Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Meningioma adalah neoplasma jinak intrakranaial yang paling sering terjadi. Kejadianya kurang lebih 18% dari keseluruhan neoplasma intracranial.7 Nervus opticus dibungkus oleh 3 lapisan selubung yang merupakan lanjutan dari ketiga lapisan selubung pada otak (duramater, arakhnoid dan piamater). Meninges biasanya merupakan tumor primer orbita yang berasal dari selubung nervus optikus, dari sel-sel meningoendotelial arakhnoid. Meningioma berhubungan dengan tidak seimbangnya hormone progesterone dan esterogen. Disini kadar esterogen sangat tinggi, padahal di sel-sel meningoendothelial terdapat reseptor hormone tersebut sehingga sel-sel cenderung berpoliferasi secara berlebihan. Tumor ini dapat menyebabkan kelainan lapang pandang dan gangguan fungsi otot-otot ekstraokular. Tumor ini mempunyai

kecenderungan tumbuh ke belakang, masuk rongga otak dan banyak dijumpai pada wanita paruh baya.3 Apabila dibandingkan dengan neoplasma lain, meningioma tumbuh lebih lambat dan potensial dapat sembuh sempurna dengan pembedahan. Meningioma orbita sangat menarik karena lokasinya. Tumor dapat menekan saraf optic, isi intraorbita, isi dari fisura orbita superior, sinus cavernosus dan lobus frontal serta temporal.7

Meningioma orbita dianggap menarik selain karena lokasinya juga karena hingga saat ini terutama dalam hal penatalaksanaan masih kontroversial.
10

Pada referat ini penulis akan membahas beberapa

penatalaksanaan meningioma orbita tersebut.

B. Tujuan 1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

penatalaksanaan meningioma orbita. 2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian Ilmu Penyakit Mata, RSUD Panembahan Senopati Bantul.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Meningioma (meninges + oma) adalah tumor meningen jinak, tumbuh lambat, biasanya dekat duramater, kemungkinan berasal dari sel yang berhubungan dengan vili arakhnoid. Dapat mengikis tulang-tulang tengkorak atau menyebabkan hyperostosis dan peningkatan tekanan intracranial. Umumnya pengklasifikasian berdasarkan lokasi anatomisnya. Meninges sendiri meliputi tiga membrane yang membungkus otak dan medulla spinalis, yaitu duramater, arakhnoid dan piamater.1 Meningioma orbita merupakan salah satu tumor intracranial. Intrakranial meningioma biasanya terjadi pada wanita usia paruh baya. Defek lapangan pandang dan gambaran klinisnya tergantung pada lokasi tumor. Misalnya tumor pada sphenoidal ridge dapat menekan saraf optic lebih awal bila lokasinya berada di tengah dan lebih lambat bila aspek lateral tulang sphenoid dan fossa cranial terkait. Penemuan klasiknya adalah rasa penuh pada fossa temporal sebagai hasil dari hyperostosis. 2 Nervus opticus dibungkus oleh 3 lapisan selubung yang merupakan lanjutan dari ketiga lapisan selubung pada otak. Meningioma pada rongga bola mata atau meningioma orbita biasanya merupakan tumor primer orbita yang berasal dari perselubungan saraf optic. Hal ini dapat menyebabkan kelainan lapang pandang dan gangguan fungsi otot-otot luar mata.3

B. Klasifikasi 1. Meningioma Orbita Primer Pada keadaan ini terjadi penurunan atau kehilangan penglihatan pada satu mata yang perlahan namun progresif tanpa rasa nyeri, dengan disertai propetosis. Tumor yang tumbuh berawal dari parsorbitalis akan lebih cepat menimbulkan propetosis daripada yang berawal dari apex atau pars kanalis. Namun gangguan penglihatan timbul mendahului proptosis pada tumor yang muncul di apex atau di kanal. Proptosis dan gangguan penglihatan terjadi hampir bersamaan pada tumor pars orbital. Lapang pandang bisa mengalami gangguan dengan wujud skotoma sekosentral atau konstriksi perifer. Selain itu pasien bias juga mengeluhkan sakit kepala yang tumpul atau rasa tidak enak di belakang mata terdapat edema palpebra, kemosis,konjungtiva bias muncul pada meningioma orbita. Pemeriksaan pupil akan dan menunjukkan defek pupil aferen. Meningioma intracranial bisa menimbulkan sindrom Foster-Kennedy yaitu atrofi optic ipsilateral dan edema papil kontralateral. Sindrom ini tidak terjadi pada meningioma yang terbatas pada rongga orbita. Funduskopi bisa mengungkap adanya edema papil dan bendungan vena dan gambaran ini menyerupai keadaan neuritis optic idiopatik. Seiring waktu edema papil akan berkurang dan menghilang dengan diikuti atrofi optic. Selain itu bisa juga ditemukan vasa kolateral

retinokoroid atau disebut juga pembuluh pirau optosiler(optocilliary shunt).3,6 2. Meningioma Orbita Sekunder Tumor ini hampir selalu berawal di tulang sphenoid sehingga kadang disebut sebagai meningioma sphenoid yang kemudian berlanjut ke orbita. Meningioma sphenoid menyebabkan hyperostosis area sekitar apex dan akibatnya penglihatan serta lokomosi bola mata terganggu sejak dini. Manifestasi umum lainya adalah proptosis, edema palpebra, nyeri, blefaroptosis, defek pupil aferen dan defek lapang pandang prekiasmal.3,6

C. Epidemiologi Meningioma mencakup kurang lebih 18-20% dari seluruh tumor intrakaranial dan merupakan neoplasma jinak intracranial yang paling sering ditemukan serta tumor intracranial kedua dari seluruh tumor intracranial. Diperkirakan insidensi meningioma intracranial terjadi pada 2.1/100.000 orang. 7 Meningioma orbita mengambil bagian sekitar 3-9% dari seluruh tumor orbita. Meningioma orbita primer sekitar 0.4-2% dan meningioma orbita sekunder 16-20% dari seluruh meningioma.7 Kejadianya lebih sering pada wanita (73-84%), namun demografi dan distribusi usianya masih kontroversial. Pada beberapa literatur menyebutkan sebagian besar terjadi terutama pada wanita usia paruh baya.8

D. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari meningioma orbita tidak berubah sejak didiskripsikan oleh Chusing dan Eisenhardt pada tahun 1938. Hilangnya penglihatan unilateral dan progresif serta eksoftalmos (proptosis) merupakan gambaran yang paling sering disebutkan pada berbagai literatur. Kterkaitan ketajaman mata biasanya terjadi lebih awal daripada manifestasi eksoftalmos.8 Gambaran klinis yang lain adalah adanya perubahan pada optic disc , diplopia, nyeri kepala,mual dan muntah. Perubahan pada saraf optic dapat terjadi karena hipertensi intracranial yang menyebabkan papiledema. Perubahan dapat terjadi pula karena penekanan tumor pada saraf optik sehingga menghasilkan papiledema atau atrofi optik. Intrakranial hipertensi dapat pula menyebabkan papiledema pada mata kontralateral. Diplopia muncul kemungkinan diakibatkan oleh neuropati atau oleh ganggauan pada otot rektus. 7

E. Diagnosis dan Penemuan Radiologis Diagnosis meningioma orbita dapat diduga dari gambaran klinis dan didukung oleh hasil pencitraan orbita. Pada sebagain besar kasus, ditemukan adanya kehilangan penglihatan secara progresif, pembengkakan pada optic disk atau atrofi optik.8 Penegakan diagnosis meningioma orbital bisa dibantu dengan pemeriksaan USG, rontgenografi, CT scan dan MRI.

Pada CT scan bisa tampak bayangan saraf optic negative linear dalam pusat lesi atau disebut juga railroad sign.3 Meningioma pembungkus saraf optik akan tampak normal pada pemeriksaan radiologis X-ray pada awal perkembangan tumor. Pada perkembangan lanjut dapat ditemukan pembesaran kanal optik atau hyperostosis. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT-scan) dengan atau tanpa medium kontras dapat mengungkap perluasan tumor intracranial.7 Hiperostosis yang berkaitan dengan erosi tulang dan tumor padat berkalsifikasi adalah tanda utama meningioma pada pemeriksaan radiologic.
4

Pemeriksaan MRI akan mendapatkan hasil yang lebih baik

terutama dari segi lokasi anatomisnya.7 Pada beberapa kasus yang tidak pasti, pemeriksa bisa melakukan aspirasi jarum halus untuk membantu penegakan diagnosis.3

F. Penatalaksanaan Pengelolaan meningioma orbita tergantung pada visus, ukuran tumor, lokasi tumor, usia dan keadaan umum pasien.3 Beberapa terapi meningioma orbita adalah: 1. Pembedahan Terapi pembedahan merupakan pilihan namun perlu

dipertimbangkan karena sering diikuti dengan komplikasi seperti penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan.
8

Bila meningioma

terbatas pada saraf optic tanpa gangguan visus, maka dilakukan observasi. Bila ada progresifitas tumor, misal dengan memburuknya

pengelihatan, dokter bisa mempertimbangkan untuk melakukan pembedahan dengan orbitotomi lateral atau orbitotomi transfrontal. Pertama-tama bisa dilakukan dekompresi selubung saraf optic. Apabila tumor progresif, bisa dilakukan pengangkatan en block bersama saraf optiknya juga. Apabila ada perluasan intraocular, dokter mata bisa melakukan eksenterasi modifikasi dan kadang perlu dilakukan pembedahan ulang. 3 Pembedahan dengan dilakukan endovascular preoperatif

embolization atau embolisasi endovascular preoperasi memberikan hasil yang cukup baik. Embolisasi ini dengan menggunakan kateter khusus pada pembuluh darah yang mensuplai tumor. Setelah diposisikan, material embolik dimasukkan agar terbentuk gumpalan bekuan dan thrombus. Keuntunganya adalah menurunkan jumlah kehilangan darah selama operasi, menutunkan kejadian komplikasi dan mempersingkat waktu operasi.7 Radiosurgery atau pembedahan dengan radiasi menunjukkan hasil yang efektif dalam mengontrol pertumbuhan tumor. Pada pembedahan ini digunakan pisau gamma (gamma knife). Penggunaan Intraoperative computer-assisted image guidance dapat membantu dalam visualisasi saat operasi berlangsung. 7 Pembedahan adalah pilihan yang tepat saat kehilangan ketajaman mata semakin progresif atau telah terjadi kebutaan dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit atau eksoftalmosnya.7

2. Radioterapi Terapi radiasi merupakan terapi pilihan untuk meningioma baik sebagai terapi utama maupun sebagai terapi adjuvant. Penggunaan radioterapi post operasi dapat menurunkan angka rekurensi sebesar 1429%. Menurut penelitian Boulas, Paul. et al (1995), pada 99 pasien penderita meningioma, dengan radioterapi 63% mengalami penurunan ukuran, 32% tidak ada perubahan dan 5% mengalami pembesaran.7 Dosis tinggi radioterapi (antara 50-100 Gy) digunakan untuk menghambat pertumbuhan meningioma. Menurut Rose, Goffery (1993), penggunaan radioterapi ini juga memiliki resiko yaitu menginduksi keganasan yang lainya seperti sarcoma. 9 3. Terapi Hormon Secara epidemiologis lebih dari beberapa dekade dipercaya bahwa pertumbuhan menigioma intrakraniak terkait dengan hormone

kewanitaan. Tumor lebih banyak terjadi pada wanita daripada pada pria, beberapa tumor membesar selama kehamilan dan menecil setelah persalinan. Diketahui pada meningioma, predominanya mengandung lebih banyak progestron daripada esterogen (reseptor progesterone >70% sedangkan reseptor esterogen <20%). Hal ini mendasari pemikiran penggunaan terapi hormonal pada jenis tumor ini. 9 Penggunaan antiprogesteron (mifepristone) menunjukkan

penurunan ukuran tumor secara signifikan dan menurunkan gejala tumor seperti rasa nyeri, namun 5 dari 13 pasien menunjukkan adanya efek samping seperti mual, muntah, mudah leleh, hot flushes, alopesia

serta ginekomastia. Penyelidikan lebih lanjut tentang penggunan terapi antiprogesteron masih dilakukan. Hal ini terkait dengan adanya dugaan antiprogesteron dapat memicu tumor yang lain serta efek sampingnya.9

G. Prognosis Prognosis ad visam meningioma orbita pada tumor di apex adalah buruk. Untuk yang berasal dari bagian lateral sayap sphenoid prognosisnya lebih baik. Namun demikian, tumor dari daerah lateral sphenoid ini memiliki ancaman tersendiri akibat kemungkinan keterlibatan arteri karotis, sinus kavernosus, dan struktur penting lain. Penting untuk diingat bahwa meningioma baik yang sekunder maupun primer bersifat jinak (sitologis) dan tidak mengalami metastasis jauh.3 merupakan tumor yang perkembanganya lambat namun progresif. Mortalitas pada meningioma orbita sangan rendah dan hampir tidak ada . pembedahan berkisar 10-23%. 7
10

Rekurensi setelah

10

BAB III KESIMPULAN

1. Meningioma orbita merupakan salah satu tumor jinak intracranial. 2. Dapat diklasifikasikan menjadi tumor primer dan tumor sekunder. 3. Meningioma orbita mengambil bagian sekitar 3-9% dari seluruh tumor orbita. Meningioma orbita primer sekitar 0.4-2% dan meningioma orbita sekunder 16-20% dari seluruh meningioma. Kejadianya lebih sering pada wanita daripada pria. 4. Hilangnya penglihatan unilateral dan progresif serta eksoftalmos (proptosis) merupakan gambaran yang paling sering disebutkan pada berbagai literatur. Kterkaitan ketajaman mata biasanya terjadi lebih awal daripada manifestasi eksoftalmos. 5. Pemeriksaan dengan CT scan dan MRI memberikan visualisasi yang baik pada tumor ini. 6. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radioterapi dan terapi hormonal. 7. Pembedahan terbari dapat dilakukan dengan embolisasi endovascular preoperative maupun radiosurgery dengan hasil yang lebih baik daripad bedah konvensional. 8. Meningioma baik yang sekunder maupun primer bersifat jinak (sitologis), tidak mengalami metastasis jauh, perkembanganya lambat namun progresif.
9.

Mortalitas pada meningioma orbita sangan rendah dan hampir tidak ada namun rekurensi setelah pembedahan cukup tinggi.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman, Dorland. 2003. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta 2. Kanski, J.,1994 Clinical Ophtalmology, edisi 3. Butterworth Heinemann, Oxford. 3. Suhardjo dan Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. 4. Vaughan,D.G, Asbury,T. dan ,Eva,P.R. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta 5. Ilyas, Sidarta, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dikter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Sagung Seto, Jakarta. 6. Ilyas,S. 2004. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III,Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta. 7. Boulus, Paul, et al. 2001. Meningiomas of the Orbit: Contemporary Consideration. Neurosurg Focus Volume 10, Virginia US. 8. Bojic, Lovro, et al. 2007. Orbital Meningiomas-Clinical Observation. Acta Clinic :46, Croatia. 9. Rose, Geoffery. 1993. Orbital Meningiomas: Surgery, Radiotherapy or Hormones?. British Journal of Ophtalmology:77. England. 10. Merchandeti, Michael. 2007. Tumors, Orbita. eMedicine webMD. America.

12

Anda mungkin juga menyukai