Anda di halaman 1dari 2

http://www.theglobejournal.com/kategori/feature/hasbi-ash-shiddieqy-pemikir-islamdari-aceh.

php

Hasbi Ash-Shiddieqy Pemikir Islam dari Aceh


Riza Fakri Ismail The Globe Journal | Jum`at, 17 Juni 2011 Lhokseumawe - Bagi sebagian orang Aceh pernah mendengar nama Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, salah satu Pemikir Islam yang pernah dipunyai negeri ini. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy sudah menghasilkan puluhan buku dan artikel yang berkenaan dengan Tafsir dan Ilmu Al-Quran, Hadits, Tauhid/ Kalam, Fiqih dan Umum. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara pada 10 Maret 1904 dari pasangan Al-Haj Teungku Muhammad Husen ibn Muhammad Suud dan Ibunya, Teungku Amrah. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy berasal dari keluarga ulama-pejabat. Ayah Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al Haj Teungku Muhammad Husen ibn Muhammad Suud menduduki jabatan sebagai Qadli Chik setelah mertuanya wafat, adalah anggota rumpun Teungku Chik di Simeuluk Samalanga. Ibunya, Teungku Amrah adalah putri dari seorang teungku yaitu Teungku Abdul Aziz, yang juga merupakan pemangku jabatan Qadli Chik Maharaja Mangkubumi. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy juga keponakan dari Abdul Jalil, atau yang dikenal dengan nama Teungku Chik Di Awe Geutah, seorang ulama pejuang yang bersama Teungku Tapa bertempur di Aceh melawan Belanda. Teungku Chik Di Awe Geutah di kalangan masyarakat Aceh Utara dikenal sebagai seorang wali yang dikeramatkan. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy sejak remaja telah dikenal dikalangan masyarakat karena beliau sudah terjun berdakwah dan berdebat dalam diskusi-diskusi. Beliau sering diminta untuk mengambil peran sebagai yang mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Beliau ditinggalkan oleh ibunya untuk selama-lamanya ketika berumur enam tahun. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menikah pada usia 19 tahun dengan Siti Khadijah, seorang gadis yang masih ada hubungan kekerabatan. Hasbi Ash-Shiddieqy sosok yang menghargai orang berpendapat. Beliau tidak gusar jika pendapatnya dibantah orang lain termasuk anaknya sendiri. Bahkan dengan anaknya sendiri beliau sering berdiskusi yang kadang kala pada saat diskusi diwarnai pertengkaran. Berikutnya, beliau belajar Qiraah dan Tajwid serta dasar-dasar tafsir dan fiqih pada ayahnya sendiri. Setelah itu, Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjadi santri (saat itu disebut meudagang) dari satu dayah ke dayah yang lain, diantaranya Dayah Teungku Chik Di Piyeung dan Dayah Teungku Chik Di Bluk Bayu. Perguruan Tinggi Al-Irsyad adalah

pendidikan formal terakhir yang ditempuhnya. Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy memperoleh dua gelar Doktor Honoris Causa (HC), satu dari Unisba dan IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1975, serta menduduki jenjang fungsional tingkat Guru Besar pada tahun 1960. Beberapa jabatan penting yang pernah dipegangnya adalah, sebagai Dekan Fakultas Syariah pada tahun 1960, kemudian pada tahun 1960-1963 merangkap menjadi Pembantu Rektor III dan Dekan Fakultas Syariah di IAIN Yogyakarta. Selain itu Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy juga mengajar dan memegang jabatan struktural pada beberapa Perguruan Tinggi Islam Swasta. Beliau pernah juga menjadi Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang pada tahun 1961-1971. Rektor Universitas Al Irsyad, Surakarta dan Rektor Universitas Cokroaminoto yang nama asalnya adalah Akademi Agama Islam (AAI) di Surakarta. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Fatwa IAIN Sunan Kalijaga dan Pemimpin Post Graduate Course (PGC) dalam Ilmu Fiqih untuk dosen IAIN Se-Indonesia. Beliau juga sebagai Ketua Lembaga Fiqih Islam Indonesia (Levisi) serta Anggota Majelis Iftawat Tarjih DPP Al-Irsyad. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy wafat pada 9 Desember 1975 di Jakarta dan dimakamkan di Pekuburan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan. Saya tidak tahu banyak tentang kakek. Setelah itu, kakek banyak menghabiskan waktunya di Yogyakarta, ujar Muhammad Ashraf Fakhry, cucu Hasbi Ash-Shiddieqy ketika ditemui The Globe Journal di Gedung Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mon Geudong, Lhokseumawe, Rabu (8/6). Kakek meninggal ketika umur saya masih 9 tahun, katanya. Di pustakanya yang terletak di Gedung Hasbi Ash-Shiddieqy Lhokseumawe bisa ditemui puluhan karya tulis yang telah dihasilkannya, diantaranya, Tafsir dan Ilmu Al-Quran yang terdiri dari beberapa cetakan serta buku-buku lainnya. Semuga pustaka ini bisa bermanfaat untu masyarakat dan karya-karya beliau bisa menjadi pencerahan atau media pembelajaran buat kita untuk saat ini, ujar Muhammad Ashraf Fakhri.

Anda mungkin juga menyukai