Anda di halaman 1dari 2

Nama Kelompok :

1. Nur laeli
2. Afifah Khoirunnisa
3. Fitria
Kelas : XII OTKP A
Gajah Mada: Bergelut dalam Takhta dan
Angkara

Kutipan Novel Sejarah Struktur Keterangan


Duka membayang di kaki langit, duka sekali Orientasi Berisi penjelasan tentang
lagi membungkus mata hati....... latar waktu dan situasi
Ada banyak hal yang dicatat Pancaksara, cerita yang akan
banyak sekali. Kesedihan kali ini terjadi bagai diceritakan yaitu pada
pengulangan peristiwa sembilan belas tahun masa kerajaan Majapahit.
yang lalu, yang ditulisnya berdasar kisah yang
dituturkan ayahnya, Samenaka, karena ketika
peristiwa itu terjadi Pancaksara masih belum
bisa dibilang dewasa.Kala itu tahun 1309.
Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua
berdoa, apa pun warna agamanya, apakah
Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah
perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke
Purawaktra yang tidak dijaga terlampau ketat.
Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada
siapa pun karena memang emikian sikap
keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap
prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh
duka mendalam atas gering yang diderita
Kertarajasa Jayawardhana (h. 3–4).
Dan ketika bende Kiai Samudra dipukul Pengungkapan Pada bagian ini penulis
bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan peristiwa menyajikan peritiwa
pada bende yang getar suaranya mampu kematian Sang Prabu
menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat Kertaradjasa
yang sangat dipahami. Gelegar bende dengan Jayawardhana.
nada satu demi satu.Namun, berjarak sedikit Kematian Sang Raja inilah
lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan yang menjadi penyebab
pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang munculnya permasalahan
yang mendengar isyarat itu merasa denyut dalam cerita selanjutnya.
jantungnya berhenti berdetak.Di bilik Di sini tokoh utama, Gajah
pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Mada mulai menghadapi
Jayawardhana yang ketika muda sangat dikenal banyak persoalan.
dengan sebutan Raden Wijaya membeku.
Empat dari lima istrinya meledakkan tangis
(h.4).
Yang mencuri perhatian kali ini bukan hanya Menuju Peristiwa yang iungkapkan
soal desas-desus itu. Sepeninggal Kalagemet konflik pada bagian ini merupakan
Sri Jayanegara dengan segera muncul peristiwa yang akan
pertanyaan, siapa yang akan naik takhta menyebabkan terjadinya
menggantikannya. konflik-konflik
Dua pewaris yang masing- masing berwajah berkepanjangan
cantik itu memang bersih, tetapi apa yang dalam novel.
terlihat tidak sesederhana yang tampak.
Pancaksara bahkan melihat persaingan amat
tajam bakal terjadi, terutama riuhnya barisan
orang-orang di belakang Kudamerta dan
barisan orang-orang
di belakang Cakradara. Bagaimana dengan Menuju Peristiwa yang
yang bersangkutan, Kudamerta dan Cakradara? konflik diungkapkan pada
Karena beristrikan ratu pewaris takhta tidak bagian ini merupakan
ubahnya ikut numpang mewarisi takhta itu peristiwa yang akan
sendiri. menyebabkan terjadinya
konflik-konflik
berkepanjangan dalam
novel.
“Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing?” Puncak Pada bagian ini banyak
“Lurah Prajurit Ajar Langse,” jawab konflik peristiwa besar yang
Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada terjadi yang menyebabkan
menarik napas lega setelah mengetahui bukan permasalahan menjadi
Gajah Enggon yang terbunuh di Bale sangat rumit yaitu
Gringsing. Akan tetapi, bahwa pembunuhan itu pembunuhan demi
terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada pembunuhan yang terus
penasaran. Apalagi yang terbunuh terjadi, tetapi pelakunya
adalah Ajar Langse yang belum lama belum tertangkap.
berpapasan dengannya.
Balai Prajurit ramai sekali. Berita mengenai Resolusi Penyelesaian
ditangkapnya pemimpin orang-orang yang permasalahan atau
berniat melakukan makar dengan cepat konflik di kerajaan
menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina Majapahit dilakukan tokoh
prajurit Bhayangkara yang membawa pulang utama (Gajah Mada)
pimpinan pemberontak yang tertangkap di dengan menangkap semua
Karang Watu, maka dengan segera berita itu pelaku kerusuhan.
menyebar ke penjuru kota. Lebih-lebih ketika
hari merambat siang tawanan dalam jumlah
lebih banyak diangkut dengan kereta kuda
menuju kotaraja di bawah pengawalan
gabungan pasukan Jalapati dan Sapu Bayu.
Menurut kabar, yang tertangkap sebenarnya
lebih banyak lagi, namun masih menempuh
perjalanan dengan berjalan kaki.
Dyah Menur berbalik dengan memejamkan Koda Pada bagian akhir novel,
mata. Dyah Menur Hardiningsih yang penulis memberikan
menggendong anaknya dan Pradhabasu yang pernyataan tentang
juga menggendong anaknya, berjalan makin semua peristiwa yang
jauh dan makin jauh ke arah surya di langit terjadi dengan kalimat
barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya penutup: Sang waktu pula
akan mengantarkan ke mana pun mereka yang menggilas semua
melangkah. Sang waktu pula yang menggilas peristiwa menjadi masa
semua peristiwa menjadi masa lalu. lalu.

Anda mungkin juga menyukai