Majelis Kehormatan Etik Kedokteran1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran1
Pendahuluan
ETIKA BERBEDA DENGAN HUKUM Bertujuan untuk kebaikan hidup pribadi Norma hukum bertujuan untuk mendamaikan hidup bersama Kode etik sebagai code of profesion conduct yang bersifat etika terapan
Pendahuluan
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilainilai etika.
Pendahuluan
Dalam kenyataan pasien yang kecewa terhadap pelayanan dokter akan menghadapi gugatan Masalah : Pelanggaran ini sulit dipilahpilah apakah pelanggaran hukum atau pelanggaran etika atau bahkan hanya pelanggaran pribadi
Pendahuluan
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
utilisasi alat canggih kedokteran di RS Undertreatment/pengobatan ala kadarnya Perpanjangan waktu rawat inap Futilisasi medik/kesia-siaan penyakit yang sulit sembuh
dumping/pemaksaan pasien pulang Pemimpongan pasien tidak mampu Penolakan pasien kondisi terminal Menahan-nahan pasien, tidak segera merujuk Mengabaikan informed consent Mengabaikan rekam medis
atau spiliting/komisi Tidak mengungkapkan medical error Menghalalkan tindakan medis yang tidak seharusnya (co:aborsi) Memperkokoh ketertutupan medis/kebebasan otonom Memasang tarif tinggi
Pengadu merasa kurang dihormati hak2nya Komplikasi penyakit dikira malpraktek Sebagian pengadu mengeluhkan mahalnya tarif RS Pengadu meojokkan dokter dengan mengadu lewat publik/surat kabar Tidak kurang mereka menggunakan jasa pengacara
Pelanggaran serius
Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan Mengabaikan tanggung jawab profesional Peresepan tak bertanggung jawab Perilaku sexual menyimpang Kecurangan akademik Pengiklanan diri
Pelanggaran Etik
suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten), pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
MKEK
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi.
Persidangan MKEK
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuanketentuan pembuktian yang lazim
Wewenang MKEK :
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh : Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Putusan MKEK
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK
Eksekusi
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan
NORMA
DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN ATURAN PENERAPAN KEILMUAN KEDOKTERAN
DISIPLIN
ATURAN PENERAPAN ETIKA KEDOKTERAN (KODEKI) ATURAN HUKUM KEDOKTERAN
ETIKA
HUKUM
Tugas MKDI
Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter yang diajukan Menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat provinsi
MKDKI-MKEK
Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah disiplin profesi, yaitu permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Kedudukan MKDI
Sebagai lembaga otonoom dari Konsil Kedokteran Indonesia Anggota-2 ditetapkan oleh Menteri atas usulan organisasi profesi Masa bakti MKDI adalah 5 tahun dan dapat disusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan lagi
Keanggotaan
Keanggotaan MKDI terdiri atas 3 orang dokter dari organisasi profesi 1 orang dokter dari asosiasi Rumah Sakit ( dalam hal ini PERSI) 3 orang sarjana hukum
WNI, berkelakuan baik, taqwa sehat Usia ,inimal 40 maksimal 65 pada waktu diangkat Minimal pengalaman praktek 10 tahun dan memiliki STR dan SIP Bagi Sarjana Hukum berpengalaman minimal 10 tahun Cakap jujur moral baik etika integritas tinggi reputasi baik
MKEK
MKDKI
PERADILAN PIDANA PERADILAN PERDATA
DISIPLIN KEDOKTERAN
KEPATUHAN MENERAPKAN ATURAN ATURAN/ KETENTUAN PENERAPAN KEILMUAN DLM PELAKSANAAN PELAYANAN. LEBIH KHUSUS: KEPATUHAN MENERAPKAN KAIDAHKAIDAH PENATALAKSANAAN KLINIS (ASUHAN MEDIS) YANG MENCAKUP: ~ PENEGAKAN DIAGNOSIS ~ TINDAKAN PENGOBATAN (TREATMENT) ~ MENETAPKAN PROGNOSIS DENGAN STANDAR/ INDIKATOR: - STANDAR KOMPETENSI, STD PERILAKU ETIS, STD ASUHAN MEDIS DAN STD KLINIS.
SUMBER: UUPK
KEGAGALAN PENATALAKSANAAN PASIEN OK : - KETIDAKCAKAPAN (INCOMPETENCE) - KELALAIAN (GROSS NEGLIGENCE) PERILAKU TERCELA (MENURUT UKURAN PROFESI) KETIDAKLAIKAN FISIK & MENTAL (UNFIT TO PRACTICE) ATAU DENGAN KATA LAIN
TIDAK MEMENUHI: - STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD - STANDARD OF COMPETENCE - STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE - DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT
(TAHAP
Kepada Pengadu
Organisasi Profesi
Peringatan tertulis
PELAKSANAAN KEPUTUSAN
KKI STR
KKI
Institusi Pendidikan
Kolegium
SETIAP ORANG YANG MENGETAHUI ATAU KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN ATAS TINDAKAN DOKTER ATAU DOKTER GIGI DALAM MENJALANKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DAPAT MENGADUKAN SECARA TERTULIS KEPADA KETUA MKDKI PENGADUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) DAN AYAT (2) TIDAK MENGHILANGKAN HAK SETIAP ORANG UNTUK MELAPORKAN ADANYA DUGAAN TINDAK PIDANA KEPADA PIHAK YANG BERWENANG DAN/ATAU MENGUGAT KERUGIAN PERDATA KE PENGADILAN.
ALAT BUKTI
SURAT-SURAT/DOKUMEN TERTULIS KETERANGAN SAKSI PENGAKUAN TERADU KETERANGAN SAKSI AHLI BARANG BUKTI
SIFAT SIDANG
SIDANG MAJELIS PEMERIKSA DISIPLIN : TERTUTUP SIDANG PEMBACAAN AMAR KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA DISIPLIN : TERBUKA
MACAM KEPUTUSAN
TIDAK BERSALAH BERSALAH DENGAN SANKSI: - PERINGATAN TERTULIS - REKOMENDASI PENCABUTAN STR ATAU SIP, SEMENTARA (MAX 1 TH) ATAU SELAMANYA - DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI PENDIDIKAN/ PELATIHAN
4.
5. 6. 7.
TIDAK KOMPETEN/ CAKAP TIDAK MERUJUK PENDELEGASIAN KPD NAKES YG TDK KOMPETEN DR/ DRG PENGGANTI TDK BERITAHU KE PASIEN, TDK PUNYA SIP TDK LAIK PRAKTIK (KESEHATAN FISIK & MENTAL) KELALAIAN DLM PENATALAKSANAAN PASIEN PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN BERLEBIHAN
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN 8. TDK BERIKAN INFORMASI YG JUJUR 9. TDK ADA INFORMED CONSENT 10. TDK BUAT/ SIMPAN REKAM MEDIK 11. PENGHENTIAN KEHAMILAN TANPA INDIKASI MEDIS 12. EUTHANASIA 13. PENERAPAN PELAYANAN YG BLM DITERIMA KEDOKTERAN 14. PENELITIAN KLINIS TANPA PERSETUJUAN ETIS 15. TDK MEMBERI PERTOLONGAN DARURAT 16. MENOLAK/ MENGHENTIKAN PENGOBATAN TANPA ALASAN YG SAH 17. MEMBUKA RAHASIA MEDIS TANPA IZIN 18. BUAT KETERANGAN MEDIS TDK BENAR 19. IKUT SERTA TINDAKAN PENYIKSAAN
22.
23.
24.
25. 26. 27. 28.
PERESEPAN OBAT PSIKOTROPIK/NARKOTIK TANPA INDIKASI PELECEHAN SEKSUAL, INTIMIDASI, KEKERASAN PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK/ SEBUTAN PROFESI, PALSU MENERIMA KOMISI THD RUJUKAN/ PERESEPAN PENGIKLANAN DIRI YG MENYESATKAN KETERGANTUNGAN NAPZA STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TDK SAH IMBAL JASA TDK SESUAI TINDAKAN TDK BERIKAN DATA/ INFORMASI ATAS PERMINTAAN MKDKI
MKDKP
Keanggotaan MKDKP terdiri atas 2 orang dokter 1 orang sarjana hukum Semuanya atas usulan dari organisasi profesi setingkat provinsi
Tata kerja
Ada sekretariat tetap Rapat pleno Rapat koordinasi pimpinan
Pengaduan dari masyarakat verifikasi penetapan ketua MKDKI pemeriksaan proses dan pembuktian KEPUTUSAN Keputusan :
Penolakan Peringatan
Keputusan
Tidak bersalah Bersalah dan pemberian sanksi disiplin Ditemukan pelanggaran etika