Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I
PENDAHULUAN

Material dan divais elektronik modern dibangun hampir oleh keseluruhan Sistem
Berkala (kecuali hanya actinides dan beberapa unsur yang tidak lazim). Material
elekktronika yang beragam diperlukan untuk menjawab tantangan aplikasi divais
elektronika saat ini mulai dari kawat tembaga sederhana sampai material magnetik
berperformansi tinggi untuk CD dan divais mikroelektronika lainnya. Demikian juga
dengan jangkauan sifat-sifat material mulai dari konduktivitas sampai transmisi optik,
sampai difusi-resistansi atau sifat-sifat mekanik. Dengan kata lain aspek-aspek
material elektronika sangatlah luas, sehingga tidaklah mungkin kita membahasnya
dalam dalam satu buku.
Bab Pendahuluan ini berisi:
1.1.Sejarah Divais Elektronika Modern
1.2.Dimensi Divais Elektronika
1.3. Material Elektronika
1.4.Performansi/Unjuk kerja Divais

1.1 Sejarah Divais Elektronika Modern

Elektronika modern memiliki sejarah yang panjang mengenai penemuan dan penelitian
dasar. Divais yang paling utama adalah elemen rangkaian control-diode dan divais
switching. Berikutnya mulai dari tabung vakum triode sampai transistor. Dioda pada
mulanya ditemukan oleh J. Ambrose Flemming (1905) berdasarkan observasinya di
dalam laboratorium Edison. Tabung vakum diode tersebut berisi filamen panas yang
dapat memancarkan elektron dan kolektor dari piringan logam. Elektron-elekktron
mengalir hanya dari filamen ke kolektor. Pada tahun berikutnya, Lee DeForest
menciptakan tabung vakum triode dan dengan demikian revolusi elektronika telah
dimulai.

Vakum triode berisi katoda yang dipanaskan, kawat bergerigi dan piringan atau anoda,
dimana fungsi sebagai diode dimodifikasi oleh gerigi kontrol. Perubahan arus yang
2
kecil pada gerigi menghasilkan perubahan yang besar pada arus dari katoda ke anoda.
Dengan demikian, triode berperan sebagai amplifikasi (penguat) sinyal lemah.
Kemampuan sebagai penguat adalah hal yang penting baik untuk rangkaian analog
maupun digital. Antara tahun 1906 sampai 1950an, tabung vakum dikembangkan dan
diadaptasikan untuk aplikasi yang lebih spesifik dan struktur yang lebih canggih untuk
memodifikasi arus elektron. Namun sayang, tabung seperti halnya bola lampu pijar
memiliki waktu hidup yang sangat terbatas dan memerlukan daya listrik yang besar
serta banyak menghasilkan panas.

Solusi untuk masalah tabung tersebut adalah ditemukannya transisitor sambungan
dwikutub (bipolar junction transistor) yang diciptakan oleh John Bardeen, Walter H.
Brattain dan William Shockley di Laboratorium Bell Telephone. Divais tersebut pada
mulanya diciptakan dari gumpalan germanium dan bekerja dengan cara difusi logam
dari kontak ke dalam kristal Ge. Divais ini dapat mengontrol arus secara efektif dan
menghasilkan amplifikasi sebagaimana tabung vakum, namun tidak berisi filamen
panas dan memerlulukan daya yang relatif lebih sedikit. Disain divais tersebut terus
berkembang dan demikian juga dengan unjuk kerjanya. Meskipun penemuan transistor
Ge dapat dianggap sebagai revolusi namun ternyata bukan solusi yang praktis untuk
jangka panjang. Ge memiliki celah pita energi yang relatif rendah, sehingga bersifat
konduktif pada temperatur ruang. Sehingga menyebabkan arus bocor membalik melalui
divais yang seharusnya mati. Kebocoran ini menyebabkan diperlukan daya yang besar
dan menyebabkan penurunan amplifikasi. Solusinya adalah dengan menggantikan Ge
dengan Si. Transistor bipolar yang berisi Si telah menjadi elemen yang digunakan pada
hampir semua rangkaian modern.

Divais lain yang dikembangkan adalah field effect transistor (FET) yang mula-mula
ditemukan kira-kira pada tahun yang sama. Meskipun divais switching tersebut telah
dipatenkan pada tahun 1930 namun baru pada tahun 1951pertama kali dapat dibuat
divais ini. Kontrol arus dalam divais ini berdasarkan deplesi muatan yang dihasilkan
oleh junction diode dalam keadaan reverse bias (bias mundur). Resistansi elektroda
kontrol yang dimiliki lebih tinggi (bias mundur pada diode atau kapasitor) dari pada
transistor bipolar. Seperti kita ketahui tabung vakum dapat memiliki resistansi input
3
yang sangat tinggi, maka inilah yang menjadi keuntungan FET karena dapat
menggantikan tabung vakum untuk beberapa aplikasi misalnya amplifier untuk sinyal
daya rendah.

Divais switch bebasis Si ditemukan tidak lama setelah teknologi produksinya
dikembangkan. Si memiliki celah pita energi yang lebih tinggi sehingga Si murni
kurang konduktif pada suhu kamar dari pada Ge. Hal ini secara nyata akan menurunkan
arus bocor mundur dan daya rangkaian. Namun demikian, alas an utama mengapa Si
menjadi semikonduktor yang paling popular adalah unjuk kerjanya, satbilitasnya dan
reproduksibilitasnya untuk lapisan insulator dan kontak.

Diperlukan pengembangan lebih lanjut agar Si dapat diaplikasikan dalam divais
mikroelektronika, yaitu metode purifikasi dan motode penumbuhan Si kristal. Metode
penumbuhan yang mula-mula ditemukan pada tahun 1916 adalah metode Czochralski
untuk penumbuhan kristal bulk, meskipun beberapa pengembangan dan adaptasi
diperlukan sebelum kristal Si ukuran besar dapat ditumbuhkan. Ukuran wafer terus
berkembang dari ukuran ~25 mm pada tahun 1960 menjadi 300 mm sekarang (Angus
Rockett, The material Science of Semiconductors, 2008 Springer Science and Business
Media).

Masalah purifikasi Si menjadi masalah yang penting juga. Pada awal tahun 1950,
Siemens Company mengembangkan metode berbasis reaksi Si dengan HCl untuk
menghasilkan dichlorosilane, SiH
2
Cl
2
cairan yang mudah menguap. Dichlorosilane
adalah distilasi fraksional dan kemudian direduksi dalam reaksi terbalik menghasilkan
Si murni.

Miniaturisasi rangkaian elektronika menjadi langkah besar ke depan yang lain yaitu
dengan ditemukannya IC (integrated circuit) oleh Jack Kilby pada tahun 1985 di Texas
Instruments dan juga melalui kontribusi Robert Noyce dan Gordon Moore dari
Farichild Semiconductor (yang kemudian menjadi penemu Intel corporation). Bersama-
sama mereka mengembangkan metode untuk produksi dan interkoneksi semua dasar
elemen rangkaian dalam satu lembar Si. Ini mengakibatkan dalam satu paket
4
elektronika yang berisi jauh lebih banyak kegunaan dalam bentuk yang sangat mampat
(compact) dari pada yang dihasilkan oleh divais diskrit atau dengan kata lain divais ini
lebih murah, lebih dapat diandalkan dan jauh lebih cepat. Sekarang radio receiver,
video dan audio signal prosessors, amplifiers, dan rangkaian computer dapat tersedia
dalam satu IC chip. Kemampuan dan kompleksitas IC telah berkembang dengan sangat
menakjubkan sejak tahun 1950.

Tidak semua mikroelektronik berpusat pada IC, meskipun IC telah benar-benar menjadi
perhatian utama. Divais optic juga berkembang pesat karena era informasi mendorong
keperluan yang lebih besar untuk transfer data. Termasuk juga LED (light emitting
diode) yang mula-mula dipatenkan pada tahun 1955 oleh R.Braunstein yang
menggambarkan elektrolumiscence dari berbagai semikonduktor. Divais LED cahaya
tampak pertama oleh N.Holonyak pada tahun 1962 dibuat dari alloy GaAs-GaP atau
divais Ga(As,P). Demikian juga, paten pertama semikonduktor laser adalah pada
tahun 1962, namun diode laser pertama baru dapat beroperasi pada suhu kamar pada
tahun 1970 yaitu setelah struktur heterojunction berkembang. Perkembangan efisiensi
LED dapat dilihat pada Gambar1.














5
Gambar 1. Perkembangan divais LED sebagai fungsi waktu.

Pemanfaatan dioda LASER dan LED telah berkembang pesat saat ini dengan perkiraan
pasar mencapai 30 juta dolar AS. Kemajuan ini didukung oleh penemuan LED warna
biru dan hijau, sehingga dapat dihasilkan divais dengan spectrum yang lengkap.
Awalnya LED warna biru dan hijau berbasis material paduan II-VI seperti ZnS dan
CdS namun kemudian digantikan oleh SiC. Perkembangan terbaru adalah sejak
ditemukannya paduan III-nitrida (GaN dan turunnya) tipe-n dan tipe-p oleh Nakamura
pada tahun 1992.

Dioda LASER berbasis GaAs (dan turunanya yang dapat beroperasi pada daerah infra
merah) telah terbukti memiliki kemampuan yang tinggi untuk sistem komunikasi serat
optic dan penyimpanan data CD. Salah satu material optic yang terbukti dapat
digunakan untuk sistem komunikasi jarak jauh adalah amplifier Er-doped silica. Dibais
ini dibangun secara sederhana dengan mmeberi doping bagian fiber optic dengan Er,
sehingga menyebabkan gelombang cahaya dengan energi yang lebih tinggi berlaku
sebagai pompa untuk eksitasi elektron dan emisi elektron ketika kembali ke dalam
atom-atom Er. Dan ketika cahaya datang ke daerah yang tidak dberi doping, maka akan
terjadi penguatan oleh gain yang diakibatkan keadaan defect atom Er.

1.2 Dimensi Divais Elektronika

Menurut hukum Moore sejak tahun 1958, jumlah transistor per divais akan bertambah
dua kali lipat setiap 18 bulan, seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Prediksi Moore ini
terbukti telah benar selama lebih 40 tahun. Dengan perkembangan ukuran divais yang
semakin lama semakin kecil, maka kemudian dikembangkan paradigma baru tentang
divais menyangkut struktur multilayer berbasis teknologi terbaru dan keseluruhan
konsep fabrikasi divais (meskipun sampai saat ini belum berhasil menggantikan
struktur konvensional).
6


Gambar 2. Hukum Moore untuk densitas rangkaian microprocessor. Ukuran minimum
naik sebanding dengan akar kuadrat densitas rangkaian. Plot menunjukkan produksi
pasar. [berdasarkan data IntelWeb site:
http://www.intel.com/technology/mooreslaw/index.htm, 2006.]

Selain usaha untuk mengecilkan ukuran atau dengan kata lain memperbesar densitas,
performansi (unjuk kerja) divais juga mengalami kemajuan yang sangat signifikan
meskipun harganya relatif konstan. Kemajuan dalam bidang performansi divais tentu
didukung oleh penelitian dan pengembangan yang memerlukan biaya yang besar.
Termasuk di dalamnya adalah penelitian untuk menemukan material baru dan proses
pembuatan material tersebut. Meskipun sampai saat ini kristal Si adalah yang paling
ideal dan paling banyak diproduksi. Dimensi divais sekarang ini telah mengecil
menjadi sekitar 0.1 m ukuran sisi minimum (gambar 1.3).

7
Gambar 1.3. Skema diagram divais FET (field-effect transistor).

Ukuran divais menjadi hal yang sangat penting ketika kita membicarakan doping dan
densitas arus yang melewati divais. Transistror yang memiliki volume daerah kontrol
sebesar 5x10
-16
cm
3
(dengan panjang dan lebar masing-masing 10
-5
cm, serta ketebalan
5x10
-6
cm) berisi sebanyak 10
6
atom dalam volume tersebut (karena densitas Si adalah
10
22
cm
-3
). Jika diberikan doping dengan konsentrasi impuritas sebesar 5x10
16
cm
-3

maka hanya terdapat 25 atom impuritas dalam volume tersebut. Jika 1 atom impuritas
diambil artinya mengubah 4 % tingkatan doping, maka hal ini tidaklah mempengaruhi
konduktivitas. Oleh sebab itu untuk divais yang kecil harus diberikan tingkatan doping
mendekati 10
19
cm
-3
atau sekitar 0,02% (sama atau mendekati batas solubilitas doping).
Dengan konsentrasi doping yang tinggi tersebut maka jumlah atom menjadi 5000. Jika
dimensi divais diperkecil menjadi seperlimanya maka konsentrasi doping yang tinggi
tersebut menyebabkan jumlah atom impuritas menjadi 1000. Variasi 10 atom atau 1%
perubahan tingkatan doping dapat mengubah performansi divais. Perkembangan akan
terus berlanjut jika transistor terkecil dengan dimensi volume kontrol sebesar 2x10
-18
cm
3
(10.000 atom) dapat diciptakan.

Data di dalam IC dibawa oleh sejumlah kecil elektron yang bergerak. Umumnya divais
sekarang beroperasi pada > 10
9
Hz ( 1GHz) sampai 5x10
11
Hz. Arus yang mengalir
dalam satu siklus (10
-9
s) hanya mentransfer elektron ~2x10
9
elektron per amp arus.
Arus 1 nA akan mentransfer 1 atau 2 elektron dalam waktu 10
-9
s. Dengan demikian
single-electron transistor telah diperoleh dengan hanya memnfaatkan 1 elektron
untuk melakukan on-off. Namun dalam prakteknya transistor tersebut sampai sekarang
belum dapat diproduksi. Divais yang beroperasi pada frekuensi yang lebih tinggi tentu
saja memerlukan densitas arus yang lebih besar untuk tujuan praktis.

Densitas arus yang mengalir melalui kawat konduktor dapat menghasilkan angin
elektron yang memiliki momentum yang cukup untuk mendorong atom-atom
sepanjang konduktor sehingga atom-atom berdifusi dengan mudah. Fenomena
electromigration tersebut menjadi salah satu penyebab gagalnya divais. Hal ini yang
8
menjadi alasan utama untuk memanfaatkan tembaga menggantikan aluminium. Namun
demikian masalah selanjutnya adalah waktu hidup (lifetime) beroperasinya IC tersebut.

Pada saat densitas arus terus meningkat sampai level tertentu, maka akan dapat
melelehkan divais selama operasi, sehingga kemudian diperlukan bahan insulator.
Insulator terbaik saat ini adalah SiO
2
yang ditumbuhkan dengan cara oksidasi thermal
wafer Si. Insulator ini dapat menahan medan listrik sampai 10
7
V/cm atau untuk
menahan 1 volt potensial, diperlukan ketebalan SiO
2
sebesar 1 nm (dalam prakteknya
diperlukan 2 nm tebal SiO
2
). Untuk memerkecil ukuran divais secara keseluruhan,
maka diperlukan material dilektrik baru yang memiliki konstanta dielektrik lebih tinggi.

Dengan mempertimbangkan masalah-masalah di atas, ternyata divais dengan teknologi
terkini pun menghadapi kendala dalam optimalisasi performansi rangkaian. Penelitian
yang kini tengah dilakukan adalah cara untuk memperoleh semikonduktor yang dapat
memiliki tingkatan doping yang lebih tinggi dan memiliki gerak pembawa muatan yang
lebih cepat melalui daerah kontrol divais. Bahan dielektrik yang memiliki kapasitansi
yang lebih tinggi diperlukan untuk mendukung medan listrik yang sama sebagaimana
SiO
2
. Akhirnya, diperlukan juga konduktor yang dapat membawa densitas arus yang
lebih tinggi.

1.3 Material Elektronika
Divais elektronika dan metode pemrosesan divais memanfaatkan zat padat, cair, gas
dan bahkan plasma. Untuk zat padat biasanya digunakan unsur, alloy dan material
paduan. Berdasarkan konduktivitas listriknya, material zat padat dapat diklasifikasikan
ke dalam 3 kelompok, yaitu: insulator, semikonduktor dan konduktor. Insulator seperti
quartz atau porcelain dan kaca memiliki konduktivitas yang sangat rendah dalam orde
8 18
10 10

S/cm; dan konduktor seperti aluminium dan perak memiliki konduktivitas
sangat tinggi, antara
6 4
10 10 S/cm, seperti diperlihatkan Gambar 1.4. Semikonduktor
biasanya memiliki konduktivitas yang rendah pada temperatur kamar, namun dengan
penambahan impuritas tertentu, maka konduktivitasnya akan naik.

9
10
-18

10
-10
10
-6
10
18

10
14
10
-14
10
10
10
6
10
2
10
-8

1
1
10
-4
10
8
10
4
10
-2
S
Ag
Cu
Al
Pt
Bi
Intan
Ni
Si
Ge
GaAs
konduktivitas
resistivitas

Gambar 1.4. Harga konduktivitas dan resistivitas untuk insulator, semikonduktor dan
konduktor (Sze, 1985)

Selain itu, terdapat juga material magnetik yang banyak dimanfaatkan untuk generator
listrik, motor, pengeras suara , transformator dan tape recorder. Sedangkan sifat optic
material dimanfaatkan untuk LASER, komunikasi optik, lensa, optical coating serta
kolektor dan reflector cahaya matahari. Adapun sifat thermal material dimanfaatkan
dalam divais pendingin, pemanas dan heat shield pada pesawat udara.
Perhatikan Gambar 1.5 tentang Sistem Berkala. Sifat unsur-unsur dalam berbagai
kolom cenderung untuk memiliki hubungan sehingga unsur-unsur tersebut memiliki
aplikasi yang hampir sama. Gas inert pada umumnya tidak reaktif.Tapi paduan
(senyawa) XeF bisa terbentuk dan kadang digunakan dalam proses produksi
mikroelektronika. Gas inert ini biasanya dimanfaatkan dalam proses etching material
yang ditumbuhkan melalui metode fisik (seperti sputtering).
10

Gambar 1.5. Material elektronika dalam Sistem Berkala Unsur.

Golongan VIIa (halogen) biasanya sangat reaktif, cenderung membentuk (dengan
beberapa unsur lain) menjadi senyawa yang mudah menguap dan digunakan dalam
proses etching. Kadang-kadang, senyawa ionik dari halogen sepert CuBr juga
diaplikasikan langsung dalam divais. Unsur-unsur dari golongan VIa menghasilkan
ikatan molekul yang sangat kuat. Untuk kasus oksida, unsur dari golongan VIa ini pada
umumnya digunakan sebagai dielektrik, sedangkan unsur di bawah oksigen
membentuk molekul chalgonide yang umumnya adalah semikonduktor.
Unsur-unsur yang paling umum digunakan dalam mikrolelektronika adalah golongan
IIIa sampai Va. Golongan Va banyak digunakan dalam semikonduktor paduan, sebagai
dopan untuk semikonduktor golongan IV. Pada golongan IV terdapat bahan
semikonduktor yang terkenal (silikon dan germanium) dan carbon. Carbon dapat
dimanfaatkan dalam bentuk intan, grafit, ataupun senyawa organik. Pada golonhan IIIa
terdapat aluminium (Al ) yang termasuk bahan konduktor yang baik. Aluminium ini
11
biasanya membentuk semikonduktor paduan dengan unsur dari golongan Va, dan juga
sebagai dopan dalam semikonduktor golongan IVa.

Golongan IIb membentuk semikonduktor paduan dengan chalgonides dan memiliki
banyak kegunaan. Konduktor yang paling terkenlal terdapat dalam golongan Ib yaitu
Cu, Au dan juga Ag. Logam transisi umumnya digunakan dalam bentuk senyawa
silicides atau nitrides, sebagai bahan kontak penghubung yang stabil antara Si dan
logam yang sangat konduktif atau sebagai penghalang difusi. Adapun tanah jarang
sampai sekarang belum banyak dimanfaatkan. Kecuali halfnium, erbium dan
gadolinium sudah mulai Nampak banyak digunakan.

Untuk banyak kasus, unsur-unsur golongan IIa seperti Cu digunakan sebagai konduktor
atau kontak meskipun memiliki reaktivitas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
kontak kurang stabil. Akhirnya, golongan Ia yaitu logam alkali juga termasuk yang
jarang dimanfaatkan karena memiliki reaktivitas dan laju difusi yang tinggi, meskipun
sekarang sudah mulai dimanfaatkan. Golongan Ia dan IIa ini mulai digunakan dalam
divais elektronika organik.

Pemilihan penggunaan unsur-unsur ini berdasarkan pada aplikasi dan sifat-sifatnya.
Hali ini didorong oleh performansi divais yang dihasilkan. Aplikasi
mikroelektronikapada umumnya memerlukan material dalam jumlah yang sedikit
namun dengan harga yang mahal, misalnya paladium atau platinum. Penelitian
mengenai material diperlukan agar diperoleh divais dengan performansi lebih baik.

1.4 Performansi/Unjuk Kerja

Kemurnian adalah salah satu yang menentukan kegunaan material yang akan
menentukan juga performansi/unjuk kerja divais. Unjuk kerja dapat memiliki banyak
aspek termasuk sifat elektronik material (seperti konduktivitas, mobilitas pembawa
muatan, dsb.), sifat fisika dan kimia (seperti kekuatan mekanik, stabilitas terhadap
pencampuran atau reaksi dengan material lain dsb.), sifat elektronik dan optik
berhubungan dengan cara elektron berinteraksi dengan struktur atom dalam material.
12
Sifat kimia bergantung pada ikatan atom dan reaksi yang mungkin yang terjadi antara
satu material dengan yang lain.
Performansi sifat elektronik dapat mempengaruhi lifetime (waktu hidup), laju,
efisiensi atau aspek lain yang menyangkut kerja divais. Waktu hidup biasanya dibatasi
oleh reaksi kimia atau gerak atom-atom. Dengan teknologi dewasa ini, ukuran divais
menjadi sangat kecil dimana gerak atom hanya meliputi jarak beberapa atom sehingga
menyebabkan divais menjadi tidak dapat dioperasikan. Misalnya MOSFET (Metal-
Oxide Field Effect Transistor), divais pembangkit arus dengan panjang-panjang gate
minimum 10
-7
m (1/10 m), memiliki insulator gate SiO
2
+ Si
3
N
4
(dielektrik) dengan
ketebalan 2,5 nm (~ 7 lapisan molekul). Atom yang berdifusi ke dalam oksida ini
dapat menyebabkan keadaan defect yang dapat mengganggu unjuk kerja insulator
atau menyebabkan transistor dalam divais mengunci keadan on/off. Salah satu solusi
keadaan ini adalah dengan cara memurnikan material sampai impuritas yang mungkin
bergerak dapat dieliminasi. Pemurnian tidak dapat dilakukan jika material yang akan
digunakan sebagai bagian dari divais secara intrinsik cenderung untuk bergerak dan
menyebabkan masalah. Ini adalah alasan mengapa diperlukan beberapa tahun untuk
beralih dari Al ke Cu sebagai logam yang menghubungkan divais-divais dalam IC.
Tembaga berdifusi secara cepat dan menyebabkan masalah besar jika tembaga
tersebut sampai ke dalam daerah aktif divais. Solusinya adalah dengan mendesain
material sebagai penghalang difusi yang dapat mengepung konduktor Cu untuk
menghalanginya keluar. Performansi Cu kurang bagus dalam hal stabilitas kimia,
namun performansi listriknya cukup bagus. Selanjutnya sifat kimia tersebut dapat
dikurangi dengan desain material yang baik.
Pembaharuan mengenai performansi material terus berlangsung. Material dengan
konstanta dielektrik tinggi berbasis senyawa Ba sangat potensial untuk menggantikan
dielektrik berbasis Si. Seperti Cu, Ba dapat menyebabkan masalah serius, namun
demikian sangat potensial untuk perbaikan kapasitor untuk penyimpanan data.
Performansi tidak terlalu jelas dalam semikonduktor, dimana fenomena transport
elektron dan sifat optik menjadi hal yang sangat penting. Misalnya transistor switching
dapat dibatasi oleh waktu yang diperlukan bagi elektron untuk transit di dalam volume
kontrol. Probabilitas elektron menempati hole pada energi yang lebih rendah dan
memberikan kelebihan energinya dalam bentuk cahaya adalah performansi yang
13
penting dari divais LED (Light Emitting Diode). Deteksi optik dan sistem photovoltaic
bergantung pada probabilitas proses terbalik, yang menghasilkan elektron bebas dengan
cara menyerap cahaya. Langkah besar telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk
mengeksplorasi tabel berkala (periodik) untuk menemukan semikonduktor baru.
Namun demikian sangatlah penting untuk mempertimbangkan semua aspek
performansi material, seperti IC berbasis GaAs. Secara teori, elektron-elektron dapat
lebih mudah diakselerasi dalam GaAs dari pada dalam Si, dan memerlukan waktu yang
lebih sedikit, sehingga dihasilkan divais dengan laju yang lebih baik. Namun mengapa
GaAs belum juga menggantikan Si dalam mikroprosesor biasa?. Banyak penyebabnya,
namun yang paling penting adalah kurangnya insulator yang baik dan kontak yang
baik, dan karena GaAs relatif rapuh. Masalah ini belum dapat dipecahkan, sementara
semua masalah yang dihadapi dalam aplikasi Si telah dapat dipecahkan, kecuali
ketidakmampuannya untuk memancarkan cahaya. Dapat disimpulkan jika kita
mempertimbangkan performansi material elektronik maka kita harus
mempertimbangkan material tersebut dalam aplikasi yang diperlukan dan menganalisis
semua aspek performansinya.

14


BAB II SIFAT DASAR ELEKTRON
(ambil dari buku Hummel &Solimar)
Bab II ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
2.1 Sifat Dasar elektron
2.2 Elektron Sebagai Partikel dan Gelombang
2.3 Persamaan Schroedinger
2.4 Persamaan Schroedinger Untuk Kasus Tertentu
2.4.1 Elektron Bebas
2.4.2 Elektron Dalam Sumur Potensial
2.4.3 Elektron Oleh Potensial Penghalang (Efek Terobosan)
2.4.4 Elektron Dalam Daerah Periodik (Dalam Zat Padat)
BAB III ATOM HIDROGEN DAN TABEL PERIODIK
(ambil dari buku Solimar)
Bab III ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
3.1. Atom Hidrogen
3.2. Bilangan Kuantum
3.3. Spin Elektron dan Prinsip Larangan Pauli
3.4. Tabel Periodik
BAB IV IKATAN DALAM ZAT PADAT
(ambil dari buku Solimar)
Bab IV ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
4.1. Sifat Mekanik Ikatan
4.2 Macam-macam Ikatan
4.3. Molekul Hidrogen
BAB V TEORI PITA DALAM ZAT PADAT (ambil dari buku
Hummel)
Bab V ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
5.1.

15
BAB II SIFAT DASAR ELEKTRON
(ambil dari buku Hummel &Solimar)
Pemahaman tentang material elektronika sangat didukung oleh pemahaman yang baik
tentang electron dalam zat padat. Sifat electron dalam zat padat dapat menjelaskan
sifat-sifat listrik, optik, magnet dan sifat thermal suatu material.
Untuk memahami sifat elektronika material, ada tiga pendekatan yang telah dilakukan,
yaitu:
1. Teori kekontinuan (continuum theory) yang hanya membahas sifat makroskopik
dan data eksperimen yang tidak saling berhubungan. Tidak ada asumsi tentang
struktur material ketika rumus-rumus dibuat. Kesimpulan diperoleh dari hukum
empiris dan memiliki validitas selama tidak ada penyederhaan dalam
interpretasinya. Contoh: Hukum Ohm, persamaan Maxwell, hukum Newton,
dan persamaan hagen-Rubens.
2. Teori electron klasik yang membahas electron bebas dalam logam, yang hanyut
(drift) sebagai akibat adanya gaya eksternal dan berinteraksi dengan kisi-kisi
atom tertentu. Paul Drude adalah pelopor dalam teori ini, dan sampai saat ini
perumusannya masih banyak digunakan.
3. Teori kuantum yang mulai dikembangkan pada abad 20. Pendekatan ini mampu
menjelaskan pengamatan eksperimental yang tidak dapat diterangkan dengan
interpretasi klasik. Mekanika menjadi tidak akurat jika diterapkan dalam system
dengan dimensi atomic, misalnya interaksi antara electron dan zat padat. Teori
kuantum sering kali tidak memvisualisasikan suatu fenomena, sehingga
diperlukan konsep dasar yang menyeluruh agar diperoleh pemahaman yang
mendalam.
2.1 Elektron Sebagai Partikel dan Gelombang
Elektron dikenal sebagai sesuatu yang amat kecil dan berhubungan dengan
listrik. Sampai saat ini gambaran kita tentang electron adalah partikel kecil yang
bermuatan negatif, yang memenuhi hukum-hukum mekanika dan elektromagnetisme.
Elektron adalah partikel yang dapat dipercepat dan diperlambat, namun tidak dapat
dipecahkan menjadi partikel yang lebih kecil. Gambaran tersebut sangat bermanfaat
bagi para insinyur, namun apakah gambaran tentang electron tersebut benar? Sampai
saat ini belum ada seorangpun yang mampu melihat electron meskipun menggunakan
16
paralatan yang paling canggih sekalipun. Kita hanya dapat merasakan aksi electron
misalnya pada layar TV atau dalam mikroskop electron. Pada contoh pertama, electron
adalah gelombang, sedang pada contoh kedua electron adalah partikel. Sifat dualisme
yang dimiliki oleh electron mirip dengan sifat dualisme cahaya.
Cahaya kita kenal sebagai gelombang (yaitu gelombang elektromagnetik) yang
merambat dari suatu sumber menuju titik pengamatan. Warna cahaya dibedakan
berdasarkan panjang gelombang ( ) dan frekuensi () yang dimilikinya. Eksperimen
tentang difraksi, interferensi dan disperse adalah bukti sifat gelombang dari cahaya.
Sejak ditemukan efek fotolistrik pada tahun 1887 oleh Hertz dan kemudian
dijelaskan oleh Enstein pada tahun 1905, maka mulai dikenal adanya sifat partikel dari
cahaya. Efek fotolistrik memperlihatkan adanya emisi (pancaran ) electron dari
permukaan logam yang ditembaki oleh cahaya dengan energy yang cukup tinggi,
misalnya cahaya warna biru. Yang menarik ternyata Newton telah mengemukakan sifat
partikel dari cahaya sekitar 300 tahun yang lalu, dan baru kemudian pada tahun 1901
dapat diterangkan menggunakan teori kuantum.
Berdasarkan hipotesis Planck, energi cahaya minimal yaitu paling tidak memiliki
satu kuantum cahaya (yang disebut foton) dengan energy:


harus menumbuk logam agar electron yang muatan negative dapat mengatasi fungsi
kerja logam yaitu energy ikat antara elektron dengan inti yang bermuatan positif.
Ketika katoda diradiasi (ditembak) oleh cahaya dengan frekuensi lebih besar harga
tertentu (tergantung dari logam bahan pembuat katoda), maka mengalir arus listrik,
yang membuktikan adanya elektron yang terlepas dari katoda. (Bila diberikan tegangan
positif pada anoda, maka akan memperbesar arus). Prinsip ini dipakai pada tabung
vakum. Kondisi vakum diperlukan agar elektron tidak bertumbuakan dengan medium.
Dari teori klasik, orang percaya bahwa makin tinggi intensitas cahaya, maka
makin tinggi energi foton cahaya tersebut. Tetapi kenyataannya, intensitas hanya
mempengaruhi jumlah elektron yang terlepas dari logam. Lepasnya elektron dari logam
ditentukan oleh frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi yang digunakan. Dengan
demikian:


17
Dimana:
f
hu adalah energi foton yang datang (dalam cahaya yang diradiasikan)

l
u adalah fungsi kerja logam, yang bergantung pada bahan yang digunakan
(lihat tabel 2.1)

2
2
1
e e
v m adalah energi (kinetik) elektron yang terlepas dari logam.
Arus hanya mengalir jika <
t
(panjang gelombang cahaya < panjang gelombang
ambang, misalkan cahaya warna biru dapat menyebabkan arus, tapi warna merah tidak.
Berkas dengan intensitas rendah namun asalkan memiliki <
t
dapat melontarkan
elektron dari logam, kecuali jika katoda dipanaskan.
Einstein menjelaskan efek fotolistrik dengan asumsi bahwa cahaya terkuantisasi
dan menumbuk elektron valensi dalam katoda. Jadi cahaya berisi paket, dengan laju c.
Paket-paket ini disebut foton atau kuantum cahaya. Jadi karena berisi paket-paket atau
foton, ketika menumbuk permukaan logam, foton memberikan semua energinya kepada
elektron. Jika elektron telah cukup energinya, ia akan keluar dari permukaan logam dan
menjadi bebas, sehingga terjadilah arus yang mengalir.
Cahaya yang direpresentasikan sebagai foton dapat dianggap sebagai partikel
tak bermassa (dalam keadaan diam, massanya nol) dengan energi u h dan hanya
bergerak dengan kecepatan c. Radiasi EM mempunyai dua sisi mata uang. Jika ia
bergerak dalam ruang, ia berperilaku sebagai gelombang. Tetapi ia juga berperilaku
sebagai seberkas pulsa-pulsa energi (foton) jika ia berinteraksi dengan partikel/materi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam efek fotolistrik, cahaya yang biasanya dikenal
sebagai gelombang ternyata berperilaku juga sebagai sekelompok partikel yang disebut
foton dengan energi sesuai frekuensinya.

Tabel 1.1 Fungsi kerja beberapa bahan material (Solymar dan Walsh, 2010:88)
Material
Fungsi Kerja
l
u (eV)
Perak (Ag) 4.26
Lithium (Li) 2.48
Natrium (Na) 2.3
Kalium (K) 2.2
Cesium (Cs) 1.9
Tembaga (Cu) 4.45
Perak (Ag) 4.46
Emas (Au) 4.9
18
Magnesium (Mg) 3.6
Calsium (Ca) 3.2
Barium (Ba) 2.5
Aluminium(Al) 4.2
Chrom (Cr) 4.6
Molibdenum (Mo) 4.2
Ta 4.2
Wolfram (W) 4.5
Cobalt(Co) 4.4
Nikel (Ni) 4.9
Platina (Pt) 5.3

Jika sifat dualisme cahaya benar-benar sudah mapan (established) pada awal abad ke
20, tidak demikan halnya dengan sifat dualism elektron.
Sifat partikel dari elektron, yaitu massa dan muatan telah ditemukan oleh J.J
Thomson pada tahu 1897 melalui eksperimen sinar kathoda yang terdeviasi oleh medan
listrik dan magnet. Sinar cathode berisi radiasi yang tidak tampak yang memancar dari
elektroda negative (kathoda) Yang dilindungi oleh dinding dari tabung kaca. Sinar
kathoda merambat dalam garis lurus dan memancarkan cahaya ketika menumbuk kaca
atau material. J. J. Thomson mengamati bahwa sinar kathoda ini merambat lebih
lambat dibandingkan dengan cahaya, sehingga ia menyimpulkan bahwa sinar kathoda
berisi corpuskel-corpuskel bermuatan yang mengisi atom. Muatan corpuskel ini sama
dengan muatan ion hydrogen pada peristiwa elektrolisis, yaitu sekitar

C. Dan
massa corpuskel kira-kira

massa hidrogen. Hipotesis Thomson, bahwa


corpuskel mengisi atom dibantah oleh mantan muridnya, yaitu Rutherford. Setelah
melakukan ekperimen menggunakan sinar partikel yang lain pada tahun 1910,
Rutherford menyimpulkan bahwa atom mirip seperti sistem tata surya yaitu beberapa
elektron mengorbit mengelililingi pusat berupa benda masiv yang bermuatan positif.

Pada tahun 1924, de Broglie yang mengemukakan bahwa electron harus pula memiliki
sifat dualisme partikel-gelombang. Dia menggabungkan sifat gelombang, yaitu panjang
gelombang ( ) dengan sifat partikel, yaitu momentum (p) dalam hubungan sebagai
berikut:
p h/ = atau k
h
mv p = = =


19
dimana konstanta Planc, s J h . 10 626 . 6
34
=
Persamaan di atas diturunkan dengan cara menggabungkan rumus-rumus foton,
yaitu ,

, dan .

Contoh:
Hitung panjang gelombang elektron yang dipercepat dalam vakum dengan
menggunakan tegangan 100 volt.
Penyelesaian:
qV mv =
2
2
1

1 6
10 92 . 5
2

= = ms
m
qV
v
Dan m mv h p h
10
10 23 . 1 / /

= = =
Maka panjang gelombang elektron yang dipercepat dengan tegangan 100 volt adalah
1.23 .
Dengan perhitungan yang sama, panjang gelombang bola baja dengan massa 10 gram
yang bergerak dengan kecepatan
1 6
10 92 . 5

= ms v adalah:
28 38
10 12 . 1 10 12 . 1

= = m .

Pada tahun 1926, Schroedinger mengembangkan gagasan de Broglie menjadi
persamaan matematika. Dan pada tahun 1927, Davisson dan Germer serta secara
terpisah pada tahun 1928, G.P. Thomson (anak J.J. Thomson) menemukan difraksi
electron oleh Kristal, yang membuktikan bahwa electron adalah gelombang.
Gelombang adalah gangguan yang periodic baik waktu maupun posisinya.
(Vibrasi adalah gangguan yang hanya periodic dalam waktu atau posisi). Gelombang
dikarakterisasi dengan kecepatan , v, frequensi,, and panjang gelombang, , yang
memiliki hubungan sebagai:
()
Sering kali pernyataan panjang gelombang digantikan dengan besaran lain yaitu
bilangan gelombang yang merupakan invers panjang gelombang dan dikalilan
dengan 2, yaitu:

()
20
Demikian juga frekuensi sering kali digantikan dengan frekuensi sudut .
Equation (2.4) then becomes

()
Persamaan gelombang yang paling sederhana dinyatakan dalam fungsi sinus (atau
cosinus). Gangguan yang paling sederhana disebut gelombang harmonik.

Dengan demikian electron dapat dituliskan dalam bentuk gelombang harmonik yaitu
fungsi gelombang, :

( ) ()

Dualisme gelombang-partikel dipahami sebagai electron yang direpresentasikan oleh
kombinasi beberapa gelombang yang memiliki frekuensi sedikit berbeda, misalkan dan
( ), dan bilangan gelombang yang berbeda, yaitu, k dan .
Misalkan hanya terdapat 2 gelombang yang dapat dituliskan sebagai:

[ ] ()
dan

[( ) ( )] ()

Yang diperlihatkan pada Gambar 2.9a dan 2.9b. Superposisi
1
and
2

menghasilkan . Dengan menggunakan:

( )

(
) maka kita peroleh:

odulated
amplitude
[(

) (

) ]

Sine wave
()

Persamaan (2.9) menyatakan gelombang sinus yang memiliki frekuensi dan ,
dan amplitudonya dimodulasi secara perlahan oleh fungsi cosinus. Efek ini serupa dengan
gelombang akustik yang dapat didengar sebagai beat yaitu ketika dua tuts piano memiliki
nada yang sedikit berbeda . Beats yang timbul menjadi kurang cepat jika perbedaan
21
frekuensi, , semakin kecil sampai akhirnya keduanya memiliki nada yang sama. Setiap
"beats" merepresentasikan "paket gelombang " , seperti pada Gambar 2.1c.

1
a
b

2



Gambar 2.1a. Gelombang
1
dengan frekuensi sudut
1
, (b) Gelombang
2
yang
memiliki frekuensi
2
dan (c ) Superposisi kedua gelombang, dimana adalah
jarak dimana partikel dapat ditemukan.

Jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
(a) Tidak ada perbedaan dan k (yaitu, dan ). Hal ini akan
menghasilkan paket gelombang panjang yang tak berhingga jumlahnya, yaitu
gelombang " monochromatic yang merupakan gambaran gelombang elektron
(lihat Gambar 2.2).
22

Figure 2.2. Monochromatic matter wave ( and ). The wave has constant
amplitude. The matter wave travels with the phase velocity, v.

a. Sebaliknya jika dan sangat besar. Hal ini akan menghasilkan paket
gelombang yang sangat pendek. Lebih lanjut jika beberapa gelombnag denga
frekuensi yang sangat berdeda disuperposisikan (tidak hanya terdiri dari
gelombang
1
dan
2
), dengan frequensi (dimana n = 1,2,3,4...),
maka paket-paket gelombang pada Gambar 2.4 berubah menjadi hanya satu
paket gelombang, yang merupakan representasi elektron sebagai sebuah
partikel. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar. 2.3, di mana sejumlah gelombang
bersuperposisi satu sama lain. Nampak bahwa misalkan 300 gelombang
bersuperposisi akan menghasilkan satu paket gelombang saja.
Pengertian kecepatan yang berbeda:
a. Kecepatan dari gelombang materi disebut kecepatan gelombang
atau "kecepatan fase,", . Seperti telah kita lihat di atas, gelombang materi
merupakan gelombang monokromatik (atau suatu aliran partikel dengan kecepatan
yang sama) dimana frekuensi, , panjang gelombang, , momentum , p, atau
energi, E, dapat ditentukan dengan pasti (Gambar 2.2). Namun posisi partikel
belumditentukan. Dari bagian kedua persmaan (2,9) (ditandai "gelombang sinus"),
dapat disimpulkan:

()

yang merupakan penulisan lain persamaan (2.6). Kami peroleh kecepatan dari
gelombang materi yang memiliki frekuensi dan bilangan gelombang
Kecepatan fasa bervariasi untuk panjang gelombang yang berbeda.
Fenomena ini disebut "dispersi," mirip seperti warna-warna pelangi yang muncul
dari prisma ketika cahaya putih melewatinya.
23

Gambar 2.3. Superposisi gelombang-gelombang (Lihat juga Gambar 2.1)


Telah disebutkan di atas, bahwa partikel dapat dipahami sebagai terdiri dari sekelompok
gelombang atau paket gelombang. Setiap gelombang memiliki frekuensi yang berbeda
sedikit, dengan kecepatan partikel disebut kecepatan group/kelompok

. "Amplop" yang
menyelimutinya (lihat Gambar. 2.1) berpropagasi dengan kecepatan group

. Dari bagian kiri


persamaan (2.9) (ditandai dengan "modulated amplitude") diperoleh kecepatan group:

()

Persamaan (2.10) adalah kecepatan "pulsa gelombang," yaitu kecepatan partikel.
Kedudukan partikel (X ) dapat diketahui dengan pasti, sedangkan frekuensi tidak. Hal
ini disebabkan oleh fakta bahwa paket gelombang bisa dianggap terdiri dari beberapa
fungsi gelombang
1
,
2
,
n
dengan frekuensi yang berbeda sedikit. Cara lain untuk
melihat hal itu adalah dengan analisis Fourier dari gelombang pulsa (Gambar 2.4) yang
menghasilkan serangkaian fungsi sinus dan cosinus (gelombang) yang memiliki
panjang gelombang yang berbeda. Semakin baik posisi dari partikel dapat ditentukan,
maka rentang frekuensi gelombang tersebut, ,menjadi semakin lebar, Ini adalah
salah satu bentuk prinsip ketidakpastian Heisenberg, yaitu
()

menyatakan bahwa hasil kali suatu probabilitas untuk menemukan sebuah elektron,
dan jangkauan momentum, (atau panjang gelombang (2,3)) dari gelombang
elektron adalah lebih besar dari atau sama dengan sebuah konstanta. Ini berarti bahwa
24
posisi dan frekuensi elektron tidak dapat ditentukan secara pasti pada saat yang
bersamaan.

Gambar 2.4. Partikel (gelombang pulsa) bergerak dengan
kecepatan grup

( besar).

Untuk penafsiran fungsi gelombang, kita akan menggunakan postulat Born, yang
menyatakan bahwa kuadrat dari fungsi gelombang (atau karena umumnya fungsi
kompleks, kuantitas *) adalah probabilitas menemukan partikel pada kedudukan
tertentu. ( * adalah kuantitas konjugat kompleks dari .) Dengan kata lain:

()

adalah probabilitas menemukan elektron dalam elemen volume dr. Jadi jelaslah bahwa
dalam mekanika gelombang digunakan pernyataan probabilitas, sedangkan dalam
mekanika klasik kedudukan partikel dapat ditentukan secara pasti.
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah gelombang elektron yang sama dengan
gelombang elektromagnetik? Sama sekali bukan! Gelombang elektromagnetik
(gelombang radio, radiasi inframerah (panas), cahaya tampak, cahaya ultraviolet (UV),
sinar-X atau -sinar) menyebar oleh adanya interaksi gangguan listrik dan
magnetik. Divais untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik termasuk mata
manusia, tabung photomultiplier, film fotografi, divais yang sensitif terhadappanas,
(seperti kulit), dan antena dalam hubungannya dengan rangkaian listrik. Sedangkan
untuk mendeteksi elektron (misalnya, dalam sebuah mikroskop elektron atau pada layar
televisi) senyawa kimia tertentu yang disebut "fosfor" dapat digunakan. Material yang
memiliki phosphorescence misalnya seng sulfida, seng-kadmium sulfide, tungstates,
molybdates, garam dari tanah jarang senyawa uranium, dan senyawa
organik. Semuanya berbeda dalam warna dan kekuatan dan waktu hidup selama cahaya
tampak dipancarkan.
At the end of this chapter, let us revisit the fundamental question that stood at the outset of
our discussion concerning the wave-particle duality: Are particles and waves really two
completely unrelated phenomena?
Pada akhir bab ini, mari kita kembali pertanyaan mendasar yang berdiri pada awal
diskusi kita tentang dualitas partikel-gelombang: Apakah partikel dan gelombang
benar-benar dua fenomena yang tidak berhubungan sama sekali?
25
Seen conceptually, they probably are. But consider (2.9) and its discussion. Both waves and
particles are mathematically described essentially by the same equation, i.e., the former by setting
and and the latter by making and large. Thus, waves and particles appear to be
interrelated in a certain way. It is left to the reader to contemplate further on this idea.
Dilihat konseptual, mereka mungkin berada. Tapi pertimbangkan (2,9) dan
pembahasannya. Kedua gelombang dan partikel dijelaskan secara matematis oleh
persamaan dasarnya sama, yaitu, yang pertama dengan menetapkan dan dan yang
kedua dengan membuat dan besar. Jadi, gelombang dan partikel tampak berhubungan
dalam cara tertentu. Hal ini kiri untuk pembaca untuk merenungkan lebih lanjut tentang
ide ini.
Problems
1. Calculate the wavelength of an electron which has a kinetic energy of 4 eV.
2. What should be the energy of an electron so that the associated electron waves have a wavelength of
600 nm?
3. Since the visible region spans between approximately 400 nm and 700 nm, why can the electron wave
mentioned in Problem 2 not be seen by the human eye? What kind of device is necessary to detect
electron waves?
4. What is the energy of a light quantum (photon) which has a wavelength of 600 nm? Compare the
energy with the electron wave energy calculated in Problem 2 and discuss the difference.
5. A tennis ball, having a mass of 50 g, travels with a velocity of 200 km/h. What is the equivalent
wavelength of this "particle"? Compare your result with that obtained in Problem 1 above and discuss
the difference.
6. Derive (2.9) by adding (2.7) and (2.8).
7. "Derive" (2.3) by combining (1.3), (1.5), (1.8), and (2.1).
*8. Computer problem.
(a) Insert numerical values of your choice into (2,9) and plot the result. For example, set a constant
time (e.g. t = 0) and vary .
(b) Add more than two equations of the type of (2.7) and (2.8) by using different values of and plot the
result. Does this indeed reduce the number of wave packets, as stated in the text? Compare to Fig. 2.3.

Soal-soal:
1. Hitung panjang gelombang dari sebuah elektron yang memiliki energi kinetik dari 4
eV.
2. Apa yang harus menjadi energi elektron sehingga elektron yang terkait gelombang
memiliki panjang gelombang 600 nm?
3. Karena rentang daerah tampak antara sekitar 400 nm dan 700 nm, mengapa bisa
gelombang elektron yang disebutkan dalam Soal 2 tidak dapat dilihat dengan mata
manusia? Apa jenis perangkat yang diperlukan untuk mendeteksi gelombang
elektron?
4. Berapa energi dari kuantum cahaya (foton) yang memiliki panjang gelombang 600
nm? Bandingkan energi dengan energi gelombang elektron dihitung dalam Soal 2
dan mendiskusikan perbedaan.
26
5. Sebuah bola tenis, dengan massa 50 g, perjalanan dengan kecepatan 200 km /
jam Berapakah panjang gelombang setara dengan partikel ini ""? Bandingkan hasil
Anda dengan yang diperoleh pada Soal 1 di atas dan diskusikan perbedaannya.
6. Turunkan (2,9) dengan menambahkan (2.7) dan (2.8).
7. "Turunkan" (menggabungkan sebesar 2,3) (1,3), (1,5), (1,8), dan (2.1).
8. * masalah. Komputer.
a. nilai numerik Masukkan pilihan Anda ke (2,9) dan plot hasilnya. Misalnya,
menetapkan waktu yang konstan (misalnya t = 0) dan bervariasi.
b. Tambahkan lebih dari dua persamaan jenis (2.7) dan (hasilnya 2.8) digunakan
oleh berbagai cerita dan nilai-nilai. Apakah ini memang mengurangi
jumlah paket gelombang,sebagaimana tercantum dalam teks? Bandingkan
dengan Gambar. 2.3.
=============================================================
Konduktivitas bahan/material konduktor sangat bergantung pada temperatur,
makin tinggi temperatur, maka konduktivitas bahan konduktor akan berkurang. Namun
berbeda dengan konduktor, konduktivitas semikonduktor akan naik jika temperatur
dinaikkan. Konduktivitas bahan semikonduktor ini disamping sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur, juga sangat sensitif terhadap iluminasi, medan magnet, dan
sejumlah kecil atom impuritas. Sensitivitas harga konduktivitas inilah yang
menyebabkan bahan semikonduktor menjadi salah satu bahan yang paling utama dalam
aplikasi elektronika.
Sifat-sifat kimia atom ditentukan oleh elektron-elektron terluar. Elektron-
elektron di kulit dalam, terikat oleh inti, sehingga tidak mudah untuk melepaskannya
dari atom dan mengakibatkan tidak berpengaruh terhadap sifat kimia. Elektronika zat
padat hanya meninjau elektron-elektron pada kulit terluar saja. Jika atom membentuk
zat padat, maka perilaku elektron-elektron valensinya akan menentukan sifat elektronik
material yang bersangkutan.
Pada logam, hanya sedikit elektron valensi dari tiap-tiap atom yang lepas, yang
menyebabkan elektron-elektron ini dapat bebas bergerak dalam logam seperti molekul-
molekul gas. Jika diberikan medan listrik, elektron-elektron ini bebas bergerak
sehingga menyebabkan arus listrik.
Material lain seperti kristal non-logam (misalkan intan) berisi kristal karbon
murni. Elektron-elektron valensinya terikat dalam atom. Karena tidak ada elektron
bebas, maka meskipun ada medan listrik, maka tidak ada arus yang mengalir.
27
Beberapa kristal, seperti grafit walaupun terdiri dari karbon murni juga, grafit
dapat menghantarkan arus listrik. Ini disebabkan karena kristal grafit berisi struktur
lapisan, sehingga elektron dapat bergerak bebas salam lapisan tersebut. Dengan
demikian grafit dapat menghantarkan arus listrik dalam arah sepanjang lapisan, tetapi
tidak menghantarkan arus dalam arah tegak lurus lapisan.

1.1 Sifat Dasar Elektron
Semua bahan/material dibentuk dari molekul-molekul dan atom-atom. Sampai saat ini
ada lebih dari 100 elemen telah ditemukan. Atom bukanlah merupakan partikel terkecil,
tetapi masih memiliki struktur di dalamnya. Atom terdiri dari inti dengan muatan
positif dan elektron-elektron dengan muatan negatif yang bergerak mengelilingi inti.
Oleh karena itu inti dan elektron-elektron memiliki jumlah muatan listrik yang sama
(atom netral). Inti atom juga memiliki struktur dalam yang terdiri dari proton-proton
dengan muatan positif dan netron yang tidak bermuatan.
Elektron mempunyai muatan negatif yang sama dengan satu unit muatan listrik
fundamental, yaitu:
19
10 6 . 1

= q coulomb dan massa
31
10 11 . 9

=
e
m kg, atau
sama dengan 1/1837 massa atom hidrogen, yang merupakan atom teringan. Elektronika
yang bertujuan dalam pembuatan komponen-komponen yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, dilakukan dengan cara mengatur sifat-sifat elektron dalam zat
padat, zat cair dan gas.
Pemahaman tentang sifat-sifat elektron di dalam zat padat adalah salah satu
kunci untuk memahami material elektronik. Teori elektron di dalam zat padat mampu
menjelaskan sifat-sifat optik, magnetik, termal dan juga sifat elktronik suatu material.
Sifat magnetik material telah banyak dimanfaatkan dalam generator listrik, motor,
pengeras suara, transformator, tape recorder, dan lain-lain. Sifat optik material
dimanfaatkan untuk laser, komunikasi, lensa, reflector dan lain-lain. Adapun sifat
termal memegang peranan yang penting dalam divais pendingin dan pemanas,
pelindung panas dalam pesawat terbang dan lain-lain

1.2 Latar Belakang Teori Elektron Modern: Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik mula-mula ditemukan oleh Hertz pada tahun 1887. Namun karena
Einstein yang mula-mula dapat menerangkan tentang teori modern untuk elektron pada
28
gejala/efek fotolistrik, maka banyak orang menganggap bahwa Einsteinlah penemu
efek fotolistrik tersebut.
Ketika katoda dipanaskan (ditembak) oleh cahaya dengan frekuensi lebih besar
harga tertentu (tergantung dari logam bahan pembuat katoda), maka mengalir arus
listrik, yang membuktikan adanya elektron yang terlepas dari katoda. (Bila diberikan
tegangan positif pada anoda, maka akan memperbesar arus). Prinsip ini dipakai pada
tabung vakum. Kondisi vakum diperlukan agar elektron tidak bertumbuakan dengan
medium.
Dari teori klasik, orang percaya bahwa makin tinggi intensitas cahaya, maka
makin tinggi energi foton cahaya tersebut. Tetapi kenyataannya, intensitas hanya
mempengaruhi jumlah elektron yang terlepas dari logam. Lepasnya elektron dari logam
ditentukan oleh frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi yang digunakan. Ada
frekuensi minimum yang diperlukan untuk dapat mengatasi fungsi kerja logam:

2
2
1
e e l f
v m h = u u
Dimana:
f
hu adalah energi foton yang datang (dalam cahaya yang diradiasikan)
l
u adalah fungsi kerja logam
2
2
1
e e
v m adalah energi (kinetik) elektron yang terlepas dari logam.
Arus hanya megalir jika <
t
(panjang gelombang cahaya < panjang gelombang
ambang, misalkan cahaya warna biru dapat menyebabkan arus, tapi warna merah tidak.
Berkas dengan intensitas rendah namun asalkan memiliki <
t
dapat melontarkan
elektron dari logam, kecuali jika katoda dipanaskan.
Einstein menjelaskan efek fotolistrik dengan asumsi bahwa cahaya terkuantisasi
dan menumbuk elektron valensi dalam katoda. Jadi cahaya berisi paket, dengan laju c.
Paket-paket ini disebut foton atau kuantum cahaya. Jadi karena berisi paket-paket atau
foton, ketika menumbuk permukaan logam, foton memberikan semua energinya kepada
elektron. Jika elektron telah cukup energinya, ia akan keluar dari permukaan logam dan
menjadi bebas, sehingga terjadilah arus yang mengalir.
Cahaya yang direpresentasikan sebagai foton dapat dianggap sebagai partikel
tak bermassa (dalam keadaan diam, massanya nol) dengan energi u h dan hanya
bergerak dengan kecepatan c. Radiasi EM mempunyai dua sisi mata uang. Jika ia
29
bergerak dalam ruang, ia berperilaku sebagai gelombang. Tetapi ia juga berperilaku
sebagai seberkas pulsa-pulsa energi (foton) jika ia berinteraksi dengan partikel/materi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam efek fotolistrik, cahaya yang biasanya dikenal
sebagai gelombang ternyata berperilaku juga sebagai sekelompok partikel yang disebut
foton dengan energi sesuai frekuensinya.

Tabel 1.1 Fungsi kerja beberapa bahan.material
Material
Fungsi Kerja
l
u (eV)
Perak (Ag) 4.26
Aluminium(Al) 4.28
Emas (Au) 5.10
Cesium (Cs) 2.14
Tembaga (Cu) 4.65
Lithium (Li) 2.30
Magnesium (Mg) 3.70
Natrium (Na) 2.75


1.3 Elektron Sebagai Partikel dan Gelombang
Elektron dapat berperilaku sebagai partikel dan gelombang, namun kedua sifat tersebut
tidak secara konsisten muncul bersamaan.
Efek Compton membuktikan bahwa elektron berperilaku sebagai partikel.
Misalkan foton dengan momentum c h p
f
/ u = bertumbukan dengan elektron yang
diam. Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum, yaitu jumlah momentum
sesudah tumbukan sama dengan jumlah momentum sebelum tumbukan, maka:
u cos ' cos ' 0
e f f
p p p + = +



Peristiwa tersebut hanya dapat dijelaskan jika elektron bersifat sebagai partikel.

De Broglie menyatakan hubungan antara sifat partikel dan sifat gelombang sebagai:
30
p h/ = atau k
h
mv p = = =


dimana adalah panjang gelombang yang mewakili sifat gelombang, dan p adalah
momentum yang merupakan besaran yang berkaitan dengan sifat partikel dan konstanta
Planc, s J h . 10 626 . 6
34
=

Sebagai contoh, panjang gelombang elektron yang dipercepat dalam vakum
dengan menggunakan tegangan 100 volt, dapat dihitung sebagai berikut:
qV mv =
2
2
1

1 6
10 92 . 5
2

= = ms
m
qV
v
Dan m mv h p h
10
10 23 . 1 / /

= = =
Maka panjang gelombang elektron yang dipercepat dengan tegangan 100 volt adalah
1.23 . Dengan perhitungan yang sama, panjang gelombang bola baja dengan berat 10
gram yang bergerak dengan kecepatan
1 6
10 92 . 5

= ms v adalah:
28 38
10 12 . 1 10 12 . 1

= = m .

1.4 Paket Gelombang dan Kecepatan Group

Sifat gelombang dan partikel dapat disatukan dengan memperkenalkan
pengertian paket gelombang, seperti nampak pada gambar 1.2. Paket gelombang
dibentuk dari superposisi sejumlah gelombang yang tak terbatas.
Misalkan superposisi dibentuk oleh 2 gelombang yang memiliki perbedaan fasa
dan perbedaan panjang gelombang yang kecil, keduanya menjalar dalam sumbu x.
) cos(
1 1 1
t x k a y e =
) cos(
2 2 1
t x k a y e =
Dimana :

t 2
= k , f t e 2 =
Maka keduanya akan menimbulkan gelombang baru dengan amplitudo yang berubah-
ubah.
) cos( ) cos( 2
0 0
t x k t x k a y
t
e e A A =
dimana
2
1 2
e e
e

= A , dan
2
1 2
k k
k

= A
31
2
1 2
0
e e
e
+
= dan
2
1 2
0
k k
k
+
=
y
1
y
2
y
amplop
a
b
c

Gambar 1.2 Superposisi 2 gelombang

Kurva yang menghubungkan puncak-puncaknya nampak seperti ular yang menelan
beberapa telur dan disebut amplop gelombang (perhatikan gambar 1.2).

Kecepatan bergeraknya (perambatan) telur dinyatakan sebagai kecepatan group, yaitu:
k
v
g
A
A
=
e

Dan kecepatan gelombang di dalam telur disebut kecepatan fasa adalah:

0
0
k
v
f
e
=
Apa yang terjadi jika superposisi dibentuk oleh sejumlah gelombang yang tak terhingga
banyaknya? Ternyata jumlah telur akan menjadi 1 saja. Menurut de Broglie, paket
gelombang sebagai 1 partikel yang bergerak menjalar sebagai gelombang partikel (sifat
partikel dan sifat gelombang ada bersama-sama). Dengan kata lain paket gelombang
32
adalah partikel yang merambat dengan kecepatan group,
g
v . Dan kecepatan fasa
membawa signal dan energi.

1.5 Prinsip Ketidakpastian Heisenberg
Prinsip ketidakpastian ditemukan oleh Heisenberg pada tahun 1927. Prinsip ini
menyatakan bahwa pasangan 2 variabel tidak dapat ditentukan dengan segera dan teliti
(mengandung ketidakpastian). Pasangan 2 variabel yang dimaksud di sini adalah posisi
x dan momentum
x
p atau waktu t dan energi E.


Ax
Ap
x
x
p

Gambar 1.3. Rentangan paket gelombang dan momentum

Prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Misalkan kita ambil t p x
x
A A A , , dan E A
sebagai kesalahan-kesalahan dari pasangan-pasangan variabel. Maka hasil perkalian
dari tiap pasang kesalahan tidak dapat lebih kecil dari , dimana t 2 / h = atau secara
matematis:
> A A ) )( (
x
p x
> A A ) )( ( E t

Bila prinsip ini diterapkan pada paket gelombang, hasilnya seperti nampak pada
gambar 1.3. Nampak adanya variasi bentuk gelombang terhadap x dan
x
p , yaitu
33
spektrumnya. Jika jarak antara x A diperbesar maka
x
p A menjadi lebih sempit, dan
sebaliknya. Karena sangat kecil, maka prinsip ketidakpastian ini tidak nampak pada
pergerakan benda biasa. Namun jika diterapkan pada elektron-elektron dalam atom,
maka prinsip ini akan sangat berarti.

1.6 Fungsi Gelombang
Fungsi gelombang diguanakan untuk mencari probabilitas ditemukan elektron
pada suatu tempat tertentu. Misalkan ) , ( t x adalah fungsi gelombang yang
menyatakan gerakan gelombang dalam 1 dimensi. Maka perambatan gelombang dalam
arah x positif adalah:
{ } ) ( exp ) , ( t kx i A t x e =
Dan dalam arah x negatif:
{ } ) ( exp ) , ( t kx i A t x e =
Dimana: A = amplitudo, 1 = i , k adalah bilangan gelombang dan e adalah
frekuensi sudut.
Diferensial parsial orde kedua adalah:

2
2
2
k
x
=
c
c

Dari hubungan de Broglie, kita dapat mencari k, dimana energi kinetik adalah:
m
k
m
p
mv
2 2
1
2
1
2 2 2
2

= =
Jika V(x) adalah energi potensial, maka energi total menjadi:
) (
2
) (
2
1
2 2
2
x V
m
k
x V mv E + = + =


Kemudian dicari k dari hubungan di atas, yaitu:
{ } ) (
2
2
2
x V E
m
k =


Substitusikan ke hasil diferensiasi menjadi:
=
c
c
2
2
x

{ } ) (
2
2
x V E
m


Atau:

E x V
x m
= +
c
c
) (
2
2
2 2


34
Persamaan di atas disebut persamaan Schroedinger, namun karena tidak mengandung
waktu, maka disebut persamaan Schroedinger steady-state.
35
BAB II
APLIKASI MEKANIKA KUANTUM
UNTUK ATOM

Bab II ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
2.1 Persamaan Schroedinger Dalam 3 Dimensi
2.2 Bilangan Kuantum
2.3 Tingkat Energi Atom Hidrogen
2.4. Atom Elektron-Banyak

2.1 Persamaan Schroedinger Dalam 3 Dimensi
Persamaan Schroedinger dalam koordinat Kartesian 3 dimensi dinyatakan
dengan:


E z y x V
z y x m
= +
|
|
.
|

\
|
c
c
+
c
c
+
c
c
) , , (
2
2
2
2
2
2
2 2


adalah fungsi dari x, y dan z.

Sedangkan potensial bagi gaya inti atom dan elektron adalah:
r
e
r V
2
0
4
1
) (
tc
= dimana
2 2 2
z y x r + + =
Sehingga:
2 2 2
2
0
4
1
) , , (
z y x
e
z y x V
+ +
=
tc


Persamaan Schroedinger dalam koordinat bola dinyatakan dengan:
| u
|

u u

u
u u

E r V
r r r r r m
= +
(

c
c
+
|
.
|

\
|
c
c
c
c
+
c
c
+
c
c
) , , (
sin
1
sin
sin
1 2
2
2
2
2 2 2 2
2 2



Dimana ) ( ) ( ) ( ) , , ( | u | u u O = r R r

Dan ) (r R , ), (u O dan ) (| u adalah fungsi dari satu variabel.

36
r
y
x
z
u
u

Gambar 2.1 Sistem koordinat bola

2.2 Bilangan Kuantum
Persoalan 3 dimensi pada persamaan Schroedinger memerlukan 3 bilangan kuantum
utama untuk mencirikan semua pemecahannya. Untuk itu semua fungsi gelombang
akan dicirikan dengan dengan 3 buah bilangan kuantum, yaitu:
1. Bilangan kuantum utama n, yaitu n = 1,2,3, ..dst yang berkaitan dengan
pemecahan ) (r R . Bilangan n ini sama dengan tingkat energi..
2. Bilangan kuantum azimut (sub tingkat energi) yang dinyatakan dalam l =
0,1,2,.(n-1) yang berkaitan dengan pemecahan ), (u O
Penamaan l = 0 1 2 3 4 5 .
s p d f g h
3. Bilangan kuantum magnetik:
l
m = -l, -2,-1,0,1,2l yang
berkaitan dengan pemecahan ) (| u

2.3 Tingkat Energi Atom Hidrogen
Atom hidrogen adalah atom yang paling sederhana karena hanya terdiri dari 1 proton
dan 1 elektron yang mengelilingi inti atom (proton). Inti atom bermuatan positif
sedangkan elektron bermuatan negatif. Dengan demikian dalam orbitnya elektron
ditopang oleh gaya tarik listrik antara proton (inti) dan elektron. Gaya tarik listrik ini
37
menyebabkan diperlukannya percepatan sentripetal untuk mempertahankan elektron
tetap dalam orbitnya.
Oleh karena gaya sentripetal = gaya coulomb, maka secara matematis:

2
2
2
r
q
k
r
v
m
e
= karena
e p
q q =
dimana
2 2 9
/ 10 9 C Nm k =

Menurut Bohr, agar sesuai dengan eksperimen, elektron mengelilingi inti (proton)
dengan orbit tertentu (Bohr tidak memberikan alasannya). Sementara menurut de
Broglie elektron akan membentuk gelombang tegak sepanjang lintasannya dan ber-
resonansi (menguatkan) dengan dirinya sendiri pada satu orbit jika panjang orbit sama
dengan , 2 . 3 dst. Dengan kata lain gelombang elektron akan ber-resonansi
hanya jika lingkaran orbit adalah n , dengan n adalah bilangan bulat. Dengan
demikian dapat ditentukan jari-jari lingkaran orbit dan kecepatan dan energi elektron,
sebagai berikut:
Lingkatan orbit = ) (
e
n

mv
h
n r
n
= t 2
Dari rumus sebelumnya
2
2
2
r
q
k
r
v
m
e
e
=
Sehingga diperoleh:
nh
kq
v
e
n
2
2t
= dan
e e
n
m kq
h n
r
2 2
2 2
4t
=
Untuk n = 1, diperoleh:
11
1
10 3 . 5

= r m atau
2 11
) 10 3 . 5 ( n r
n
=


Orbit dengan n yang sangat besar atau , dikatakan elektron bebas dari atom.

Energi elektron pada suatu orbit adalah negatif dari energi elektron yang dipancarkan
ketika elektron menjadi terikat dari keadaan bebasnya (lihat gambar 2.2).
Dengan demikian energi elektron pada orbit (kulit) ke-n adalah:
eV
n h n
m e k
mv E
n n
2 2 2
4 2 2
2
6 . 13 2
2
1
= = =
t

Harga tersebut negatif, karena kita memilih energi potensial di sebesar nol.
38
-13.6 eV
0.0
-3.4 eV
-1.5 eV
spektrum
kontinu
spektrum
diskrit

Gambar 2.2. Tingkatan energi pada atom hidrogen.
Keterangan:
eV E n 6 . 13 1
1
= =
eV E n 4 . 3 2
2
= =
eV E n 5 . 1 3
3
= = , dan seterusnya.
Harga
2 2
4 2 2
2
h n
m e k
E
n
t
= ini hanya bergantung pada bilangan kuantum n.
Nilai-nilai l dan m dibatasi oleh nilai n.

Bilangan kuantum ) , , (
l
m l n yang menamai tiap keadaan atom hidrogen, memiliki dua
tafsiran, yaitu prosedur matematik untuk pemecahan persamaan Schroedinger dan juga
tafsiran geometris.

Telah dibahas semua keadaan elektron dalam atom hidrogen dengan 3 buah bilangan
kuantum yaitu ) , , (
l
m l n . Namun demikian, sifat elektron ke-4 yaitu momentum sudut
intrinsik atau spin, perlu untuk ditambahkan sebagai bilangan kuantum ke-4, yaitu
s
m
=+1/2 dan -1/2 yaitu komponen z dari spin s. Sehingga diskripsi lengkap bilangan
kuantum adalah ) , , , (
s l
m m l n .

39
Dengan demikian keadaan dasar atom hidrogen:
- (1,0,0, +1/2)
- (1,0,0,-1/2)
Atau dikatakan kini keadaan dasar ter-degenerasi menjadi 2.

Sedangkan keadaan eksitasi pertama akan memiliki 8 label:
- (2,0,0, +1/2)
- (2,0,0,-1/2)
- (2,1,1,+1/2)
- (2,1,1,-1/2)
- (2,1,0,+1/2)
- (2,1,0,-1/2)
- (2,1,-1,+1/2)
- (2,1,-1,-1/2)
Sehingga disimpulkan degenerasi tiap tingkat adalah
2
2n .
Perbedaan nilai
s
m menjadi penting jika tempatkan atom ditempatkan dalam medan
magnet.

Notasi spektroskopik
Nilai l 0 1 2 3 4 5
Penaman huruf s p d f g h
Huruf-huruf tersebut adalah singkatan dari sharp, principal, diffuse, dan fundamental.
Dalam notasi ini, keadaan dasar atom hidrogen ditulis dengan 1s.

2.4. Atom Elektron-Banyak
Pada atom yang memiliki banyak elektron, mengapa tidak semua elektron turun
ke tingkat 1s? Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah adanya Prinsip Larangan Pauli
(1925) yaitu: Dua elektron atau lebih dalam suatu atom tidak boleh memiliki
himpunan bilangan kuantum ) , , , (
s l
m m l n yang sama.
Pengaturan tingkat-tingkat energi untuk atom dengan bilangan atom Z adalah
sebagai berikut:
40
- Daya tampung tiap sub kulit adalah ) 1 2 ( 2 + l , misalnya sub kulit 1s, 2s dan 3s
memiliki daya tampung 2, sedangkan sub kulit 2p dan 3p adalah 6
- Elektron cenderung menempati keadaan energi terendah yang tersedia.

Sebagai catatan 1s tetap sebagai tingkat energi terendah, sedangkan energi 2s sedikit
lebih rendah dari 2p, elektron 2s berada dekat ke inti (<
Bohr
r ), elektron 2s lebih terikat
kuat pada atom.
41
BAB III
FISIKA ZAT PADAT

Bab III ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
Pendahuluan
Zat Padat Ionik
Zat Padat Kovalen
Teori Pita Energi Untuk Zat Padat

3.1 Pendahuluan
Setiap zat padat memiliki kekhasan tertentu dalam warna, tekstur, kekuatan,
kekerasan/kerapuhan dan lain-lain. Zat padat memiliki sifat yang dapat terukur seperti
konduktivitas listrik, konduktivitas thermal, suseptibilitas magnetik, titik lebur,
spektrum serap dan pancar pada daerah cahaya tampak, UV atau IR atau spektrum lain
dari gelombang EM.
Semua sifat-sifat yang dimiliki zat padat sangat bergantung pada dua segi
struktur zat padat: jenis atom atau molekul penyusunnya, dan cara semua atom atau
molekul bergabung membentuk zat padat.
Banyak bahan yang memiliki susunan atom atau molekul yang teratur dan
berkala yang tidak hanya mencirikan suatu bahan, namun juga sifat-sifat umumnya.
Susunan atom yang teratur disebut kisi, dan bahan yang berstruktur demikian disebut
kristal.
Selain kristal, terdapat golongan zat padat lainnya, yaitu zat padat amorf
(amorphous berasal dari bahasa Yunani yang berarti tanpa bentuk), yang tidak memiliki
keteraturan dalam jangka panjang. Walaupun mungkin memilikinya dalam jangkauan
pendek. Ketiadaan bentuk ini menyebabkan zat padat amorf lebih bergantung pada
atom atau molekul penyusunnya secara tunggal.
Material yang kita bahas adalah kristal tunggal, artinya atom-atom disusun
secara berkala dalam 3D. Pengaturan berkala atom-atom dalam kristal disebut kisi
(lattice). Dalam kristal, sebuah atom tidak pernah jauh dari posisi yang pasti. Vibrasi
thermal terpusat pada posisi yang pasti ini. Untuk suatu bahan/material, terdapat unit
cell (sel satuan) yang mewakili keseluruhan kristal, dengan mengulang-ulang sel satuan
tersebut pada keseluruhan kisi.
42
Zat padat ini terbentuk oleh gaya-gaya elektrostatik, atau gaya kohesi zat padat.
Dalam orde elektron-volt adalah energi ikat atom atau molekul dalam suatu zat padat
yang merupakan energi yang harus kita berikan untuk memisahkan zat padat menjadi
atom dan molekul penyusunnya

3.2 Zat Padat Ionik
Gaya kohesif molekul ionik dalam molekul berasal dari tarikan elektrostatik antara ion
dengan kulit terluar penuh (misal
+
Na ) dan ion dengan kulit terluar penuh lainnya
(misalnya

Cl ). Ikatan ion ini sangat kuat, semakin negatif ion-ion yang mengelilingi
sebuah ion positif, maka semakin kuat ikatan ion tersebut.
Zat padat dengan ikatan ion ini memiliki struktur kristal karena ion-ion pada zat
padat ini dapat dipadatkan secara lebih efisien dalam suatu susunan yang teratur. Juga
karena semua kulit penuh dari ion-ion adalah simetri bola, sehingga ikatan ion dalam
suatu zat padat merata dalam semua arah.
Gambar 2.2 memperlihatkan beberapa sel satuan. Misalnya pada gambar 3.1a
adalah kisi sc (simple cubic-crystal), dimana titik-titik sudut kisi kubik diisi oleh 1 atom
dengan 6 atom tetangga terdekat dengan jarak yang sama (equidistant nearest
neighboring atoms), dimensi a adalah konstanta kisi (lattice constant). Contoh atom
dengan struktur kristal sc adalah: polonium. Sedangkan gambar 3.1b memperlihatkan
kisi fcc (face-centered crystal), yang memiliki satu atom di setiap tengah bidang sisi
kubik sebagai tambahan 8 atom titik sudut kubik. Dengan demikian setiap atom dalam
kisi fcc memiliki 12 tetangga atom terdekat. Contoh: NaCl, aluminium, emas, platinum.
Gambar 3.1c adalah adalah kisi bcc (body-centered crystal), disamping 8 atom titik
sudut terdapat 1 tambahan atom yang terletak di pusat kubik. Contoh pada CsCl, atom
natrium dan tungsten.
Kisi fcc memperlihatkan kepadatan yang lebih efisien dengan demikian
merupakan struktur yang lebih stabil. Kedua tipe kristal (fcc dan bcc) terjadi juga pada
zat padat yang bukan ionik.
43

Gambar 3.1. (a.) Kisi sc (kiri) dan (b) kisi fcc (kanan)

Gambar 3.1. (c.) Kisi bcc

3.3 Zat Padat Kovalen
Karbon membentuk molekul dengan mengikat keempat elektron terluarnya
secara kovalen. Ikatan ini sangat berarah. Karbon padat dalam bentuk intan adalah
salah satu contoh zat padat dimana gaya antar atomnya bersifat kovalen.
Zat padat kovalen tidak memiliki ciri khas yang sama seperti halnya zat padat
ionik. Karbon (intan) memiliki energi ikat yang besar, sehingga sangat keras, tembus
cahaya dan memiliki titik lebur yang tinggi (4000 K). Namun germanium dan timah
dengan struktur yang sama memiliki sifat logam yang sangat reflektif, dan memiliki
titik lebur rendah seperti logam biasa.

3.4 Teori Pita Energi Untuk Zat Padat
Untuk atom terisolasi (atau jarak dengan atom lainnya jauh sekali, seperti
natrium) maka tingkatan (level) energi saling terpisahkan (diskrit) dan tidak
44
terpengaruh oleh tingkat energi lainnya. Elektron 3s dari setiap atom akan memiliki
energi tunggal terhadap intinya.
Jika kedua atom natrium kita dekatkan, fungsi gelombangnya akan overlapping
dan interaksi antara kedua atom akan menyebabkan terbentuk 2 tingkat 3s. Jika kita
dekatkan sejumlah besar atom yang membentuk zat padat (sekitar
22
10 buah), akan
terjadi efek yang sama dan jumlah tingkat energi akan bertambah luar biasa banyak dan
sangat rapat sehingga kita tidak dapat lagi saling membedakan masing-masing tingkat.
Percampuran ini menyebabkan kekontinuan energi, sehingga tidak ada lagi spektrum
garis (diskrit) yang ada adalah spektrum pita (spektrum kontinu).
Karena tingkat-tingkat tersebut dicirikan dengan tingkat atomik 3s dari atom
natrium, maka pita energinya disebut pita 3s. Setiap pita energi memiliki N tingkat
energi. Dan karena setiap tingkat energi dapat menampung ) 1 2 ( 2 + l buah elektron,
maka daya tampung pita energi adalah N l + ) 1 2 ( 2 buah elektron.

1s
2s
2p
3s
3p
penuh
Setengah penuh
Kosong
penuh
penuh

Gambar 3.2. Pita-pita energi dalam logam natrium

Gambar 3.2 memperlihatkan secara lebih lengkap beberapa pita energi dalam
logam natrium. Pita 1s, 2s dan 2p masing-masing terisi penuh. Pita 1s dan 2s masing-
masing mengandung 2N buah elektron, sedang pita 2p mengandung 6N buah elektron.
Pita 3s dapat pula menampung 2N elektron, namun setiap elektron dari N buah atom
45
tersebut hanya dapat menyumbang 1 elektron 3s bagi zat padat, sehingga hanya
sebagian pita 3s yang terisi. Di atas pita 3s adalah 3p yang sebenarnya dapat menapung
elektron sebanyak 6N, namun kosong. Bila ditambahkan energi pada sistem ini, maka
elektron-elektron dapat menyerap energi dan berpindah dari 3s yang tidak terisi penuh
ke 3s yang lebih tinggi, atau jika dapat menyerap energi yang lebih tinggi maka dapat
berpindah ke pita 3p yang kosong.

Pada T = 0 K semua tingkat elektron di bawah energi Fermi
F
E terisi penuh, sedang di
atasnya kosong. Pada suhu yang lebih tinggi ( T >0 ), tingkat elektron dengan energi
dengan energi Fermi memiliki probabilitas ditempati 50 %. Pita 2p tidak lagi terisi
penuh dan pita 3p tidak lagi sepenuhnya kosong (gambar 3.3).
2p
3s
3p
EF
F(E)

Gambar 3.3 Populasi pita energi dalam natrium pada T > 0
46
BAB IV
MATERIAL KONDUKTOR

Bab IV ini berisi pokok bahasan sebagai berikut:
4.1 Ikatan Logam
4.2 Konduktivitas Listrik
4.3 Pengaruh Temperatur Terhadap Resistivitas
4.4 Pengaruh Alloy Terhadap Resistivitas
4.5 Efek Kedalaman Kulit (Skin-depth effect)
4.6 Efek Hall
4.7 Potensial Kontak
4.8 Efek Seebeck dan Termokopel
4.9 Superkonduktivitas
4.10 Klasifikasi Bahan Superkonduktor

4.1 Ikatan Logam
Logam biasanya termasuk dalam bahan konduktor. Ikatan elektron-elektron
valensi dalam logam biasanya agak lemah, dan kerapkali kulit-kulit elektronnya hanya
terisi sebagian. Jadi logam cenderung membentuk ikatan kovalen. Struktur dasar logam
adalah lautan dan gas elektron hampir bebas, yang mengelilingi sebuah kisi atau
ion-ion positif. Logam terpadu oleh adanya gaya tarik antara setiap ion logam dan gas
elektron.

Gambar 4.1. Struktur hcp
47

Struktur kristal logam yang paling umum adalah fcc, bcc atau jenis ketiga yang
dikenal sebagai hexagonal terpadatkan (hcp= hexagonal close packed), seperti pada
gambar 4.1. Struktur hcp merupakan suatu cara yang sangat efisien untuk memadatkan
atom. Energi kohesif ikatan logam berada dalam rentang 1-3 eV, yang menyebabkan
logam kurang terikat kuat dibandingkan dengan zat padat ionik dan kovalen. Dengan
demikian logam berinteraksi kuat dengan cahaya tampak, sehingga tidak tembus
cahaya.

Elektron-elektron bebas bertanggung jawab terhadap listrik dan thermal logam.
Karena ikatan logam tidak bergantung pertukaran elektron tertentu antara atom-atom,
maka kita dapat membuat berbagai campuran logam (alloy) dengan mencampurkan
berbagai logam dengan kadar berbeda.

4.2 Konduktivitas Listrik
Bila suatu medan listrik diberikan kepada logam, maka mengalirkan arus listrik.
Pada logam biasa, kerapatan arus listrik j

(arus per satuan luas penampang)


berbanding lurus dengan medan listrik yang diberikan, dengan tetapan pembanding o .
Pernyataan yang menghubungkan j

dengan E

, dikenal sebagai hukum Ohm, yaitu:


E j

o =

Bila medan listrik diberikan pada sekumpulan elektron, seperti yang terdapat pada
logam, maka elektron-elektron tersebut akan mengalami percepatan oleh gaya E e F

= .

Meskipun elektron dipercepat oleh medan listrik, percepatan tersebut hanya dirasakan
elektron selama selang waktu t , dan setelah itu diperlambat akibat tumbukan dengan
atom-atom logam, dan hasil nettonya adalah kecepatan hanyut v

(drift velocity), yaitu:


t
m
E e
v

=
Besaran
m
e
e
t
= dikenal dengan nama mobilitas elektron
48
Dan jika n adalah kerapatan elektron dalam logam, maka kerapatan arus menjadi:
E
m
ne
v ne j

t
2
= = . Sehingga konduktivitas logam menjadi:
m
ne t
o
2
= . Beberapa
contoh konduktivitas beberapa material tercantum dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Konduktivitas beberapa material
Material Konduktivitas (S/m) Keterangan
Perak, Ag 6.17 x 10
7
konduktor
Tembaga, Cu 5.8 x 10
7
konduktor
Aluminium, Al 3.82x 10
7
konduktor
Besi, Fe 1.03x 10
7
konduktor
Air laut ~4.0 semikonduktor
Aquades, H
2
0 ~1.0 x 10
-4
isolator

4.3 Pengaruh Temperatur Terhadap Resistivitas
Konduktivitas atau resistivitas logam sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pengaruh
temperatur terhadap resistivitas diperlihatkan oleh gambar 4.2.

Resitivitas
0
Temperatur, T

Gambar 4.2. Hubungan resistivitas dengan temperatur

Pada T = 0 K, resistivitas berharga konstan. Bila temperatur dinaikkan, mula-
mula resistivitas naik secara perlahan, namun kemudian jika temperatur terus dinaikkan
resistivitas naik secara linear terhadap temperatur. Perilaku linear ini berlangsung
49
hingga titik leleh, hal ini ditemukan hampir pada semua logam. Pada temperatur ruang,
logam memperlihatkan sifat linear ini.
Sebagaimana telah diperoleh konduktivitas suatu bahan adalah:
m
ne t
o
2
= ,.
Karena resistivitas adalah berbanding terbalik dengan konduktivitas, maka resistivitas
adalah:
t

1
2
ne
m
= , dimana t adalah waktu rata-rata 2 tumbukan, dan 1/t adalah
probabilitas elektron menderita tumbukan per satu satuan waktu. Jadi misalkan t =
14
10 5

s, maka ada:
13
10 2 elektron yang mengalami tumbukan setiap detiknya.

Terjadinya tumbukan antara elektron dan atom disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
1. Getaran kisi-kisi atom di sekitar keseimbangan akibat eksitasi thermal (fonon)
2. ketaksempurnaan kisi akibat ketakmurnian (impuritas)

Probabilitas elektron terhambur oleh eksitasi thermal (fonon) dan ketakmurnian bersifat
saling memperkuat sehingga dapat ditulis sebagai berikut:

i f
t t t
1 1 1
+ =
Denganm demikian, menurut Matthiessen, ada 2 komponen resistivitas, yaitu :
= + =
i f

(
(

+
i f
ne
m
t t
1 1
2


Resistivitas akibat ketakmurnian
i
akan bertambah jika konsentrasi ketakmurnian
bertambah. Untuk konsentrsi ketakmurnian yang rendah, maka
i
sebanding dengan
konsentrasi ketakmurnian. Namun demikian
i
ini tidak bergantung pada temperatur,
seperti halnya resistivitas akibat eksitasi thermal (fonon) yang sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Resistivitas yang bergantung temperatur ini disebut resistivitas ideal.

Pada temperatur sangat rendah, pengaruh fonon dapat diabaikan, karena osilasi atom-
atom yang sangat kecil. Pada kondisi ini
f
t besar sekali, sehingga
f
kecil sekali. Dan
pada T = 0 K, resistivitas berupa konstanta
0
.
50
Hubungan antara resistivitas dan temperatur dapat dicari melalui persamaan:
| | ) ( 1 ) (
0 0 0
T T T + = o
Dimana konstanta
0
dan koefisien
0
o bergantung pada bahan konduktor, seperti
nampak pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Harga
0
dan
0
o untuk beberapa material pada 273 K
Material
0
m nO
0
o (1/K)
Emas, Au 22.8 1/251
Perak, Ag 14.6 1/244
Tembaga, Cu 15.7 1/232
Aluminium, Al 25.0 1/233
Besi, Fe 84.0 1/152
Indium, In ~4.0 1/196
Platinum, Pt 98.0 1/255
Nikel, Ni 59.0 1/125

4.3 Pengaruh Campuran (Alloy) Terhadap Resistivitas

Seperti halnya ketakmurnian akan menaikkan resistivitas, maka alloy
(campuran) pun dapat menaikkan resistivitas bahan konduktor. Jika konsentrasi alloy
bertambah, maka resistivitas bertambah, dan pada saat itu pengaruh temperatur
terhadap resistivitas menjadi kecil. Oleh sebab itu beberapa alat rumah tangga, dibuat
dengan cara alloy antara Ni (sebagai bahan dasar) dan Cr, atau Ni dengan Cu..

Resistivitas (S/m)
100
700
300
40
500
20 60 80 100
% Ni
100% Ni 100% Cu

Gambar 4.3. Hubungan resistivitas dengan alloy (campuran)
51

4.4 Efek Kedalaman Kulit (Skin-depth Effect)

Pada medan DC, arus listrik dapat mengalir secara uniform di dalam semikonduktor,
namun tidak demikian halnya pada arus AC, dimana makin kedalam bahan konduktor,
rapat arus akan semakin kecil. Pada kedalaman kulit (skin-depth) sebesar
o
o
1
= dari
permukaan konduktor, rapat arus akan menurun dengan faktor
e
1
atau sekitar 37 %.
Dan pada kedalaman atau pada harga x = , rapat arus menjadi nol.
Dari persamaan gelombang, diperoleh harga kedalaman kulit ini sebagai berikut:
o t
o
o
f
1 1
= =

Makin konduktif bahan dan makin tinggi frekuensi, maka efek skin depth ini semakin
terasa, artinya harga 37 % diperoleh pada harga x (kedalaman bahan konduktor) yang
lebih kecil.

1/e
Rapat arus
1

kedalaman
Bahan konduktor

Gambar 4.4. Efek kedalaman kulit.


52
4.5 Efek Hall (Hall Effect)

Pengukuran efek Hall dilakukan untuk menentukan tipe, konsentrasi dan mobilitas
pembawa, serta resistivitas bahan konduktor maupun semikonduktor. Pengukuran ini
sangat fleksibel dengan bentuk dan ukuran sampel dan dengan menggunakan kontak
kecil yang dibuat di 4 (empat) ujung sampel.
Efek Hall adalah fenomena konduksi yang bergantung pada muatan pembawa.
Untuk menerangkan efek ini, misalkan pada material semikonduktor tipe-n, dengan
medan magnet (magnet induksi B
z
) diberikan tegak lurus terhadap arah arus listik I
x

(gambar 4.5 )


Gambar 4.5. Pengukuran sifat listrik dengan efek Hall

Dengan demikian masing-masing elektron akan menerima gaya Lorentz sebesar:

z x L
B qv F =

Dimana q adalah muatan positif/negatif dari elektron/hole, dan
x
v adalah kecepatan
elektron, yang juga dapat positif/negatif bergantung pada tipe pembawa.
Gaya Lorentz mendorong pembawa mayoritas (dalam hal ini elektron) dalam
arah y-negatif. Untuk menyetimbangkan efek
z x
B v , maka terbentuk medan listrik
y
c
(dalam hal ini memiliki arah y-negatif) yang menyebabkan aliran elektron dalam
keadaan tunak (arus). Terbentuknya medan listrik
y
c atau sering ditulis sebagai
H
c
ini dikenal dengan nama efek Hall, yang menghasilkan tegangan Hall sebesar:
d V d V
H H y AB
c c = =
B
B
Z
A
d
(-) (+)

I
X
53
Dimana dalam kasus ini
y
c (atau
H
c ) berharga negatif yang menghasilkan tegangan
Hall negatif pula. Dengan menggunakan persamaan untuk kecepatan drift berikut ini:
x x
qnv I =
Maka
y
c atau
H
c menjadi:
x
x
H y
B
qn
I

= = c c
Jika didefinisikan konstanta Hall sebagai besarnya medan listrik per satuan arus dan
medan magnet, yaitu
x x
H
H
B I
R
c
=
maka
qn
R
H
1
=
dimana n adalah konsentrasi pembawa muatan (elektron).

Dengan demikian konsentrasi elektron dapat dihitung melalui persamaan:
AB
z x
qdV
B I
n

=
dimana d adalah ketebalan sampel (untuk hole, gunakan +q untuk muatan hole dan p
untuk konsentrasi hole). Tanda untuk tegangan Hall dan koefisien Hall digunakan
untuk menentukan tipe pembawa, yaitu positif untuk hole dan negatif untuk elektron.

Tabel 4.3 Koefisien Hall dan mobilitas pembawa untuk berbagai material
Material
Konsentrasi n
(
3 28
/ 10 m )
Koefisien Hall
As m R
H
3 11
10 (

)
Mobilitas (
Vs m / 10 (
2 4
)
Ag 5.85 -9.0 57
Al 18.06 -3.5 13
Au 5.90 -7.2 31
Cu 8.45 -5.5 32
Ga 15.30 -6.3 3.6
Mg 8.60 -9.4 22
Na 2.56 -25 53

54
4.6 Potensial Kontak

Fungsi kerja adalah celah energi antara tingkatan (level) Fermi dengan tingkatan (level)
vakum, atau energi yang diperlukan agar elektron terlepas dari permukaan bahan. Dan
masing-masing bahan memiliki fungsi kerja yang berbeda-beda. Potensial kontak
terjadi apabila 2 buah logam (atau logam-semikonduktor, atau 2 buah semikonduktor)
yang mempunyai fungsi kerja yang berbeda disambungkan.

Sebagai contoh adalah apabila logam platina (dengan fungsi kerja,
M
| = 5.36 eV ) akan
dihubungkan dengan molibdenum (dengan fungsi kerja,
M
| = 4.20 eV) seperti nampak
pada Gambar 4.6.

level vakum
Mo
elektron
EF
5.36 eV
Pt
elektron
EF
4.20 eV

Gambar 4.6 Fungsi kerja untuk Pt dan Mb.


Karena Pt memiliki fungsi kerja lebih besar dari Mb, maka dikatakan elektron-
elektron di dalam Mb lebih energetik (mempunyai energi lebih tinggi), sehingga
elektron dari Mb akan pindah ke permukaan Pt. Hal ini menyebabkan permukaan Mb
menjadi lebih positif dan permukaan Pt menjadi lebih negatif. Keadaan setimbang bila
permukaan (level) Fermi keduanya sama, dan terjadilah apa yang disebut sebagai
potensial kontak di daerah sambungan (Gambar 4.7).
55
elektron
EF
5.36 eV
Pt
elektron
EF
4.20 eV
Level vakum
Level vakum
Mo
1.16 eV

Gambar 4.7. Potensial kontak antara sambungan Pt dan Mb.

Harga potensial kontak dapat dihitung sebagai selisih antara kedua fungsi kerja logam,
yaitu:

2 1 M M C
V | | =
Dalam suatu saluran yang mengantarkan arus listrik, maka rugi-rugi saluran ditentukan
oleh resistansi saluran
S
R , resitansi kontak
C
R dan besar arus I. Dengan kehadiran
potensil kontak
C
V maka menambah rugi-rugi sebesar I
C
V . Dengan demikian, rugi-rugi
total menjadi:
C C S l
IV R R I P + + = ) (
2


4.7 Efek Seebeck dan Termokopel
Logam, seperti halnya semikonduktor, memiliki elektron-elektron bebas di dalam
pita konduksi. Bila logam dipanaskan pada salah satu ujungnya, maka ujung yang lebih
panas tersebut mendapatkan tambahan energi berupa energi thermal. Dengan demikian
elektron-elektron pada ujung tersebut lebih energetik dan mempunyai kecepatan yang
lebih besar dari pada ujung yang lain. Sebagai akibatnya, terjadi difusi elektron dari
daerah yang lebih panas. Pada daerah yang lebih panas ini, terjadi penumpukan muatan
positif dan pada daerah yang lebih dingin terjadi penumpukan muatan negatif.
Penumpukan muatan yang berlawanan pada kedua ujung logam akan
menimbulkan medan lsitrik yang memiliki arah dari ujung yang panas ke ujung yang
dingin. Kehadiran medan ini akan menghalangi peristiwa difusi lebih lanjut, dan akan
56
berhenti pada harga medan tertentu (keadaan setimbang). Medan dalam keadaan
setimbang ini menimbulkan beda potensial V A antara kedua ujung. Peristiwa
munculnya beda potensila akibat perbedaan temperatur pada logam ini disebut efek
Seebeck, S.
Koefisien Seebeck didifinisikan sebagai beda potensila per beda potensial,
yaitu:
dT
dV
T
V
S
T
=
A
A
=
A 0
lim
Masing-masing bahan logam memiliki koefisien Seebeck yang berbeda-beda,
seperti diperlihatkan Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Harga koefisien Seebeck untuk berbagai material
Material
S ( C
0
0 )
( K V / )
S ( C
0
27 )
( K V / )
Ag 1.38 1.51
Au 1.79 1.94
Cu 1.70 1.84
Mo 4.71 5.57

V=0
+
+
-
-
dingin panas
Cu Cu
Cu
V0
+
+
-
-
dingin panas
Au Au
Cu

Gambar 4.8 Pengukuran efek Seebeck

Pengukuran beda potensial akibat efek Seebeck sebenarnya adalah mengukur beda
potensial kedua logam (tidak boleh logam yang sama, seperti nampak pada Gambar
57
4.8). Dengan demikian, pengukuran hanya dapat dilakukan bila kedua logam memiliki
perbedaan koefisien Seebeck. Adapun beda tegangan yang terukur adalah:
( ) dT S dT S S V V V
T
T
T
T
} }
A = = A A = A
0 0
2 1 2 1

Dimana ( )
2 1
S S S = A disebut koefisien Seebeck termokopel untuk logam 1 dan
logam 2.
Prinsip efek Seebeck banyak digunakan untuk termometer (dalam bentuk
termokopel) terutama untuk temperatur tinggi dan sebagai static converter pada suatu
pembangkit listrik yang mengkorversi perbedaan temperatur kedalam tegangan.Juga
dapat digunakan untuk memanfaatkan uap yang keluar dari turbin pembangkit tenaga
panas bumi yang masih mempunyai temperatur tinggi.

4.8 Superkonduktivitas
Superkonduktor memiliki potensi aplikasi dalam teknologi yang amat luas,
bahkan dikatakan hampir mustahil. Bayangkan misalkan kita dapat membeli magnet
superkonduktor yang mampu menghasilkan rapat flux magnet sebesar 10 tesla (T).
Rapat flux magnet tersebut besarnya 200.000 kali lebih besar dari pada yang dapat
dihasilkan oleh bumi itu sendiri. Dan yang menakjubkan lagi, bahan superkonduktor ini
hanya memerlukan daya listrik dari stop kontak yang tersedia di dinding rumah kita.
Teknologi superkonduktor juga sangat bermanfaat untuk pengukuran flux magnet
dengan amat sangat presisi. Magnetometer yang tersedia di pasaran umumnya
menggunakan superkonduktor untuk mendeteksi flux yang lebih kecil dari 10
-15
Tm
-2
.
Dan hebatnya lagi bahan superkonduktor yang sama dapat digunakan untuk
menghasilkan magnet dan sebagai magnetometer.
Resistivitas suatu logam biasa berkurang dengan turunnya temperatur. Pada
harta temperatur mutlak T = 0, harga resistivitas mencapai harga yang sangat rendah (
0
). Berbeda dengan logam biasa, logam yang termasuk bahan superkonduktor, seperti
merkuri (Hg) murni, harga resistivitas akan tiba-tiba ke harga nol pada T = 4.2 K,
artinya konduktivitas langsung bertambah dengan sangat signifikan.
Superkonduktivitas ditemukan oleh H. Kammerlingh Onnes pada tahun 1911 di
Leiden setelah 3 tahun ditemukannya helium cair yang dapat didinginkan hingga T = 0.
Teori tentang superkonduktor berkembang sejak tahun 1950-an. Pada saat itu
58
ditemukan kira-kira 26 logam dan beberapa ratus alloy yang menunjukkan sifat
superkonduktor.

Resitivitas

Temperatur, T
Logam biasa.
Mis:Cu
superkonduktor
Mis:merkuri
0K 4.2K


Gambar 4.9. Resistivitas sebagai fungsi temperatur, untuk logam biasa
dan logam superkonduktor

Temperatur dimana resistivitas mendadak turun disebut temperatur kritis (
C
T ).
Jadi dapat dikatakan logam semikonduktor akan bersifat seperti halnya logam biasa jika
T >
C
T . Sampai sekarang, harga
C
T tertinggi yang telah ditemukan adalah 90 122 K
yang ditemukan pada tahun 1987 pada bahan keramik.

Di samping temperatur, sifat konduktivitas juga dipengaruhi oleh 2 variabel lain, yaitu
medan magnet H

dan rapat arus listrik J

. Dengan demikian, harga superkonduktivitas


dimiliki oleh suatu bahan, maka harga
C
H tidak boleh dilampaui.

Bila medan magnet cukup kuat diberikan pada bahan superkonduktor pada temperatur
T<
C
T , maka ada kemungkinan sifat konduktivitasnya hilang. Medan magnet luar yang
diperlukan agar suatu bahan superkonduktor menjadi logam biasa pada suatu
temperatur tertentu disebut medan magnet kritis
C
H . Makin tinggi temperatur, maka
59
makin kecil medan magnet yang diperlukan. Setiap bahan memiliki harga
C
T dan
C
H
yang berbeda-beda (Tabel 4.5).

Secara empirik, hubungan antara
C
H dan T didekati melalui persamaan:
(
(

|
|
.
|

\
|
=
2
0
1
C
C
T
T
H H
Yang menunjukkan batas antara kondisi normal dan superkonduktivitas,
0
H adalah
medan magnet kritis pada temperatur T = 0 K.

Tabel 4.5 Harga
C
T dan
C
H untuk berbagai material
Material
C
T (T)
C
H (T) pada 0 K
niobium, Nb 9.15 0.196
vanadium, V 5.30 0.102
tantalum, Ta 4.48 0.083
titanium, Ti 0.39 0.010
timah, Sn 3.72 0.030

Hubungan antara medan magnet kritis dan temperatur untuk berbagai material
diperlihatkan pada Gambar 4.10 dan 4.11.



Medan kritis, H
c
T
H
0
0K T
c
superkonduktor
Konduktor biasa
60
Gambar 4.10 Kurva medan magnet kristis terhadap temperatur
T
Medan kritis, Hc (T)
0K 5K
0.05
0.10
0.15
0.20
niobium
vanadium
lead
merkuri
Al

Gambar 4.11. Kurva hubungan antara medan magnet kritis terhadap
temperatur untuk berbagai material

4.10 Klasifikasi Bahan Superkonduktor

Berdasarkan hubungan antara sifat konduktivitas dan medan magnet serta temperatur
maka material superkonduktor diklasifikasikan menjadi:
- Superkonduktor tipe I
- Superkonduktor tipe II
Bila diberikan medan magnet H diberikan kepada material superkonduktor tipe I
(misalnya Pb dan Sn) pada temperatur kamar, maka medan magnet akan menembus
bahan tersebut. Namun jika temperatur T <
C
T dan H <
C
H , maka medan magnet
tiba-tiba ditolak dari bahan, kecuali daerah permukaan yang sangat tipis kira-kira 0.1
mm. Fenomena penolakan ini disebut dengan Efek Meissner (Lihat gambar 4.12).
Superkonduktor tipe II berperilaku agak lain. Pada medan magnet rendah
hingga suatu harga tertentu
1 C
H maka superkonduktor tipe II berperilaku seperti
superkonduktor tipe I. Bila medan magnet dinaikkan di atas
1 C
H maka medan mulai
menembus sampel. Kondisi ini berlaku hingga medan magnet sebesar
2 C
H . Untuk
medan antara
1 C
H dan
2 C
H material berada antara konduktor biasa dan
superkonduktor. Bila medan dinaikkan di atas
2 C
H maka bahan kembali menjadi
61
konduktor biasa. Superkonduktor tipe II dengan medan antara
1 C
H dan
2 C
H dapat
mengalirkan arus di dalamnya sehingga dapat dipakai untuk mengalirkan arus listrik
besar. Contoh superkonduktor tipe II adalah Ni, Ti , dan Sb.

normal superkonduktor

Gambar 4.12. Interaksi medan magnet dengan bahan superkonduktor tipe I
Tipe I
Tipe II
M
Dianagnetik sempurna kondisi campuran normal
Hc(I)
Hc(2) Hc

Gambar 4.13. Kurva magnetisasi pada superkonduktor tipe I dan tipe II

Pada superkonduktor tipe I hanya sedikit pembawa muatan ditemukan, karena arus
hanya mengalir pada permukaan. Penyebabnya adalah karena medan magnet hanya
menembus lapisan tipis di permukaan dan arus hanya mengalir pada lapisan itu.

Contoh aplikasi bahan superkonduktor misalnya pada kereta super Maglev (Jepang)
dengan kecepatan tinggi sampai 552 km/jam atau bahkan lebih. Kecepatan ini dicapai
62
karena kereta tidak mengalami gesekan dengan rel kereta, tetapi terangkat akibat
didorong oleh efek Meissner dan juga didorong oleh interaksi medan magnet.

Contoh lain aplikasi superkonduktor adalah pada superconducting power cable, dimana
arus dapat dialirkan dengan rugi-rugi yang sangat kecil sekali. Superkonduktor ini
terbuat dari bahan temperatur tinggi (high temperature superconductor, HTS) sehingga
untuk pendinginan cukup digunakan nitrogen cair dan tidak diperlukan helium cair
pada temperatur 80 K (bahan direndam dalam nitrogen cair).

Motor listrik superkonduktor juga merupakan aplikasi superkonduktor, dengan
menggunakan superkonduktor sebagai pengganti belitan tembaga. Dengan belitan
bahan superkonduktor maka efisiensi mesin mencapai 99%. Ukuran motor dapat
diperkecil hingga 50 % dari ukuran biasa untuk daya yang sama, misalnya dalam kapal
selam.

Anda mungkin juga menyukai