Anda di halaman 1dari 24

Anyang-anyangan 1. Anatomi Saluran Kemih Bagian Bawah 1.1 Makroskopis 1.1.

2 Vesica Urinaria / bladder / kandung kemih

Vesica urinaria ( VU ) merupakan kantong berongga yang dapat diregangkan oleh karena volumenya dan dapat disesuaikan dengan mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Bila kosong, apexnya hanya sampai pada tepi cranial symphisis dan berbentuk seperti limas. Letak : region hypogastrica ( supra pubis ). Retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada bagian superiornya. Apex VU terletak dibelakang symphysis pubis. Secara berkala urin dikosongkan dari kandung kemih ke luar tubuh melalui ureter. Organ ini mempunyai fungsi sebagai reservoir urine ( 200500 cc ). Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat. Letaknya di belakang os pubis. Bentuk bila penuh seperti telur ( ovoid ).

VU memiliki 4 bagian: 1. Apex vesicae ( vesicalis ) dihubungkan ke cranial oleh urachus ( sisa kantong allantois ) sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale. Bagian ini tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum & colon sigmoideum, sesuai dengan puncak pyramidium. 2. Corpus vesicae, antara apex dan fundus 3. Fundus ( basis ) vesicae, sesuai dengan basis 4. Cervix vesicae, sudut caudal mulai urethrae dengan ostium urethra internum Lapisan dalam VU pada muara masuknya ureter terdapat plica yang disebut plica uterica yang menonjol. Lipatan ini bila dihubungkan denganostium urethrae internum akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae ( Litaudi ), yang pada angulus superior trigonum menandai pintu masuk ostium ureteris, sedangkan angulus inferior trigonum berbatasan dengan ostium urethrae internum. Pada waktu VU kosong plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal melalui ureter, sedangkan pada waktu VU penuh plica uterica akan menutup karena dorongan urin sehingga cairan urin di VU walaupun penuh tidak akan naik ke atas ureter. Pada keadaan tertentu plica ini rusak sehingga urin akan naik keatas masuk ke ginjal dan menumpuk disebut hydronephrosis. Pada pria: vesicular sminalis dipermukaan posterior VU dan dipisahkan oleh ductus deferens. Cervix vesicae menyatu dengan prostat

Pada wanita diantara VU dengan rectum ada uterus. Cervis vesicae langsung melekat ke fascia pelvis.

Fascia pelvis menebal membentuk lig. puboprostaticum pada pria dan lig. pubovesicale untuk menahan leher VU pada tempatnya. Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut m. Detrusor vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae. Perdarahan VU berasal dari: Aa. Vesicalis superior, Aa. Vesicalis inferior ( cabang dari A. iliaca interna ), Pembuluh darah balik: V. vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk plexus dan akan bermuara ke v. iliaca interna. Persarafan: oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu: 1. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2 2. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N. S2,3,4 melalui N. Splanicus & plexus hypogastricus inferior mencapai dinding VU. Disini terjadi sinapsi dengan serabut-serabut post ganglioner: a. Serabut-serabut sensoris visceral afferent : N. splancinicus menuju SSP b. Serabut-serabut afferent mengikuti serabut simpatis pada plexus hypogastricus menuju medulla spinalis L1-2 1.1.2 Urethrae Merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh melalui ginjal, ureter, VU, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium urethrae exterum. Urethrae pria lebih panjang dari wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul.

Panjang: pria +/- 2025 cm, wanita +/- 34 cm. Urethrae pria terbagi atas Pars prostatica Pars membranaceae Pars cavernosa ( pars spongiosa ) 1.2 Mikroskopis

1.2.1 VU VU tersusun oleh 3 lapisan, yaitu mucosa, muscularis dan adventitia/serosa. Lapisan sel yang menyusun epitel transitional pada mucosa lebih banyak. Pada permukaan epitel yang teregak dapat ditemukan sel paying dengan dinding apicalnya berwarna acidophil. Dibawah epitel terdapat lamina propria. Tunica muscularis tersusun oleh lapisan-lapisan otot polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunica adventitia berupa jaringan ikat, sebagian VU ditutupi oleh peritoneum ( serosa ) 1.2.2 Urethra

2. Fisiologi Proses Berkemih Miksi ( proses berkemih ) ialah proses dimana kandung kemih akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dengan urine. Mikturisi ialah proses pengeluaran urine sebagai gerak reflex yang dapat dikendalikan ( dirangsang / dihambat ) oleh sistem persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yang menambah tekanan intra abdominalis, dan organ-organ lain yang menekan VU sehingga membantu mengosongkan urine. Refleks mikturisi adalah reflex medulla spinalis yang bersifat otonom yang dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Reflex mikturisis merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi akan melakukan kendali akhri untuk proses mikturisi. 3. Infeksi Saluran Kemih 3.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) adalah ditemukannya bakteri pada urin kandung kemih, yang umumnya steril.

3.2 Etiologi Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Eschericia coli menduduki tempat teratas, diikuti oleh Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas. Persentasi biakan mikroorganisme penyebab ISK No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mikroorganisme Eschericia coli Klebsiella atau enterobacter Proteus sp Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus epidermidis Enterococci Candida albicans Staphylococcus aureus Presentase biakan ( % ) 5090 1040 510 210 210 210 12 12

Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki berusia lanjut dengan hyperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Pseudomonas aeruginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolosi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen : Brucella, nocardia, actinomises, & Mycobacterium tuberculosa. Candida sp. merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen. Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK: 1. Bendungan aliran urin ( anomaly kongenital, urethrolithiasis, oklusi ureter ) 2. Reflux vesikoureter 3. Urin sisa dalam buli-buli karena Neurogenic bladder, Striktura uretra, Hipertrofi prostat 4. DM 5. Instrumentasi: kateter , dilatsi uretra, sitotoskopi 6. Kehamilan dan peserta KB: faktor stasis dan bendungan, pH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman 7. Senggama 3.3 Epidemiologi

ISK merupakan infeksi bakteri yang paling sering terjadi. Berada di peringkat kedua setelah infeksi saluran nafas atas. Tercatat 1,2% dari pasien yang mengunjungi dokter adalah wanita dan 0,6% adalah pria. Prevalens pada wanita meningkat seiring bertambahnya usia dari masa sekolah ( 514 tahun, 1% ) ke dewasa ( 4% ), dan bertambah 12% per decade pertambahan usia. Terjadi populasi dengan rata-rata 9,3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2,511% pada pria diatas 65 tahun. 3.4 Klasifikasi ISK diklasifikan berdasarkan: 1. Anatomi ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung oleh gender. a. Perempuan Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindroma uretra akut ( SUA ) adalh presentasi klinis sistisis tanpa ditemukan mikroorganisme ( steril ). b. Laki-laki Presentasi ISK bawah laki-laki dapat berupa sistisis, prostatisis, epidermidis, urethritis. ISK atas a. Pielonefritis akut ( PNA ) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. b. Pieonefritis kronik ( PNK ), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta reflux vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. 2. Klinis a. ISK sederhana / tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada eprempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi structural ataupun ginjal. b. ISK berkomplikasi, yaitu ISK yang berlokasi selain VU, ISK pada anak-anak, laki-laki atau ibu hamil. 3.5 Patofisiologi Urin steril. ISK terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin. Terdapat 4 cara: a. Ascending Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melulai cara ascending. Infeksi secara ascending dapat terjadi melalui 4 tahapan yaitu: 1. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina

2. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli 3. Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih 4. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal. b. Hematogen Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita sesuata penyakit kronis, atau pada pasien yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya focus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari focus infeksi di tulang, kulit, endotel atau tempat lain. M. tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp. termasuk jenis bakter / jamur yang dapat menyebar secara hematogen. c. Limfogen d. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrument. ISK terjadi karena gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab ( uropatogen ) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang meningkat. a. Faktor host Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberaa faktor antara lain: Pertahanan lokal dari host Peranan sistem kekebalan tubuh. No. 1. Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli buli dan gerakan peristaltic ureter ( wash out mechanism ). Mekanisme wash out urin adalah pertahanan lokal sistem urin yang paling baik. Derajat keasaman ( pH ) urin Osmolaritas urin yang cukup tinggi Estrogen pada wanita usia produktif Panjang uretra pada pria Adanya zat anti bacterial pada kelenjar prostat atau PAF ( Prostatic Antibacterial Factor ) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid ( protein tamm Horsfall ) yang menghambat penempelan bakteri pada urotelium.

2. 3. 4. 5. 6.

Mekanisme wash out urin mampu membersihkan kumankuman yang ada dengan aliran urin. Adanya gangguan akan mengakibatkan kuman mudah bereplikasi dan menempel pada

urotelium. Agar aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah jika jumlah urin cukup dan tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Keadaan yang menghalangi mekanisme wash out: Stagnansi atau stasis urin ( miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada diverticula dan adanya dilatasi atau reflux sistem urinaria ), didapatkan benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman. b. Faktor agent ( mikroorganisme ) Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat dipermukaannya yang berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui resepter yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu: Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistisis Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut . Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin ( hemolisin ) dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urin menjadi basa. 3.6 Manifestasi Klinis 1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis Hematuria Nyeri punggung dapat terjadi 2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : Demam Menggigil Nyeri panggul dan pinggang Nyeri ketika berkemih Malaise Pusing Mual dan muntah Berdasarkan bagian saluran kemih yang terinfeksi, tanda dan gejala sebagai berikut: Sistitis : piuria urgensi, frekuensi miksi meningkat perubahan warna dan bau urine, nyeri suprapublik, demam biasanya tidak ada. Uretritis : mungkin mirip dengan sistitis kecuali adanya discharge urethra

Prostatitis: serupa dengan sistitis kecuali gejala obstruksi orifisium uretra (cont: hesitansi, aliran lemah). Pielonefritis : demam, menggigil, nyeri punggung atau bokong, mual, muntah, diare. Abses ginjal (intrarenal atau perinefrik); serupa dengan pielonefritis kecuali demam menetap meskipun diobati dengan antibiotik.

Gejala pada infeksi saluran kemih ringan ( misalnya cystitis, urethritis pada orang dewasa meliputi: 1. Rasa sakit pada punggung 2. Adanya darah pada urin ( hematuria ) 3. Adanya protein pada urin ( proteinuria ) 4. Urin yang keruh 5. Ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar 6. Demam 7. Dorongan untuk berkemih pada malam hari ( nokturia ) 8. Tidak nafsu makan 9. Lemah dan lesu ( malaise ) 10. Rasa sakit pada saat berkemih ( dysuria ) 11. Rasa sakit di atas bagian daerah pubis ( pada wanita ) 12. Rasa tidak nyaman pada daerah rectum ( pada pria ) Gejala yang mengindikasi infeksi saluran kemih lebih berat ( misalnya pyelonephritis ) pada orang dewasa: 1. Kedinginan 2. Demam tinggi dan gemetar 3. Mual 4. Muntah ( emesis ) 5. Rasa sakit dibawah rusuk 6. Rasa sakit pada daerah sekitar abdomen 3.7 Diagnosis & Diagnosis Banding Anamnesis : ISK bawah frekuensi,disuria terminal,polakisuria,nyeri suprapubik. ISK atas :nyeri pinggang,demam,menggigil,mual dan muntah,hematuria Pemeriksaan fisis : febris,nyeri tekan suprapubik,nyeri ketok sudut kostovertebra Laboratorium : lekositosis,lekosituria,kultur urin (+): bakteriuria > 105/ml urin Untuk pemeriksaan infeksi saluran kemih, digunakan urin segar (urin pagi). Urin pagi adalah urin yang pertama tama diambil pada pagi hari setelah bangun tidur. Digunakan urin pagi karena yang diperlukan adalah pemeriksaan pada sedimen dan protein dalam urin. Sampel urin yang sudah diambil, harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam. Apabila tidak segera diperiksa, maka sampel harus disimpan dalam lemari es atau diberi pengawet seperti asam format.

Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari: Urin porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dulu dengan air sabun dan NaCl 0,9%. Urin yang diambil dengan kateterisasi 1 kali. Urin hasil aspirasi supra pubik. Bahan yang dianjurkan adalah dari urin porsi tengah dan aspirasi supra pubik. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut: Pemeriksaan laboratorium 1. Analisa Urin (urinalisis) Pemeriksaan urinalisis meliputi: Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin). Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin. Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin). Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah merah) 5-10per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit ginjal lainnya. 2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis) Pemeriksaan bakteriologis meliputi: Mikroskopis. Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan). Positif jika ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang. Biakan bakteri. Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih. 3. Pemeriksaan kimia Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas 99%. 4. Tes Dip slide (tes plat-celup) Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan cara ini tidak mampu mengetahui jenis bakteri. 5. Pemeriksaan penunjang lain Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra vena), USG dan Scanning. Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya batu atau kelainan lainnya. Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi: 1. Bakteriologi / biakan urin

Tahap ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi: Penderita dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik). Untuk pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih. Pasca instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca keteterisasi urin. Penapisan bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan. Penderita dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan Beberapa metode biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional, proper plating technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104 sampai 105 CFU (colony forming unit) kuman. 2. Interpretasi hasil biakan urin Setelah diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin dinilai jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan). Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah jumlah CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang murni tanpa kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa gejala, yang menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. Berdasarkan jumlah CFU, maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai berikut: a. Pada hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi. Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan bakteriuria bermakna Bila terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis disebut bakteriuria asimtomatik Bila terdapat mikroba 102 103 CFU/ml urin kateter pada wanita muda asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran kemih. b. Hitung koloni dari bahan aspirasi supra pubik. Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi supra pubik adalah infeksi saluran kemih. Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976, ialah sebagai berikut: Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri positif bila didapatkan:

100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara berturut turut. 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit > 10/ml urin segar. 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis infeksi saluran kemih. 10.000 CFU/ml urin kateter. Berapapun CFU dari urin aspirasi suprapubik. Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada infeksi saluran kemih: Faktor fisiologis Diuresis yang berlebihan Biakan yang diambil pada waktu yang tidak tepat Biakan yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state) Infeksi disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat Terdapat bakteriofag dalam urin Faktor iatrogenic Penggunaan antiseptic pada waktu membersihkan genitalia Penderita yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya Cara biakan yang tidak tepat: Media tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi Infeksi E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan asam Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk. 3. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari piuria a. Urin tidak disentrifus (urin segar) Piuria apabila terdapat 10 leukosit/mm3 urin dengan menggunakan kamar hitung. b. Urin sentrifus Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB) disebut sebagai piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan mikroskop fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit >8000/ml, dan casts leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai infeksi saluran kemih. c. Urin hasil aspirasi suprapubik Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin aspirasi supra pubik. Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya inflamasi saluran kemih. Tes Biokimia

4.

Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (Griess test), dan memakai glukosa (oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini hanya <5%. Kegunaan tes ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang simtomatik. Pada infeksi saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang biasanya < 1 gram/24 jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih yaitu, jika hanya terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria berarti kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang positif adalah infeksi saluran kemih. 5. Lokalisasi infeksi Tes ini dilakukan dengan indikasi: a. Setiap infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda tanda sepsis. b. Setiap episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria. c. Wanita dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal ginjal. d. Biakan urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal. Penentuan lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi infeksi saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan prognosis, dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi saluran kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu tes noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB (Antibody-Coated Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang berasal dari saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri dari infeksi saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif. Identifikasi / lokalisasi sumber infeksi: a. Non invasif Imunologik ACB (Antibody-Coated Bacteria) Autoantibodi terhadap protein saluran Tam-Horsfall Serum antibodi terhadap antigen polisakarida Komplemen C Nonimunologik Kemampuan maksimal konsentrasi urin Enzim urin Protein Creaktif Foto polos abdomen Ultrasonografi CT Scan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Bakteriuria polimikrobial / relaps setelah terapi (termasuk pada terapi tunggal) b. Invasif

Pielografi IV / Retrograde / MCU Kultur dari bahan urin kateterisasi ureteroan bilasan kandung kemih Biopsi ginjal (kultur pemeriksaan imunofluoresens) 6. Pemeriksaan radiologis dan penunjang lainnya Prinsipnya adalah untuk mendeteksi adanya faktor predisposisi infeksi saluran kemih, yaitu hal hal yang mengubah aliran urin dan stasis urin, atau hal hal yang menyebabkan gangguan fungsional saluran kemih. Pemeriksaan tersebut antara lain berupa: a. Foto polos abdomen Dapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak b. Pielografi intravena (PIV) Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada kehamilan, lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV dapat mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi serta dilatasi saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah > 6 minggu infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang berusia lanjut, penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5 mg/dl, dan pada keadaan dehidrasi. c. Sistouretrografi saat berkemih Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks vesikoureteral, terutama pada anak anak. d. Ultrasonografi ginjal Untuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring process, ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista pada ginjal. e. Pielografi antegrad dan retrograde Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih. f. CT-scan Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista terinfeksi pada penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan in lebih baik hasilnya jika memakai media kontras, yang meningkatkan potensi nefrotoksisitas. g. DMSA scanning Penilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinicacid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan

untuk anak anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.
Diagnosing interstitial cystitis remains difficult even more than a century after it was described by Skene, in 1887. No pathognomonic findings exist with regard to patient history, physical examination findings, laboratory findings, or cystoscopy findings. The exclusion of other clinical entities remains the foremost goal of the workup and evaluation of patients thought to have this condition. A careful, complete, and empathetic history and physical examination are critical. Cystoscopy is an adjunctive, although important, study. The classic Hunner ulcer in the setting of a smallcapacity bladder (ie, assessed under anesthesia) is rarely seen to confirm the diagnosis with certainty. Until interstitial cystitis is defined completely or a definitive marker becomes universally available, the diagnosis remains one of exclusion. The differential diagnosis of urinary frequency, urgency, and/or pain includes the following types of conditions: Infectious or inflammatory Gynecologic Urologic Neurologic Infectious or inflammatory conditions to consider include the following: Recurrent urinary tract infection (UTI) Urethral diverticulum Infected Bartholin gland or Skene gland Vulvovestibulitis Tuberculous/eosinophilic cystitis Vaginitis (eg, bacterial, viral [eg, herpes]) Schistosomiasis Gynecologic causes to consider include the following: Pelvic malignancy or mass (eg, fibroid, endometrioma) Endometriosis Mittelschmerz Pelvic inflammatory disease Genital atrophy Urologic causes to consider include the following: Bladder cancer or carcinoma in situ (CIS) Radiation cystitis Overflow incontinence Acontractile detrusor Prostatodynia Chronic pelvic pain syndrome Bladder outlet obstruction (eg, urinary retention with overflow incontinence) Large postvoid residual volume Open bladder neck (eg, intrinsic sphincteric deficiency, urolithiasis, urethritis) Neurologic causes to consider include the following: Neurogenic detrusor overactivity Parkinson disease Lumbosacral disk disease Spinal stenosis Spinal tumor Multiple sclerosis

Cerebrovascular accident Other possible diagnoses to consider include the following: Dysfunctional voiding Vulvodynia Pelvic floor myalgia Degenerative joint disease Hernia Inflammatory bowel disease Gastrointestinal neoplasm Diverticulitis Adhesions from prior surgery Clinically, the practitioner is somewhat obligated to consider these potential alternative diagnoses prior to diagnosing interstitial cystitis. The implications of a diagnosis of interstitial cystitis are profound in that it is a chronic condition without universally effective therapy.

3.8 Penatalaksanaan Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika. Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:

pengobatan dosis tunggal pengobatan jangka pendek (10-14 hari) pengobatan jangka panjang (4-6 minggu) pengobatan profilaksis dosis rendah pengobatan supresif (1)

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah : 1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan 2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada anak-anak. Namun, peningkatan angka

resistensi E.coli terhadap antibiotik ini menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK yang diterapi dengan antibiotik ini menjadi tinggi3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu: 1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya. 2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan untuk bayi premature adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4. 3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin. 4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau dosis terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) sehari. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan. Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu perkembangan pada sistem muskuloskeletal dan sendi . Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari. Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan. Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam penelitiannya, Conway et al.menyatakan bahwa

pemberian antibiotik profilaksis berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan. 2.7.1. Sulfonamide Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan. Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :

Short acting Intermediate acting Long acting

2.7.2. Trimethoprim Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat enzim dihydrofolate reductaseyang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia. 2.7.3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX): Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih

bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa wanita. Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan demam, kemerahan, leukopenia dan diare. 2.7.4. Fluoroquinolones Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat. Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun. 2.7.5. Norfloxacin Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih. 2.7.6. Ciprofloxacin Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae. 2.7.7. Levofloxacin Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif. 2.7.8. Nitrofurantoin Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan.

Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. 2.7.9. Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat. Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik. Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi ginjal adalah : penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

- pemakaian

obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B, Siklosporin. Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam. Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena. Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 umur) x berat badan 72 x kreatinin serum

3.9 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal. Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia, Pregnancy-induced hypertension ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral palsy, fetal death. Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor. Abses perinefrik 3.10 Pencegahan Pencegahan infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara : * Memperbanyak mengkonsumsi air minum setiap harinya. * Jangan menunda bila merasa ingin buang air kecil. * Bagi wanita, berceboklah dengan cara dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra. * Bersihkan alat vital Anda sebelum berhubungan * Buang air kecil setelah berhubungan seksual untuk membersihkan bakteri dari saluran kencing * Jangan menahan kencing bila Anda ingin buang air kecil * Mandi dengan gayung/shower, tidak dengan bath tub. * Hindari penggunaan cairan yang tidak jelas manfaatnya pada alat kelamin karena dapat mengiritasi urethra. 3.11 Prognosis Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor pencetus dan penyebab terjadinya infeksi tersebut. 4. Thaharah
Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau najis hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis manawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan maksiat. Adapun menurut istilah syara, thahrah ialah bersih dari najis baik najis haqiqi, yaitu khabats (kotoran) atau najis hukmi, yaitu hadats.242

Khabats ialah sesuatu yang kotor menurut syara*. Adapun hadats ialah sifat syara yang melekat pada anggota tubuh dan ia dapat menghilangkan thaharah (kesucian). Imam an-Nawawi mendefinisikan thaharah sebagai kegiatan mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang serupa dengan kedua kegiatan itu, dari segi bentuk atau maknanya.243 Tambahan di akhir definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Hanafi bertujuan supaya hukum-hukum berikut dapat tercakup, yaitu tayamum, mandi sunnah, memperbarui wudhu, membasuh yang kedua dan ketiga dalam hadats dan najis, mengusap telinga, berkumur, dan kesunnahan thaharah, thaharah wanita mustahadhah, dan orang yang mengidap kencing berterusan. Definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Maliki dan Hambali244 adalah sama dengan definisi ulama Madzhab Hanafi. Mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat, yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah. Jenis Thaharah Dari definisi di atas, maka thaharah dapat dibagai menjadi dua jenis, yaitu thaharah hadats (menyucikan hadats) dan thaharah khabats (menyucikan kotoran). Menyucikan hadats adalah khusus pada badan. Adapun menyucikan kotoran adalah merangkumi badan, pakaian, dan tempat. Me nyucikan hadats terbagi kepada tiga macam, yaitu hadats besar dengan cara mandi, menyucikan hadats kecil dengan cara wudhu, dan ketiga adalah bersuci sebagai ganti kedua jenis cara bersuci di atas, apabila memang tidak dapat dilakukan karena ada udzur, yaitu tayamum. Menyucikan kotoran (khabats) juga dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mem basuh, mengusap, dan memercikkan. Oleh sebab itu, thaharah mencakup wudhu, mandi, menghilangkan najis, tayamum, dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya. Pentingnya Thaharah Thaharah amat penting dalam Islam baik thaharah haqiqi, yaitu suci pakaian, badan, dan tempat shalat dari najis; ataupun thaharah hukmi, yaitu suci anggota wudhu dari hadats, dan suci seluruh anggota zahir dari janabah (junub); sebab ia menjadi syarat yang tetap bagi sahnya shalat yang dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari. Oleh karena shalat adalah untuk menghadap Allah SWT, maka menunaikannya dalam keadaan suci adalah untuk mengagungkan kebesaran Allah SWT. Meskipun hadats dan janabah bukanlah najis yang dapat dilihat, tetapi ia tetap merupakan najis manawi yang menyebabkan tempat yang terkena olehnya menjadi kotor. Oleh sebab itu, apabila ia ada, maka ia menyebabkan cacatnya kehormatan dan juga berlawanan dengan prinsip kebersihan. Untuk menyucikannya, maka perlu mandi. Jadi, thaharah dapat menyucikan rohani dan jasmani sekaligus. Islam sangat memerhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi; maddi (lahiriah) dan manawi (rohani).245 Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan, dan juga membuktikan bahwa Islam adalah contoh tertinggi bagi keindahan, penjagaan kesehatan, dan pembinaan tubuh dalam bentuk yang paling sempurna, juga menjaga lingkungan dan masyarakat supaya tidak menjadi lemah dan berpenyakit. Karena, membasuh anggota lahir yang terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman- kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi setiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran.

Menurut kedokteran, cara yang paling baik untuk mengobati penyakit berjangkit dan penyakit-penyakit lain ialah dengan cara menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah suatu langkah untuk mengantisipasi diri dari terkena penyakit. Sesungguhnya antisipasi lebih baik daripada mengobati. Allah SWT memuji orang yang suka ber- suci (mutathahhirin) berdasarkan firman-Nya, "... Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri." (al-Baqarah: 222) Allah SWT memuji ahli Masjid Quba dengan firman-Nya, "... Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih." (at-Taubah: 108) Seorang Muslim hendaklah menjadi contoh bagi orang lain dalam soal kebersihan dan kesucian, baik dari segi lahir maupun batin. Rasulullah saw. bersabda kepada sekelompok sahabatnya,

5. "Apabila kamu datang ke tempat saudara- saudara kamu, hendaklah kamu perindah atau perbaiki kendaraan dan pakaian kamu, sehingga kamu menjadi perhatian di antara manusia. Karena, Allah tidak suka perbuatan keji dan juga keadaan yang tidak teratur."246
6.

Anda mungkin juga menyukai