Anda di halaman 1dari 5

Nama: Wahyu Dwihardi Raputra

NPM: 10700324

Tugas Referat
dr. Iwan Dewanto, Sp.M

Kelainan Pada Pemeriksaan Lapang Pandang

1
Gambar . Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi diLintasan Visual5

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga


korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada
lapang pandang atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus
akanmenyebabkan hilangnya penglihatan monokular atau disebut anopsia (no.1)
pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri
centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis
interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi
arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis
fugax.
Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan menyebabkan hemianopsia
binasal (no.2), sedangkan lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan
medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal (no.3).
Kelainan seperti ini banyak disebabkan oleh lesi khiasma, seperti tumor dan kista
intrasellar, erosi dari processus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor atau
aneurisma dorsal dari sella tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella tursika
seperti yang terjadi dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga pada
meningioma suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada regio
khiasma. Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista suprasellar.Bisa
juga ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari tapi bersifat predominan
parasentral.Pada adenoma pituitari juga bisa terkadi kebutaan atau anopsia pada
salah satu mata dan hemianopsia temporal pada mata yang lainnya.Lesi pada
traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral (no.4).
Serabut-serabut dari retina pada bagian temporal akan rusak, bersamaan dengan
serabut dari bagian nasal retina mata yang lain yang bersilangan. Lesi pada
radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior
homonim kontralateral (no.7), sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan
menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral (no.6).
Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat pada

2
bagian temporo-parietal. Lesi pada bagian posterior radiasio optika akan
mengakibatkan hemianopsia homonim yang sama dan sebangun dengan
mengecualikan penglihatan makular (no.5).
Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia, gangguan lapang pandang lain
dan fenomena terkait yang dapat terdeteksi pada pemeriksaan lapangan pandang
adalah skotoma sentral merupakan hilangnya penglihatan sentral yang umumnya
berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan dan merupakan
karakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit makula retina. Perluasan bintik
buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan diskus optikus (edema papil)
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan umumnya terjadi
dengan ketajaman penglihatan yang masih baik. Penglihatan seperti terowongan
(tunnel vision) merupakan hilangnya lapang pandang perifer dengan
dipertahankannya daerah sentral yang disebabkan oleh beberapa penyebab, antara
lain penyakit oftalmologi, yaitu glaukoma kronik sederhana, retinitis pigmentosa,
dan penyakit korteks, yaitu hemianopia homonim bilateral dengan makula yang
masih baik (macular sparing).
Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang merupakan
endateri, yaitu arteri yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi pada retina
akibat penyumbatan arteri retina sentralis tidak akan diperbaiki lagi oleh
perdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah cabang dari arteri oftalmika.
Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut tersumbat juga.
Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis kontralateral dan
buta ipsilateral.
Lesi pada nervus optikus sering disebabakan oleh infeksi dan intoksikasi.
Di samping itu, sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis atau
penyempitan foramen optikum (osteitis jenis Paget) atau penekanan karena tumor
hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme arteri oftalmika dapat
mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun bilateral.
Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun demielinisasi
atau degenerasi atau semuanya dinamakan neuritis optika.

3
Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
a. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini
ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan
predisposisi untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.
b. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan di
Negara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus
dan sangat berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini
dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus),
kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan CCC,
hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan manual, korteks
dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag.
c. Phacoemulsification.
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya diperlukan irisan
yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran ultrasonic yang dapat
menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul
anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus
menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan
sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa
cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin
sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat
pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan

4
pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif
pada katarak yang padat.

Anda mungkin juga menyukai