Konflik
Konflik utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu saat peristiwa
keracunan tempe bongkrek terjadi yang membunuh sebagian masyarakat Dukuh
Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh Paruk yang terakhir. Rasus sebagai
tokoh utama juga mengalami keracunan tersebut. Konflik lain terjadi ketika
Srintil mulai menjadi calon ronggeng baru. Saat itu kehidupan Srintil mulai
berubah. Dari yang dulunya sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi
setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Saat itu
Rasus mulai menjauh dari Srintil, wanita yang dicintainya itu. Konflik meningkat
ketika Srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang ronggeng,
syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat
yang akan menghancurkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan
kebencian yang mendalam bagi Rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh
Paruk. Konflik muncul lagi ketika tim ronggeng Dukuh Paruk, menjadi pengisi
acara dalam kegiatan rapat partai. Dan ternyata partai tersebut adalah partai
komunis yang menyebabkan tim ronggeng Dukuh Paruk disangka ikut terlibat
dalam aksi radikal yang dilakukan oleh partai komunis tersebut, dan
mengakibatkan tim ronggeng Dukuh Paruk ditahan dipenjara beberapa bulan dan
Srintil ditahan selama dua tahun. Konflik yang terjadi pada buku ketiga yaitu,
Rasus yang dilema antara memilih memutuskan menikahi Srintil saat itu juga atau
memilih menjalankan tugasnya untuk dinas di luar pulau Jawa. Konflik muncul
lagi ketika Srintil yang mengira akan dinikahi oleh Bajus seorang priyayi dari
Jakarta, namun faktanya Srintil hanya dijadikan wanita penghibur untuk bos dari
priyayi tersebut. Dan hal tersebut menyebabkan Srintil menjadi kehilangan akal
sehat.
Klimaks
Puncak permasalahan terjadi ketika Srintil telah menjadi seorang ronggeng
Dukuh Paruk, yang berarti Srintil telah menjadi milik orang banyak dan Rasus
sebagai seorang laki-laki yang menyukainya harus merelakan Srintil menjadi
milik orang banyak. Ketika tim ronggeng Dukuh Paruk tidak mengetahui bahwa
penampilannya pada setiap rapat dalam partai komunis tersebut hanya sebagai
alat, dan menyebabkan mereka ditahan karena dianggap sebagai bagian dari partai
komunis tersebut. Pada buku ketiga, puncak permasalahannya terjadi ketika Rasus
memilih meninggalkan Dukuh Paruk untuk melaksanakan dinasnya di luar pulau
Jawa.
Anti – Klimaks
Rasus yang mencintai Srintil dan yang menganggap bahwa sosok ibunya
berada dalam diri Srintil tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa merasakan kecewa
setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Oleh
karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk.
Tim ronggeng Dukuh Paruk yang sadar bahwa telah diperalat oleh partai komunis
yang ada, akhirnya pasrah saja dengan tudingan yang diberikan kepada mereka.
Rasus memilih untuk menjalani dinas keluar pulau Jawa, dan membuat Srintil
membuka hati untuk pria lain yang ingin menikahinya, namun ternyata tidak ada
laki-laki yang sungguh-sungguh ingin menikahinya.
Penyelesaian
Walau Rasus sangat mencintai Srintil, itu semua tidak menggoyahkan
tekadnya yang bulat untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Pada saat
fajar, Rasus pergi tanpa berpamitan pada Srintil yang masih tertidur pulas. Rasus
meninggalkan Dukuh Paruk menuju pasar Dawuan,dan di tempat itulah Rasus
merubah jalan hidupnya yang dulu sangat miskin ilmu. Ia menjadi seorang
prajurit atau tentara yang gagah. Kepergian Rasus tanpa pamit itu sangat
mengejutkan dan menyadarkan Srintil bahwa ternyata tidak semua lelaki dapat
ditundukkan oleh seorang ronggeng. Tim ronggeng Dukuh Paruk menjalani
hukuman yang diberikan aparat yang berwajib dengan ikhlas, meskipun
sesungguhnya mereka tidak bersalah, karena mereka memang tidak terlibat dalam
aksi partai komunis yang terjadi. Akhirnya Rasus berniat untuk mengubah tanah
kelahirannya itu menjadi tanah yang bermartabat, tidak lagi tanah yang memeliki
jiwa primitif. Tidak ada lagi ronggeng di Dukuh Paruk
3. Latar
Latar Tempat
Terlihat jelas dari judul novel Ronggeng Dukuh Paruk, novel Ronggeng
Dukuh Paruk ini berlatar tempat utama di pedukuhan yang bernama Dukuh
Paruk. Latar utama yang terjadi di Dukuh Paruk memunculkan latar yang lebih
khusus. Hal ini terdapat dalam latar berikut:
1) Di tepi kampung.
2) Di pelataran, dibawah pohon nangka.
3) Di halaman rumah Kartareja.
4) Pemakaman Ki Secamenggala.
5) Pasar Dawuan.
6) Rumah Sakarya.
7) Rumah Sakum.
8) Rumah Srintil.
9) Rumah nenek Rasus.
10) Rumah Kartareja.
11) Lapangan kecamatan Dawuan.
Latar Waktu
Cerita dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk tidak mempunyai tanggal
yang pasti, namun novel ini terjadi pada tahun 1965. Hal ini tercermin ketika
Srintil terlibat dalam kasus politik pada tahun 1965. Sedang latar terjadinya
peristiwa kematian sebagian warga Dukuh Paruk akibat keracunan tempe
bongkrek terjadi tahun 1946. Latar waktu dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk
juga terjadi tahun 1960. Pada saat itu perampokan dan kekerasan sering terjadi.
Secara lebih spesifiknya lagi cerita yang terjadi juga memiliki latar waktu pada
pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
Latar Suasana
Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk, suasana yang tercipta berubah-
ubah. Ada kalanya suasana gembira, hal itu tercerminkan pada saat Srintil yang
berusia sebelas tahun dinobatkan menjadi seorang ronggeng karena ruh indang
telah merasuki dirinya, dan oleh sebab itu seluruh warga Dukuh Paruk
berbahagia. Suasana keteganganpun pernah tercipta saat rampok datang ke Dukuh
Paruk khususnya ke rumah Ki Kartareja. Suasana sedih pun tercipta ketika Srintil
ditahan selama dua tahun, lalu Rasus berusaha untuk menjenguknya, tidak ada
percakapan disana, hanya ada air mata yang dijadikan bahasa untuk
menyampaikan apa yang dirasakan Srintil maupun Rasus.
C. Sarana Cerita
1. Sudut Pandang
Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini menggunakan kemungkinan dua sudut
pandang, yaitu orang ketiga serba tahu dan orang pertama adalah pelaku utama.
Karena dalam bagian pertama, menggambarkan orang ketiga serba tahu. Pengarang
ikut terlibat dalam cerita sekaligus sebagai pengamat. Pengarang mengetahui batin
tokoh utama, seperti tokoh Rasus ketika menyaksikan pentas menari Srintil.
Pengarang seperti ikut merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati
Rasus. Sedangkan pada bagian kedua sampai seterusnya diceritakan dengan sudut
pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus yang di sebut “aku”. “aku”
merupakan tokoh utama yang mempunyai kedudukan yang dominan pada cerita.
2. Gaya
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis novel Ronggeng Dukuh
Paruk adalah sederhana dan lugas. Gaya bahasa menggambarkan kepolosan, seperti
orang-orang Dukuh Paruk yang menjalankan kehidupan apa adanya. Gaya bahasa
dalam cerita berdominan dengan gaya penulisan yang sangat bernuansa masyarakat
pedesaan.
D. Keterkaitan antara Tema