Anda di halaman 1dari 12

MENAFSIR PANDANGAN PENGARANG DALAM NOVEL

A. Menafsir Pandangan Pengarang dalam Novel

Menafsir pandangan pengarang dalam novel adalah menafsir apa saja yang terkandung dalam novel, dalam

hal ini termasuk di dalamnya menafsir tentang pesan pengarang, kalimat konotasi, kaitan fakta dengan

kehidupan yang ada dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh penulis.

Langkah-langkah menafsir pandangan pengarang:

1. membaca novel dengan seksama

2. menentukan nilai-nilai kehidupan

3 menafsirkan pandangan pengarang terhadap nilai-nilai itu

B. Interpretasi Terhadap Pandangan Pengarang

Interpretasi terhadap pandangan pengarang adalah memberi kesan kepada pandangan pengarang baik

berupa apresiasi maupun berupa kritik.

Nilai-nilai dalam novel:

1. Nilai sosial adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang hubungan dengan manusia atau masyarakat.

2. Nilai agama adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang sesorang berdasarkan hubungannya

dengan Tuhan.

3. Nilai moral adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kepribadian atau sikap sesorang dalam

menyikapi suatu masalah.

4. Nilai budaya adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kebiasaan, adat-istiadat, keperyaan, oleh

masayarakat setempat.

Menafsirkan dan interpretasi pandangan pengarang dalam novel

Kutipan novel :
“Jimbron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami heran

karena kalau mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang pastor karena

beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti

Arai ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Itali itu tak sedikit pun bermaksud

mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke

masjid” (SP, 61)

Nilai kehidupan:

1. Nilai religius/agama (dilihat dari Jimbron)

2. Nilai sosial (dilihat dari pendeta)

Pandangan pengarang:

Pengarang menghadirkan tokoh Jimbron dalam novel Sang Pemimpi mencerminkan tokoh yang taat

beragama dengan mengaji setiap harinya, walaupun dia hidup di lingkungan agama yang berbeda, yaitu

agama Katolik. Kemudian pengarang juga menghadirkan cerminan toleransi dan jiwa sosial melalui tokoh

pendeta.

Interpretasi Pandangan pengarang:

Sangat setuju dengan pandangan pengarang, melalui tokoh Jimron pengarang memberikan gambaran

kehidupan religius walaupun hidup berbeda agama dan pengarang juga memberikan gambaran cerminan

toleransi dan jiwa sosial melalui tokoh pendeta.


Ronggeng Dukuh Paruk (1982)

Karya Sastra Ronggeng Dukuh Paruk merupakan salah satu novel


Ahmad Tohari. Novel ini merupakan buku pertama Trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk. Novel kedua berjudul Lintang Kemukus Dini Hari, dan
novel ketiga berjudul Jantera Bianglala. Novel ini terbit pertama kali
tahun 1982 di PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Cetakan ketiga
diterbitkan oleh penerbit yang sama, November 1988. Cetakan keempat
diterbitkan juga oleh Gramedia Pustaka Utama Februari 1992 dan cetakan
kelima pun diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Februari 1999
dengan jumlah 174 halaman. Pada tahun 2003 dan November 2011, trilogi ini disatukan menjadi
satu buku dengan judul Ronggeng Dukuh Paruk. Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan rekaman
kehidupan dan adat kebiasaan masyarakat Dukuh Paruk. Dukuh Paruk, dalam cerita itu adalah
sebuah desa yang terpencil di Jawa, sangat miskin, dan terbelakang, baik kehidupan ekonomi,
budaya, maupun pendidikannya.
Gambaran kemelaratan di desa Dukuh Paruk itu terpelihara secara lestari karena kebodohan
dan kemalasan penghuninya. Dalam novel ini yang paling mencolok adalah kisah yang disajikan
pengarang tentang asal-usul penduduk daerah itu dan kehidupan mereka yang tergantung pada
kehidupan ronggeng, seperti yang terbayang dari judul buku itu. Nenek moyang penduduk Dukuh
Paruk itu bernama Ki Sacamenggala, seorang bromocorah yang menjadi musuh kehidupan
masyarakat. Akan tetapi, setelah ia tiada dan dikuburkan di punggung bukit kecil di tengah- tengah
Dukuh Paruk, kuburan itu menjadi pusat kehidupan kebatinan mereka. Perilaku penduduk Dukuh
Paruk itu tergambar dari gumpalan abu kemenyan di kuburan Ki Secamenggala. Menabuh calung
dan gendang, serta meronggeng adalah kegiatan mereka yang menghidupkan desa itu. Tidak ada
pendidikan moral, etika, dan agama di desa itu. Oleh karena itu, jika seorang perempuan ingin
menjadi ronggeng ia harus berpedoman pada apa yang diajarkan atau yang dikehendaki oleh
leluhur mereka, Ki Secamenggala. Untuk mengetahui keinginan orang yang sudah mati itu diadakan
upacara sesajian agar arwah nenek moyang itu hadir. Di samping itu, seseorang yang ingin menjadi
ronggeng harus melalui berbagai syarat, antara lain, harus bersedia melalui upacara bukak klambu,
yaitu sayembara untuk memperoleh keperawanan calon ronggeng
dengan membayarkan uang yang jumlahnya sangat tinggi sesuai dengan permintaan
dukun ronggeng yng mengasuh calon ronggeng itu. Itulah yang harus dilakukan oleh
tokoh Srintil yang ingin menjadi ronggeng dalam cerita itu. Bagi masyarakat Dukuh Paruk
seorang ronggeng adalah segala-galanya. Bahkan seorang istri akan sangat berbangga
apabila suaminya sanggup mendapatkan keperawanan ronggeng itu. Oleh karena itu,
setelah menjadi ronggeng Srintil sangat dipuja-puja oleh penduduk Dukuh Paruk.
Sebaliknya, bagi tokoh Rasus, teman sepermainan Srintil sejak kecil, hal itu menjadi
jurang pemisah yang menyakitkan hati karena a merasakan ada sesuatu yang hilang,
yaitu byang-bayang emaknya yang tidak pernah dikenalnya sejak kecil karena tewas
dalam prahara tempe bongkrek, tetapi menjelma dalam diri Srintil. Adat kebiasaan
memuja-muja ronggeng hanya dimiliki oleh penduduk Daerah Dukuh Paruk. Di luar
daerah Dukuh Paruk, citra Srintil yang sudah menjadi ronggeng itu dianggap sangat
rendah derajatnya, ia disamakan dengan wanita asusila. Jadi, tampaknya pengarang ingin
mengembangkan tema cerita bahwa masyarakat yang tidak mau meningkatkan kualitas
kerja dan pengetahuannya akan tetap menjadi masyarakat yang statis, seperti yang
dialami oleh masyarakat Dukuh Paruk yang hanya patuh dan taat pada kegaiban arwah Ki
Secamenggala. Mereka itu tetap menjadi masyarakat yang malas, bodoh, dan miskin.
Walaupun ada pasangan suami istri, ada anak atau cucu, tokoh-tokoh dalam cerita itu
ditampilkan sebagai anggota masyarakat yang tidak mengenai nilai-nilai yang
membentuk lembaga terkecil, seperti suatu lembaga perkawinan yang harus dihormati
dan ditaati. Bahkan, yang seharusnya merupakan nilai tertinggi bagi seorang gadis,
kegadisannya, disayembarakan. Bagi Rasus, yang mencintai Srintil, calon ronggeng Dukuh
Paruk itu hal itu sangat dibencinya. Lagi pula Srintil sendiri bersedia diperlakukan
demikian.
Pandangan pengarang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam aspek sosial,
keagamaan, dan budaya adalah sebagai berikut.

Pengarang menyajikan pendapatnya tentang kondisi perempuan dalam masyarakat Bali


yang kerap menjadi warga kelas dua. Akibatnya, wanita kerap mendapat perlakuan yang
cenderung kurang baik jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal inilah yang kemudian
berupaya dilawan oleh penulis melalui karya yang disajikannya.
1. Nilai Pendidikan Sosial Budaya Novel Ronggeng Dukuh Paruk: Etika dalam kehidupan sosial
yang harus diikuti agar mendapatkan keberhasilan hidup tersebut adalah mengikuti wiradat
(upaya diri) dan rajin bekerja.
2. Nilai Pendidikan Religius Novel Ronggeng Dukuh Paruk: Sebagai bentuk religiusitas
karena orang-orang Dukuh jarang bersentuhan dengan dunia selain Dukuh Paruk.
Menafsir Pandangan Pengarang dalam Novel

A. Menafsir Pandangan Pengarang dalam Novel

Menafsir pandangan pengarang dalam novel adalah menafsir apa saja yang terkandung dalam

novel, dalam hal ini termasuk di dalamnya menafsir tentang pesan pengarang, kalimat konotasi,

kaitan fakta dengan kehidupan yang ada dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan

oleh penulis.

Tujuan Menafsir

Tujuan dari menafsir pandangan mengarang untuk memperjelas makna ataupun mengungkapkan

keunggulan novel yang tersirat dalam cerita.

Hasil Penafsiran

Hasil sebuah penafsiran memunculkan sebuah pendapat baik dalam bentuk persetujuan ataupun

ketidaksetujuan, sebuah saran, sebuah kritik bahkan sebuah pujian.

Langkah-langkah menafsir pandangan pengarang:

1. membaca novel dengan seksama

2. menentukan nilai-nilai kehidupan

3 menafsirkan pandangan pengarang terhadap nilai-nilai itu

B. Interpretasi Terhadap Pandangan Pengarang


Interpretasi terhadap pandangan pengarang adalah memberi kesan kepada pandangan pengarang

baik berupa apresiasi maupun berupa kritik.

Nilai-nilai dalam novel:

1. Nilai sosial adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang hubungan dengan manusia atau

masyarakat.

2. Nilai agama adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang sesorang berdasarkan

hubungannya dengan Tuhan.

3. Nilai moral adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kepribadian atau sikap sesorang

dalam menyikapi suatu masalah.

Nilai budaya adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kebiasaan, adat-istiadat, keperyaan,

oleh masayarakat setempat.

SINOPSIS

Tuhan . . .

Andai aku bisa kembali

Aku tidak ingin ada tangisan didunia ini

Tuhan . . .

Andai aku bisa kembali

Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku terjadi pada orang lain

Tuhan . . .

Bolehkan aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan . . .

Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan . . .
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku

Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya

Tuhan . . .

Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya

Tuhan . . .

Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi

Agar aku bias memberikan kebahagiaan kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan . . .

Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa

Agar aku bisa memberikan arti hidup kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan . . .

Surat kecilku ini

Adalah surat terakhir dalam hidupku

Andai aku bisa kembali . . .

Ke dunia yang Kau berikan padaku

Itulah untaian kata yang tertera dalam surat kecilnya kepada Tuhan. Agnes

Davonar, yang lebih dikenal sebagai cerpenis online mendapat kesempatan untuk

menuangkan kisah nyata gadis kecil ini dalam sebentuk karya sastra.

Novel ini menceritakan tentang perjuangan gadis remaja dalam melawan kanker

ganas, Rabdomiosarkoma (kanker Jaringan Lunak). Dialah Gita Sessa Wanda Cantika, kita

mengenalnya sebagai mantan artis cilik era 1998. gadis kecil inilah tokoh utama dalam novel

Surat Kecil Untuk Tuhan yang divonis menderita kanker ganas dan diprediksi hidupnya

hanya tinggal 5 hari lagi. Kanker jaringan lunak itu menggerogoti bagian wajahnya sehingga
terlihat buruk menjadi seperti monster. Walau dalam keadaan sulit, Keke terus berjuang

untuk tetap hidup dan tetap bersekolah layaknya gadis normal lainnya.

Orang tuanya berat mengambil keputusan, bagaimanapun juga sebagai orang

tuanya, mereka tidak tega melihat separuh wajah putrinya harus hilang karena operasi.

Maka, ayah berserta keluarga merahasiakan kanker itu pada Keke, panggilan gadis remaja

aktif dengan sejuta prestasi model dan tarik suara.

Namun akhirnya Keke tau bahwa ia terserang kanker ganas, ia pasrah dan tidak

marah pada siapapun yang merahasiakan penyakit maut itu padanya. Ia memberikan senyum

kepada siapapun dan menunjukkan perjuangannya bahwa dengan kanker diwajahnya ia

masih mampu berprestasi dan hidup normal di bangku sekolah. Tuhan menunjukkan

kebesaran hati dengan memberikan nafas panjang padanya untuk lepas dari kanker itu sesaat

Sang Ayah, Joddy Tri Aprianto tidak menyerah. Ia terus berjuang agar sang putri

kesayangannya itu dapat terlepas dari vonis kematiannya. Perjuangan sang ayah dalam

menyelamatkan putrinya tersebut begitu mengharukan. Ayahnya berusaha untuk mencari

pengobatan alternatif dan berkeliling ke seluruh Indonesia, tapi hasilnya nihil. Mau tak mau

ayahnya kembali ke ilmu medis dan menurut dokter, ada satu cara lain yang bisa membunuh

kanker itu, kemoterapi.

Perjuangan Keke melawan kanker membuahkan hasil. Dengan segala upaya orang

tuanya, Gita mendapatkan kesempatan untuk sembuh setelah bertahan selama 6 bulan

melalui kemotrapi untuk membunuh sel-sel kanker yang menggerogoti tubuhnya. Sekali

Kemotrapi, mampu merontokkan semua rambut yang ada di tubuhnya, dan tubuh kecil Gita

harus menjalaninya hingga 25 kali untuk bisa sembuh.

Kebesaran Tuhan membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang
ia cintai lebih lama. Kasus kanker ganas yang diidap oleh Gita menjadi kasus pertama yang

terjadi di Indonesia dan menjadi sebuah perdebatan di kalangan kedokteran karena kanker

tersebut biasa hanya terjadi pada orang tua. Keberhasilan Dokter Indonesia menyembuhkan

kasus kanker tersebut menjadi prestasi yang membanggakan sekaligus membuat semua

Dokter di Dunia bertanya-tanya.

Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat, Keke sadar

nafasnya di dunia ini semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan, ia bersyukur mendapatkan

sebuah kesempatan untuk bernafas lebih lama dari vonis 5 hari bertahan hingga 3 tahun

lamanya.

Kanker itu datang lagi, namun kali ini dengan lokasi berbeda, di pelipis mata

sebelah kanan. Kali ini, ayahnya mencoba cara yang pertama, berharap bisa membunuh

kanker nakal itu. Kemoterapi pun dilakukan lagi, seluruh rambut Keke rontok tak bersisa.

Tapi sepertinya kanker itu mulai kebal dengan bahan kimia. kanker itu tetap duduk manis di

pelipis kanan Keke.

Akhirnya ayahnya mencoba pengobatan ke Singapura, disana dokterpun

menyarankan untuk operasi. karena desperdo, mereka pun kembali ke Indonesia dengan

kondisi Keke yang semakin parah, Kenker itu mulai menyebar ke seluruh tubuh, ke paru-

paru, Jantung dan organ-organ lain. satu hal yang membuat aku terharu, dengan kondisi

yang begitu parah, semangat belajar Keke sangat tinggi, dia tetap keukeuh untuk sekolah.

bahkan disaat tangan dan kakinya sudah tak mampu lagi digerakkan.

Waktupun berlalu dan kondisi Keke tak juga membaik hingga akhirnya dia harus

rawat inap lagi di RSCM dan mengalami koma selama tiga hari. Dalam massa opname itu

ada berita yang begitu membanggakan baik untuk Keke dan keluarganya bahwa Allah
memang memberikan cobaan sesuai kemampuan hambaNya. Keke membuktikan semua

itu.”Keke menjadi juara tiga di kelasnya dalam ujian akhir sekolah.”

Lalu, dokter menyerah terhadap kankernya, di nafasnya terakhir ia menuliskan

sebuah surat kecil kepada Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati remaja Indonesia

yang berharap tidak ada air mata lagi di dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun.

Nafasnya telah berakhir 25 desember 2006 tepat setelah ia menjalankan ibadah

puasa dan idul fitri terakhir bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya, namun kisahnya menjadi

abadi.

PANDANGAN PENGARANG TERHADAP NOVEL “ SURAT KECIL UNTUK

TUHAN “

1. Bagaimana pandangan pengarang terhadap keadaan yang terjadi dalam novel “

Surat Kecil Untuk Tuhan “

Hasil penelitian menjukan bahwa :

a) Latar suasana semakin tercipta setelah Keke menghembuskan napas

terakhirnya pada 25 desember 2006 tepat setelah ia menjalankan ibadah

puasa dan Idul Fitri terakhir bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya

b) Meskipun berakhir menyedihkan tetapi novel ini sangat mengispirasi

banyak orang, bahkan ribuan air mata berjatuhan ketika biografi

pertamanya dikeluarkan secara online dan akhirnya cerita ini menjadi

cerita yang abadi


2. Bagaimana pandangan pengarang terhadap persoalan moral yang terhadi dalam

novel “ Surat Kecil Untuk Tuhan “

Hasil penelitian menunjukan bahwa :

a) Jangan menyerah terhadap takdir, tetap melakukan yang terbaik karena

hidup adalah anugerah “ Never give up ur Dream”

b) Lebih bisa mensyukuri arti kehidupan yang kita punya saat ini

c) Lebih dapat mendekatkan diri kita pada Sang Pencipta

Anda mungkin juga menyukai