Anda di halaman 1dari 8

1. Tulislah informasi penting dalam teks yang harus disampaikan.

Buatlah dalam tabel berikut

Informasi Penjelasan

Nama tokoh utama Rasus Rasus merupakan tokoh utama dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk

Nama-Nama tokoh pendukung Srintil, Santayib, Istri Santayib,Warta,Sakarya,Nenek


Rasus, Dower, Salam, Kartareja, Nyai Kartareja,
Sersan Slamet, Darman, dan Bajus

Latar (Waktu&Tempat) Ronggeng Dukuh Paruk mengangkat latar Dukuh


Paruk, desa kecil yang dirundung kemiskinan,
kelaparan, dan kebodohan. Latar waktu yang
diangkat dalam novel ini adalah tahun 1960-an yang
penuh gejolak politik.

Awal cerita Novel ini bercerita tentang perjalan hidup tokoh


Srintil yang terpilih menjadi seorang penari
ronggeng di kampungnya dan bagaimana keadaan
itu mengubah jalan hidupnya dan juga kekasihnya.
Dalam buku surat buat emak di tulis perjalanan
hidup tokoh Rasus yang mencari gambaran
emaknya dalam diri srintil

Permasalahan Permasalahan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk,


yaitu saat peristiwa keracunan tempe bongkrek
terjadi yang membunuh sebagian masyarakat
Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh
Paruk yang terakhir.Rasus sebagai tokoh utama juga
mengalami keracunan tersebut.

Reaksi tokoh terhadap permasalahan Reaksi warga terhadap permasalahan pada cerita
tersebut muncul perasaan benci dan marah pada
ayahnya Srintil termasuk kakeknya. Namun ayah
Srintil tidak terima jika dia di salahkan, sehingga dia
dan istrinya memakan tempe bongkrek beracun.

Cara penyelesaian masalah Rasus pergi meninggalkan Dukuh. Rasus merasa


dukuh paruk bertindak semena-mena dan hanya
menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai
seorang anak yang menghubungkan diri emaknya
dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda
dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk
menentukan pilihan-pilihan. Pilihan-pilihan itulah
yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang
Srintil, asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya.

2. Apa nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan novel tersebut?

Nilai-nilai yang terkandung

a) Nilai sosial

Warga Dukuh Paruk mempunyai kepercayaan kepada kekeramatan makam Ki Sicamenggala, kepercayaan
kepada roh indang, sebagai pesan dalam dunia peronggengan, dan kehidupan yang identik dengan
pertunjukkan ronggeng beserta calungnya, sumpah-serapah, dan seloroh cabul. Dalam kehidupannya pun
tidak ada penerapan gotong-royong, yang ada hanya membantu orang-orang yang dianggap pantas untuk
diperlakukan secara baik. Contohnya saja, para warga yang sangat memuliakan Srintil, ketika Srintil
dinobatkan menjadi Ronggeng Dukuh Paruk. Apabila dipandang secara umum, novel ini juga mengandung
nilai tentang tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi
persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Banyak orang yang menyuarakan tentang
demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan masih sangat sering
terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil dan Rasus yang berbicara
tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

b) Nilai Budaya

Nilai budaya yang terkandung yaitu masyarakat daerah Banyumas, khususnya di Dukuh Paruk yang masih
menjalani kehidupan bermasyarakatnya dengan adat yang ada dari leluhur atau nenek moyang meraka. Yang
paling jelas tentang nilai budaya dalam novel ini, yaitu dengan keharusannya adanya ronggeng di dukuh
tersebut, dan seorang ronggeng pun harus menjalani tradisi seorang ronggeng yaitu khususnya adat bukak-
klambu.

c) Nilai Moral

Nilai moral yang terkandung dalam novel ini yaitu di dukuh ini tidak mengharamkan perbuatan yang senonoh
kepada wanita. Namun, yang perlu kita ketahui bahwa tidak semua wanita sama, ingin diperlakukan tidak
senonoh. Jelas berbeda antara wanita Dukuh Paruk dan luar daerah Dukuh Paruk.

d) Nilai Estetika

Nilai estetika yang tercerminkan dalam novel ini yaitu tema yang diangkat dalam novel ini. Tema yang ada
sangatlah kompleks dan menjadikannya memiliki estetika tersendiri bagi para pembaca. Penggunaan gaya
bahasa, yang jarang kita temui pada novel-novel lainnya pun menjadi penunjang tema yang diangkat ini,
serta menambahkan keindahan di dalam novel ini.

e) Nilai Politik

Dalam novel ini terdapat juga nilai politik yaitu, adanya kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah
menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan
tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi pada
tanggal 30 September 1965.

3.Tulislah isi cerita dalam kutipan novel tersebut menggunakan kalimat anda sendiri dengan urutan yang
tepat.

Rasus, saat itu masih bocah berumur 13 tahun. Ia digambarkan sebagai pemimpin di antara teman-
temannya, paling tidak, sebagai bocah paling cerdas. Ketika mereka kesusahan mencabut pohon singkong
disebabkan tanah yang kering, sementara tak ada air untuk melunakkan tanah, ia muncul dengan gagasan
mengencingi tanah di sekitar pangkal batang singkong tersebut, dan berhasil mencabutnya.Tokoh kedua, si
gadis kecil Srintil. Ia masih berumur 11 tahun ketika pertama kali diperkenalkan. Tak seorang pun pernah
mengajarinya berdendang atau menari ronggeng, tapi ia bisa melakukannya nyaris sempurna. Itu membuat
orang percaya bahwa roh indang telah merasuki tubuhnya. Indang adalah semacam wangsit di dunia
ronggeng, ketika orang yang dirasukinya dipercaya akan terpilih menjadi ronggeng. Rasus dan Srintil
bersahabat sejak kecil. Lebih dari itu, Rasus tampak mulai “cemburu” ketika Srintil terpilih menjadi ronggeng,
yang artinya Srintil telah menjadi milik semua orang.Meskipun cerita banyak berputar di sekitar kedua tokoh
ini, terutama hubungan asmara mereka yang tarik-ulur, tentu saja Ronggeng Dukuh Paruk memaparkan dunia
yang lebih luas dari itu. Hal paling penting, yang akan kita tengok ke depan, tentu saja bagaimana novel ini
menyikapi tragedi paling berdarah dalam sejarah Indonesia modern: peristiwa penghancuran Partai Komunis
Indonesia (PKI), dan pembantaian simpatisan mereka yang terjadi kemudian.Terlebih menyangkut kedua
tokoh utama ini, keduanya harus terpisah oleh sebuah peristiwa sejarah ini. Rasus, kelak akan diperkenalkan
dengan identitasnya yang baru sebagai tentara. Sangat menarik bagaimana seorang prajurit (dalam hal ini
Rasus) melihat dan terlibat dalam tragedi 1965 ini. Di sisi lain, juga akan muncul Srintil dengan identitasnya
yang juga baru, sebagai penari ronggeng untuk propaganda kaum merah (PKI), dan bagaimana ia melihat
dirinya di situasi itu.

4.Buatlah simpulan dari kutipan novel tersebut

Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang ditulis oleh penulis Indonesia asal Banyumas, Ahmad
Tohari, dan diterbitkan pertama kali tahun 1982. Novel ini bercerita tentang kisah cinta antara Srintil, seorang
penari ronggeng, dan Rasus, teman sejak kecil Srintil yang berprofesi sebagai tentara. Ronggeng Dukuh Paruk
mengangkat latar Dukuh Paruk, desa kecil yang dirundung kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Latar
waktu yang diangkat dalam novel ini adalah tahun 1960-an yang penuh gejolak politik. Pada penerbitan
pertama, novel ini terdiri atas tiga buku (trilogi), yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan
Jantera Bianglala. Novel ini telah diadaptasi ke dalam film Darah dan Mahkota Ronggeng (1983) dan Sang
Penari (2011). Pada 2014, Ronggeng Dukuh Paruk diterbitkan dalam bentuk audio menggunakan suara Butet
Kartaredjasa.

5.Berilah komentar anda terhadap isi cerita dalam kutipan novel tersebut.

secara keseluruhan novel ini bagus, banyak pengetahuan sejarah yang diperoleh dari novel ini. Buku ini juga
dapat bermanfaat untuk pembaca secara umum karena novel ini secara tersirat mengajarkan pembaca
tentang budi pekerti, kemandirian, keteguhan prinsip, iman dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu
daerah. Setelah membaca buku ini akan banyak mendapatkan ilmu terapan yang dapat diterapkan di
kehidupan bermasyarakat sehari-hari khususnya jiwa nasionalisme, pengorbanan, dan perjuangan

6.jelaskan interpretasi anda terhadap pandangan pengarang.

Pandangan pengarang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam aspek sosial, keagamaan, dan budaya
adalah sebagai berikut.

Pengarang menyajikan pendapatnya tentang kondisi perempuan dalam masyarakat Bali yang kerap menjadi
warga kelas dua. Akibatnya, wanita kerap mendapat perlakuan yang cenderung kurang baik jika dibandingkan
dengan laki-laki. Hal inilah yang kemudian berupaya dilawan oleh penulis melalui karya yang disajikannya.

MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK

Tema

Novel ini mengangkat tema perjuangan

Tokoh dan Penokohan

Srintil : memiliki watak Konyol dan kekanak-kanakan, “ tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang
lucu dimata orang-orang Dukuh Paruk”. Setia dan sabar “srintil setia menunggu kedatangan rasus kembali ke
dukuh paruh”

Rasus: Berani “ketika perampok itu membelakangiku, aku berjalan hati-hati. Pembunuhan aku lakukan untuk
pertama kali”. Suka berkhayal “penampilan srintil membantuku mewujudkan anganku tentang pribadi emak”

Warta: Berfikir rasional “ percuma, hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini, ujar Warta”.
Jujur “ ya benar. Engkau cantik sekali sekarang, ujar Warta”

Darsun: Meremehkan “air? Ejek Darsun. Dimana kau dapat menemukan air?” . Pamrih “ah tidak, Potong
Darsun. Kecuali engkau mau menari seperti ronggeng"

Sakarya: Percaya dengan hal mistis “sedikitpun Sakarya tidak ragu, Srintil telah kerasukan indang ronggeng”.
pemikirannya belum maju, “tak seorangpun menyalahkan pikiran Sakarya. Dukuh Paruk hanya lengkap bila
ada keramat Ki Secamenggala, cabul, sumpah serapah, dan ronggeng.

Kartareja: memiliki watak Licik “kartareja menipu sulam dan dower tentang siapa yang menang diantara
mereka yang bisa mendapatkan malam bukak klambu”. dan juga Pemarah “emosi kartareja meluap ketika
melihat sulam dan dower bertengkar dirumahnya”

Nyai Kartareja : Licik “memberikan minum pemabuk kepada sulam dan dower supaya bisa mengelabui
mereka”. bersikap Tenang “nyai kartareja tetap tenang menghadapi sulam dan dower memperebutkan
sayembara buka klambu”

Sakum: wataknya bertanggungjawab “ia berusaha menghidupi anak dan istrinya mesipun Cuma sebagai
penabur gendang”. tidak mudah ditipu “meskipun dia buta, tetapi dia tidak bisa dibohongi orang lain”.
Dower: Pantang menyerah dan gigi berjuang “dia berusaha menawarkan ringgit perak dengan kerbau untuk
bisa memenangkan sayembara bukak-klambu”. berwatak segala cara “dower mencuri kerbau bapaknya dari
kandang demi diberikan kepada Kartareja sebagai syarat pemenang bukak-klambu”.

Sulam: berwatak Sombong “Sulam meremehkan dower yang Cuma membawa kerbau untuk upah bukak-
klambu”. Mudah ditipu dan dipengaruhi “sulam tertipu dengan pembicarain Nyai Kartareja

Waras : Tidak gampang tertarik “waras tidak tertarik kepada tubuh cantik srintil". dan juga Penyayang
binatang “waras lebih suka memandikan burung kesayangannya”

Goder : Mudah di bujuk “setelah srintil membelikan mainan untuknya, barulah goder kembali kepelukan
srintil. penasaran “goder menanyakan kepada tampi tentang siapa sebenarya srintil itu”

Tampi : berwatak Suka berbagi “tampi mau berbagi goder kepada srintil” dan juga Jujur “tampi berkata jujur
saat ditanya srintil “apakah tampi sudah mengajarkan goder untuk takut kepadanya?”

Pak bakar : berwatak Jahat “membakar pekuburan dukuh paruh untuk menghasut orang dukuh paruk” dan
Tidak bertanggung jawab “dia yang membuat srintil,sakarya,dan kartareja masuk penjra tapi dia tidak
berbuat apa-apa”.

Bajus : gampang berjanji “bajus berjanji untuk menikahi srintil kepada orang dukuh paruk” dan juga Egois “
bajus cuma memanfaatkan srintil untuk kepentingan pribadi”

Latar Tempat/Suasana/Waktu

Dukuh paruk “berderit baling-baling bambu yang dipasang anak gembala di tepian Dukuh Paruk”

Kebun “di tepi kampong, tiga anak bersusah payah mencabut sebatang singkong.”

Dibawah pohon nangka “ dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka, srintil menari dan bertembang”

Rumah Nyai Kartareja “didalam rumah, Nyai Kartareja sedang menghias Srintil”.

Pasar dawuan “perkenalanku dengan pedagang singkong dipasar Dawuan memungkinkan aku mendapat
upah”

Alur Cerita

Di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini menggunakan Alur Campuran sebagian besar menggunakan alur
maju dan sesekali disertai flashback atau menceritakan masa lalu. Seperti cerita tempe bongkrek yang
menimpa dukuh paruk dahulu ketika Srinti bayi.

Juga menggunakan alur klimaks, karena masalah yang dialami pemeran utama semakin memuncak dan tidak
mengalami penyelesaian yang bahagia pada akir cerita.

Gaya bahasa

menggunakan majas simile / perumpamaan “tetapi Srintil tenang seperti awan putih bergerak di akhir musim
kemarau”
Sudut Pandang

Novel ini menggunakan sudut pandangan orang pertama pelaku utama, karena memakai kata “aku”

dan sudut pandang pengganti orang ketiga karena adanya kata “dia, –nya, dan nama tokoh”

Amanat

Kita tidak boleh melihat seseorang dari luarnya saja, melainkan dari hatinya.

MENGIDENTIFIKASI UNSUR EKSTRINSIK

• Biografi Pengarang

Ahmad Tohari adalah sastrawan dan budayawan berkebangsaan Indonesia. Ia terkenal dengan novel
triloginya Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis pada tahun 1981. Ia pernah dianugerahi PWI Jateng Award
2012 dari PWI Jawa Tengah karena karya-karya sastranya yang dinilai mampu menggugah dunia. Ahmad
Tohari lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948, ia menamatkan SMAnya di
Purwokerto. Setelah itu ia menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970),
Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas
Sudirman (1975-1976).

Ahmad Tohari sudah banyak menulis novel, cerpen dan secara rutin pernah mengisi kolom Resonansi di
harian Republika. Karya-karya Ahmad Tohari juga telah diterbitkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa
Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Novel Ronggeng Dukuh Paruk bahkan pernah ia terbitkan dalam versi
bahasa Banyumasan, yang kemudian mendapat penghargaan Rancage dari Yayasan Rancage, Bandung pada
tahun 2007. Cerpennya yang berjudul “Jasa jasa Buat Sanwirya” pernah mendapat hadiah hiburan Sayembara
Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nedherlands Wereldomroep. Sedangkan novelnya yang
berjudul Kubah terbit pada tahun 1980 berhasil memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun
1980.

Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya. Maka warna hampir semua
karyanya adalah lapisan bawah dengan latar alam. Ia memiliki kesadaran dan wawasan alam yang begitu jelas
terlihat pada tulisan-tulisannya. Boleh jadi karena rasa keterkaitannya dengan keaslian alam maka Ahmad
Tohari tidak pernah betah tinggal di kota. Jabatannya dalam staf redaksi kelompok Merdeka, Jakarta, yang
dipegangnya selama dua tahun ditinggalkannnya. Kini ia berada di tengah sawah diantara lumpur dan katak,
di antara lumut dan batu cadas di desanya.

•Situasi dan Kondisi

Cerita ini di buat saat terjadinya Gerakan 30 September tahun 1965. Pengarang menjadi saksi hidup dan
tersdar atas kejahatan yang dilakukan oleh PKI pada saat itu. Secara garis besar cerita dalam novel ini mengisi
tentang penderitaan, keterpinggiran atau kenelangsaan masyarakat bawah. Hal ini bisa menimpa dukuh
tersebut karena, dalam kehidupan masyarakat Dukuh Paruk masih memiliki sistem kepercayaan kepada roh-
roh leluhur tanpa mau berpikir terbuka dan menyeimbangkan pemikiran dengan kemajuan zaman yang
terjadi.
• Nilai-nilai yang terkandung

a) Nilai sosial

Warga Dukuh Paruk mempunyai kepercayaan kepada kekeramatan makam Ki Sicamenggala, kepercayaan
kepada roh indang, sebagai pesan dalam dunia peronggengan, dan kehidupan yang identik dengan
pertunjukkan ronggeng beserta calungnya, sumpah-serapah, dan seloroh cabul. Dalam kehidupannya pun
tidak ada penerapan gotong-royong, yang ada hanya membantu orang-orang yang dianggap pantas untuk
diperlakukan secara baik. Contohnya saja, para warga yang sangat memuliakan Srintil, ketika Srintil
dinobatkan menjadi Ronggeng Dukuh Paruk. Apabila dipandang secara umum, novel ini juga mengandung
nilai tentang tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi
persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Banyak orang yang menyuarakan tentang
demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan masih sangat sering
terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil dan Rasus yang berbicara
tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

b) Nilai Budaya

Nilai budaya yang terkandung yaitu masyarakat daerah Banyumas, khususnya di Dukuh Paruk yang masih
menjalani kehidupan bermasyarakatnya dengan adat yang ada dari leluhur atau nenek moyang meraka. Yang
paling jelas tentang nilai budaya dalam novel ini, yaitu dengan keharusannya adanya ronggeng di dukuh
tersebut, dan seorang ronggeng pun harus menjalani tradisi seorang ronggeng yaitu khususnya adat bukak-
klambu.

c) Nilai Moral

Nilai moral yang terkandung dalam novel ini yaitu di dukuh ini tidak mengharamkan perbuatan yang senonoh
kepada wanita. Namun, yang perlu kita ketahui bahwa tidak semua wanita sama, ingin diperlakukan tidak
senonoh. Jelas berbeda antara wanita Dukuh Paruk dan luar daerah Dukuh Paruk.

d) Nilai Estetika

Nilai estetika yang tercerminkan dalam novel ini yaitu tema yang diangkat dalam novel ini. Tema yang ada
sangatlah kompleks dan menjadikannya memiliki estetika tersendiri bagi para pembaca. Penggunaan gaya
bahasa, yang jarang kita temui pada novel-novel lainnya pun menjadi penunjang tema yang diangkat ini,
serta menambahkan keindahan di dalam novel ini.

e) Nilai Politik

Dalam novel ini terdapat juga nilai politik yaitu, adanya kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah
menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan
tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi pada
tanggal 30 September 1965.

Anda mungkin juga menyukai