Anda di halaman 1dari 69

SEKILAS SEPUTAR UUPK

Materinya terlalu teknis.


Mestinya hanya esensialianya saja, sedangkan hal-hal teknis sebaiknya diatur didalam peraturan pelaksanaan. UU yang terlalu tehnis akan menjadi rigid dan rentan thd perubahan tak prinsipiel sehingga UU tidak tahan lama.

Definisi Praktik Kedokteran menimbulkan pertanyaan.


Rumusannya tidak menggambarkan amalan perobatan dlm arti luas sebagaimana dimaksud dlm UU Kesehatan (yaitu boleh menggunakan ilmu kedokteran atau cara lain).

Kurang ada sinkronisasi dengan UU Kesehatan yang masih


berlaku, misalnya dalam hal terminologi & konsep. SIP menurut UU Kesehatan merupakan izin sarana kesehatan swasta tak berbadan hukum yg diselenggarakan oleh dokter, tetapi kenapa UUPK masih mensyaratkan SIP (disamping STR) bagi dokter yang kerja di RS, sehingga seolah-olah SIP itu merupakan lisensi.

Pemberian kewenangan regeling (membuat peraturan)


kepada lembaga independen, seperti Konsil Kedokteran Indonesia, akan menimbulkan keadaan dimana produk regeling tidak dapat lagi dikontrol oleh UU.

Ada hal-hal yang mestinya masuk ranah (subject matter)


hukum privat, tetapi diperlakukan sebagai subject matter dari hukum publik. Hal-hal yang menyangkut kepentingan privat, mestinya pemerintah (public bureaucrat) tidak perlu ikut mengatur. Contoh, jika dokter sudah punya LISENSI (STR) maka seharusnya tak perlu minta izin lagi dari Dinas Kesehatan (dalam bentuk SIP) jika hanya ingin kerja di RS saja.

Kebijakan kriminal yang dirumuskan dalam kebijakan


legislatif mengundang pertanyaan & sangat memberatkan. Selain tak disebut kualifikasi pidananya (kejahatan atau pelanggaran), sanksinyapun mengingatkan kita pada era Mesir kuno dan Babilonia (hukuman potong tangan).

WHAT IS MEDICAL PRACTICE (PRAKTIK KEDOKTERAN)

PRAKTIK KEDOKTERAN
Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Dokter dan Dokter Gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
(UUPK 2004)

MEDICAL PRACTICE (AMERIKA)


Any person . shall be deemed to be practicing medicine . who holds himself out as being able to diagnose, treat, operate or prescribe for any human disease, pain, injury, deformity or physical condition, or who shall offer or undertake by any means or methods, to diagnose, treat, operate or prescribe for any human disease, pain, injury, deformity or physical condition. The exclusions usually refer to type of activities, such as the administration of home remedies, treatment by prayer or spiritual means
(Morris RC, Moritz AM)

SYARAT MELAKUKAN PENGOBATAN


UU No. 23 Th. 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 32 :

Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan : 1. Ilmu kedokteran atau 2. Cara lain (diluar ilmu kedokteran) yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengobatan dengan menggunakan ilmu kedokteran harus memenuhi syarat, yaitu memiliki : 1. Keahlian (Kompetensi) dan 2. Kewenangan (Lisensi, yang pada hakekatnya merupakan personal privilege sehingga memiliki legitimasi melakukan amalan perobatan).

Mahasiswa kedokteran yang praktek di RS belum memiliki kompetensi dan kewenangan !!! Oleh sebab itu beberapa negara memberlakukan lisensi khusus untuk mahasiswa !!!

KOMPETENSI
Maknanya : The condition of being capable. The capacity to perform task or role. Aspek kompetensi yg perlu dikuasai menurut NSWMB (1997): 1. Clinical judgment. 2. Medical knowledge. 3. Clinical skill. 4. Humanistic quality. 5. Communication skill. Dengan menguasai aspek kompetensi tsb diharapkan mampu melaksanakan tugas (task) & peran (role) sebagai: Medical expert. Professional. Communicator. Health advocate. Scholar. Collaborator. Manager.

SERTIFIKAT KOMPETENSI
Lembaga yang berhak menerbitkan Setifikat Kompetensi :

KOLEGIUM. (yaitu badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut).
Memiliki Ijasah dan Lulus uji kompetensi oleh Kolegium.

Syarat mendapatkan Sertifikat Kompetensi :


Jadi tugas Kolegium :


Membuat instrumen uji kompetensi. Menyelenggarakan ujian kompetensi. Menerbitkan Sertifikat Kompetensi bagi yang lulus.

KEWENANGAN
Kewenangan melakukan amalan perobatan :

Diperoleh setelah seseorang memiliki LISENSI.

Sebutan Lisensi menurut UUPK : Surat Tanda Registrasi (STR). Lembaga yang berhak memberikan Lisensi : Konsil Kedokteran Indonesia. Syarat mendapatkan Surat Tanda Registrasi :

Memiliki Ijasah, Memiliki Sertifikat Kompetensi, Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah / janji, Surat keterangan sehat fisik dan mental dan Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan Etika Profesi.

PENGERTIAN LISENSI
1. Merupakan permit from government to do some act, diberikan oleh Pemerintah atau Lembaga Independen yg diberi kewenangan, misal Konsil Kedokteran Indonesia.

Lisensi dokter di negeri jiran disebut Perakuan Amalan Perubatan, yg diberikan oleh Majelis Kesihatan Malaysia. 2. Diberikan kepada siapa saja yang memiliki kompetensi yg diperlukan, sebagaimana disyaratkan oleh UU. 3. Pada hakekatnya merupakan dokumen yang merubah status hukum orang biasa yg tak punya privilege menjadi seseorang yang memiliki privilege, yaitu boleh melakukan amalan tertentu (yang biasanya dapat membahayakan jika dilakukan oleh orang yang tak berkompeten). Jadi lisensi bukan surat tugas yang berkonotasi perintah yang dapat dikenai sanksi jika tidak dilaksanakan. 4. Untuk setiap orang yang memenuhi kriteria bisa diberikan lisensi yang keberlakuannya untuk seluruh wilayah negara.

MANAKAH YANG MENURUT UUPK MERUPAKAN LISENSI ?

DUA PASAL MEMASTIKAN STR = LISENSI


1. Psl 29 ayat (3) UUPK Tentang Syarat Memperoleh STR : a. Memiliki ijazah. b. Pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji. c. Sehat fisik dan mental. d. Memiliki sertifikat kompetensi. e. Pernyataan mematuhi & melaksanakan etika profesi. 2. Psl 35 UUPK Tentang Kewenangan (privilege) setelah memperoleh STR : Mewancarai pasien. Memeriksa fisik dan mental pasien. Menentukan pemeriksaan penunjang. Menegakkan diagnosis. Menentukan penatalaksanaan & pengobatan pasien. Melakukan tindakan kedokteran & kedokteran gigi. Menulis resep dan alat kedokteran DLL.
Melihat ciri-ciri STR maka tidak diragukan lagi bahwa STR adalah LISENSI !!

KEGUNAAN LISENSI DOKTER


Setelah mendapat lisensi (STR) maka dokter memiliki privilege sehingga berwenang melakukan amalan perobatan: A. Di Sarana Kesehatan: 1. Milik Pemerintah (Puskesmas, RS milik pemerintah, RS militer, RS Polri dsbnya) sebagai employee, mitra atau volunteer. 2. Milik Swasta / Masyarakat: a. Berbadan hukum (RS Yayasan atau PT) sebagai employee, mitra atau volunteer. b. Tak berbadan hukum milik dokter pribadi (Praktik Dokter Umum, Praktik Dokter Spesialis, Praktik Dokter Gigi dan Praktik Gigi Spesialis). B. Diluar Sarana Kesehatan: Mengobati keluarga, tetangga, teman, bakti sosial, dll.

KONSEP SURAT IZIN PRAKTIK (SIP)

KONSEP SIP
Suatu kesalahan dalam hal konsep jika UUPK masih saja mensyaratkan SIP (disamping STR) bagi dokter yang ingin melakukan pelayanan kesehatan di RS atau Puskesmas saja. ALASANNYA : 1. SIP merupakan Surat Izin Sarana Kesehatan Swasta tak berbadan hukum yg diselenggarakan dokter. (UU Kes) 2. Pada hakekatnya merupakan dokumen yg merubah status hukum Rumah Biasa menjadi Sarana Kesehatan. 3. Hubungan antara RS dan Dokter yang bekerja di RS tsb merupakan subject matter dari hukum privat shg yang berhak memberi ijin ya Direktur RS tersebut, bukan otoritas kesehatan dalam bentuk SIP. 4. Konsep UUPK tidak sejalan dengan UU Kesehatan yang hanya mensyaratkan KEAHLIAN dan KEWENANGAN, yang sebetulnya telah terpenuhi dengan adanya STR.

UU KESEHATAN
PASAL 56 Sarana Kesehatan meliputi : 1. Balai pengobatan. 2. Puskesmas. 3. Rumah sakit umum & rumah sakit khusus. 4. Praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis dan praktik dokter gigi spesialis. 5. Praktik bidan. 6. Toko obat, apotik, PBF, pabrik obat dan bahan obat. 7. Laboratorium dan lain-lain. PASAL 59

(1) Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin. Jadi, Surat Izin Praktik harus diartikan sebagai Surat Izin Sarana Kesehatan milik dokter, bukan lisensi !!!

Licensing SIRS

RS I

STR
SIRS
Non licenced doctor (belum punya STR) Licenced doctor (punya STR)

RS II

SIRS

RS III
sarana kesehatan milik dokter

Belum berwenang Sudah berwenang melakukan melakukan amalan perobatan amalan perobatan
Disebut Medical Doctor (MD) Disebut General Practitioner (GP)

SIP diluar sarana kesehatan

NB : SIRS = surat izin RS. SIP = surat izin praktik swasta perorangan.

Jadi dokter diatas menggunakan STR nya untuk kerja di 4 sarana kesehatan !!!

IMPLIKASI UUPK TERHADAP DOKTER


1. Harus memiliki sertifikat KOMPETENSI dari kolegium. 2. Harus memiliki KEWENANGAN (LISENSI) dari Konsil. 3. Harus selalu MENJAGA kompetensinya dengan terus menerus mengikuti pendidikan berkelajutan. Untuk masalah ini perlukah ada sanksi pidana?

4. Harus memperbarui LISENSI yang habis masa berlakunya.


5. Harus punya SIP jika ingin praktik swasta perorangan. Untuk kerja di RS masihkah diperlukan SIP disamping STR? 6. Dalam menjalankan praktik harus selalu: a. Memenuhi Standar Pelayanan yang berlaku. b. Menjalankan prosedur Informed Consent yang benar. c. Melaksanakan manajemen Rekam Medis dengan baik. d. Menjaga Rahasia Kedokteran. e. Menghormati semua Hak Pasien.

IMPLIKASI UUPK TERHADAP RUMAH SAKIT


1. Hanya boleh mempekerjakan dokter berlisensi (STR). Konsil perlu membatasi jumlah penggunaan STR untuk bekerja di berapa Sarana Kesehatan !!! Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai variabel. 2. Memberikan Clinical Privilege sesuai kompetensi. 3. Memfasilitasi agar dokter selalu melaksanakan layanan kesehatan sesuai standar pelayanan. 4. Melaksanakan : a. Manajemen Informed Consent yang benar. b. Manajemen Rekam Medik yang baik dan rapi. c. Manajemen Rahasia Kedokteran yang tertib. d. Manajemen Kendali Mutu (Audit Medik dsbnya). 5. Memfasilitasi terlaksananya semua Hak Pasien. 6. Melakukan Tindakan Korektif thd dokter yang melanggar.

IMPLIKASI UUPK THD MAHASISWA


Mahasiswa BELUM memiliki: 1. Kompetensi dan 2. Kewenangan (Lisensi). Oleh sebab itu mereka, menurut UUPK & UU Kes, belum memiliki privilege melakukan amalan perobatan dimanapun.

IMPLIKASI UUPK THD RESIDEN


Residen BELUM memiliki: 1. Kompetensi Spesialistis dan 2. Kewenangan Spesialistis. Oleh sebab itu residen belum memiliki privilege melakukan amalan perobatan spesialistis terhadap pasien dimanapun. Tetapi residen yang sudah punya lisensi dokter umum sudah berhak melakukan amalan perobatan umum dimanapun.

PROBLEM HUKUM MAHASISWA TERGANTUNG BENTUK KETERLIBATANNYA


1. SECARA PASIF : Hanya melihat proses anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, proses terapi maupun operasi yang dilakukan pembimbing? 2. SECARA AKTIF : a. Melakukan pengobatan bersama pembimbing? b. Melaksanakan execution atas decision (planning) yang dibuat oleh pembimbing?

c. Membuat decision atau planning dan sekaligus melakukan execution)?


Jika keterlibatannya secara aktif maka masalah hukumnya menjadi lebih komplek dan perlu disikapi secara hati-hati.

MAHASISWA KEMAMPUAN BELUM ADA SAMA SEKALI

RESIDEN UMUM SUDAH ADA


SPESIALISTIS BELUM

KEWENANGAN

BELUM ADA SAMASEKALI

UMUM SUDAH ADA (BG YG BERLISENSI U) SPESIALISTIS BELUM

TANGGUNGJAWAB

PEMBIMBING

MANDIRI (UNTUK TINDAKAN UMUM) PEMBIMBING (UNTUK TIND. SPESIALISTIS)

TANGGUNGGUGAT

RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT

MEMPEKERJAKAN RESIDEN DAN MAHASISWA PERLU MEMPERHATIKAN


1. Kepentingan pasien harus dinomersatukan, bukan kepentingan pendidikan. 2. Prinsip kehati-hatian (strong precautionary principle) harus benar-benar dilaksanakan demi keselamatan pasien. 3. Hak-hak pasien harus dihormati. 4. Jenis tindakan medik yang boleh dilakukan (clinical privileges) mahasiswa dan residen harus disusun. 5. Kualifikasi pembimbing harus dirumuskan. 6. Harus ada close supervision guna mencegah terjadinya kesalahan serta untuk mengatasi risiko (adverse event atau adverse reaction) yang secara tak terduga muncul. 7. Pembimbing harus benar-benar menjadi captain of the ship. 8. Tidak secara sembrono meninggalkan anak didik serta memberi delegasi tugas-tugas berbahaya.

PERAN KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT


1. Mengatur hak klinik (clinical privileges) dokter.

2. Memperluas, mempersempit atau bahkan mencabut hak klinik dokter di RS.


3. Menetapkan spesifikasi PEMBIMBING.

4. Merumuskan tugas dan tanggungjawab pembimbing.


5. Merumuskan clinical privileges mahasiswa & residen (tindakan medik yang boleh dikerjakan anak didik). 6. Menetapkan syarat dan tatalaksana kepaniteraan klinik di RS.

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG PERLU DIWASPADAI

PERUBAHAN MASYARAKAT
1. Semakin materialistis & hedonistis.

2. Semakin memahami haknya, namun celakanya, tidak diimbangi oleh peningkatan pemahaman mereka tentang logika medik dan logika hukum. 3. Semakin litigious (gemar menuntut dokter dan RS).
4. Semakin melihat dokter bukan sebagai partnership dalam mengatasi masalah kesehatannya. 5. Semakin menerima konsep HAM sebagai acuan bagi penentuan kebijakan sosial dan hukum. 6. Semakin tinggi penghargaannya terhadap prinsip-prinsip konsumerisme, antara lain he who pays the piper calls the tune.

PERUBAHAN DUNIA KEDOKTERAN


1. Ditandai oleh kemajuan ilmu dan teknologi sehingga memunculkan medical paradoxes dan technical compulsion (if we can do, let do it). 2. Terjadi pergeseran nilai didalam dunia kedokteran dan munculnya the slippery slope argument guna dijadikan alasan pembenar bagi tindakan medis yang ethically questionable. 3. Sifat paternalistik dalam hubungan terapetis mulai mengalami degradasi. 4. Adanya intervensi konsep-konsep hukum kedalam praktek kedokteran. 5. Intervensi konsep HAM semakin kuat. 6. Prinsip-prinsip konsumerisme mulai mengganggu otonomi profesi.

PERUBAHAN PASIEN

Patients more educated. Easy access to information through internet. Lifestyle change. Looking for value. Demands and expectations different.
(Timothy Low, 2004)

ICEBERG PHENOMENON
1. Seorang bayi mati terpanggang di meja operasi. 2. Sebuah RS di Jakarta digugat 50 M oleh seorang Lawyer karena diduga memberikan obat melebihi dosis sehingga isterinya mengalami gagal ginjal. 3. Sebuah rumah sakit di Jakarta digugat oleh bekas pasiennya membayar ganti rugi 1 Milyard serta membiayai pengobatan di Singapore karena bayi yg dilahirkan lewat Cesar mengalami patah tulang. 4. Seorang dokter RS dilaporkan ke Polisi karena anak yg ditolong kelahirannya 3 tahun sebelumnya dengan vakum, menderita kelumpuhan otot leher. 5. Dokter B (ahli THT) dibacok pasiennya karena kecewa atas hasil 2 kali operasi yang dilakukannya.

APA TUJUAN KEDOKTERAN DILIHAT DARI SUDUT PANDANG FILOSOFIS ?

MEMBUAT BAHAGIA?
MEMERPANJANG HIDUP? MEMELIHARA DAN MEMPERBAIKI KESEHATAN?

THE NATURE of MEDICINES GENUINE BUSINESS


MEMBUAT BAHAGIA ?
Pandangan ini menyamakan sehat dengan bahagia. Keberatannya, banyak orang tetap bahagia meskipun berpenyakit sepanjang hayatnya.

MEMPERPANJANG HIDUP ?
Keberatannya, apa artinya hidup diperpanjang lebih lama jika hanya bisa terbaring di ICU dg biaya mahal.

MEMELIHARA & MEMPERBAIKI KESEHATAN ?


Pandangan filosofis ini yang lebih banyak diterima.
Tobin, 2000

TANGGUNGJAWAB DOKTER DILIHAT DARI ASPEK MORAL


CURING :
- Melakukan upaya penyembuhan. - Upaya curing tersebut seharusnya dihentikan manakala sudah bersifat mubazir (futile) karena justru tidak etis apabila upaya tersebut diteruskan.

CARING :
- Melakukan perawatan (bukan upaya penyembuhan).
- Upaya tersebut harus diberikan terus sampai pasien meninggal dunia (hospice care).

WHAT IS

ADVERSE EVENT ?

ADVERSE EVENT:
Kejadian yang berlawanan dengan harapan pasien dan bersifat injury yang lebih disebabkan oleh intervensi medik daripada oleh penyakitnya sendiri.

PREVENTABLE ADVERSE EVENT:


Adverse event yang disebabkan oleh error, yang sebetulnya dapat dicegah.

NEGLIGENT ADVERSE EVENT:


Preventable adverse event yang dapat dikaitkan dengan pelanggaran hukum (negligence).
(Institute of Medicine)

ERROR
The failure of a planed action to be completed as intended (i.e., error of execution) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning).
(Institute of Medicine)

MEDICAL ERROR
Kesalahan dlm menetapkan kebijakan medis (wrong planning / decision) atau kesalahan dalam menindaklanjuti kebijakan medis yang ditetapkan (wrong execution).

SEBERAPA SERING

ADVERSE EVENT
TERJADI DI RUMAH SAKIT DI AMERIKA

Study di Amerika menunjukkan per tahun:


43.458 orang mati karena KecelakaanLalu Lintas. 42.397 orang mati karena Cancer payudara. 16.516 orang mati karena AIDS. 44.000 - 98.000 orang mati karena medical error (preventable error).
(Institute of Medicine)

2700 orang mati dalam tragedi WTC

APAKAH SETIAP ADVERSE EVENT BERARTI MALPRAKTEK ?

Jumlah pasien Rawat Inap

Adverse Event
2,9 3,7 %

Adverse Event 2,03 2,59 % karena Error

Adverse Event karena Error yang 0,56 0,71 % dapat dikatagorikan Negligence

MANIFESTASI ADVERSE EVENT


3,7 % mengalami perpanjangan hospitalisasi, kelainan ketika keluar rumah sakit atau kedua-duanya.
2,6 % mengalami kelainan permanen (permanently disabling injuries). 13, 6 % menyebabkan kematian.

19 % mengalami komplikasi obat.


14 % mengalami infeksi luka.
(Institute of Medicine)

PREVENTABLE ADVERSE EVENT (KARENA ERROR)


44 % -------------- technical error.

17 % -------------- diagnostic error.


12 % -------------- failure to prevent injury.

10 % -------------- error in the use of a drug.


(Leape et al, 2001)

TYPE of ERRORS
DIAGNOSTIC ERROR:

Kesalahan atau keterlambatan membuat diagnosis. Tidak menggunakan tes yang diindikasikan. Menggunakan tes yang sudah ketinggalan zaman. Tidak bertindak terhadap hasil atau monitoring tes.

TREATMENT ERROR:
Kesalahan dalam proses kerja, prosedur atau tes. Kesalahan memberikan terapi. Kesalahan dosis atau cara memberikan obat. Keterlambatan (yang dapat dicegah) utk memberikan terapi atau merespon hasil abnormal suatu tes. Melakukan perawatan yang tak benar atau tak diindikasikan.

PREVENTIVE ERROR:

Tidak menyediakan prophylactic treatment. Tidak cukup melakukan monitoring atau follow-up
terhadap terapi / tindakan yang telah diberikan. OTHERS :

Kegagalan komunikasi. Kegagalan peralatan (equipment failure). Kegagalan dari sistem-sistem lainnya.
Leape et al, Quality Review Bulletin, 1993

ADVERSE DRUG EVENT IN HOSPITAL


ADVERSE DRUG EVENT:

Kejadian bersifat merusak (injury) yang disebabkan oleh intervensi medik yang berkaitan dengan obat. Tidak semua Adverse Drug Events disebabkan error. Dikenal 2 macam error, yaitu error of commission (memberikan obat yang salah) dan error of omission (tidak memberikan obat yang mestinya diberikan). Menurunkan error rate secara signifikan memerlukan multiple interventions.
(Lesar, Briceland and Stein, 1997)

PROSES MEDICATION
A. PRESCRIBING (PERESEPAN) : - Menilai kebutuhan dan menseleksi obat yang tepat. - Memperhatikan aspek individu dari therapeutic regimen. - Memperhitungkan agar tercapai respon positif. B. DISPENSING (PENYEDIAAN) : - Mereview resep atau permintaan. - Memproses resep atau permintaan. - Meramu dan menyiapkan obat. - Menyediakan obat dalam cara dan waktu yang tepat. C. ADMINISTERING (PEMBERIAN KPD PASIEN) : - Memberikan obat yang benar kepada pasien yg benar. - Memberikan obat manakala dibutuhkan / diindikasikan. - Menjelaskan kepada pasien tentang obat yg diberikan. - Mengikutsertakan pasien dalam pemberian obat.

D. MONITORING (AMATAN SETELAH PEMBERIAN) :


- Memonitor dan mendokumentasikan respon pasien. - Mengidentifikasi dan melaporkan adanya adverse drug events. - Mengevaluasi kembali pemilihan obat, regimen, frekuensi dan durasinya.

E. SYSTEM AND MANAGEMENT CONTROL :


- Berkolaborasi dan berkomunikasi diantara para pemberi layanan. - Mereview dan memenej kelengkapan dari therapeutic drug regimen.
(Nadzam, Deborah M; JCAH, 1991)

BENTUK MEDICATION ERRORS


Prescribing
a. Kontraindikasi b. Duplikasi c. Tidak terbaca d. Instruksi tidak jelas e. Instruksi keliru f. Instruksi tidak lengkap g. Perhitungan dosis keliru

Transcribing
a. Salah mengkopi b. Dibaca keliru c. Ada instruksi yang terlewatkan d. Instruksi tidak dikerjakan e. Instruksi verbal diterjemahkan salah

Dispensing
a. Incompatible b. Extra dose c. Gagal mencek instruksi d. Sediaan obat buruk e. Instruksi penggunaan obat tak jelas f. Salah hitung dosis g. Salah memberi label h. Salah menuliskan instruksi i. Dosis keliru j. Pemberian obat di luar instruksi k. Instruksi verbal dijalankan keliru.

Administration
a. Administration error b. Kontraindikasi c. Obat tertinggal di samping bed d. Extra dose e. Kegagalan mencek instruksi f. Tidak mencek identitas g. Dosis keliru h. Salah menulis instruksi i. Patient off j. Pemberian obat di luar instruksi k. Instruksi verbal dijalankan keliru

American Hospital Association

STUDY OF PRESCRIBING ERROR


13,9 % 12,1 % 11,4 % 11,1 % 10,8 % 30 % mengakibatkan turunnya fungsi ginjal dan hati. pemberian kelas obat yg sama pada pasien allergi. salah nama obat, dosis, atau singkatan. salah hitung dosis (utamanya pada anak-anak). pertimbangan-pertimbangan yang tak lazim.

berhubungan dengan pengetahuan dan aplikasi pengetahuan tentang penggunaan obat. 29,2 % berhubungan dengan pengetahuan dan aplikasi pengetahuan tentang faktor-faktor pasien yang mempengaruhi. 17,5 % penggunaan kalkulasi, desimal, unit dan rate expression factors. 13,4 % salah nama obat, dosis atau singkatan.

WHAT IS

MEDICAL MALPRACTICE ?

MALPRAKTEK (1)
Merupakan istilah yang:

Sifatnya umum. Tidak selalu berkonotasi hukum (bisa juga etik). Hanya digunakan di bidang profesi. Berasal dari kata mal (yang berarti salah) dan kata praktek (yang berarti pelaksanaan atau tindakan).

Makna harfiyah = pelaksanaan atau tindakan yang salah.

Makna terminologik = tindakan yang salah dalam rangka melaksanakan suatu profesi.
Oleh sebab itu sering disebut PROFESSIONAL MISCONDUCT.

MALPRAKTEK (2)
Di negara Common Law, malpraktek masuk wilayah
hukum tort (civil wrong made against a person or properties) yang bersifat negligence (alpa) shg dokter tidak dipidana, melainkan hanya membayar ganti rugi. Pidana diterapkan hanya jika ada unsur intensional.

Kecenderungan internasional akhir-akhir ini, baik di


Amerika maupun di Inggris mulai ada upaya-upaya untuk mencoba mempidanakan dokter yg melakukan malpraktek yg bersifat negligence (utamanya yg mengakibatkan mati) meskipun kasusnya masih sangat sedikit (sekitar 15 kasus).

Di Selandia Baru, undang-undangnya memungkinkan


untuk memperkarakan dokter dalam kasus pidana.

Di Indonesia, celakanya, ada pasal keranjang sampah


(yakni Pasal 359 KUHP) yang sering digunakan penegak hukum untuk menjerat dokter kedalam kasus pidana.

ADVERSE EVENT

STANDAR LAYANAN TERPENUHI RISIKO MEDIK

STANDAR LAYANAN TIDAK TERPENUHI


DIRECT CAUSATION

DAMAGES

UNFORESEEN RISK
BUKAN MAL PRAKTEK

FORESEEN RISK

MALPRAKTEK
DAMAGES

Dilakukan ANTISIPASI

Tanpa ANTISIPASI

DIRECT CAUSATION

Silahkan dokter ditangkap jika benar-benar telah melakukan tindakan medis yang memenuhi rumusan delik pidana, yaitu: a. actus reus (adanya perbuatan tercela). b. mens rea (adanya sikap batin yang salah).
Silahkan dokter digugat membayar ganti rugi apabila pasien mengalami kerugian krn karena dokter ingkarjanji atau melakukan tindakan melawan hukum yang dibuktikan dengan adanya Res Ipsa Loqoitur atau adanya empat unsur D (Duty, Dereliction of duty, Damage, Direct causation between damage and dereliction).

SEBELUM TERBUKTI MASALAH YANG MUNCUL DALAM HUBUNGAN DOKTER - PASIEN LEBIH TEPAT DISEBUT

KONFLIK ATAU SENGKETA

PROSES TERJADINYA SENGKETA 1. PRA KONFLIK :


Adanya keadaan yang mendasari rasa tak puas (predisposing factor).
Adverse event dapat dijadikan predisposing factor.

2. KONFLIK :
Keadaan dimana para pihak menyadari adanya perasaan tidak puas.

3. SENGKETA :
Keadaan dimana konflik dinyatakan dimuka umum atau dilibatkannya pihak ketiga.

ALTERNATIF PENYELESAIAN
1. Lumping it: membiarkannya dan menganggap tidak perlu diperpanjang. 2. Avoidance: memilih untuk tak mau lagi berhubungan dengan pihak yang pernah merugikan. 3. Coercion: salah satu pihak memaksakan pemecahan kpd pihak lain (misalnya menggunakan debt collector). 4. Negotiation: berunding, dimana kedua belah merupakan pengambil keputusan. 5. Mediation: menggunakan pihak ketiga untuk membantu menemukan kompromi.

6. Arbitration: kedua pihak sepakat meminta pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa dan menerima keputusan.
7. Adjudication: ada pihak ketiga yang berwenang untuk mencampuri masalah melalui vonis dan eksekusi.

PENYELESAIAN KONFLIK LEWAT JALUR HUKUM

LOGIKA PASIEN

LOGIKA HUKUM

LOGIKA DOKTER

LOGIKA HUKUM bisa bergeser (berpihak) pada logika pasien atau pada logika dokter atau tidak pada keduanya

LOGIKA HUKUM DALAM HUBUNGAN TERAPETIK


1. Hubungan terapetik merupakan hubungan kontraktual sehingga asas-asas dalam berkontrak juga berlaku.
2. Bentuk perikatannya inspanning-verbintenis sehingga dokter hanya diwajibkan memberikan upaya yang benar. 3. Adverse event yang terjadi tidak secara otomatis membuktikan adanya MALPRAKTEK. 4. Kesalahan diagnosis tidak selalu berarti MALPRAKTEK. 5. Dokter dapat dituntut pidana hanya apabila tindakannya memenuhi rumusan pidana (mens rea & actus reus). 6. Dokter boleh digugat jika terjadi kerugian karena ingkar janji atau karena tindakan melawan hukum (ada bukti Duty, Dereliction of duty, Damage dan Direct causation atau ada the thing speaks for itself = res ipsa loquitor).

MENGAPA
DOKTER ATAU RUMAH SAKIT HANYA DIWAJIBKAN
UNTUK

MEMBERIKAN UPAYA MEDIK YANG MUTUNYA SESUAI STANDAR, BUKAN MEMBERIKAN KESEMBUHAN ?

resultante positif (akan sembuh)


tindakan medis yang benar BUKAN TANGGUNGJAWAB DOKTER / RS

kualitas obat

daya tahan

k o n d i s i
stadium penyakit virulensi

s a k i t
kepatuhan pasien

tindakan medis yang salah


TANGGUNGJAWAB DOKTER / RS

respon individual terhadap obat

resultante negatif (akan mati)

Medicine is a science of uncertainty, an art of probabilities.

TO ERR IS HUMAN HOW TO BUILD A SAFER HEALTH SYSTEM

Jika kita terbang dengan domestic flight, kecelakaan pasti terjadi setelah terbang terus menerus selama 400 tahun tanpa berhenti. Jadi lebih aman naik pesawat daripada masuk RS.

UNDERSTANDING SAFETY
PERROW s NORMAL ACCIDENT THEORY :

Dalam sistem tertentu kecelakaan tak bisa dihindari.

Dalam industri yg komplek & berteknologi tinggi maka kecelakaan merupakan hal yang normal.
Kecelakaan dapat dicegah dengan desain organisasi dan manajemen yang baik.

HIGH RELIABILITY THEORY :

THE NATIONAL PATIENT SAFETY FOUNDATION : Mendefinisikan patient safety sbg upaya menghindari dan mencegah adverse outcome yang disebabkan oleh proses layanan serta meningkatkan outcome. Keselamatan (keamanan) pasien tidak hanya tertumpu pada person, peralatan atau departemen, tetapi juga pada interaksi komponen dan sistem.

PRINSIP-PRINSIP MERANCANG SISTEM YANG AMAN (SAFETY SYSTEM IN HEALTH CARE ORGANIZATIONS) 1. Provide Leadership. 2. Respect Human Limits in Process Design.

3. Promote Effective Team Functioning.


4. Anticipate the Unexpected.

5. Creating a Learning Environment.

PROVIDE LEADERSHIP :
- Perlu pemimpin yg mampu menjadikan patient safety sebagai prioritas tujuan organisasi (rumah sakit). - Mampu menjadikan patient safety sbg tanggungjawab setiap orang yang terlibat dalam organisasi. - Mampu merumuskan tugas-tugas dan ekspektasi yang jelas menyangkut patient safety. - Mampu menyediakan human and financial resources guna menganalisis error dan mendisain ulang sistem. - Mampu mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi dan mengatasi para profesional yang bekerja secara sembrono.

(Institute of Medicine)

RESPECT HUMAN LIMIT IN PROCESS DESIGN (HORMATI KETERBATASAN MANUSIA) :


- Rancang disain kerja yang aman (meliputi beban kerja, jam kerja, ratio pasien-perawat dsbnya). - Jangan mengandalkan memori (misalnya buat protap, checklist dsbnya). - Gunakan cara-cara pemaksaan agar fungsi-fungsi dilaksanakan dengan baik. - Ingat bahwa manusia tidak dapat selalu berada dalam keadaan waspada dalam jangka waktu yang lama. - Sederhanakan proses kunci. - Standardisasi proses-proses kerja (work processes).

(Institute of Medicine)

PROMOTE EFFECTIVE TEAM FUNCTIONING


- Latih terus menerus orang-orang yang diharapkan dapat bekerja dalam tim.

- Ikutsertakan pasien dalam mendisain patient safety dan proses pelayanan.

ANTICIPATE THE UNEXPECTED


- Gunakan pendekatan proaktif untuk memeriksa proses pelayanan dan mendisain ulang sebelum kecelakaan terjadi (misalnya menggunakan double-checking atau tiger team). - Improve access to accurate, timely information (rekam medis & laporan lab selalu berada disamping pasien). - Buat rancangan agar supaya error dapat terlihat.

CREATE A LEARNING ENVIRONMENT :


- Gunakan latihan-latihan simulasi bila mungkin. - Dorong agar orang mau melaporkan adanya error dan kondisi-kondisi bahaya. - Jangan menghukum orang yang mau melaporkan error. - Kembangkan kultur kerja agar komunikasi dapat terjadi secara bebas diantara berbagai tingkat otoritas. - Implementasikan mekanisme feed back dan gunqkan error sebagai sarana pembelajaran.

(Institute of Medicine)

Anda mungkin juga menyukai