Anda di halaman 1dari 3

Judul Novel Penulis Terbit Harga Jumlah Halaman Penerbit

: Nanjing de Xiao Nuhai : Vaneesa Huang : Juli 2012 : Rp 36.000,: 285 halaman : DIVA Press
Oleh : Imam Santoso

Sumber : http://blogdivapress.com

Senyum si Gadis Kecil dari Nanjing


Novel ini menceritakan tentang pembantaian massal di Nanjing-China. Dimana dalam kisah ini penulis menceritakan bagaimana suatu peristiwa pada tahun 1937 ketika terjadi pembantaian besar-besaran di China. Dalam novel ini penulis mengkisahkan seoarang gadis kecil yang telah tegar melihat saudaranya telah mati karena dibantai. Diawali dari kisah seorang laki-laki yang bernama Xiao Changyi sang pelukis jalanan yang menjadi anak yatim piatu. Dia tinggal dengan seorang nenek tua yang melihat changyi seperti anak gelandangan. Tetapi tak lama dia menjadi pelukis jalanan, akhirnya dia menjadi seorang pelayan rumah atau pembantu. Hingga dia beranjak dewasa, samapai akhrinya dia terpikat dengan anak majikannya, berawal dia bertemusebelum menjadi pelayan. Dan nama gadis itu adalah Zhou Jiangli. Sampai ketika Changyi dan Jiangli saling memadu kasih hingga diketahui oleh ayah Jiangli yang begitu marah melihat ananknya dihamili oleh pelayannya sendiri, hingga pada akhirnya Changyi dan Jiangli diusir dari rumah. Delapan bulan kemudian lahirlah lahirlah anak dari Changyi dan Jiangli yang bernama Xiao Yue Wan. Hingga umur sebelas tahun barulah Yue Wan bertemu dengan nenek dan kakeknya, akan tetapi kakeknya belum bisa memaafkan ayah dan ibunya serta Yue Wan. Dan ini membuat hati Yue Wan sangat sakit. Dalam kisah ini juga dicerikan seoarang anak laki-laki yang bernama Ichiko dia lahir di Jepang. Saat berumur 7 tahun Ichiko di gembleng untuk berlatih fisik layaknya seeorang tentara, karena ayahnya menginginkan anaknya masuk ke pendidikan militer, tak lain karena di Jepang jika telah menjadi tentara, dia akan merasa terhormat karena telah mengabdi kepada negara. Hingga pada umur 20 tahun ichiko mendaftarkan diri sebagai calan tentara. Dan pada akhirnya setelah melakukan tes, Dia masih ragu karena karena terpikirkn oleh ibunya dan adiknya yang sakit difabel yang sendirian di rumah setelah ditinggal ayahnya wafat. Setelah menunggu beberapa hari akhirnya diumumkan hasilnya dan Ichiko pun masuk

menjadi tentara militer Jepang. Dengan berat hati dan jiwa akhirnya Ichiko pun meninggalkan Ibu dan adiknya karena harus mengikuti pendidikan militer. Hingga pada suatu saat militer jepang melakukan invasi ke kota Nanjing untuk menjajah dan menduduki China. Terjadilah konflik disini, hingga pada akhirnya penjarahan, pemerkosaan, pembantaian terjadi. Dan nasib dari Yue Wan hingga pada suatu saat terpisah oleh kedua orang tuanya. Ibu, apakah kita akan mati? tanya Yue Wan ketakutan saat melihat tentara-tentara itu berjalan semakin mendekat. Xiao Yue Wan, gadis kecil berusia sebelas tahun ini harus terjebak dalam tragedi kemanusiaan di Nanjing, Cina, yang dilakukan oleh tentara militer Jepang pada Desember 1937, saat tentara Jepang menyerbu Nanjing. Dalam tragedi itu, Xiao Yue Wan harus terpisah dari kedua orang tuanya serta dipaksa menyaksikan sahabat baiknya disiksa dan diperkosa. Xiao Yue Wan berusaha tetap tegar menyaksikan semua itu. Menyaksikan satu demi satu kawan dan keluarganya dibantai di hadapannya. Hingga tibalah saat itu. Saat ia harus berhadapan dengan regu pembantai yang tegak berdiri di hadapannya. Dan, tepat saat detik-detik kematian menghampirinya, ketika sebelumnya Yue Wan telah tergencet oleh orang yang berbadan gemuk sehingga membuat Yue Wan tertindih dan tak terlihat oleh tentara Jepang, karena Yue Wan terindih oleh orang tadi. Malang nian nasib gadis kecil ini, kakinya terkena bayonet yang di tusukkan ke orang-orang yang sudah mati. Yue Wan merasa kesakitan dan terus memenjamkan matanya dengan berpura-pura mati, hingga pada akhirnya ada seseorang yang menemukannya di bawah tindihan orang yang telah mati tadi. Dan di bawalah Yue Wan ke rumah sakit darurat. Setelah di obati, Yue Wan terpikirkan oleh kedua orang tuanya. Dan di carilah ibunya di rumah sakit darurat tersebut, hingga pada akhirnya bertemulah Yue Wan dengan Ibunya. Terbesit dalam pikirannya, Ibunya telah di temukan dan setelahnya dia akan mencari ayahnya. Tak tahu bahwa ayanhnya telah meninggal setelah terlindas tank bersama kakeknya. Entah apa yang akan dilakukan Yue wan jika mengetahuinya. Aku mati dengan senyuman, aku tak sendirian di sebuah tempat asingyang pernah kuimpikan sebelumnya. Benar, aku tak sendiri. Mereka tetap bersamaku, tak pernah mati. (Detik-detik terakhir Xiao Yue Wan) Sebuah cerita yang luar biasa dan menegangkan. Unsur indah dan bermanfaat untuk pembaca telah menjiwai isi dan teknik penulisannya. Gaya bahasanya lugas, meskipun pilihan kata untuk dialog banyak menggunakan bahasa asing (China). Namun, pembaca tetap bisa memahami maknanya karena terbantu oleh catatan kaki yang ditampilkan.

Novel ini dibangun dari kisah nyata dengan nuansa intelektual yang tinggi. Dan dengan deskripsi setting cerita yang bagus. Penjelasan mengenai cerita seorang gadis yang menjadi aktor utama. Hal ini menunjukkan jika sang penulis memahami betul materi yang menjadi latar belakang cerita. Sad ending yang dipilih penulis untuk penyelesaian cerita, walaupun dikisahkan Xiao Yue wan tidak mati namun dia kehilangan keluarganya kecuali Ibunya. Ini membuat unsur kesedihan dari novel tersebut. Simaklah Novel berlatar belakang salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dia abad dua puluhan ini. Sebuah kisah yang semakin menyakinkan kita bahwa perang dan kekerasan akan selalu membawa luka, baik fisik maupun psikologis. Tak hanya bagi korban dan keluarganya, tapi juga para tentara!

Anda mungkin juga menyukai