Anda di halaman 1dari 4

1. Lakukan kegiatan berikut bersama teman sebangku Anda!

2. Cerita pendek merupakan karya sastra yang memuat latar belakang suatu peristiwa.
Latar belakang tersebut salah satunya berupa latar belakang sejarah. Dengan
mencermati peristiwa dalam cerita, dapat mengetahui informasi peristiwa sejarah.
Bagaimana cara mengetahui informasi sejarah dalam sebuah cerpen?
3. Simaklah cerita berikut yang dibacakan secara bergantian dengan teman Anda!

Kita Gendong Bergantian Karya:


Budi Darma

Misbahul ingat, pada suatu hari ketika dia sedang berjalan di Jl Arjuno, sekonyong- konyong
sirene membahana. Misbahul ditarik oleh ibunya, lalu melompat ke parit. Misbahul, anak
Surabaya dari Kampung Kedung Buntu, berjalan menuju ke sekolahnya. SD Kedondong.
Sejak Jepang datang tujuh bulan yang lalu, udara selalu dipenuhi oleh bau kelaparan,
kesengsaraan, dan kematian, Karena itu, ketika melihat dua mayat tergeletak dipinggir jalan,
dia tidak heran.

Dia terus berjalan, dan, tiba-tiba, di hadapannya muncul seorang perempuan buta: "Hel
Dengarkan saya. Ayah kamu akan mati. Sebentar lagi kamu akan lupa kata-kata saya. Lupa
bahwa kamu pernah bertemu saya."
Betul, dia benar-benar lupa, dan baru ingat setelah nanti, ketika dia pulang dari sekolah,
melihat ayahnya meninggal karena tetangga-tetangganya sendiri atas perintah Jepang. Dia
berjalan terus, sampai akhirnya mencapai sekolahnya. Di sekolah dia melihat peristiwa yang
sering terjadi semenjak Peket diangkat oleh Jepang untuk menjadi kepala sekolah. Dengan
gaya digagah-gagahkan sambil membawa tongkat komando,

Peket berjalan mondar-mandir sambil sesekali membongkok, menggaruk-garuk kakinya.


Kudis. Dan kudis telah menyerang semua penduduk semenjak dua bulan setelah Jepang
datang.

Beberapa saat sebelum lonceng berbunyi, semua orang harus berdiri rapi menghadap
panggung, dan begitu lonceng berbunyi, dengan gaya percaya diri yang sangat besar Peket
naik ke panggung. Tongkat komandonya diselipkan di ketiak, lalu dengan lagak berwibawa
dia menembakkan matanya ke semua guru dan murid di lapangan.

Upacara bendera dimulai. Dua guru mengerek bendera Jepang perlahan-lahan. sementara
semua orang menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, "Kimigayo" Dua guru ini, dan semua
guru lain dan semua murid, tidak ada yang memakai sepatu. Sepatu tidak lain adalah
barang mewah. Lalu siapa yang memakai sepatu? Ya Peket, dialah satu-satu orang yang
sanggup memiliki sepatu.

Setelah usai, semua orang harus membongkok-bongkok ke arah Tokyo, kiblat semua
bangsa jajahan Jepang. Tibalah saatnya Peket berpidato. Tongkat komandonya diacungkan
ke sana-kemari, sambil sesekali membongkok menggaruk-garuk kakinya. Meskipun semua
orang gatal-gatal diserang kudis, tidak ada satu orang pun berani menggaruk-garuk Kalau
berani, Peket merasa diejek, dan hukumannya berat.
Hari itu, Peket menutup pidatonya dengan perintah, untuk membantu para pahlawan Jepang
dalam pertempuran melawan Sekutu. Perintahnya: besok pagi semua murid harus
mengumpulkan buah jarak dan iles-iles sebanyak-banyaknya. Buah jarak bisa dijadikan
bensin, dan iles-iles bisa dikeringkan menjadi makanan.

Setelah berhenti sekejap, perintah disambung: besok setiap guru harus membawa dua
puluh nyamuk mati, dan setiap murid harus membawa tiga puluh nyamuk mati Nyamuk, kata
Peket menirukan gaya Jepang, adalah musuh bersama. Jangan heran, makin banyak
nyamuk, malaria makin mengganas.

Peket tidak pemah mengatakan mengenai musuh bersama lain, yaitu kutu busuk. Kabar
angin mengatakan, Jepang sengaja menyebarkan kutu busuk ke tempat-tempat umum.

Setelah pidato dan perintah dikumandangkan, semua murid serta guru harus berbaris rapi
seperti serdadu Jepang, masuk ke kelas, lalu Peket masuk ke beberapa kalas secara acak.
Minggu lalu Peket masuk kelas Misbahul untuk memamerkan keperkasaannya. Begitu
masuk kelas, dia mengeret Darsini, murid perempuan, dan mendudukkannya di kursi guru.

Dia tidak terima, karena waktu upacara bendera tadi Darsini membongkok beberapa kall,
menggaruk-garuk kudianya. Darsini menggeletar, Bu Guru Siti menggeletar, semua murid
menggeletar ketakutan. Beberapa kutu busuk berjalan-jalan bebas di baju Darsini, dan juga
baju Bu Guru Siti. Baju mereka juga dipenuhi jahitan di sana-sini, seperti baju rombengan.

"Saya lihat ada anak yang mbolos, ya."

"Umar Sakit. Sudah memberi tahu lewat temannya, Misbahul," kata Bu Guru Siti. Dengan
suara menggelegar, Peket memerintah Misbahul untuk maju ke depan. "Umar teman kamu,
ya. Dari Kampung Kedung Buntu, ya?"

Dengan kecepatan kilat, Peket melayangkan tongkat komandonya ke kepala Misbahul.


Misbahul terpelanting, tetapi segera berdiri lagi

"Jepang sudah tahu, orang Kampung Kedung Buntu nakal semua."

Misbahul tahu, tapi tidak mengatakan kepada Bu Guru Siti bahwa Umar terpelanting dari
kuda milik teman ayahnya, Badrul. Jepang punya kekuasaan untuk merampas apa pun milik

penduduk. Kalau tahu, Jepang pasti akan merampas kuda Badrul, lalu menghukum Badrul
dan anaknya dengan siksaan-siksaan berat.

Waktu berjalan terus, lonceng berbunyi, guru dan murid boleh pulang.

Ketika Misbahul akan pulang. Peket bersiul-siul sambil mempermainkan jari-jarinya, persis
seperti seorang tuan memanggil peliharaannya. Misbahul gemetaran, tapi apa boleh buat

Kepala Misbahul diremas-remas dengan kekuatan penuh, untunglah Misbahul bisa


memendam rasa sakit.
"Sudah hampir satu minggu ibumu tidak di rumah, kan?" kabar. Lima hari yang lalu

Misbahul menangis terisak-isak. Memang, ibunya ibunya hilang pergi tanpa Barang siapa
berani sama Jepang, punya dua pilihan. Satu, disiksa di Gedung Kenpetal,

di alun-alun. Dua, masuk penjara Koblen. Kepala penjara Koblen, Tuan Matsuko perlu babu.
Tangan Peket meremas-remas kepala Misbahul lagi dengan kekuatan penuh.

"Awas, kalau kamu berani buka mulut tentang ibumu," sambung Peket.

Misbahul pulang, menunduk lesu, matanya membasah Memang dia sudah mendengar,
Ibunya diculik.

Mendekati rumahnya, Misbahul mendengar tembakan, disusul dengan teriakan-teriakan


ganas. Dia lari, dan melihat ayahnya tumbang.

Mau tidak mau, Misbahul langsung menjadi anak yatim piatu.

Tetangga-tetangga Misbahul bersujud di hadapan Misbahul, memohon ampunan. Waktu


terus berjalan, Misbahul dan Umar sudah sekolah di SMP, Darsini sudah meninggal akibat
tidak mau makan. Setiap kali disuapi, dia teringat Peket, lalu muntah. Bu Guru Siti hilang,
setelah melawan Peket ketika Peket membentak-bentaknya karena Bu Guru Siti tidak
berhasil mengumpulkan lima ratus nyamuk mati selama dua hari. Peket menggamparkan
tongkatnya ke kepala Bu Guru Siti, tapi entah mengapa, Bu Guru Siti berhasil merebut
tongkat Peket, lalu berteriak:

"Kaki tangan Jepang!" sambil memukuli Peket. Bu Guru Siti hilang dan di bawah ancaman

serdadu-serdadu Jepang, suaminya dipukuli dan diinjak-injak oleh tetangga-tetangganya


sendiri. Akhirnya tersebar berita tidak jelas bahwa Jepang sudah menyerah Pasukan Sekutu
akan masuk ke Indonesia, menghajar serdadu-serdadu Jepang. Bukan hanya itu. Sekutu
akan membawa Belanda untuk menjajah lagi.

Apa yang terjadi selanjutnya tidak jelas, sampai akhirnya terjadilah pertempuran hebat
antara pasukan Jepang dan pasukan Indonesia. Pertempuran pertama meledak di Markas
Kenpetai Jepang di alun-alun, disusul pertempuran di Don Bosco, gudang senjata Jepang di
Jl. Tidar, Tanpa ampun, mitraliur dan granat menghajar pasukan Indonesia. Jangan heran,
manakala rakyat Indonesia marah.

Sangat mengherankan Jepang sudah merampas semua senjata tajam penduduk, temyata
banyak orang berlari menuju medan pertempuran membawa golok, pedang, tombak, keris,
celurit, linggis, palang pintu, dan entah apa lagi. Dari mana mereka memperoleh senjata-
senjata tajam itu, tidak ada yang tahu. Anak-anak juga ikut berlarian berbekal katapel,
pecahan batu-batu bata, dan ada pula yang membawa garpu.

Misbahul dan Umar berboncengan naik kuda, bagalkan terbang, menuju ke Don Bosco.

Seorang laki-laki, menyandang pedang dan golok, menghadang.


Jangan ke sana. Bahaya. Boleh saya pakai kudanya? Saya siap matt."

Misbahul agak ragu-ragu, tapi Umar, pemilik kuda, mengikhlaskan.

Agaknya laki-laki itu kurang menguasal kudanya, berkali-kali oleng ke kanan dan oleng ke
kiri. Dari jauh tampak ada seorang laki-laki lari terengah-engah melawan arah, dan entah
bagaimana, kuda itu menabrak laki-laki itu, dan laki-laki itu pun bergelimpangan.

Misbahul Ingat, pada suatu hari ketika dia sedang berjalan di Jl. Arjuno, sekonyong-
konyong sirene membahana. Misbahul ditarik oleh ibunya, lalu melompat ke part. Barang
siapa berani berada di jalan pada waktu ada sirene, pasti celaka. Betul, waktu itu ada
seorang laki-laki berusaha berlari mencari perlindungan, Belum sempat dia bersembunyi,
seorang serdadu Jepang naik sepeda motor besar mengejar, dan dengan sengaja
ditabraklah laki-laki itu.

Setelah Misbahul dan Umar menyadari bahwa laki-laki itu tidak lain adalah Peket, mereka
lari mendekatinya. Mafa, hidung, dan mulut Pekat mengalirkan darah. Peket meraung-raung
sambil bergelimpangan untuk menahan rasa sakit.

Misbahul dan Umar berpandang-pandangan, kemudian, tanpa sadar Misbahul berkata:

"Mari kita antarkan Pak Peket ke rumahnya."

"Ya," kata Umar, "Kita gendong bergantian."

4. Berdasarkan cerita pendek tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

A. Siapa saja tokoh dalam cerpen tersebut?


Jawab:
B. Di mana dan kapan cerita tersebut terjadi?
Jawab:

C. Cerita apa yang diangkat dalam cerpen tersebut?


Jawab:

D. Apa permasalahan yang diangkat dalam cerpen tersebut?


Jawab:

E. Apakah peristiwa dalam cerpen dapat terjadi di dunia nyata? Jawab:

5. Temukan informasi yang menyangkut peristiwa sejarah dalam cerita pendek tersebut!

Anda mungkin juga menyukai