Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Antarunsur Instrinsik dengan Teori Struktural terhadap Simbolisme dalam Cerpen Bisikan Angin Karya Beni Setia

Simbolisme dalam Cerpen Bisikan Angin 1. Angin Angin adalah udara yang bergerak. Pergerakan itu desebabkan rotasi bumi d an adanya perbedaan tekanan udara, yaitu tekanan tinggi ke tekanan rendah di sek itarnya. Angin bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu uda ra yang rendah ke suhu udara yang tinggi. Udara akan memuai jika dipanaskan. Uda ra yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi , tekanan udara turun kerena udaranya berkurang. Udara dingin di sekitarnya meng alir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat d an turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Alir an naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dinamakan konveksi. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu u dara pada suatu daerah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima ene rgi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan te kanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu dan tekanan udara akan t erjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain y ang lebih sedikit menerima energi panas, yang berakibat akan terjadi aliran udar a pada wilayah tersebut. Adapun sifat-sifat angin yang ingin digambarkan oleh tokoh Aku dalam cerp en Bisikan Angin, yaitu melayang-layang, tidak dapat dilihat, alami, dan bersifa t harian. Melayang-layang yang dimaksud, yaitu bergerak dengan stabil sehingga b isa turun ke bawah atau ke atas, dengan pergerakan sangat cepat atau lambat, nam un tetap dalam keadaan stabil. Dikaitkan dengan tokoh Aku, bahwa tokoh Aku ingin seperti angin yang melayang-layang. Hidup tenang dengan tidak memikirkan perbua tan Ace Kosasih yang sewenang-wenang terhadapnya. Tokoh Aku juga ingin dapat mel ihat dunia dari berbagai pandangan melalui proses melayang. Angin bersifat tidak dapat dilihat, artinya saat melakukan sebuah kebaika n, justru tidak menemukan penghargaan dari orang. Kebaikan yang diupayakan denga n susah payah, selanjutnya tidak dihargai. Karena konsep angin memang tidak akan bisa terlihat dengan mata. Hanya manusia yang mengizinkan semua inderanya meras akan hembusan angin disetiap pori-porinya, yang akan bisa melihat angin tersebut . Sedangkan sebagian yang lain yang memilih yang lain, akan berkeyakinan bahwa h anya yang bisa terlihat saja yang layak untu dihargai. Lain halnya dengan tokoh Aku yang ingin dihargai dengan usaha yang sudah dikerjakannya, seperti mengharga i bahwa tokoh Aku sudah berusaha keras menghubungi Tina Sinariah, tetapi tidak a da respon positif dari Ace Kosasih melainkan marah dan tidak menghargai tokoh Ak u. Angin juga bersifat alami karena bergerak mengikuti arus irama yang sudah ditetapkan, yaitu berdasarkan tekanan yang juga alami. Dalam tokoh Aku juga ing in memiliki sifat alami, artinya tokoh Aku ingin bebas menyuarakan kebenaran tan pa harus dikungkung atau ditekan oleh pihak mana pun. Tokoh Aku ingin bekerja se suai dengan jabatannya, yaitu sebagai staf administrasi bukan sebagai tukang pes uruh untuk menghubungi kekasih Ace Kosasih. Selain itu, angin juga bersifat berg erak setiap hari. Dikaitkan dengan tokoh Aku, bahwa tokoh Aku ingin bebas untuk bergerak tanpa adanya kungkungan. Dalam cerpen Bisikan Angin, tokoh Aku ingin te nang bergerak mengikuti arus irama yang sudah ditetapkan. Dengan demikan, simbol isme angin ingin ditunjukkan dalam sifat atau keadaan batin tokoh Aku. http://ba ngaswi.wordpress.com/2009/05/05/menulislah-seperti-angin/ 2. Dasamuka Dasamuka artinya mempunyai muka sepuluh, nama lain dari Dasamuka adalah ahwana, yang berarti darah di hutan karena Rahwana dilahirkan di hutan. Ibunya ernama Dewi Sukesi dari Alengka. Dasamuka kemudian menjadi raja di Alengka. Ia dalah seorang raja yang mahasakti, memiliki aji Pancasona. Ajian ini mempunyai aya hidup ketika menyentuh tanah walaupun sudah mati jika menyentuh tanah akan R b a d h

idup kembali. Dasamuka adalah raja besar yang memiliki watak angkara murka, sewe nang-wenang terhadap rakyatnya. Dasamuka mempunyai isteri bidadari kahyangan ber nama Dewi Tari. Dengan Dewi Tari, Dasamuka mempunyai beberapa anak yaitu: Indraj it, Dewantaka, Tri Sirah, Tri Netra, Tri Jangga, Tri Kaya, Bukbis, Pratalamaryam . Walaupun sudah beristeri seorang Bidadari kahyangan, Dasamuka mempunyai keinging an yang sangat kuat untuk memperisteri bidadari kahyangan yang lainnya yaitu Dew i Sri Widowati. Karena ada anggapan jika dapat memperisteri Dewi Sri Widowati hi dupnya akan tentram dan sejahtera. Oleh karenanya sepanjang hidupnya Dasamuka se lalu berusaha untuk mendapatkan seorang wanita yang merupakan titisan Dewi Sri W idowati. Namun niat tersebut selalu gagal. Kegagalan demi kegagalan tidaklah menyu rutkan niatnya untuk memiliki Dewi Sri Widowati. Bahkan nafsu untuk mengejar tit isan Dewi Sri Widowati semakin besar. Pernah suatu ketika Dasamuka naik ke kahya ngan untuk mencuri Dewi Sri Widawati. Namun ketika ia akan masuk di pintu Selama nangkep pintu itu menutup dengan sendirinya. Dasamuka terkejut satu tangannya te rjepit pintu dan menjadi cacat seumur hidup. Pada suatu ketika diketahui bahwa Dewi Sri Widowati menitis di dalam prib adi Dewi Sinta isteri Rama, Dasamuka berusaha untuk merebutnya. Maka diculiklah Dewi Sinta ketika di tinggal sendirian di hutan Dandaka. Dasamuka berhasil mencu lik Dewi Sinta dan diboyong ke Negara Alengka, namun tidak berhasil memiliki Dew i Sinta, dikarenakan Dewi Sinta setia kepada Rama, lebih baik mati dari pada dip eristeri Dasamuka. Dasamuka kehabisan akal, sampai pada waktu Rama dan balatenta ranya menemukan tempat Dewi Sinta disekap, Dasamuka belum berhasil memperisteri Dewi Sinta. Dasamuka mempunyai anggapan jika Rama berhasil dibunuh, tentunya Dewi Sin ta mau menjadi isterinya. Maka kemudian Dasamuka bersama para prajuritnya menyer bu Rama dan bala tentaranya yang sedang membuat perkemahan di Swelagiri. Perang besar pun terjadi, demi seorang wanita titisan Dewi Sri Widowati. Perang besar t ersebut dinamakan perang Giriantara. Dasamuka maju ke medan perang, mencari Rama. Setelah kedua raja bertemu, terjadilah peramg tanding. Dasamuka beberapa kali mati terkena senjata Rama bern ama panah Guwawijaya, namun berulang kali hidup kembali ketika menyentuh bumi. M elihat hal itu, Anoman yang menjadi senopati Rama menindih raga Dasamuka dengan gunung supaya tidak dapat bangun kembali. Dalam cerpen Bisikan Angin, simbol sifat Dasamuka digambarkan seolah-olah seperti tokoh Ace Kosasih karena memiliki sifat yang sama. Dasamuka yang berwat ak kejam, bengis, serakah, mau menang sendiri, merasa paling sakti, dan tidak pe rnah mau mengalah. Dasamuka melambangkan watak yang jahat dan angkara murka, beg itupun terhadap tokoh Ace Kosasih yang sewenang-wenang terhadap bawahannya, ingi n menang sendiri, serakah sehingga menimbulkan konflik pada batin tokoh Aku. 3. Singkeh dan Koko Simbol yang sering dijadikan geraman tokoh Aku terhadap Ace Kosasih, yait u Singkeh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata singkeh berarti singkek, yai tu sebutan untuk orang Cina totok (baru datang dari negeri Cina). Simbol singkeh diberikat oleh tokoh Aku kepada Ace Kosasih. Ace Kosasih merupakan keturunan Ci na yang menjadi pendatang dan berhasil di negeri orang lain. Simbolisme Singkeh dapat tegaskan dengan sebutan Koko kepada Ace Kosasih oleh Cici Santosa (sepupu Ace Kosasih). Koko merupakan sebutan bagi kakak laki-l aki dalam etnik Tionghoa. 4. Nun Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nun berarti sana, di sana. Ada pun yang mengartikan kata nun, yaitu sesuatu yang sulit dijangkau. Simbolisme nu n dalam cerpen Bisikan Angin, yaitu sesuatu yang sulit dijangkau oleh tokoh Aku. Tokoh Aku ingin hidup dengan tenang tanpa adanya gangguan dari mana pun, tetap i namanya hidup pasti berliku-liku dan itu harus dijalani. Hubungan Antarunsur Instrinsik dengan Teori Struktural

Menurut Abrams, teori struktural adalah bentuk pendekatan yang obyektif k arena pandangan atau pendekatan ini memandang karya sastra sebagai suatu yang ma ndiri. Ia harus dilihat sebagai obyek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri, oleh sebab itu kritik yang dilakukan atas suatu karya sastra merupakan kajian intrinsik semata. Teori struktural memandang teks sastra sebagai satu str uktur dan antarunsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-un sur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna. Abrams menambahkan, bahwa suatu karya sastra menurut kaum strukturalisme merupa kan suatu totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangu nnya. Di suatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, pene gasan, dan gambaran semua bahan dan bagiannya yang menjadi komponennya secara be rsama-sama membentuk kebulatan yang indah. Teori strukturalisme digunakan sebagai langkah awal dalam menganalisis un sur intrinsik dan hubungan antarunsur itu sehingga dapat diketahui unsur ekstrin sik berupa nilai-nilai atau makna yang terkandung dalam karya sastra. Baik itu p uisi, cerpen, maupun novel. Cara kerja dari teori struktural adalah membongkar s ecara struktural unsur-unsur intrinsik, yaitu dengan mengungkapkan dan menguraik an unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur instrinsik meliputi alur (plot), tokoh dan penokohan, latar (setting), gaya bahasa, sudut pandang, dan tema, serta unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai yang terkandung. Unsur Instrinsik Cerpen Bisikan Angin 1. Alur (Plot) Alur merupakan rentetan peristiwa yang dilakukan oleh setiap tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh tambahan karena tokoh utama paling banyak diceritakan d an selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, maka ia sangat menentukan perkemb angan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting untuk memengaruhi perkembangan plot. Begitupun da lam alur cerpen Bisikan Angin, Beni Setia menggunakan alur maju , tetapi rangkaian cerita dalam cerpen Bisikan Angin tidak dihubungkan oleh setting waktu atau pen anda waktu. Satuan peristiwa dalam cerita tetap dapat dipahami meskipun tidak ad anya penanda waktu yang jelas, tetapi adanya pendukung dari latar tempat. 2. Tokoh dan Perwatakan Tokoh merupakan pelaku dan penderita berbagai peristiwa yang dikisahkan. Tokoh erat hubungannya dengan perwatakan, penulis memberikan ciri khusus kepada para tokoh dengan tuturan penulis maupun dialog tokoh. Aku (staf administrasi Ace kosasih), bersifat patuh, pendendam. Aku menggigit bibir. Apa ini karena aku digaji 800.000 rupiah, tanpa uang transp or dan makan? Apa karena diikat begitu maka aku harus mengerjakan tugas khusus d i luar rutin sehari-hari? Hanya untuk menelepon pacar yang ngambul, hanya karena ia bos dan aku Cuma staf administrasi di kantor pabrik garmen? Dasar singkeh-gu mamku...(Setia: 2002) Ace Kosasih (pemimpin perusahaan garmen sekaligus keturunan etnis Tiongh oa), bersifat sama halnya dengan Dasamuka, yaitu pemarah, sewenang-wenang. ...Tapi Ace Kosasih datang untuk mengecek. Untuk ngamuki dan memaki... Tetapi adakah nun, kebebasan dan pembebasan, bila di kota ini hanya jadi staf ad ministrasi, yang bisa diselewengkan menjadi operator telepon yang khusus menghub ungi HP Tina Sinariah? Dimaki. Dilecehkan dengan sebutan goblok dan segala macam --padahal dia mungkin sudah tak bisa menghubunginya karena yang ingin dihubungi tak mau dihubungi.Kenapa tak marah pada Tina Sinariah? Kenapa tak berani memaki diri sendiri? Kenapa tak berani mengaku kalah dengan menangis dan menyebabkan s emua orang tahu kalau Ace Kosasih dilumpuhkan Tina Sinariah? --gumanku. (Setia: 2002) Tina Sinariah (kekasih Ace Kosasih), bersifat pemarah. menghubungi ke dua HP ke tiga nomor rumah. Satu HP tak diaktifkan, satu HP lagi

kemudian dimatikan, dan tiga nomor telepon rumah itu diblokir jadi answering mac hine dan perintah meninggalkan pesan. (Setia: 2002) Cici Santosa (Sepupu Ace Kosasih), bersifat baik hati. Cici Santosa, masih sepupu Ace kosasih, mendekat. "Maaf, ya," katanya, "Koko lag i bingung, stres, jadinya ia muring-muring. Sepurane ya!" (Setia: 2002) ram. 3. Angin, yang bersifat sama seperti halnya angin, yaitu bebas, damai, tent

Latar (setting) Latar, dipihak lain berfungsi untuk melatarbelakangi peristiwa dan tokoh tersebut, khususnya yang menyangkut hubungan tempat, sosial, dan waktu. Antara l atar dan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat -sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Latar berhubu ngan langsung dan mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Dalam cerpen Bisikan An gin ditemukan berbagai macam latar, diantaranya latar waktu, latar lempat, dan l atar keadaan/suasana. a. Latar Waktu yang digunakan penulis adalah siang dan malam hari. Di masa kanak-kanak aku suka naik ke pohon lamtoro, memetik buah yang bel um tua dan berisi biji, memakannya setengah menyepah rasa pahitnya sambil duduk pada dahannya. Menjulang sambil bergoyang dicumbu oleh angin. Angin yang datang dari hamparan sawah yang berderet sampai di seberang perkampungan --ada lubuk su ngai yang teraling-- dan naik ke perbukitan di jauhnya. Angin yang sejuk. Angin yang berisikan desir pada sawah yang malai padinya sedang mengencang dan mengeri ng dengan dedaunan yang mulai kersik --karena itu meruapkan panas. Aku pergi ke pantai. Bersandar dan menatap kejauhan yang remang dalam mal am. b. Latar Tempat yang digunakan penulis, yaitu di seberang perkampungan, di pabr ik garmen, di pantai, di tempat parkir, di dalam sel tahanan (bui). Angin yang datang dari hamparan sawah yang berderet sampai di seberang pe rkampungan --ada lubuk sungai yang teraling-- dan naik ke perbukitan di jauhnya. Aku menahan tangan yang mengepal ingin melayang ke bibirnya, menjengkangk annya ke dinding, lalu menggelosor di lantai dengan bunga darah mekar di atas di lorong dan bengkak. Nun. Tapi ia membanting pintu dan aku cuma menggerutu di lo rong ke ruang kantor. Menghenyak ke kursi dan menatap pekerjaan yang ditangguhka n di tiga jam barusan. Aku pergi ke pantai. Bersandar dan menatap kejauhan yang remang dalam mal am. Angin telah berbalik. Menepis amis ganggang dan garam dan muali mengabarkan hanta pasir dan bising perkotaan. Aku melihat sedan Ace Kosasih berparkir. "Asu iki!" gumanku. Yitno menung gu sedan itu --pasti dapat uang parkir. "Singkeh iki!" gumanku. Yitno mengangguk . Kresno, sopir, bilang bahwa Ace Kosasih mencari. Aku berguman. Aku mengeloyor. Jalan sepanjang lorong. Membelot ke deret kanan, dan sebelum laju aku diteriaki dari warung kopi Cak Dul. "Dari mana saja? Aku sampai lumutan menunggu? kata sa tpam yang mengawal. Seperti riak atau alun di tengah arus sungai, seperti jelujur benang berm acam warna, dari kiri atau kanan, dari atas atau bawah, dan membungkus dalam ham paran kain badai. Kenapa? Mengapa? Aku membungkam. Bisu. "Hey!" kata salah satu, "Kenapa kamu masuk bui!" Aku menatap nanar. "Aku rindu angin, aku ingin duduk d i tempat di mana angin deras mendera, dan Singkeh itu menyuruh aku duduk di kama r, menelepon, dan terus menelepon pacarnya yang ngambul. (Setia: 2002) c. Latar Suasana yang dipakai, yaitu suasana menjadi tegang, ricuh, dan tenang.

menghantamkannya hingga bedeng itu bergegar. Menghantamkannya. Menghantamkannya. Tubuh bergetar. Darah mendenging. Aku menelan ludah. Haus--rindu angin. Telinga berdengung. Aku mengeram. Aku berteriak: Angin di manakah kamu? Bawalah aku ke gunung-gunung beku berkabut atau ke palung-palung yang senantiasa kelam! Bubungk an aku! Tenggelamkan aku! Dan sekelilingku penuh bisikan.Dan di sekelilingku pen uh bisikan, penuh dengan orang yang saling berbisik. Seperti riak atau alun di t engah arus sungai, seperti jelujur benang bermacam warna, dari kiri atau kanan, dari atas atau bawah, dan membungkus dalam hamparan kain badai. Kenapa? Mengapa? Aku membungkam. Bisu. 4. Gaya Bahasa Latar sebagai bagian cerita yang tak terpisahkan, begitu juga dengan baha sa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi yang utama yaitu fungsi komunikatif . Gaya bahasa yang ada dalam cerpen Bisikan Angin didominasi oleh gaya bahasa sa rkasme, personifikasi. a. Sarkasme adalah gaya bahasa yang paling kasar, bahkan kadang-kadang meru pakan kutukan, seperti pada kutipan berikut. Dilecehkan dengan sebutan goblok dan segala macam Aku melihat sedan Ace Kosasih berparkir. "Asu iki!" gumanku. Yitno menung gu sedan itu b. Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai m akhluk hidup, seperti pada kutipan berikut. ANGIN selalu datang dan mengajak pergi. Mungkin itu yang dibisikkannya se hingga leluhur membuat rakit dan membentangkan kain layar, lantas berseluncur di laut untuk berpindah dari satu pantai ke pantai lain, dari pulau ke pulau lain --bahkan mungkin dari dunia ini ke dunia lain setelah gelombang membalikkannya. Tapi gelombang itu apa bukan bagian dari angin yang digejalakan di permukaan air laut? Mungkin angin juga yang mengusir burung dari daerah dingin ke daerah pana s, karena embusan dingin sampai dan dulu embusan hangat pernah sampai dari sebal iknya. Atau cuma kabar yang dibawa di dalam ketiaknya, berupa aroma dan bunyi--s elain rasa sejuk yang memanggil datang atau menyuruh pergi. Tapi kenapa kita tak beranjak? Dan kadang-kadang daun padi yang baru lilir itu beriak bagai jutaan jari yang mengucapkan salam pada angin yang terus mendudu --mengajak pergi dan tak pe rnah mau singgah. Ke mana angin akan membawa kita? menyeret dan menelikung atau menayang dan membebaskan? Angin telah berbalik. Menepis amis ganggang dan garam dan muali mengabark an hanta pasir dan bising perkotaan. Akankah suara itu lelah dan semuanya mengen dap dalam palung hingga ikan-ikan akan naik ke permukaan dan sukarela dijaring n elayan agar bisa menyaksikan kesibukan kota yang tak terbayangkan? Atau angin it u gagal membujuk aku untuk melangkah ke pantai dan mulai menyelam ke kedalaman p alung, ke keindahan kekal dunia ganggang dan lumut di terumbu karang, juntai dan tentakel anemon, serta kanibalis yang bisa melayang atau mengintai. Nun. Meraih botol air mineral dan pelan-pelan menegukhabiskannya. Meniupkan napas, menutup rapat, dan melemparkannya ke alun naik.Pergilah ke kedalaman rindu --gumanku. Beni Setia banyak menggunakan gaya bahasa sarkasme dan personifikasi untu k memunculkan emosi sesuai dalam cerpen. Dari gaya bahasa yang digunakan juga da pat dilihat munculnya gejolak batin yang dialami tokoh Aku. Kerinduan, kesengsar aan, kepedihan tercipta dari pemilihan gaya bahasa. Dalam penuturan pelaku, Beni Setia menggunakan gaya bahasa yang sangat kasar. Hal ini ditunjukkan oleh Beni Setia untuk menunjukkan karakter atau watak tokoh. 5. Sudut Pandang Beni Setia dalam menulis cerpen Bisikan Angin menggunakan sudut pandang orang pe rtama, yaitu aku. Peran penulis dalam cerita adalah menjadi orang serba tahu yan g seakan-akan menjadi tokoh aku.

Aku menggigit bibir. Apa ini karena aku digaji 800.000 rupiah, tanpa uang transpor dan makan? Apa karena diikat begitu maka aku harus mengerjakan tugas k husus di luar rutin sehari-hari? Hanya untuk menelepon pacar yang ngambul, hanya karena ia bos dan aku cuma staf administrasi di kantor pabrik garmen? Dasar sin gkeh --gumamku. Aku tersenyum bangkit dan jalan ke belakang. Masuk ke toilet. Kencing. Cu ci muka dan mengeringkannya dengan sapu tangan. Berpikir akan naik ke atap, bers ilang tangan di dada di bubungan merasakan angin menderas di wajah --mengabarkan kabar dari hadapan perkotaan yang padat dan mengajak pergi ke penghujung kota d an menembus batas ke pedalaman. Aku pergi ke pantai. Bersandar dan menatap kejauhan yang remang dalam mal am. 6. Tema Di pihak lain, unsur-unsur tokoh dan penokohan, plot, latar, dan cerita, dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema. Tokoh-tokoh cerita, khususnya tokoh utama adalah pembawa atau pelaku cerita. Dengan demikia n, tokoh-tokoh cerita inilah yang bertugas untuk menyampaikan tema yang dimaksud kan. Tema yang diangkat, yaitu tentang pergolakan batin tokoh Aku dalam menghad api tokoh Ace Kosasih sehingga menimbulkan adanya gangguan psikis dari dalam dir i tokoh Aku. 7. itu dengan Amanah Amanah yang ingin disampaikan Beni Setia melalui Cerpen Bisikan Angin, ya Dalam kehidupan pasti merasakan namanya gangguan, dan itu harus dijalani lapang dada dan sabar. Setiap ingin memerintah, sebaiknya meminta toloh terlebih dahulu. Jangan berbuat kasar pada sesama manusia. Jika ingin dihargai orang, hargailah diri sendiri. Jangan bergantung banyak kepada orang lain. Jangan lari dari masalah, selesaikanlah masalah walau seberat apapun.

Unsur Ekstrinsik Cerpen Bisikan Angin

Daftar Pustaka Bisikan Angin dalam http://bahastraindonesia33.blogspot.com/2012/01/bisikan-angincerpen-beni-setia.html. Hubungan Unsur Instrinsik dengan Teori Struktural dalam http://lib.unnes.ac.id/124 4/ Teori Struktural dalam http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=265639 Wayang Dasamuka dalam http://tembi.org/wayang/20110708-Dasamuka.htm Dasamuka dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Rahwana Filosofi Angin dalam http://cyberdaily.wordpress.com/hikmah/english-in-progress/fi losofi-angin/ Angin dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Angin Beni Setia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Beni_Setia

Anda mungkin juga menyukai