100%(2)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara)
1K tayangan2 halaman
Novel ini menceritakan tentang pergolakan politik di kerajaan Majapahit setelah kematian Raja Kertarajasa Jayawardhana. Kematiannya menimbulkan persaingan antara dua pangeran untuk merebut takhta kerajaan dan memunculkan konflik yang berkepanjangan. Konflik ini diakhiri oleh tokoh Gajah Mada yang berhasil menangkap pelaku kerusuhan untuk mengembalikan stabilitas di kerajaan.
Novel ini menceritakan tentang pergolakan politik di kerajaan Majapahit setelah kematian Raja Kertarajasa Jayawardhana. Kematiannya menimbulkan persaingan antara dua pangeran untuk merebut takhta kerajaan dan memunculkan konflik yang berkepanjangan. Konflik ini diakhiri oleh tokoh Gajah Mada yang berhasil menangkap pelaku kerusuhan untuk mengembalikan stabilitas di kerajaan.
Novel ini menceritakan tentang pergolakan politik di kerajaan Majapahit setelah kematian Raja Kertarajasa Jayawardhana. Kematiannya menimbulkan persaingan antara dua pangeran untuk merebut takhta kerajaan dan memunculkan konflik yang berkepanjangan. Konflik ini diakhiri oleh tokoh Gajah Mada yang berhasil menangkap pelaku kerusuhan untuk mengembalikan stabilitas di kerajaan.
1. Nur laeli 2. Afifah Khoirunnisa 3. Fitria Kelas : XII OTKP A Gajah Mada: Bergelut dalam Takhta dan Angkara
Kutipan Novel Sejarah Struktur Keterangan
Duka membayang di kaki langit, duka sekali Orientasi Berisi penjelasan tentang lagi membungkus mata hati....... latar waktu dan situasi Ada banyak hal yang dicatat Pancaksara, cerita yang akan banyak sekali. Kesedihan kali ini terjadi bagai diceritakan yaitu pada pengulangan peristiwa sembilan belas tahun masa kerajaan Majapahit. yang lalu, yang ditulisnya berdasar kisah yang dituturkan ayahnya, Samenaka, karena ketika peristiwa itu terjadi Pancaksara masih belum bisa dibilang dewasa.Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawaktra yang tidak dijaga terlampau ketat. Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun karena memang emikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana (h. 3–4). Dan ketika bende Kiai Samudra dipukul Pengungkapan Pada bagian ini penulis bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan peristiwa menyajikan peritiwa pada bende yang getar suaranya mampu kematian Sang Prabu menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat Kertaradjasa yang sangat dipahami. Gelegar bende dengan Jayawardhana. nada satu demi satu.Namun, berjarak sedikit Kematian Sang Raja inilah lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan yang menjadi penyebab pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang munculnya permasalahan yang mendengar isyarat itu merasa denyut dalam cerita selanjutnya. jantungnya berhenti berdetak.Di bilik Di sini tokoh utama, Gajah pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Mada mulai menghadapi Jayawardhana yang ketika muda sangat dikenal banyak persoalan. dengan sebutan Raden Wijaya membeku. Empat dari lima istrinya meledakkan tangis (h.4). Yang mencuri perhatian kali ini bukan hanya Menuju Peristiwa yang iungkapkan soal desas-desus itu. Sepeninggal Kalagemet konflik pada bagian ini merupakan Sri Jayanegara dengan segera muncul peristiwa yang akan pertanyaan, siapa yang akan naik takhta menyebabkan terjadinya menggantikannya. konflik-konflik Dua pewaris yang masing- masing berwajah berkepanjangan cantik itu memang bersih, tetapi apa yang dalam novel. terlihat tidak sesederhana yang tampak. Pancaksara bahkan melihat persaingan amat tajam bakal terjadi, terutama riuhnya barisan orang-orang di belakang Kudamerta dan barisan orang-orang di belakang Cakradara. Bagaimana dengan Menuju Peristiwa yang yang bersangkutan, Kudamerta dan Cakradara? konflik diungkapkan pada Karena beristrikan ratu pewaris takhta tidak bagian ini merupakan ubahnya ikut numpang mewarisi takhta itu peristiwa yang akan sendiri. menyebabkan terjadinya konflik-konflik berkepanjangan dalam novel. “Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing?” Puncak Pada bagian ini banyak “Lurah Prajurit Ajar Langse,” jawab konflik peristiwa besar yang Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada terjadi yang menyebabkan menarik napas lega setelah mengetahui bukan permasalahan menjadi Gajah Enggon yang terbunuh di Bale sangat rumit yaitu Gringsing. Akan tetapi, bahwa pembunuhan itu pembunuhan demi terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada pembunuhan yang terus penasaran. Apalagi yang terbunuh terjadi, tetapi pelakunya adalah Ajar Langse yang belum lama belum tertangkap. berpapasan dengannya. Balai Prajurit ramai sekali. Berita mengenai Resolusi Penyelesaian ditangkapnya pemimpin orang-orang yang permasalahan atau berniat melakukan makar dengan cepat konflik di kerajaan menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina Majapahit dilakukan tokoh prajurit Bhayangkara yang membawa pulang utama (Gajah Mada) pimpinan pemberontak yang tertangkap di dengan menangkap semua Karang Watu, maka dengan segera berita itu pelaku kerusuhan. menyebar ke penjuru kota. Lebih-lebih ketika hari merambat siang tawanan dalam jumlah lebih banyak diangkut dengan kereta kuda menuju kotaraja di bawah pengawalan gabungan pasukan Jalapati dan Sapu Bayu. Menurut kabar, yang tertangkap sebenarnya lebih banyak lagi, namun masih menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Dyah Menur berbalik dengan memejamkan Koda Pada bagian akhir novel, mata. Dyah Menur Hardiningsih yang penulis memberikan menggendong anaknya dan Pradhabasu yang pernyataan tentang juga menggendong anaknya, berjalan makin semua peristiwa yang jauh dan makin jauh ke arah surya di langit terjadi dengan kalimat barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya penutup: Sang waktu pula akan mengantarkan ke mana pun mereka yang menggilas semua melangkah. Sang waktu pula yang menggilas peristiwa menjadi masa semua peristiwa menjadi masa lalu. lalu.