Anda di halaman 1dari 8

Disolusi kapsul Teofilin dalam model racikan resep dokter (Lungguk Hutagaol, Yenny Irwan)

DISOLUSI KAPSUL TEOFILIN DALAM MODEL RACIKAN RESEP DOKTER


Lungguk Hutagaol, Yenny Irwan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Korespondensi: Dra. Lungguk Hutagaol, MS. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan Email: hlungguk@yahoo.com

ABSTRACT
Theophylline is asthma treatment that quite a lot used and have narrow therapy scope and is often combined with ephedrine hidrochloride in doctors prescription. Recently handling compounding the prescription is in highly varied and this condition has influenced dissolution rate. In consequence, conducted research hits difference dissolution capsule from compounding that indigenous to active ingredient and from tablet that triturated become powder. Despitefully, conducted research hits influence ephedrine hydrochloride to theophylline dissolution rate. The result can be concluded that formed compounding from powder produces super ordinate dissolution are compared to compounding from combination of theophylline and ephedrine hydrochloride tablet. So compounding from theophylline and ephedrine hydrochloride tablet is inadvisable because they decrease theophylline dissolution rate. Keywords: theophylline, ephedrine hydrochloride, compounding, dissolution test

ABSTRAK
Teofilin merupakan obat asma yang cukup banyak digunakan dan mempunyai lingkup terapi sempit serta sering dikombinasi dengan efedrin hidroklorida dalam racikan resep dokter. Saat ini penanganan racikan resep dokter di apotek sangat bervariasi dan hal ini berpengaruh pada kerapatan mampat yang akhirnya mempengaruhi kecepatan disolusi. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai perbedaan disolusi kapsul racikan yang berasal dari bahan baku serbuk dan dari tablet yang digerus menjadi serbuk. Di samping itu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh efedrin hidroklorida terhadap disolusi kapsul teofilin. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kapsul yang diracik dari bahan baku serbuk menghasilkan disolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapsul yang diracik dari bentuk tablet. Oleh karena itu racikan dari tablet teofilin dan efedrin hidroklorida tidak disarankan karena menurunkan laju disolusi teofilin. Kata kunci : teofilin, efedrin hidroklorida, racikan, uji disolusi

PENDAHULUAN Teofilin merupakan bronkodilator golongan derivat xantin yang paling banyak digunakan dalam resep dokter (1). Teofilin digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran nafas. Teofilin menimbulkan efek aditif bila digunakan

bersama agonis beta-2 seperti efedrin hidroklorida dosis kecil, sehingga kombinasi kedua obat tersebut dapat pula memperbesar kemungkinan efek samping termasuk hipokalemia (1). Teofilin dimetabolisme di hati dan waktu paruh eliminasinya telah diketahui menunjukkan variasi yang
33

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 33 -40

besar Waktu paruh eliminasi memanjang dengan adanya gagal jantung, sirosis, infeksi virus, pada orang usia lanjut dan pemberian bersama obat lain seperti simetidin, siprofloksasin, eritromisin, dan kontrasepsi oral. Waktu paruh eliminasi memendek pada perokok dan peminum alkohol berat, dan bila digunakan bersama obat lain seperti fenitoin, karbamazepin, rifampisin, dan barbiturat. Perbedaan waktu paruh antar pasien sangat penting karena teofilin mempunyai lingkup terapi sempit, yaitu jarak antara dosis terapi dengan dosis toksik sangat dekat (2,3,4). Sarnyn dan Jung (1970) meneliti tentang kerapatan obat yang dihubungkan dengan disolusi. Massa isi kapsul yang dimasukkan ke dalam kapsul dengan kerapatan normal dan dengan kerapatan mampat yang kemudian diukur laju disolusinya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerapatan mampat menurunkan kecepatan disolusi. Hal inilah yang digunakan sebagai dasar untuk membuat formula teofilin dari bentuk sediaan serbuk dan tablet dan ingin diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap disolusi teofilin (5,6,7). Perbedaan aktivitas biologis dari suatu obat mungkin diakibatkan oleh laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam cairan tubuh dan merupakan tahap yang menentukan proses absorpsi (8). Disolusi adalah suatu proses pelepasan obat dari bentuk sediaan menjadi bentuk terlarut. Laju disolusi adalah jumlah zat aktif dalam sediaan padat yang melarut dalam waktu tertentu. Tujuan utama dilakukan uji disolusi adalah merupakan kontrol kualitas untuk membuat dugaan karakter suatu obat di dalam saluran pencernaan, apakah obat tersebut mudah larut atau tidak setelah lepas dari bentuk sediaannya (8). Faktor yang mempengaruhi laju disolusi
34

sediaan obat antara lain kelarutan, ukuran partikel, dan kristalisasi obat. Dalam sediaan tablet, faktor formulasi, pengisi, penghancur, pelincir dan efek kekuatan pengempaan berpengaruh terhadap laju disolusi (6,9). Proses pengerjaan racikan resep dokter di apotek sangat bervariasi misalnya cara menggerus, alat dan tempat untuk menggerus, lamanya menggerus, cara mencampurkan bahan, jenis bahan yang diambil, bahan baku atau sediaan jadi berupa tablet atau kapsul, dapat mempengaruhi kerapatan massa. Di dalam pelaksanaan racikan di apotek, pengambilan obat yang akan diracik sering kali berbeda antar apotek, beberapa menggunakan serbuk bahan baku obat dan yang lainnya menggunakan tablet. Saat ini teofilin banyak terdapat dalam resep dokter dan sering kali dikombinasi dengan obat-obat lain, seperti salbutamol, efedrin hidroklorida, klorfeniramin maleat, dan lain-lain. Kombinasi yang digunakan dalam penelitian adalah teofilin dan efedrin hidroklorida, bahan baku maupun bentuk tablet yang digerus. Permasalahannya adalah apakah ada perbedaan laju disolusi teofilin antara racikan dari serbuk bahan baku dengan racikan dari tablet. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju disolusi teofilin dalam kapsul teofilin dan efedrin hidroklorida bila diracik dari serbuk bahan baku dan bila diracik dari tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida. Selanjutnya penelitian dapat memberi rekomendasi penggunaan bahan pada peracikan resep khususnya peracikan teofilin yang mempunyai lingkup terapi sempit. Hal-hal yang diperkirakan dapat mempengaruhi laju disolusi seperti cara dan waktu penggerusan dikendalikan dalam penelitian.

Disolusi kapsul Teofilin dalam model racikan resep dokter (Lungguk Hutagaol, Yenny Irwan)

METODE PENELITIAN Bahan Teofilin BPFI, Serbuk teofilin (dari Pabrik A), Tablet teofilin (Pabrik A), Efedrin hidroklorida BPFI, Serbuk efedrin hidroklorida (dari Pabrik B), Tablet efedrin hidroklorida (Pabrik B), Laktosa (Pabrik C). Alat Alat uji disolusi (Erweka DT 60); Power Compensated Differential Scanning Calorimeter (Perkin Elmer); Spektrofotometer ultraviolet-visible (Shimadzu UV-1601); Spektrofotometer FTIR (Shimadzu 8400S); Alat uji Tabel 1. Komposisi formula Komposisi Teofilin serbuk (mg) Teofilin tablet (mg Teofilin) Efedrin HCl serbuk (mg) Efedrin HCl tablet (mg Efedrin HCl) Laktosa I 120 II

ukuran partikel, Sieve Shaker Machine (BBS Product BCL-601) Cara kerja Tablet dibuat sesuai formula yang tertera pada tabel 1. Masing-masing serbuk bahan baku ditimbang dan tablet diambil sesuai formula. Tablet digerus sampai menjadi serbuk halus, masing-masing formula dihitung bobot jenis serbuk untuk mengetahui jumlah laktosa yang akan ditambahkan sampai mencukupi volume cangkang. Campuran formula I dan III digerus lebih kurang 2 menit dan untuk formula II dan IV digerus lebih kurang 16 menit.

III 120

IV

120 10

120

10 q.s q.s q.s q.s

Pemeriksaan distribusi ukuran partikel dengan metode ayakan bertingkat dilakukan sebelum campuran serbuk diisikan ke dalam cangkang kapsul nomor 0 menggunakan alat pengisi kapsul sederhana (capsule filler). Pengisian dilakukan dengan cara disapukan secara merata dengan hati-hati menggunakan sudip dan tanpa pengetukan sehingga semua cangkang kapsul terisi penuh, kemudian kapsul ditutup. Kapsul dimasukkan ke dalam wadah tertutup baik dan dilakukan evaluasi kapsul yang meliputi waktu hancur (FI III) (10), penetapan kadar (metode spektrometri) (11), keragaman bobot (FI IV) (12), uji disolusi (USP

XXVI) (13) dan analisis termal (metode Diffrential Scanning Calorymetry) (14). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel massa kapsul formula I sampai formula IV relatif tidak berbeda jauh (Gambar 1). Hal ini memang diusahakan agar didapat distribusi ukuran partikel yang sama dari keempat formula dengan cara mengontrol lamanya penggerusan. Formula I dan formula III yang berasal dari serbuk digerus dalam mortir selama 2 menit, sedangkan formula II dan formula IV yang berasal dari tablet digerus dalam mortir selama lebih kurang 16 menit. Ukuran partikel
35

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 33 -40

dibawah 75 m dari keempat formula lebih dari 15% jumlah total massa isi kapsul sehingga dianggap bahwa

ukuran partikel yang didapat cukup halus sesuai yang diharapkan.

Gambar 1: Distribusi Ukuran Partikel Massa Kapsul Hasil evaluasi waktu hancur keempat formula kapsul memenuhi syarat waktu hancur menurut Farmakope Indonesia edisi III yaitu kurang dari 15 menit. Untuk dapat terdisolusi dengan baik suatu sediaan Tabel 2. Rangkuman Evaluasi kapsul Jenis Uji Waktu hancur Kadar (%) Formula I 3 menit 22 detik 96,91 Formula II 3 menit 100,86 Formula III 3 menit 103,10 Formula IV 4 menit 1 detik 84,45 Syarat < 15 menit 90-110 % (USP XXVI) 85,0115,0%, SDR 6,0 % (FI IV) Pada menit ke60 , teofilin terlarut 85 % (USP XXVI) harus hancur terlebih dahulu. Tabel 2, gambar 2 dan gambar 3 berikut ini menunjukkan data waktu hancur, penetapan kadar, keragaman bobot dan uji disolusi keempat formula kapsul.

Keragaman bobot (%)

96,91 SDR 4,28

100,86 SDR 3,01

102,77 SDR 3,48

84,45 SDR 1,70

Disolusi (%)

15 menit 30 menit 45 menit 60 menit

86,89 91,85 92,93 98,20

83,35 90,23 91,06 95,07

89,43 94,25 97,43 99,66

60,85 77,56 81,26 82,68

36

Disolusi kapsul Teofilin dalam model racikan resep dokter (Lungguk Hutagaol, Yenny Irwan)

Kadar teofilin yang terdisolusi (%)

120 100 80 60 40 20 0 0 15 30 45 60 75 t (menit) Formula I Formula II Formula III Formula IV

Gambar 2 : Profil disolusi keempat formula kapsul Teofilin

12000 10000
Sinyal (mW)

Tablet teofilin Tablet efedrin hidroklorida

8000 6000 4000 2000 0 40 80 120 160


0

Campuran tablet teofilin & tablet efedrin hidroklorida

200

240

280

Suhu ( C)

Gambar 3: . Kurva Differential Scanning Calorimetry Pada tabel 2 tampak bahwa formula I sampai formula III memenuhi persyaratan kadar. Formula II yang berasal dari tablet teofilin memiliki kadar yang lebih tinggi daripada formula I karena pada pemeriksaan pendahuluan didapat bahwa kadar tablet teofilin lebih tinggi daripada serbuknya. Formula III yang berasal dari serbuk teofilin dan serbuk efedrin HCl memiliki kadar yang paling tinggi karena berasal dari suatu campuran. Formula IV tidak memenuhi syarat kadar, hal ini mungkin disebabkan interaksi yang terjadi antara bahan tambahan dari tablet teofilin dengan tablet efedrin HCl itu sendiri.

37

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 33 -40

Hasil pemeriksaan keragaman bobot kapsul teofilin dalam model racikan resep dokter dari formula I, II, dan III memenuhi syarat keragaman bobot yaitu antara 85,0% - 115,0% dengan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6% (9). Formula IV tidak memenuhi syarat keragaman bobot, hal ini sesuai dengan kadar teofilin dalam sediaan kapsul formula IV yang juga sangat rendah dan tidak memenuhi syarat kadar sediaan sehingga dihasilkan keragaman bobot yang rendah pula. Formula I sampai formula III memenuhi syarat disolusi pada menit ke 60 melepaskan obat sama dengan atau lebih besar dari Q+ 5%, yaitu sama dengan atau lebih dari 85%. Formula I yang berasal dari serbuk teofilin melepaskan obat hampir seluruhnya, yaitu 98,20%. Formula II yang berasal dari tablet teofilin juga hampir melepaskan obat seluruhnya tetapi lebih rendah daripada formula I, yaitu 95,07%. Formula III yang berasal dari campuran serbuk teofilin dan serbuk efedrin hidroklorida melepaskan obatnya paling tinggi, yaitu 99,66%. Sedangkan formula IV yang berasal dari tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida pada uji disolusi dengan 6 kapsul pertama tidak memenuhi syarat kadar, yaitu 83,22% dari jumlah kadar obat 84,45%. Analisis statistik (15) yang dilakukan terhadap laju disolusi menggunakan metode statistik analisis variansi dua arah (aras kepercayaan 0,05)menunjukkan bahwa F hitung 73,73 ternyata lebih besar dari F tabel 4,22. Hal ini memberi arti terdapat perbedaan bermakna antara laju disolusi teofilin dalam kapsul yang dibuat dari serbuk teofilin dengan kapsul yang dibuat dari tablet teofilin. Demikian juga laju disolusi antara kapsul teofilin yang dibuat dari serbuk teofilin dengan kapsul yang dibuat dari campuran serbuk teofilin dan serbuk efedrin hidroklorida terdapat perbedaan
38

bermakna (F hitung 5,61 lebih besar dari F tabel 4,22). Perbedaan bermakna ditemukan juga pada laju disolusi antara kapsul yang dibuat dari campuran serbuk teofilin-efedrin hidroklorida dan kapsul yang dibuat dari campuran tablet teofilin - tablet efedrin hidroklorida (.F hitung 60,24 lebih besar dari F tabel 4,22). Pada kurva Differential Scanning Calorymetry (DSC) tablet teofilin tunggal terlihat adanya tiga puncak endotermik yaitu pada 133,40C, 0 155,8 C, dan 194,20C. Puncak endotermik pada kurva DSC menyatakan perkiraan meleburnya serbuk yang berasal dari tablet teofilin. Serbuk teofilin tunggal memiliki suhu lebur sekitar 2700C (11). Tiga puncak endotermik pada kurva diatas menunjukkan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu lebur bentuk serbuk teofilin menurut literatur. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahan-bahan penyusun tablet itu sendiri, seperti pengisi, pengikat, penghancur, dan lain-lain. Demikian pula terlihat pada kurva DSC tablet efedrin hidroklorida adanya tiga puncak endotermik yaitu pada 134,80C, 173,50C, dan 206,50C. Puncak endotermik pada kurva DSC menyatakan perkiraan meleburnya serbuk yang berasal dari tablet efedrin hidroklorida. Serbuk efedrin hidroklorida tunggal memiliki suhu lebur sekitar 2170C (11). Tiga puncak endotermik pada kurva diatas menunjukkan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu lebur bentuk serbuk efedrin hidroklorida menurut literatur. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahan-bahan penyusun tablet itu sendiri, seperti pengisi, pengikat, penghancur, dan lain-lain. Pada kurva DSC campuran tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida hanya terlihat dua puncak endotermik

Disolusi kapsul Teofilin dalam model racikan resep dokter (Lungguk Hutagaol, Yenny Irwan)

yaitu pada 132,80C dan 191,90C. Dua puncak endotermik yang terjadi mengalami sedikit pergeseran dari puncak endotermik masing-masing komponen tablet. Akan tetapi hal ini sudah dapat menunjukkan bahwa campuran kedua tablet tersebut cukup tercampur dengan baik karena dua puncak endotermik yang terjadi merupakan gabungan dari puncak endotermik tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida, hanya tidak terlihat secara keseluruhan puncak kedua dari masing-masing komponen tablet. Pada suhu 2200C campuran tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida menunjukkan bentuk kurva yang tidak beraturan, hal ini menyatakan bahwa campuran tersebut sudah mulai terdegradasi atau terurai pada suhu 2200C. Gambaran ini mungkin dapat menjawab mengapa syarat kadar dan disolusi dari formula IV tidak dipenuhi, karena menurut analisis termal yang dilakukan menunjukkan bahwa campuran tersebut lebih cepat terurai atau mengalami perubahan bentuk daripada masing-masing komponen dari tablet itu sendiri sebelum dicampur. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil disolusi pada racikan yang menggunakan serbuk teofilin (Formula I) dan tablet teofilin (Formula III) menunjukkan hasil disolusi yang mampu melepaskan obat pada menit ke 60 masing masing sebesar 98,20% dan 95,07%. Hasil disolusi pada formula II yang berasal dari tablet teofilin menurun bila dibandingkan dengan formula I yang berasal dari serbuk teofilin. Begitu juga terlihat pada formula IV yang berasal dari tablet teofilin dan tablet efedrin hidroklorida kadarnya lebih rendah bila dibandingkan dengan formula kapsul III yang berasal dari campuran serbuk teofilin dan serbuk efedrin hidroklorida. Penambahan serbuk efedrin hidroklorida pada serbuk teofilin tidak

mempengaruhi laju disolusi teofilin itu sendiri bahkan menunjukkan hasil disolusi yang sangat baik, dapat melepaskan obat secara keseluruhan (99,66%) dan memenuhi syarat kadar menurut USP XXVI. Sedangkan pencampuran tablet efedrin hidroklorida dengan tablet teofilin lebih baik tidak dilakukan karena dapat menurunkan kadar teofilin sehingga berada di bawah syarat kadar menurut USP XXVI. DAFTAR PUSTAKA
1. Tan HT, Rahardja K. Obat-obat penting khasiat, penggunaan dan efek sampingnya, edisi 5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia; 2002. hal. 459, 599-617, 852. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta; 2000. hal. 95. 3. Reynolds JEF. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Thirty-third Edition. London: The Pharmaceutical Press; 1982. hal. 783-4. 4. Mc. Evoy GK, editor. American Hospital Formulary Service Drug Information. Jilid 1 dan 2. New York: American Society of Hospital Pharmacists; 1988 dan 2003. hal. 629, 3487-92. 5. Aulton ME. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. New York dan London: Churchill Livingstone; 1988. hal. 62, 69-75, 313, 322-30. 6. Abdou HM. Dissolution bioavailability and bioequivalence. Easton: Mack Publishing Company; 1989. hal. 38, 50, 63-64, 73-103, 218. 7. Banker GS, Rhodes Christopher T. Modern pharmaceutics. Second Edition. New York: Gel Dekker Inc; 1989. hal. 152-63, 448-9, 474-7. 8. Hanson WA. Handbook of dissolution testing. Oregon: pharmaceutical Publications; 1991. hal 13-33. 9. Gennaro AR. Remington: the science and practice of pharmacy. 19th edition. Pennsylvania: Mack Publishing Company; 1995. hal 593-8, 1808-9. 39

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 33 -40

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1979. hal. 236-7, 338-9, 598. 11. Moffat AC. Clarkes isolation and identification of drugs. 2nd edition. London: The Pharmaceutical Press;1986.hal. 585, 1011. 12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. hal. 350, 488-9,783-4, 925, 999, 1032-3, 1043, 1083-7, 1212.

13. United States Pharmacopeial Convention. The United States Pharmacopeia 26-The National Formulary 25. Rockville: United States Pharmacopeial Convention Inc; 2002. hal. 1474-5 14. Brown ME. Introduction to thermal analysis. London: Chapman and Hall; 1988. hal. 23-48. 15. Schefler WC. Statistika untuk biologi, farmasi, kedokteran dan ilmu lain yang bertautan. Diterjemahkan oleh Suroso. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 1987. hal. 126-49.

40

Anda mungkin juga menyukai