beatnya lebih dapet dan sangat
membantu untuk latihan dance dan menghilangkan stress.”Tidak hanya
menirukan apa yang idola lakukan, berdasarkan observasi yang penulis
lakukan pada sebuah kelompok penggemar boyband K-POP (fandom)
kecintaan mereka pada idola mereka bahkan terkadang sampai pada suatu
tahap yang mungkin bagi orang awam dianggap ‘terlalu berlebihan’. Hal ini
dikarenakan para Kpoper tersebut suka berimajinasi tentang idolanya dan
menuliskannya dalam bentuk fanfiction, yaitu suatu karya fiksi serupa cerpen
yang menggunakan idola K-POP sebagai tokohnya. Sebenarnya fanfiction ini
sama seperti karya fiksi lainnya seperti cerpen, flashfiction, dan novel; hanya
yang membedakannya ialah pada tokohnya dan setting tempat yang mayoritas
memakai latar Korea Selatan dan tak jarang pula terselip kata-kata dengan
bahasa Korea. Tidak hanya mereka yang suka ngedance yang membuat
komunitas cover dance, para penulis fanfiction pun memiliki perkumpulannya
sendiri untuk saling bertukar karya yang biasanya karya mereka tersebut
ditampung dalam sebuah blog khusus. Salah seorang narasumber yang
bernama Naomi adalah salah satu contoh Kpoper yang tergabung dalam
komunitas penulis fanfiction tersebut, selain juga ia tergabung dalam grup
cover dance K-POP.“Aku ikut komunitas dance cover K-POP dan komunitas
penulis fanfiction K-POP. Di masing-masing komunitas aku belajar dance dan
menulis fiksi tentang idola K-POP. Manfaatnya jadi punya temen baru yang
punya kegemaran yang sama, tambah pengetahuan tentang menulis dan
fashion juga serba-serbi tentang Korea Selatan.”Dari penjelasan tersebut di
atas, dapat diketahui beberapa manfaat positif musik K-POP. Seorang Kpoper
yang tergabung dalam komunitas cover dance misalnya, selain ia bisa bertemu
dengan sesama penyuka dance K-POP ia juga bisa belajar teknik-teknik dance
baru yang belum diketahuinya. Begitu halnya dengan komunitas penulis
fanfiction, mereka yang tergabung dalam komunitas ini memiliki wadah untuk
menuangkan imajinasi dan daya kreasi dalam bidang tulis menulis dan bahkan
tak sedikit dari mereka yang berhasil menerbitkan novel hasil tulisannya
sendiri, yang tentunya bertemakan Korea.Namun, segala sesuatunya pasti
memiliki sisi positif dan juga negatif.
Kegemaran akan musik K-POP pun membawa dampak negatif bagi
penggemarnya. Penggemar K-POP yang tergabung dalam suatu fandom akan
memiliki perasaan in-group yang tinggi terhadap sesama anggota fandom
tersebut. Bila terjadi suatu ‘serangan’ dari fandom lain, mereka tak segan-
segan menyerang kubu lawan lewat cacian serta makian, bahkan dalam tahap
yang ekstrem bisa terjadi penyerangan fisik. Namun, pada umumnya
perkelahian antar kelompok penggemar K-POP ini terjadi dunia maya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat W.G. Sumner bahwa perasaan in-group
didasari oleh suatu sikap yang dinamakan etnosentris, yaitu adanya anggapan
bahwa kebiasaan dalam kelompoknya merupakan yang terbaik dibanding
dengan kelompok lainnya.Pada umumnya, penggemar K-POP akan
menunjukkan suatu perubahan yang mendasar pada perilaku serta gaya
hidupnya dibanding saat sebelum dia mengenal K-POP. Penulis yang
melakukan observasi partisipasi langsung dengan sebuah fandom besar yakni
ELF (penggemar Super Junior), menemukan fakta bahwa Kpoper yang
mayoritas berasal dari golongan menengah ke bawah akan menabung uang
sakunya demi membeli segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya,
seperti album resmi, photobook, bahkan tiket konser yang harganya jutaan.
Mereka mengaku melakukan itu demi rasa cintanya terhadap idolanya. Selain
itu kebanyakan Kpoper (meski tidak terlalu fasih) menguasai bahasa Korea,
bahkan bisa menulis dan membaca aksara Korea (hangeul), yang mereka
pelajari secara otodidak.
Sebegitu besarnya pengaruh K-POP hingga terkadang membuat
penggemarnya kehilangan jati dirinya. K-POP sendiri di negeri asalnya
merupakan suatu produk industri entertainment yang (sepertinya) menjadi
penyumbang devisa terbesar bagi perekonomian negara. Negara Korea Selatan
memang terkenal dengan sistem ekonomi kapitalisnya. Dan hal itu tercermin
pula dalam dunia entertainment mereka. Mungkin bagi orang awam artis K-
POP sama seperti selebriti di Indonesia, namun sebenarnya mereka tidak lebih
dari sekedar alat para kapitalis untuk memproduksi suatu produk budaya yang
mereka sebut budaya K-POP. Artis K-POP layaknya ‘budak’ yang harus
bekerja keras yang tak jarang hal itu harus mengorbankan seluruh waktunya,
keringat di tubuhnya, bahkan mereka mengorbankan setiap luka yang
didapatnya dari setiap latihan. Tak heran jika kita sering menemui kasus artis
K-POP yang bunuh diri, hal itu terjadi karena memang dunia hiburan di Korea
itu keras.
Sedangkan untuk penggemar K-POP yang tidak bijak mereka telah menjadi
korban kapitalis, dimana mereka telah terjebak dalam keinginan semu,
membeli segala hal tentang artis idolanya yang sebenarnya barang-barang
tersebut tidak terlalu mereka butuhkan. Hal ini sesuai dengan konsep Mazhab
Frankfurt mengenai industri budaya, yaitu suatu kondisi dimana budaya
membentuk selera dan kecenderungan massa, sehingga mencetak kesadaran
mereka dengan cara menanamkan keinginan mereka atas kebutuhan-kebutuhan
palsu.
Demikian halnya dengan budaya K-POP yang telah tersebar ke seluruh
penjuru dunia, industri kapitalis Korea menciptakan suatu kondisi dimana para
penggemar harus membeli setiap produk yang dihasilkan oleh idola mereka.
Dan sayangnya, para penggemar ini rela-rela saja menghabiskan uang mereka
untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukannya. Sama seperti yang
penulis dapatkan saat mengobservasi kelompok penggemar K-POP, dalam hal
menonton konser K-POP contohnya, para fans setia boyband atau girlband rela
menabung berbulan-bulan hanya demi menonton konser yang hanya
berlangsung dua hingga tiga jam. Bahkan ada juga fans yang mendedikasikan
dirinya untuk menjadi admin fansite atau stalker, dimana kegiatannya hanyalah
mengikuti kemanapun sang idola pergi. Tentu hal ini menjadi keprihatinan
tersendiri mengingat mayoritas Kpoper masih berada di usia remaja.
Penulis menemukan fakta menarik mengenai pergaulan remaja Kpoper ini.
Mayoritas mereka lebih sering berkomunikasi dengan sesama Kpoper melalui
media sosial, hal tersebut berdampak positif karena mereka bisa terhindar dari
pergaulan bebas dan tawuran pelajar. Selain itu, mereka juga bisa belajar
bahasa asing jika memiliki teman yang dari luar negeri. Namun, di sisi lain hal
tersebut juga menyebabkan mereka menjadi lebih individualis dan cenderung
tertutup atau bahkan apatis akan keadaan sekitarnya.
3 PENEGASAN Dari hasil penelitian yang telah penulis jabarkan di atas dapat diambil
ULANG kesimpulan bahwa demam K-POP telah merambah hingga ke berbagai sektor,
mulai dari musik, fashion, hingga ke tingkah laku remajanya. Budaya K-POP
secara tidak langsung telah merubah perilaku dan gaya hidup remaja, di sisi
positif mereka bisa mengembangkan diri melalui komunitas-komunitas
penggemar K-POP namun dampak negatifnya mereka jadi individualis dan
cenderung konsumtif, meski dalam tahap yang bisa dikendalikan.