Kalian telah banyak mendapat informasi tentang novel “Ronggeng Dukuh Paruk” (Ahmad Tohari).
- Kutipan novel tersebut dari buku Paket di halaman 111, 115, 121
- Sinopsis novel “Ronggeng Dukuh Paruk”telah Kalian tulis.
- Unsur intrinsik novel sudah Kalian kumpulkan.
Dengan demikian, kalian telah mendapat gambaran umum tentang novel tersebut.
b. Contoh pandangan pengarang (Ahmad Tohari) terhadap “dominasi laki-laki terhadap perempuan”
dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk”
Menurut Ahmad Tohari, perempuan harus memiliki ruang gerak sejajar dengan laki-laki tanpa
melupakan kodratnya sebagai perempuan. Lewat novelnya itu, ia berusaha memposisikan perempuan
pada posisi yang sebenarnya agar tidak terjadi ketimpangan laki-laki-perempuan. Dalam novel, Srintil
ingin terbebas dari kungkungan peraturan yang ada, yang sudah dianggap ketentuan adat. Srintil
menolak dominasi laki-laki dimana perempuan seolah tidak berhak menentukan hidupnya.
Hal ini bisa dibuktikan dengan ucapan Srintil dalam novel sebagai berikut
“Srintil bersumpah dalam hati tidak akan melayani laki-laki yang memburunya. Laki-laki yang
menganggap taka da sisa nilai lagi setelah terjadi transaksi jual beli, dimana Srintil sama sekali tidak
berperan dalam penentuan….Srintil ingin memiliki hak untuk memilih dan ikut menentukan dalam
setiap urusan yang menyangkut dirinya.”
Hari-hari selanjutnya Srintil makin larut dalam dunia Goder, larut dalam ocehan bayi yang lucu
menawan. Sentuhan kulit bayi itu menggugah perasaan aneh pada dirinya. Demikian, maka entah
apa yang dirasakan Srintil ketika ia membenamkan hidung dalam-dalam ke pipi Goder. (halaman 139)
Golongan kelas yang berkembang dalam novel “Tarian Bumi” masih sangat dijunjung dan dihormati oleh
pengikutnya. Terlebih golongan atas yang begitu rendah memandang golongan bawah. Kadar
kebangsawanan yang terkandung pada kelas Brahmana akan luntur jika sering berhubungan dengan kasta
Sudra. Nasib yang diterima Luh Sekar tidak semanis yang dibayangkan jika menjadi perempuan Brahmana.
Hidup dalam lingkungan keluarga Brahmana belum sepenuhnya mengubah kedudukan Luh Sekar dalam
keluarga suaminya. Dalam adat dan aturan Bali jika seorang perempuan Sudra menikah dengan laki-laki
Brahmana, maka status kasta Sudra berubah menjadi kasta Brahmana.
…Sekar memang menyadari hal itu. Sejak muda, dia juga ingin kawin dengan laki-laki brahmana. Dia
ingin membangun dinasti baru. Dinasti yang lebih terhormat. Sayang, Sekar tidak pernah
memperhitungkan bahwa perubahan besar dalam hidupnya harus dibayar mahal. Dia harus
berhadapan terus-menerus dengan mertua perempuannya. Perempuan yang sering marah kalau dia
pergi agak lama mengunjungi keluarganya (halaman 60).