: Nanjing de Xiao Nuhai : Vaneesa Huang : Juli 2012 : Rp 36.000,: 285 halaman : DIVA Press
Oleh : Imam Santoso
Sumber : http://blogdivapress.com
menjadi tentara militer Jepang. Dengan berat hati dan jiwa akhirnya Ichiko pun meninggalkan Ibu dan adiknya karena harus mengikuti pendidikan militer. Hingga pada suatu saat militer jepang melakukan invasi ke kota Nanjing untuk menjajah dan menduduki China. Terjadilah konflik disini, hingga pada akhirnya penjarahan, pemerkosaan, pembantaian terjadi. Dan nasib dari Yue Wan hingga pada suatu saat terpisah oleh kedua orang tuanya. Ibu, apakah kita akan mati? tanya Yue Wan ketakutan saat melihat tentara-tentara itu berjalan semakin mendekat. Xiao Yue Wan, gadis kecil berusia sebelas tahun ini harus terjebak dalam tragedi kemanusiaan di Nanjing, Cina, yang dilakukan oleh tentara militer Jepang pada Desember 1937, saat tentara Jepang menyerbu Nanjing. Dalam tragedi itu, Xiao Yue Wan harus terpisah dari kedua orang tuanya serta dipaksa menyaksikan sahabat baiknya disiksa dan diperkosa. Xiao Yue Wan berusaha tetap tegar menyaksikan semua itu. Menyaksikan satu demi satu kawan dan keluarganya dibantai di hadapannya. Hingga tibalah saat itu. Saat ia harus berhadapan dengan regu pembantai yang tegak berdiri di hadapannya. Dan, tepat saat detik-detik kematian menghampirinya, ketika sebelumnya Yue Wan telah tergencet oleh orang yang berbadan gemuk sehingga membuat Yue Wan tertindih dan tak terlihat oleh tentara Jepang, karena Yue Wan terindih oleh orang tadi. Malang nian nasib gadis kecil ini, kakinya terkena bayonet yang di tusukkan ke orang-orang yang sudah mati. Yue Wan merasa kesakitan dan terus memenjamkan matanya dengan berpura-pura mati, hingga pada akhirnya ada seseorang yang menemukannya di bawah tindihan orang yang telah mati tadi. Dan di bawalah Yue Wan ke rumah sakit darurat. Setelah di obati, Yue Wan terpikirkan oleh kedua orang tuanya. Dan di carilah ibunya di rumah sakit darurat tersebut, hingga pada akhirnya bertemulah Yue Wan dengan Ibunya. Terbesit dalam pikirannya, Ibunya telah di temukan dan setelahnya dia akan mencari ayahnya. Tak tahu bahwa ayanhnya telah meninggal setelah terlindas tank bersama kakeknya. Entah apa yang akan dilakukan Yue wan jika mengetahuinya. Aku mati dengan senyuman, aku tak sendirian di sebuah tempat asingyang pernah kuimpikan sebelumnya. Benar, aku tak sendiri. Mereka tetap bersamaku, tak pernah mati. (Detik-detik terakhir Xiao Yue Wan) Sebuah cerita yang luar biasa dan menegangkan. Unsur indah dan bermanfaat untuk pembaca telah menjiwai isi dan teknik penulisannya. Gaya bahasanya lugas, meskipun pilihan kata untuk dialog banyak menggunakan bahasa asing (China). Namun, pembaca tetap bisa memahami maknanya karena terbantu oleh catatan kaki yang ditampilkan.
Novel ini dibangun dari kisah nyata dengan nuansa intelektual yang tinggi. Dan dengan deskripsi setting cerita yang bagus. Penjelasan mengenai cerita seorang gadis yang menjadi aktor utama. Hal ini menunjukkan jika sang penulis memahami betul materi yang menjadi latar belakang cerita. Sad ending yang dipilih penulis untuk penyelesaian cerita, walaupun dikisahkan Xiao Yue wan tidak mati namun dia kehilangan keluarganya kecuali Ibunya. Ini membuat unsur kesedihan dari novel tersebut. Simaklah Novel berlatar belakang salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dia abad dua puluhan ini. Sebuah kisah yang semakin menyakinkan kita bahwa perang dan kekerasan akan selalu membawa luka, baik fisik maupun psikologis. Tak hanya bagi korban dan keluarganya, tapi juga para tentara!