Anda di halaman 1dari 3

Budaya Pop dan Pengaruhnya Terhadap Keidentitasan.

oleh Noval Auliya Fikri


1201010056

Belakang ini, muncul suatu trend yang dinamakan sebagai korean wave atau hallyu1 .
Fenomena tersebut menggambarkan suatu pengaruh secara besar-besaran yang disebarkan
lewat media mainstream untuk menyebarkan suatu pengaruh—baik itu nilai-nilai, ideologi,
atau paham—dari negara Korea dengan cara masuk pada ruang-ruang yang biasanya identik
dengan generasi remaja atau biasa disebut dengan budaya populer.2

Gejala ke-korea-korea-an tengah menjadi suatu hal yang marak di kalangan remaja,
lihat saja bagaimana masif dan militannya para penggermar boyband seperti BTS arau EXO
yang berasal dari Korea. Contoh lainnya adalah bagaimana seri drama Korea digandrungi di
mana-mana, cukup mudah kiranya untuk kita bertanya pada anak muda mengenai drama
Korea yang berjudul Squid Game atau Its Okat not to be Okay dibanding bertanya mengenai
siapakah menteri keungan atau perikanan saat ini.

Beberapa contoh di atas kiranya menjadi suatu fakta yang tak terelakkan bahwa dengan
dukungan media massa, budaya populer dapat menjadi suatu kekuatan yang dapat
memengaruhi fungsi perilaku dan identitas seseorang bahkan massa yang lebih banyak dalam
menjalani kehidupan ini. Maka menjadi sangat penting kiranya untuk kita dapat meneliti dan
meninjau ulang fenomena budaya populer dan juga pengaruhnya terhadap fungsi
keidentitasan kita sebagai individu yang hidup di dalam suatu masyarakat.

Hal ini menjadi menarik kitanya untuk kita teliti lebih lanjut, namun sebelum beranjak
jauh pada persoalan yang paling mendasar dari fenomena ini, ada dua hal yang mesti kita
ketahui terlebih dahulu yakni: globalisasi dan juga budaya populer. Pengetahuan akan dua hal
tersebut menjadi penting karena dalam membicarkan budaya populer dalam pengaruhnya
terhadap persoalan keidentitasan tentu tidak terlepas dengan yang dinamakan sebagai
globalisasi dan budaya populer itu sendiri.

Globalisasi sendiri jika mengutip pada perkataan Giddens adalah suatu konsekuensi
pasti dari modernitas, lebih lanjut lagi bahwa modernisasi berkaitan erat dengan suatu proses

1
Ridaryanthi, Melly. Benduk Budaya Populer dan Konstruksi Perilaku Konsumen Studi Terhadap Remaja. Jurnal
Visi Komunikasi Volume 13, No. 1, Mei 2014: 89
2
Ibid.
intensifikasi hubungan komunikasi yang terjadi secara terus menerus dan sifatnya mendunia. 3
Proses intensifikasi ini terjadi dengan tidak memerdulikan tempat-tempat yang mebatasi
seperti batas teritori atau apapun itu, maka dampaknya adalah suatu keterhubungan yang
tanpa batas dalam satu pengalaman yang total.

Dalam suatu komunikasi tentunya ada suatu pertukaran nilai-nilai yang terjadi antara
komunitor dan komunikan, anatara yang menerima dan memberinya, atau mungkin kedua-
duanya saling melakukan pertukaran nilai-nilai yang ada. Di sini nilai dapat dipahami sebagai
suatu nilai nilai budaya, ideologi, ataupun paham tertentu. Dalam iklim globalisasi, jika
meruju pada pengertian yang diutarakan Giddens di atas, komunikasi terjadi secara intensif
dan tanpa batas. Hal ini memungkinkan peleburan nilai-nilai budaya tanpa henti dan tanpa
batas sama sekali.

Jika dilihat dari fenomena korean wave di atas, telah terjadi suatu proses intensifikasi
komunikasi di mana masyarakat Indonesia sebagai konsumen dan Korea yang memilik peran
sebagai produsen pemasok nilai-nilai kebudayaan yang ada. Banyak hal yang dapat terjadi
ketika proses komunikasi tersebut terjadi, beberapa di antaranya adalah proses asimilasi dan
juga akulturasi.

Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai budaya itu melebur dengan budaya Indonesia.
Dengan begitu, kita dapat melihat keberagaman budaya dalam satu sisi dan di sisi lainnya ada
suatu hegemoni atas suatu budaya lokal tertentu. Ini bisa kita lihat dengan bagaimana mode
Korea yang mulai marak digandrungi, pesatnya pertumbuhan kuliner yang berbasis Korea,
serta adanya indikasi untuk menetapkan standar kecantikan atau kerupawanan seseorang
sesuai dengan apa yang di-implementasikan masyarakat Korea.

Sementara itu, budaya populer adalah suatu budaya yang terkesan junky atau serba
cepat dan instan, suatu budaya yang dihasilkan dengan jenaka dan seadanya, menciptakan
suatu pasar baru yang sama sekali tak bermakna dan sarat akan logosentrisme. Agaknya
memang pengertian yang seperti ini seringkali digunakan para penggiat cultural studies untuk
mendeskripsikan budaya populer, namun pada kenyataannya justru jauh berbalik.

Budaya Populer seakan akan menjadi suatu senjata yang ampuh untuk menghegemoni,
menggerakan perasaan masyarakat untuk menjadi konsumen aktif. Mengalihkan suatu
perhatian nasional pada suatu isu atau fokus yang lainnya. Hal ini tentunya menjadi

3
Maiwan, Mohammad. Memahami Politik Globalisasi dan Pengaruhnya Dalam Tata Dunia Baru: Antara
Perluang dan Tantangan. Jurnal Pamator, Volume 7, No.1 , April 2014. Halaman 2.
pertanyaan untuk kita semua. Bagaimanakah budaya populer dapat memengaruhi masalah
keidentitasan? Bagaimanakah konsep identitas dipandang dalam era globalisasi yang
dipenuhi dengan trend dan kepopuleran? Apakah identitas telah hilang makna atau menjadi
tiada? Masihkan identitas asli Indonesia dapat dipertahankan?

Anda mungkin juga menyukai