Anda di halaman 1dari 27

I. Memahami Anatomi Telinga 1.1.

Memahami Anatomi Makroskopik Telinga Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas: Auricular (daun telinga) Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran udara. Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit. Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis. Meatus acusticus externus Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.

1 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis, mastoidei dan cervicales superfisialis. Membrana timpani

2. Telinga tengah Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania media. Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari bulbus superior vena jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini dibetuk tendo muskulus stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat (promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya. Ossicula Auditus a. Malleus Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/ manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. b. Incus Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve, menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh sebuah ligamentum. c. Stapes
2 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis. Otot-otot Ossicula a. Muskulus Tensor Tympani - Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri. - Insertio = pada manubrium mallei. - Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis (cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus). - Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan membrane tympani. b. Muskulus Stapedius - Origo = dnding dalam pyramis yang berongga. - Insertio = pada bagian belakang collum stapedis. - Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis. - Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya. Tuba Auditiva Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dngan nasopharing. Antrum Mastoideum Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus. - Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum. - Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. - Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. - Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior. - Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan lobus temporalis cerebri. - Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastodeae. Cellulae Mastoideae Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh membrane mucosa. Nervus fasialis Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabang-cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M. stapedius dan chorda tympani. Nervus Tympanicus Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus (mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

3 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

3. Telinga dalam - Labyrinthus Osseus Terdiri dari 3 bagian yaitu: 1. Vestibulum Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semisirkularis. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus labyrintus membranaceus. 2. Canalis semisirkularis Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian posterior vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis. 3. Cochlea Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 putaran. Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus. - Labyrinthus Membranaceus Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea. 1. Utriculus Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis. 2. Sacculus Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil yaitu saccus endolymphaticus. 3. Ductus Semisirkularis Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan lainnya. 4. Ductus Cochlearis Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui ductus reunions.

4 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

1.2. Memahami Anatomi Mikroskopik Telinga

a. Daun Telinga - Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur. - Perikondrium mengandung banyak serat elastis. - Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
5 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

b.

c.

d.

e.

f.

g.

Jaringan subkutan tipis. Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan jaringan lemak pada lobules auricular. Meatus Acusticus Externus - Berupa berupa saluran 25 cm, arah medioinferior. - Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin. - Bagian dalam berkerangka os temporal. - Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/ periosteum yang ada dibawahnya. Membran Tympani - Bentuk oval, semi transparan. - Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung: 1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial. 2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular. - Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer. - Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. - Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia yang tipis. Cavum Tympani - Berisi udara - Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus. - Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani. - Lateral, dibatasi oleh membrane tympani. - Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang. - Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis. - Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/ silindris dengan silia. Tuba Faringotympani - Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical. - Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan lamina propia tipis. - Sepanjang mucosa terdapat limfosit. Telinga Dalam/ Labyrinth - Labyrinth ossea, didalam os petrosum. - Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea. - Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng. - Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris). - Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabangcabang sitoplasma halus. Membrane basilaris - Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen. - Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris. - 2/3 lateral berupa pars pectinata. - 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).

6 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

II. Fisiologi Pendengaran Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti halnya indra somatik lain merupakan indra mekanoreseptor. Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003) Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai 20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik. Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang bertekanan rendah. Semakin besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB). Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak perangkat sensorik di koklea. Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan perbedaan khas suara manusia

7 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dna 20.000 silklus per detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai 500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per detik atau kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila intensitasnya serendah 70 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat dideteksi hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini. (Sherwood, L. 2007)

8 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

a. Mekanisme Pendengaran Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara. Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran tympani 22 kali lebih besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara15-22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara. Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan posisi jendela bundar dan defleksi membrana basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam. Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).

9 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian ke colliculus. Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003. Prihardini D, dkk. 2010)

10 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

b. Jaras Persarafan Pendengaran Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke nukleus koklearis yang terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat ini semua serabut bersinaps dan neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas melalui lemniskus lateralis. Beberapa serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi sebagian besar melewati nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan pendengaran pertama implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui lintasan pendengaran kedua batang sisi otak hanya dengan sedikit lebih banyak penghantaran pada lintasan kontralateral.Kedua banyak serabut kolateral dari traktus audiorius berjalan langsung ke dalam system retikularis batang otak sehingga bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak. (Guyton A.C. 2003) c. Fungsi korteks serebri pada pendengaran Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks pendengaran dalam lobus temporalis. Dengan demikian, setiap neuron korteks hanya diaktifkan oleh nada-nada tertentu. Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinap dalam perjalanannya, terutama adalah sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendengaran untuk kewaspadaan. Sinyal pendengaran dari kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis karena seratseratnya bersilangan secara parsial di otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran pada salah satu sisi melewati batang otak tidak akan mengganggu pendengaran kedua telinga. Korteks pendengaran tersusun atas kolom-kolom. Korteks pendengaran primer mepersepsikan suara diskret sementara korteks pendengaran yang lebih tinggi di sekitarnya mengintegrasi suara-suara yang berbeda menjadi pola yang koheren dan berarti. Proyeksi lintasan pendengaran korteks serebri menunjukan bahwa korteks pendengaran terletak terutama tidak hanya pada daerah supratemporal girus tempralis superior tetapi juga meluas melewati batas lateral lobus temporalis jauh melewati korteks insula dan sampai ke bagian paling lateral lobus parietalis. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003) d. Penentuan Frekuensi Suara Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membrane basilis di dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membrane basilaris dekat basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan membrana di antara kedua nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada serabut saraf di jaras koklearis, yang berasal dari koklea sampai korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus auditorius pada batang otak dan di area penerima pendengaran pada korteks serebri memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktivasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara adalah dengan menentukan
11 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

posisi di sepanjang membrane basilaris yang paling terangsang. Ini dinamakan prinsip letak untuk menentukan frekuensi suara. (Guyton A.C. 2003) e. Penentuan keras suara Kekerasan suara ditentuka oleh sistem pendengaran sekurnag-kurangnya melalui tiga cara. Pertama, ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang merangsang ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat akan menyebabkan semakin banyak sel-sel rambut di pinggir bagian mebran basilar yang beresonasi, sehingga terjadi pemjumlahan spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basilar mencapai intensitas yang tinggi. Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes protektif telinga dapat menyebabkan getaran membrana basilaris yang hebat sehingga selsel rambut yang tidak dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan gangguan pendengaran parsial. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003) f. Diskriminasi arah asal suara Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal suara. Namun, mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di dalam batang otak. Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan lateral. Nukleus lateral bertanggung jawab unuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua telinga, dan mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan arahnya. Nukleus olivarius superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai dua dendrit utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan neuron. Suara yang datang langsung dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi yang berlawanan. (Guyton A.C. 2003)

III. Memahami jenis-jenis gangguan pendengaran 3.1. Telinga Luar a. Keratosis Obturans dan Kolesteatoma pada Liang Telinga - Terjadi sumbat keratin pada liang telinga. - Gejala keratosis obturans: bilateral, bronkiektasis dan sinusitis kronis. - Keluhannya: Nyeri dan gangguan pendengaran, pelebaran liang telinga, hyperplasia dan radang epitel dan subepitel. - Terapinya: pengangkatan sumbat dan penanganan proses radang. - Gejala Kolesteatoma: unilateral - Keluhannya: nyeri tumpul dan otore intermitten. - Terapi: debriment tulang, kanaplasti dan timpanomastoidektomi. b. Otitis Eksterna 1) Infeksi dan Radang akut
12 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Furunkulosis o suatu folikel pilosebaseus dan disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau albus. o Gejala: nyeri hebat, abses terbentuk. o Terapi: sistemik, topical, pemanasan dan analgetik. - Otitis eksterna Difusa o Pada cuaca panas dan lembab. o Etiologi: Pseudomonas, Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes o Gejala: nyeri tekan tragus, nayeri hebat, pembengkakkan sebagian besar dinding kanalis, secret yang sedikit, pendengaran normal atau sedikit berkurang, tidak adanya partikel jamur, ada adenopati regional yang nyeri tekan. o Terapi: tetes telinga (cortisporin, colymisin S), sistemik (bila berat), antibiotic (bila ada perikondritis/kondritis). - Infeksi Jamur o Etiologi: Pityrosporum dan Aspergillus. o Gejala: tidak ada rasa tersumbat, sisik superficial seperti ketombe pada kulit kepala. o Terapi: pembersihan liang telinga dengan kasa, tetes telinga (vosol, cresylate), fungisida topical (nistatin, klotrimazol) o Herpes Zooster Otikus o Gejala: paralisis wajah, otalgia dan erupsi herpetic serta lesi kulit vesikuler. o Terapi: sistemik, steroid sistemik. - Perikondritis o Gejala: efusi serum/ pus diantara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar serta laserasi. o Diagnosis: bagian auricular yang terlibat membengkak, jumlah merah, terasa panas dan sangat nyeri tekan. - Dermatitis Ekzematosa o Gejala: melibatkan liang telinga, meatus dan konka didekatnya dengan kemerahan, pembengkakkan dan stadium eksudat cair yang diikuti pembentukan krusta. 2) Infeksi dan Radang kronik - kelanjutan dari infeksi dan radang akut - Terapi: bedah melalui reseksi jaringan yang menebal. - Infeksi jamur kronik, terapinya dengan pengangkatan debris infeksi dan obat tetes anti jamur. 3) Otitis Eksterna Nekrotikans - Infeksi berat pada tulang temporal dan jaringan lunak telinga. - Etiologi: Pseudomonas aeruginosa. - Didapatkan pada penderita diabetes lansia dan beriklim panas. - Diagnosis: disfungsi saraf VII, pemeriksaan telinga yang normal dan CT-Scan. - Terapi: Mastoidektomi, antibiotic spesifik, obat (golongan aminoglikosida + antibiotic B lactam) 4) Polikondritis Berulang - Gangguan tulang rawan generalisata, melibatkan hidung dan telinga pada 8090 % kasus.

13 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Gejala: telinga lemas, deformitas hidung pelana, peradangan bergantian pada kedua telinga, demam, tinnitus, vertigo, kehilangan pendengaran, suara serak. - Terapi: salisilat dan steroid pada serangan akut; dapsone untuk serangan berulang. c. Trauma 1) Laserasi - Gejala: sering mengorek-ngorek telinga, dapat terjadi perdarahan. - Terapi: tidak ada, antibiotic profilaktik bila ada kontaminasi. 2) Frosbite - Pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat. - Gejala: tidak terasa nyeri sampai memanas kembali. - Terapi: pemanasan cepat, analgesic, antibiotic bila infeksi. 3) Hematoma - Pada petinju - Terapi: insisi dan drainase, pemasangan balutan tekan khususnya pada konka. d. Malformasi Deformitas Auricula - Makrotia - Mikrotia - Apendis telinga rudimenter - Tidak ada telinga - Stenosis liang telinga total/ parsial - Kelainan celah bronkialis I e. Neoplasma 1. Osteoma - Benjolan tulang, keras, bundar, yang menempel melalui suatu pedikel tulang kecil pada 1/3 bagian dalam liang telinga. - Terapi: medis, mikroskop operasi. 2. Karsinoma sel gepeng - Paling sering. - Gejala: sekresi kronik, perdarahan, nyeri, bengkok dalam liang telinga. - Terapi: biopsy. 3. Tumor ganas pada Pinna - Lebih sering daripada tumor pada liang telinga. - yaitu karsinoma sel gepeng dan karsinoma sel basal. - Terapi: eksisi bedah. 3.2. Telinga Tengah a. Penyakit Membran Tympani Gejala: peradangan, bercak-bercak putih tebal atau lebih tipis. b. Gangguan Tuba Eustakius 1. Tuba Eustkius Paten Abnormal - Gejala: kehilangan berat badan, ototoni, tersumbat dalam telinga. - Terapi: pemasukan tuba ventilasi. 2. Mioklonus Palatum - Tidak perlu terapi 3. Obstruksi Tuba Eustakius - Etiologi: peradangan, benda asing. - Terapi: operasi. 4. Palatoskisis
14 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

- Terapi: operasi. c. Barotrauma Akibat ruang-ruang berisi gas dalam tubuh menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal. d. Gangguan pada Rantai Osikula 1. Kelainan Kongenital - Sindrom Treacher-Collins - Deformitas osikula - Hilangnya sebagian inkus dan fiksasi stapes - Deformitas pinna - Liang telinga tak berkembang 2. Otosklerosis - Akhir usia belasan atau awal 20-an - Bilateral atau Unilateral - Gejala: kehilangan pendengaran - Diagnosis: Rinne (-), Weber (+) pada otosklerosis unilateral, Membrana tympani tampak normal - Terapi: bedah e. Trauma telinga tengah - Akibat barotruma, ledakan atau benda asing. - Gejala: nyeri, secret berdarah, gangguan dengar. - Terapi: antibiotic, miringoplasti. f. Otitis Media Supuratif Akut - Otitis media serosa - Mastoiditis Koalesens Akut 3.3. Telinga Dalam a. Tuli Kongenital Genetik Tanpa Kelainan o Ketulian Michel o Ketulian Scheibe o Ketulian Mondini o Ketulian Alexander Dengan Kelainan o Penyakit Waardenburg o Albinisme o Hiperpigmentasi o Onikodistrofi o Penyakit Usher Kelainan Kromosom o Trisomi 13-15 (D) o Trisomi 18 (E) Non Genetik Dengan Kelainan o Rubella o Eritroblastosis fetalis o Kretinisme Tanpa Kelainan o Kelahiran premature o Hipoksia
15 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

b.

c.

d.

e.

f.

g. h.

o Persalinan lama Tuli Genetik Di dapat/ Lambat Tuli terjadi sendiri o Tuli sensorineural progresif turunan o Otosklerosis o Presbikusis Ketulian berkaitan dengan Kelainan lain o Penyakit Alport o Penyakit Von-Recklinghausen o Sindrom Hurler o Penyakit Retsum o Penyakit Alstrom o Penyakit Paget o Penyakit Crouzon Penyakit Infeksi dari Ketulian Infeksi telinga tengah Virus Meningitis Sifilis Obat-obat Ototoksik Antibiotik (aminoglikosida) Diuretik (furosemid) Analgesik dan antipiretik (salisilat) Antineoplastik (bleomisin) Zat kimia (CO) Logam berat (emas) Tumor akustik Schwanoma Neuroma N VII Meningioma Hemangioma Trauma Energi akustik Energi Mekanis (fraktur) Presbikusis Penyebab Idiopatik dari Ketulian Penyakit Meniere Multipel sklerosis

Jenis jenis-jenis pemeriksaan dan test pendengaran Alat-alat - Lampu kepala - Corong telinga - Otoskop - Pelilit kapas - Pengait serumen - Pinset telinga - Garputala
16 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Cara umum Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane tympani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga, apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi. Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane tympani. Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan pada pipi pasien. Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus dikeluarkan. Jenis-jenis Test pendengaran a. Test Penala 1. Test Rinne Adalah test untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang telinga yang diperiksa. Caranya: penala digetarkan, tangkainya diletakkan diprocessus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang didepan telinga kira-kira 2 cm. bila masih tedengar disebut Rinne (+). Bila tidak terdengar disebut Rinne (-). 2. Test Weber Adalah test pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Caranya: penala digetarkan dan tangkai kepala diletakkan digaris tengah kepala (diverteks, dahi, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau didagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ketelinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan kea rah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. 3. Test Schwabach Adalah test yang membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada processus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Lalu tangkai penala segera dipindahkan pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek dan sebaliknya. Bila pemeriksa sama-sama mendengar disebut Schwabach sama dengan pemeriksa. 4. Test Bing (tes Oklusi) Cara: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan duletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. 5. Tes Strenger Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura). Cara : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diltakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek
17 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi; tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi b. Test Berbisik Pemeriksaan ini bersifat semikuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal test berbisik 5/6-6/6. c. Audiometri Nada Murni 1. Nada murni Adalah bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. 2. Bising Adalah bunyi yang mempunyai banyak frekuensi terdiri dari spectrum berbatas dan spectrum luas. 3. Frekuensi Adalah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana. Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hz. 4. Intensitas bunyi Dinyatakan dalam Hz. 5. Ambang Dengar Adalah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. 6. Nilai Nol Audiometrik Adalah intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). 7. Notasi pada Audiogram Dipakai garis Ac yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa anatar 125-8000 Hz); dan garis BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna merah. JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Pada interpretasi audiogram harus ditulis: Telinga yang mana Apa jenis ketuliannya Bagaimana derajat ketuliannya, misalnya telinga kiri tuli campur sedang Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian ISO: 0-25 dB: normal >25-40 dB: tuli ringan >40-55 dB: tuli sedang >55-70 dB: tuli sedang berat >70-90 dB: tuli berat >90 dB: tuli sangat berat Pada pemeriksaan audiometri,kadang-kadang perlu diberi masking. Suara masking, diberikan berupa suara seperti angina (bising), pada headphone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaranyang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka pada telinga
18 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni White noise (WN) = masking audiometri tutur (speech) Tuli Cochlea dan Tuli Retrocochlea a. Audiometri Khusus 1. Test SISI Untuk mengetahui adanya kelainan cochlea. Caranya: dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu missal 30 dB. Lalu diberikan rangsangan 20 dB diatas ambang rangsang menjadi 50 dB. Setelah itu diberikan tambahan rangsangan 5 dB lalu diturunkan 4 dB, 3 dB, 2 dB dan 1 dB. Bila pasien dapat membedakannya berarti Test SISI (+). 2. Test ABLB Caranya: diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yangsama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama yang disebut Balans (-). Bila balans tercapai terdapat rekrutmen (+). 3. Test Kelelahan Akibat perangsangan terus menerus. - TTP Caranya: dengan melakukan rangsangan terus-menerus pada telinga yang diperiksa dengan intensitas yang sesuai dengan ambang dengar missal 40 dB. Bila setelah 60 detik masih terdengar berarti tidak ada kelelahan. Bila tidak berarti Testnya (+). - STAT Caranya: pemeriksaan pada 3 frekuensi: 500 Hz, 1000 Hz dan 2000 hz pada 110 db SPL diberikan selama 60 detik dan bila dapat mendengar berarti tidak ada kelelahan. Bila tidak berarti ada kelelahan. 4. Audiometri Tutur Caranya: pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli cochlea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH. Pada tuli retrocochlea lebih sulit. 5. Audiometri Bekessy Caranya: dengan nada yang terputus-putus. Bila ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji. b. Audiometri Objektif 1. Audiometri Impedans Yang diperiksa adalah kelenturan membrane tympani dengan frekuensi tertentu pada meatus acusticus eksterna. Pada lesi di cochlea, ambang rangsang stapedius menurun sedangkan pada lesi di retrocochlea, ambangnya naik. 2. Elektrokokleagrafi Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari Evoke electropotential cochlea. Caranya: dengan elektroda jarum, membran tympani ditusuk sampai promontorium, lalu dilihat grafiknya. 3. Evoked Response Audiometry Untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi nervus vestibulocochlearis. Caranya: menggunakan 3 buah elektroda yang diletakkan di vertex/ dahi dan dibelakang kedua telinga atau pada kedua lobulus auricular yang dihubungkan dengan preamplifier. 4. Otoaccustic Emission
19 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Adalah respons cochlea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energy akustik sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut eferen dan mempunyai elektromotilitas sehingga pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Caranya: memasukkan sumbat telinga kedalam liang telinga luar. Sumbat telinga dihubungkan dengan computer untuk mencatat respon yang timbul dari cochlea. Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak a. Behavioral Observation Audiometry Caranya: dilakukan pada ruangan yang cukup tenang. Sebagai sumber bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastic berisi air dll. b. Timpanometri Melalui sumbat liang telinga yang dipasang pada liang telinganya dapat diketahui besarnya tekanan diliang telinga berdasarkan energy suara yang dipantulkan kembali . oleh gendang telinga. Untuk orang dewasa/ bayi lebih dari 7 bulan, frekuensi nya 226 Hz sedangkan untuk bayi kurang dari 6 bulan ferkuensinya kurang dari 226 Hz. c. Audiometri Nada Murni Dilakukan pada ruang kedap suara dengan menilai hantaran suara melalui udara melalui headphone pada frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang diperiksa dengan memasang bone vibrator pada processus mastoideus yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz. d. Otoaccustic Emmision e. Brainstem Evoked Response Audiometry Perlu dipertimbangkan factor maturitas jaras saraf auditorik pad bayi dan anak yang usianya kurang dari 12-18 bulan karena terdapat perbedaan masa laten, amplitude dan morfologi gelombang dibandingkan dengan anak lebih besar dan dewasa. Gangguan Pendengaran pada Geriatri a. Tuli Konduktif pada Geriatri b. Tuli Saraf pada Geriatri Caranya: - Pemeriksaan Otoskopik Tampak membrane tympani suram, mobilitasnya berkurang. - Test Penala Didapatkan tuli sensorineural. - Pemeriksaan Audiometri Nada Murni Hasilnya suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dam simteris. - Garis Ambang dengar pada Audiogram Mendatar lalu berangsur menurun. - Audiometer Tutur Adanya gangguan diskriminasi wicara. Tuli Mendadak a. Anamnesis b. Pemeriksaan fisik: tekanan darah c. Test penala: Rinne (+), Weber lateralisasi ke telinga yang sehat dan Schwabach memendek. d. Audiometri Nada Murni: tuli sensorineural ringan-berat. e. Test SISI: skor: 100 % atau kurang dari 70 %. f. Test Tone Decay: bukan tuli retrocochlea. g. Audiometri Tutur: kurang dari 100 %.

20 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

h. Audiometri Impedans: timpanogram tipe A reflex stapedius ipsilateral (-)/(+) sedangkan kontralateral (+). V. Memahami Gangguan Pendengaran Akibat Bising 1. Definisi Gangguan pendengaran akibat bising (noise inducied hearing loss) merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bisisng yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bisisng lingkungan kerja. 2. Etiologi Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising antara lain: - Intensitas bising yang lebih tinggi - Berfrekuensi tinggi - Lebih lama terpajan bising - Mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dll. Pengaruh bising pada pekerja: Secara umum dibedakan 2 macam yaitu: - Pengaruh auditorial berupa tuli akibat bising dan umumnya terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi. - Pengaruh non Auditorial dapat bermacam-macam misalnya gangguan komunikasi, gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah dan lain sebagainya. 3. Klasifikasi Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu : Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS) Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan occupational hearing loss atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada : o tingkat suara bising o kepekaan seseorang terhadap suara bising NIPTS biasanya terjadi disekitar frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekuensi 3000-6000 Hz, dan setelah beberapa
21 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat. 4. Patofisiologi a. Pengaruh kebisingan pada pendengaran Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa: Adaptasi Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan. Peningkatan ambang dengar sementara Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masingmasing individu. Peningkatan ambang dengar menetap Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelahistirahat beberapa jam (1-2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000-6000 Hz dankerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekuensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan (500-2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya. 5. Patogenesis Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi
22 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling sering rusak. Saluran transduksi berada pada membran plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip atau sepanjang tangkai (shaft), yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++dan menghasilkan depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa intraseluler. Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak efferen. Gerakan mekanis membrana basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak. Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Liberman dan Dodds (1987) memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal kejadian dan kemudian pada stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan hubungan dengan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising.Fraktur daerah basal menyebabkan kematian sel. Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversibel. Perubahan Histopatologi Telinga Akibat Kebisingan Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah sebagai berikut : Kerusakan pada sel sensoris o degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis o pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris o anoksia Kerusakan pada stria vaskularis Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi. Kerusakan pada serabut saraf dan nerve ending
23 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris. Hidrops endolimf

6. Gejala Klinis - Terjadi kurang pendengaran disertai tinnitus - Bila berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti. - Secara klinis pajanan bising pada ogan dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dnegar sementara dan peningkatan ambang dengar menetap. a. Reaksi Adaptasi Adalah respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau lebih kecil. b. Peningkatan ambang dengar sementara Adalah keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. c. Peningkatan ambang dengar menetap d. Adalah keadaan dimana terjadi peniongkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat/ berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada pelbagai stuktur cochlea antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis dll. 7. Diagnosis a. Anamnesis Pernah bekerja atau sedang bekerja dilingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya 5 tahun atau lebih. b. Pemeriksaan Otoskopik Tidak ada Kelainan. c. Pemeriksaan Audiologi - Test Rinne (+) - Test Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik - Test Schwabach memendek d. Pemeriksaan Audiometri Nada Murni Didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. e. Pemeriksaan Audiologi Khusus (SISI, ABLB, MLB, Audiometri Bekessy, Audiometri Tutur) Menunjukkan adanya rekrutmen yang patognomonik untuk tuli sensorineural cochlea. 8. Penatalaksanaan Dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak, dapat dipergunakan alat pelindung telinga (ear plug, ear muff dan helmet). Karena menetap dan sulit berkomunikasi maka dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ ABD (hearing aid). Bila pendengarannya sedemikian buruk sehingga ABD pun tidak maka perlu psikoterapi untuk menerima keadaannya. Latihan pendengaran, membaca ucapan bibir, mimik dan gerakan anggota badan. Rehabilitasi suara karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah sehingga pasien dapat mengendalikan volume tinggi rendah dan irama percakapan.
24 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

9. Prognosis Karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural cochlea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan obat atau pun pembedahan maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. 10. Pencegahan Bising lingkungan kerja, dengan meredam sumber bunyi. Jika bising akibat alat-alat (mesin tenun, kilang minyak) maka pekerja tersebut harus dilindungi oleh alat pelindung bising (sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala). Adanya ketentuan pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85 dB tanpa menimbulkan ketulian. Penyelenggaran Program Konservasi Pendengaran untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja dari kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan ditempat kerja. Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : Pengukuran pendengaran Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu : o Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja. o Pengukuran pendengaran secara periodik. Pengendalian suara bising Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : o Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff (tutup telinga), ear plugs (sumbat telinga) dan helmet (pelindung kepala). o Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara : memasang peredam suara menempatkan suara bising (mesin) di dalam suatu ruangan yang terpisah dari pekerja Analisa bising Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekuensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999 Lama pajan/hari Intensitas dalam dB 24 80 Jam 16 82 8 85 4 88 2 91 1 94 30 97 Menit 15 100 7,50 103 3,75 106 1,88 109
25 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Detik

0,94 28,12 14.06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11

112 115 118 121 124 127 130 133 136 139

VI. Menjaga Telinga dan Pendengaran Berdasarkan Ajaran Islam Tak kalah pentingnya adalah menjaga telinga dari mendengar segala sesuatu yang menjurus kepada maksiat. Mereka yang termasuk kelompok ini tidak akan asyik duduk bersama orang-orang yang terlibat dalam perbincangan yang sia-sia. Termasuk perbuatan siasia adalah mendengar lagu-lagu yang syairnya tidak mengantarkannya pada mengenal kebesaran Allah. Mereka juga meninggalkan percakapan penyiar dan penyair yang menghambur-hamburkan kata tanpa makna. Mereka segera meninggalkan orang yang sedang ghibah, apalagi memfitnah, karena mereka sadar bahwa orang yang mengghibah dengan orang yang mendengar ghibah itu sama nilai dosanya. Maka alternatifnya hanya dua, yaitu mengingatkan atau meninggalkan majelis tersebut. Dalam hal ini Allah berfirman; Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka. [QS. An-Nisaa: 140] Di bulan Ramadhan, kelompok ini juga menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengingat Allah. Sebaliknya, mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar ayat-ayat suci al-Quran, mendengar majelis talim, mendengar kalimat-kalimat thayibah, dan mendengar nasehat-nasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak kebaikan dengan sendirinya akan mengurangi kecendrungan mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi yang merusak nilai ibadahnya. Allah taalaa ketika menyebutkan kata pendengaran dalam Al-Quran selalu didahulukan daripada penglihatan. Sungguh, ini merupakan satu mujizat Al-Quran yang mulia. Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali. Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah taalaa ingin mengatakan kepada kita, Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam. Ini yang pertama. Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. Ini yang kedua.
26 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah taalaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman: Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun). (Q.S. Al-Kahfi: 11) Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun. Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat: Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Fushshilat: 22) Jadi, setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah taalaa menyebutkan kalimat pandangan dalam bentuk jamak, dan kalimat pendengaran dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.

DAFTAR PUSTAKA Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2003. Indrana ilma. Pendengaran menurut Islam. www.wordpress.com Junqueira, Luiz Carlos dan Jose Carneiro. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta: EGC Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Murni Rambe, AY. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdf Prihardini D, dkk. Sensori dan Persepsi Auditif. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2010 (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003. Prihardini D, dkk. 2010) Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson Corporation. 2007 Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta EGC Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI

27 | Skenario 2 Panca Indera R.A. Wita Ferani K. 1102009229

Anda mungkin juga menyukai