Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Maksud 1.1.1 Memahami tentang bentang alam fluvial

1.1.2 Mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam fluvial 1.1.3 1.1.4 1.1.5 Mengetahui macam-macam bentang alam fluvial Mengetahui pembagian stadia sungai Memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam fluvial

1.2

Tujuan 1.2.1 Dapat memahami tentang bentang alam fluvial 1.2.2 Dapat mengetahui proses-proses yang membentuk bentang alam fluvial 1.2.3 Dapat mengetahui macam-macam bentang alam fluvial

1.2.4 Dapat mengetahui pembagian stadia sungai 1.2.5 Dapat memahami interpretasi peta topografi pada bentang alam fluvial

1.3

Waktu Pelaksanaan Praktikum 1.3.1 Praktikum Laboratorium Dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Maret 2011 pukul 13.00 WIB, bertempat di GKB Gedung C lantai 2 Universitas Diponegoro 1.3.2 Praktikum Lapangan - Lokasi 1 : Kali Garang, pada tanggal 19 Maret 2011, pukul 08.00 WIB - Lokasi 2 : Kali Alang, pada pada tanggal 19 Maret 2011, pukul 10.07 WIB

1.4

Ruang Lingkup 1.4.1 Ruang Lingkup Spasial Praktikum ini mempunyai ruang lingkup spasial daerah Kaligarang, dan Kali Alang.

1.4.2

Ruang Lingkup Substansial Praktikum ini mempunyai ruang lingkup subtansial Kabupaen Semarang, Jawa Tengah.

BAB II DASAR TEORI

2.1

Pengertian Bentang Alam Fluvial Bentang alam fluvial adalah satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi ( sheet water).

Proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan. Perlu diketahui bahwa air permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan, sedangkan besar kecilnya jumlah air permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain kelerengan, iklim, litologi dan nilai curah hujan. Sungai merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat / lembah yang lebih rendah karena pengaruh gravitasi. Sungai termasuk sungai besar, sungai kecil maupun anak sungai.

2.2

Macam-macam proses fluvial Proses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: 1. Proses erosi

Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Menurut Holy,1980, berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air. 2. Proses Transportasi Proses transportasi adalah proses

perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. 3. Proses Sedimentasi Adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar.

Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.

2.3

Pola pengaliran Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau system tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran. Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa variasi bergantung struktur batuan dan variasi litologinya. a. Pola pengaliran rectangular, dimana anak sungai dan induk sungainya membentuk sudut tegak lurus. Biasanya terdapat pada daerah patahan yang bersistem teratur. b. Pola pengaliran sejajar, dimana pola yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah lereng mempunyai kemiringan nyata. c. Pola pengaliran dendritik, dimana pola pengalirannya berbentuk cabang pohon ynag berarah dan tidak beraturan. Berkembang pada daerah dengan resistensi beragam. d. Pola pengaliran trellis, pola yang bernentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Biasanya memanjang dan sejajar dengan jurus perlapisan batuan. e. Pola pengaliran radial, yaiu pola pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari satu pusat. Biasanya berkembang pada kerucut gunung api, kubah stadia muda, dan bukit kerucut. f. Pola pengaliran annular, yaitu pola pengaliran dimana anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar, seiring dijumpai pada daerah kubah stadia dewasa. g. Pola pengaliran multi basinal, disebut juga sink hole yaitu pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilang. Berkembang pada daerah karst. h. Pola pengaliran contorted, adalah pola pengaliran yang arahnya berbalik dari arah semula. Pola ini terdapat pada daerah patahan.

2.4

Macam-macam Bentang Alam Fluviatil Bentang alam fluviatil dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasar proses pembentukannya, antara lain: a. Sungai teranyam (braided stream) Sungai teranyam terbentuk pada bagian hilir sungai yang mempunyai kemiringan datar atau hampir datar.

Pembentukannya dikarenakan oleh erosi yang berlebihan pada daerah hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk gosong tengah (channel bar). Karena adanya gosong yang banyak dan berjajar (berderet), maka alirannya memberikan kesan teranyam.

Gambar 2.3.1 Sungai Teranyam b. Bar deposit (endapan gosong)

Adalah endapan sungai yang terdapat pada bagian tepi atau tengah alur sungai. Endapan pada tengah alur disebut sebagai gosong tengah (channel bar) sedang endapan pada tepi disebut sebagai gosong tepi (point bar)

Gambar 2.3.2 Endapan Gosong

c. Tanggul alam (natural levee) Adalah tanggul yang terbentuk secara alamiah, hasil pengendapan luapan banjir dan terdapat pada tepi sungai sebelah menyebelah. Material pembentuk tenggul alam berasal dari material hasil transportasi sungai saat banjir dan diendapkan di luar saluran sehingga membentuk tanggultanggul sepanjang aliran

Gambar 2.3.3 Tanggul Alam d. Kipas alluvial (alluvial fan)

Adalah bentang alam alluvial yang terbentuk oleh onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan gawir. Biasanya tersusun oleh perselingan pasir dan lempung unconsolidated sehingga merupakan lapisan penyimpan air yang cukup baik.

Gambar 2.3.4 Kipas Aluvial e. Delta

Adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas sendiri pada bab bentang alam pantai dan delta

Gambar 2.3.5 Delta

2.5

Genesa Pembentukan lembah Sungai Siklus lembah sungai dibagi menjadi tiga tingkatan (stadia) yaitu muda dewasa dan tua : a. Stadia muda, dicirikan oleh: - biasanya di daerah hulu - sungai sangat aktif, erosi berlangsung cepat - erosi vertikal lebih kuat daripada erosi lateral - lembah sungai mempunyai profil berbentuk V - gradien sungai curam, terdapat jeram dan air terjun - anak sungai sedikit dan kecil

- aliran sungai deras (energi pengangkutan besar) - bentuk sungai relatif lurus
b. Stadia dewasa, ditandai oleh:

- kecepatan aliran mulai berkurang - gradien sungai sedang, tidak terdapat jeram dan air terjun - mulai terbentuk dataran banjir dan tanggul alam - erosi lateral (ke samping) lebih kuat dari erosi vertikal - mulai terbentuk meander sungai - pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar
c. Stadia tua, ditandai oleh:

- kecepatan aliran semakin berkurang - lebih banyak sedimentasi daripada erosi - berkembang di daerah hilir - banyak terbentuk sungai meander, danau tapal kuda dan tanggul alam - terjadi pelebaran lembah walaupun sangat lembat

2.6

Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka angka yang jelas. Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara : S = ( Dh / D ) X 100 % (sumber Van Djuidam, 1988) Keterangan: S = Kemiringan lereng (%) Dh = Perbedaan ketinggian (m) D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)

Tabel 2.1 Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian. (sumber: Van Zuidam,1985)

KELAS RELIEF

KEMIRINGAN LERENG ( % )

PERBEDAAN KETINGGIAN (m)

Datar - Hampir datar Berombak Berombak Bergelombang Bergelombang Berbukit Berbukit Pegunungan Pegunungan curam pegunungan curam sangat

0-2 3-7 8 - 13

<5 5 - 50 25 - 75

14 - 20

75 - 200

21 - 55 55 - 140 > 140

200 - 500 500 - 1.000 > 1.000

10

BAB III METODOLOGI

3.1 Praktikum Laboratorium 3.1 Alat - Pulpen/spidol/rapido/pilot DR - Pensil dan Karet Penghapus - Penggaris - Pensil warna minimal 24 warna - Isolasi bening - Gunting 3.2 Bahan - Peta Topografi - Kertas millimeter blok - Kertas kalkir minimal ukuran A4 dua kertas 3.3 Diagram Alir Mulai

Persiapkan peta topografi

Membuat delineasi pada peta topografi di kalkir 1

Mewarnai satuan yang sudah dibagi di kertas kalkir 1 sesuai dengan bentang alamnya

Pada setiap satuan dibuat 5 sayatan kecil (memotong 5 garis kontur)

Menghitung persen kelerengan dan beda tinggi tiap satuan serta menentukan nama satuan berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam

11

Menggambar pola pengaliran serta gambar jalan di kertas kalkir 2

Membuat Profil sayatan peta topografi mewakili semua bentang alam minimal 15cm

selesai

3.2 Praktikum Lapangan 3.1 Alat - Kompas geologi - Alat tulis (pensil, pulpen dan karet penghapus) - Kamera digital 3.2 Bahan - Buku catatan lapangan 3.3 Diagram Alir Mulai Persiapkan alat alat yang dibutuhkan

Persiapan sarana transportasi yang digunakan

Berangkat menuju lokasi pengamatan

Menentukan arah utara untuk patokan arah

Melakukan deskripsi pada stasiun pengamatan

Presentasi singkat hasil deskripsi

Selesai

12

BAB IV MORFOMETRI

4.1 Sayatan Satuan Struktural Kotur Rapat 1. IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 cm ` h = n x IK = 5 x 12,5 = 62,5 D = p x skala = 1 x 25.000 = 25.000 cm = 250 m % 2. D = 62,5/250 x 100% = 25 % = P x Skala = 1,5 x 25.000 = 37.500 cm = 375 m % 3. D = 62,5/375 x 100% = 16,67 % = P x Skala = 1,5 x 25.000 = 37.500 cm = 375 m % 4. D = 62,5/375 x 100% = 16,67 % = P x Skala = 1,4 x 25.000 = 35.000 cm = 350 m % 5. D = 62,5/350 x 100% = 17,86 % = P x Skala = 1,5 x 25.000 = 37.500 cm = 375 m % =62,5/375 x 100% = 16,67 %

13

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur rapat Rata-rata kelerengan 18,57% Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan struktural kontur rapat menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Berbukit Bergelombang. Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh Top Hill Down Hill = 199 112 = 87 m

4.2 Sayatan Satuan Struktural Kontur Renggang 1. IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 cm ` h = n x IK = 5 x 12,5 = 62,5 D = p x skala = 2,3 x 25.000 = 57.500 cm = 575 m % 2. D = 62,5/575 x 100% = 10,87 % = P x Skala = 2,8 x 25.000 = 70.000 cm = 700 m % 3. D = 62,5/700 x 100% = 8,93 % = P x Skala = 1,4 x 25.000 = 35.000 cm = 350 m % = 62,5/350 x 100% = 17,86 %

14

4. D

= P x Skala = 1,7 x 25.000 = 42.500 cm = 425 m

% 5. D

= 62,5/425 x 100% = 14,71 % = P x Skala = 3,4 x 25.000 = 85.000 cm = 850 m

=62,5/850 x 100% = 7,35 %

Rata-rata sayatan satuan struktural kontur renggang Rata-rata kelerengan 11,95 % Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan struktural kontur renggang menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Bergelombang - Miring. Sedangkan beda tinggi pada morfologi ini diperoleh Top Hill Down Hill = 170 94 = 76 m

4.3 Sayatan Satuan Fluvial 1.IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 cm ` h = n x IK = 1 x 12,5 = 12,5 D = P x Skala = 1,4 x 25.000 = 35.000 cm = 350 m % 2. D = 12,5/350 x 100 % = 3,57 % = P x Skala

15

= 2 x 25.000 = 50.000 cm = 500 m % 3. D = 12,5/500 x 100 % = 2,5 % = P x Skala = 1,4 x 25.000 = 35.000 cm = 350 m % 4. D = 12,5/350 x 100 % = 3,57 % = P x Skala = 2 x 25.000 = 50.000 cm = 500 m % 5. D = 12,5/500 x 100 % = 2,5 % = P x Skala = 0,5 x 25.000 = 12.500 cm = 125 m % = 12,5/125x 100 % = 10 %

Rata-rata sayatan satuan Fluvial Rata-rata kelerengan 4,43 % Setelah Prosentase kelerengan di rata-rata morfologi satuan Fluvial menurut klasifikasi Van Zuidam adalah Bergelombang - Landai.

16

BAB V HASIL DESKRIPSI

5.1 STA 1 Lokasi : Kaligarang, Semarang

meander

material lepas

Gambar 5.1 Kaligarang Sebelah Kanan Jembatan

dataran banjir

meander point bar

material lepas
Gambar 5.2 Kaligarang Sebelah Kiri Jembatan

Morfologi Daerah : Perbukitan Litologi : - Batuan Breksi Vulkanik - Batu Lempung - Konglomerat Bentuk Lahan Energi Transport Proses Erosi Sedimentasi : Bentang Alam Fluvial : Besar : Erosi lateral lebih dominan : Lemah

17

Stadia Sungai Dimensi

: Stadi Dewasa : - kedalaman - lebar :m : 20 m

Daratan Banjir Tata Guna Lahan Dampak

: Ada : Sebagai jalur irigasi di Semarang : - Positif - Negatif : Tambang batu, irigasi : Banjir

Morfogenesa

: Sungai ini terbentuk dari aliran air dari hulu menuju ke hilir, aliran air juga mengerosi dataran-dataran yang di laluinya sehingga terbentuk suatu alur dan terbentuk sungai. Pada sungai ini erosi lateral lebih dominan, mempunyai energi transport besar dan energy

sedimentasi lemah.

5.2 STA 2 Lokasi : Kali Alang, Semarang. meander

point bar
Gambar 5.3 Kali Alang

Morfologi Daerah : Perbukitan Litologi : - Batu Lempung - Konglomerat 18 - Batu pasir

Bentuk Lahan Energi Transport Proses Erosi Sedimentasi Stadia Sungai Dimensi

: Bentang Alam Fluvial : Kecil : Erosi lateral lebih dominan : Lemah : Stadi Dewasa - tua : - kedalaman - lebar : 40 cm : 20 m

Daratan Banjir Tata Guna Lahan Dampak

: Ada : Tambang Batu : - Positif - Negatif : Tambang batu, irigasi : Banjir

Morfogenesa

: Sungai ini proses pembentukannya sama dengan sungai yang pertama. Namun sungai ini memiliki energi transport yang kecil, hal ini dapt dilihat dari material sedimen sekitar sungai yag berukuran kecil. Sedangkan untuk energi sedimentasinya kuat, karena pada sungai ini proses sedimentasi lebih dominan dari proses transportasi.

19

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Praktikum Laboratorium Warna Ungu tua menunjukkan dataran pada peta topografi tersebut adalah sebuah dataran tinggi. Dataran tinggi tersebut termasuk dataran tinggi yang terjal, di tandai dengan kontur-kontur yang rapat. Pada daerah berwarna ungu tersebut dibuat 5 sayatan yang memotong lima kontur. Dari tiap sayatan dihitung persentase kelerengannya dengan perhitungan morfometri. Setelah itu dihitung rata-rata presentase kelerengannya dan didapat sekitar 18,57 %. Persentase kelerengan ini menurut klasifikasi Van Zuidam termasuk dalam daerah dengan relief berbukit - bergelombang. Sedangkan untuk beda tingginya didapat Tophill pada daerah Kadirejo dengan ketinggian 199 m, sedangkan Downhillnya terdapat pada daerah Benteran dengan ketinggian 112 m. Sehingga setelah dihitung dari rumus Tophill Downhill, didapat beda ketinggiannya sebesar 87 m. Warna ungu muda menunjukan daerah yang memiliki kontur renggang. Daerah ini meliputi daerah Benteran, G.Dukun, Gagan, Djembluk, Kadirejo, Patjingkerep, Pringapus, dan daerah-daerah lain di sekitar daerah tersebut. Sama dengan pada kontur rapat, pada kontur renggang ini juga dibuat 5 sayatan yang memotong lima kontur. Kemudian dihitung persen kelerengannya dengan perhitungan morfometri untuk masing-masing sayatan. Setelah itu dihitung rata-rata persentase kelerengannya dan didapat persentase sebesar 11,95 %. Dilihat dari presentase kelerengan tersebut, menurut klasifikasi Van Zuidam daerah ini termasuk dalam klasifikasi bergelombangmiring. Sedangkan untuk Tophillnya berada di daerah G.Kendil dengan ketinggian 170 m, Downhillnya berada di daerah Sedang dengan ketinggian 94 m. Setelah dilakukan perhitungan didapat beda tinggi sebesar 76 m. Morfologi denudasional ditandai dengan warna cokelat. Di daerah denudasi tidak terdapat garis kontur, kalaupun ada hanya sedikit. Morfologi

20

denudasional

terdapat

di

daerah

Kemujon,

Kemusu,

Gujuban,

Klewor,Blumbang, Bawu, dan daerah lain di sekitarnya. Daerah tersebut banyak digunakan sebagai daerah pemukiman penduduk. Morfologi fluvial beserta dataran bajirnya ditandai dengan warna hijau. Morfologi fluvial dalam praktikum ini adalah Kali Serang. Sungai ini juga memiliki beberapa anak sungai yang menyebar disetiap satuan morfologi seperti kali lebon dan kali sadong.. Sama seperti pada morfologi satuan kontur rapat dan renggang, pada morfologi fluvial ini juga dibuat 5 sayatan. Sayatan dimulai dari bibir sungai hingga ke garis kontur terdekat. Masingmasing sayatan dihitung persen kelerengannya, kemudian dicari rata-rata persen kelerengan dan didapatkan rata-rata persen kelerengan sebesar 4,43 %. Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam termasuk ke dalam golongan berombak.

6.2 Praktikum Lapangan 6.2.1 STA 1 STA 1 bertempat di Kali Garang, Semarang. Vegetasi di sekitar sungai adalah pepohonan dan morfologinya berupa perbukitan. Litologi insitunya berupa batuan lanau, ada pula lempung. Sedangkan litologi eksitunya adalah konglomerat dan batuan breksi vulkanik. Sungai ini beserta dataran banjirnya memiliki lebar sekitar 18-20 m dan kedalaman 0.5 1 m. Gradien sungainya setelah dilakukan pengukuran didapatkan 6. Sungai ini memiliki arus yang cukup deras. Pada sungai ini erosi lateral lebih dominan daripada erosi vertikal, karena di dataran pinggir sungai masih nampak bekas-bekas erosinya. Hal ini menandakan bahwa erosi yang berperan banyak adalah erosi lateral. Sudah terbentuk meander sungai. Meander sungai terbentuk karena di bagian tengah, kecepatan air mengalir makin berkurang, tetapi pengikisan yang bekerja masih tetap pengikisan secara vertikal dan sudah mulai terjadi pengikisan secara horisontal ke dinding sungai. Pengikisan yang bekerja secara horisontal atau erosi ke samping ini

21

disebut dengan erosi lateral. Setelah itu daya angkut sungai semakin berkurang di daerah hilir dan dibeberapa tempat terjadi pengendapanpengendapan. Keseimbangan antara pengikisan dan pengendapan mulai terlihat pada bagian-bagian yang mengalami sejumlah pengendapan arus sungai akan mengalami pembelokan-pembelokan di tempat pengendapan ini sehingga terbentuk meander. Selain meander, juga di temukan gosong sungai yaitu pointbar yang berada di tepi dan channelbar yang berada di tengah. Endapan gosong ini terdiri oleh material-material yang ukurannya masih cukup besar. Materialmaterial tersebut antara lain batu konglomerat, batu lempung dan batuan breksi vulkanik. Ukuran material yang cukup besar menunjukkan bahwa sungai tersebut memiliki energi transportasi yang cukup besar. Sedangkan untuk proses sedimentasinya, dilihat dari air sungai yang keruh dan material-material sedimen yang ukurannya cukup besar dapat dikatakan proses sedimentasi dengan cara suspensi dan traksi ataupun rolling. Proses sedimentasi dilakukan dengan energi pengendapan yang kecil, karena materialnya cukup besar dan pada sungai proses transportasi lebih dominan daripada sedimentasi. Berdasarkan cirri-ciri sungai tersebut dapat diasumsikan bahwa sungai Kaligarang termasuk sungai stadia dewasa. Potensi positif dari sungai ini adalah untuk pengairan, dan potensi negatifnya apabila sungai tidak mampu menampung debit air maka akan terjadi banjir. 6.2.2 STA 2 STA 2 adalah di Kalialang. Di sekitar sungai terdapat morfologi perbukitan yang sudah terdenudasi. Sungai ini memiliki lebar 20 m dan kedalaman sekitar 40 cm. Litologi sungai ini adalah batu lempung yang merupakan litologi insitu yaitu litologi asli dari daerah tersebut dan litilogi eksitunya adalah konglomerat. Arus sungai termasuk lemah, sudah terdapat meander dan juga gosong sungai. Berbeda

22

dengan gosong sungai di Kaligarang yang ukuran materialnya cukup besar, gosog sungai di sungai ini sedikit lebih kecil. Hal ini menandakan bahwa energi transportasinya lemah. Namun materialnya masih dalam bentuk kerikil-kerakal. Proses transportasinya termasuk suspensi dilihat dari air sungai yang keruh karena material erosi bercampur dengan air dan rolling. Erosi pada sungai ini juga erosi lateral , yaitu arah erosi yang horizontal. Di buktikan dengan adanya dataran di pinggir sungai yang longsor dan melebarnya sungai ke samping. Erosi lateral biasanya terdapat pada sungai stadia dewasatua. Energi pengendapannya cukup besar, dikarenakan material erosi ukurannya tidak terlalu besar dan arus sungai yang lemah. Endapan yang besar menyebabkan pendangkalan sungai. Endapan dapat berupa pointbar yang terdapat di tengah aliran sungai, dan channelbar yang terdapat di pinggir aliran sungai. Dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa Kalialang termasuk ke dalam golongan sunai stadia dewasa menuju tua. Potensi positif dari sungai ini antara lain untuk tambang batu dan juga pengairan. Sedangkan dampak negatifnya adalah banjir dan juga erosi dataran pinggir sungai yang dijadikan tempat pemukinam penduduk.

23

BAB VII PENUTUP


7.1 Kesimpulan 7.1.2 laboratotium Jenis Panjang Sayatan d 1= 1 cm d 2= 1,5 cm d 3= 1,5 cm d 4= 1,4 cm d 5= 1,5 cm d 1= 2,3 cm d 2= 2,8 cm d 3= 1,4 cm d 4= 1,7 cm d 5= 3,4 cm d 1= 1,4 cm d 2= 2 cm d 3= 1,4 cm d 4= 2 cm d 5= 0,5 cm Presentase (%) 25 % 16,67 % 16,67 % 17,86% 16,67% 10,87 % 8,93 % 17,86 % 14,71 % 7,53 % 3,57 % 2,5 % 3,57 % 2,5 % 10 % Rata-rata Kelerengan (%) Beda Tinggi

Kontur Rapat

18,57 %

87 m

Kontur Renggang

11,59 %

76 m

Kontur Fluvial

4,43 %

7.1.3 lapangan 1. KaliGarang pada STA 1 termasuk sungai berstadia dewasa. 2. Pada STA 1 terdapat meander, point bar, dan channel bar. 3. Kali Alang pada STA 2 termasuk sungai berstadia dewasa tua. 4. Pada STA 2 terdapat meander, point bar, dan channel bar dengan ukuran material endapan berukuran lebih kecil daripada di STA 1. 7.2 Saran 1. Pemberian materi praktikum agar lebih awal. 2. Praktikum lapangan dilakukan pagi atau sore hari agar lebih kondusif. 3. Agar menjaga kebersihan dan kelestarian sungai

24

DAFTAR PUSTAKA
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS Press http://www.aryadhani.blogspot.com Diakses pada Minggu, 20 Maret 2011 pukul 21.00 WIB http://ipankreview.wordpress.com/category/geomorfologi/ Diakses pada Selasa, 22 Maret 2011 pukul 08.00 WIB http://www.geofacts.co.cc/2011/01/van-zuidam.html Diakses pada Selasa, 22 Maret 2011 pukul 08.15 WIB

25

Anda mungkin juga menyukai