Anda di halaman 1dari 3

Kesetiaan si burung Enggang Leo Sutrisno Anakku Setia Nugraha, Engkau masih ingat dengan burung peliharaan kita

dulu, yang sebesar induk ayam, berwarna hitam dan di ekornya ada warna putih? Bunyinya hanya kk-

kk-kk. masih ingat? Kita dulu menyebutnya si Rangkok karena terbesar di


antara burung-burung lain yang kita pelihara. Masayarakat menyebutnya dengan berbagai nama, misalnya: Enggang, Rangkong, Allo, Ruai, Aure, Julang, atau Kangkareng. Dalam bahasa Inggris disebut Horbbill. Burung Enggang tersebar hampir di seluruh dunia, terutama Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Papua Nugini dan Kepulauan di samudra Pasifik. Burung ini hidup di hutan hujan tropis. baik di dataran rendah maupun tinggi dengan ketinggian hingga sekitar 1000m di atas permukaan laut. Burung Rangkok yang kita pelihara dulu berasal dari Kapuas Hulu. Pak Anus, seorang kawan dari Benua Martinus membawakan sebagai buah tangan. Karena sudah lama di pelihara, burung itu berperilaku seperti ayam, dilepas begitu saja. Itu yang sering membuat ibu jengkel karena selalu masuk ke dalam rumah dan, maaf, berak di mana-mana. Burung ini mempunyai semacam cula di atas paruhnya. Di hutan ia pemakan buah-buahan. Burung Enggang kita makan nasi. Kuat makan. Lebih kuat dari ayam. Apa lagi jika dicampur kuah. Lahap sekali.

Menurut catatan para ahli, ada sekitar 57 spesies burung Enggang

di seluruh

dunia yang sudah ditemukan, 14 spesies ada di Indonesia. Tiga di antaranya tidak terdapat di negara lain, yaitu: Kangkareng Sulawesi Ekor Hitam, Kangkareng Sulawesi Ekor Putih dan Julang Sumba. Salah satu spesies yang hidup di Pulau Kalimantan adalah Enggang Gading. Warna paruhnya kuning gading. Enggang Gading (Rhinoplax vigil) dijadikan

mascot Kalimantan Barat. Om Nuris dan kawan-kawan, pada tahun 2007


memilihnya sebagai logo Borneo Tribun. Warna hitam-putih bulunya dimaknai sebagai ketegasan. Jika A ya dituliskan A. Para pengamat burung menemukan salah satu sifat dari burung Enggang adalah kesetiaan. Pasangan Enggang tidak pernah begonta-ganti seumur hidup. Enggang betina mengerami telurnya sampai menetas tanpa jeda selama tiga bulan. Bahkan, oleh si jantan sarangnya ditutup rapat kecuali satu lobang kecil untuk mengirim makanan dari luar. Sudah barang tentu, si jatan juga tidak jalan-jalan memburu betina lain selama itu. Ia, dengan setia berjaga di luar sarang siang malam. Selain itu, ia mencarikan pakan bagi betina dan anakanaknya. Bagaimana dengan burung Enggang kita dulu? Setiap kali motor kita diparkir di halaman sebelum berangkat ke kantor, burung itu langsung nangkring di jok motor. Kadang-kadang sambil memberi bonus, berak. Begitu kita turun dari pintu, ia langsung terbang menyusuri jalan depan rumah kita sambil berbunyi

kk-kk-kk. Seolah-olah ia sedang mengantar keberangkatan kita.


Demikian juga, ketika jam-jam bapak pulang, ia sudah menunggu, bertengger di pagar depan sampai bapak muncul di ujung jalan.

Mungkin, kala engkau mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan kepada para siswamu dapat juga mengilustrasikan nilai kesetiaan seperti kesetiaan si burung Enggang ini. Suatu kesetiaan yang tidak lapuk dimakan hujan tidak lekang dimakan panas. Tentu, juga tidak dapot dibeli dengan uang baik dolar maupun rupiah. Sudah tentu ada kesetiaan yang ditunjukkan oleh binatang lain. Misalnya, maaf, anjing pada umumnya sangat setia kepada tuannya. Kisah kesetiaan anjing sudah sering di-filmkan. Kucing juga termasuk binatang yang setia. Tidak kepada tuannya tetapi kepada rumah yang ditempatinya. Kuda juga binatang yang setia. Ia sangat setia dengan jokinya. Karena itu, belum ada berita yang melaporkan si joki pancuan kuda jatuh diinjak-injak oleh kudanya. Dalam keadaan darurat si kuda akan berhenti total mengkangkangi jokinya walaupun dengan gemetaran melawan momen kelembaman. Ketika bapak masih sekolah di SMA dulu tiga kali mengalami peristiwa semacam ini di lapangan pacuan kuda (halaman candi) Prambanan. Bapak akhiri surat kali ini. Doa bapak selalu bersertamu sekeluarga.

Anda mungkin juga menyukai