Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

SEDIMENTOLOGI

ANALISIS KERAKAL

Disusun Oleh:
Bella Pratiwi
21100117130045

LABORATORIUM SUMBER DAYA ENERGI, SEDIMEN, DAN


PALEONTOLOGI
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
APRIL 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas laporan praktikum mata kuliah Sedimentologi acara Analisis


kerakal yang disusun oleh Bella Pratiwi telah disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Sebagai tugas laporan praktikum Sedimentologi

Semarang, 24 April 2018


Mengetahui,
Asisten Acara, Praktikan,

Rino Dwi Hutama Bella Pratiwi


21100116130041 21100117130045

2
DAFTAR ISI

Cover
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 6
1.1 Maksud ........................................................................................................................ 6
1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 6
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................................. 6
BAB II RUMUS PERHITUNGAN DATA ................................................................... 7
2.1 Bentuk ........................................................................................................................ 7
2.2 Sphericity (Ψ) .............................................................................................................. 7
2.3 Roundness (Rd) ........................................................................................................... 8
2.4 Flattenes Ratio (Fr) ..................................................................................................... 9
2.5 Oblate-Prolate (OP) ................................................................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................. 12
3.1 Analisis Kerakal Hulu .............................................................................................. 12
3.2 Analisis Kerakal Hilir ............................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 18
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 18
4.2 Saran .......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengukuran dengan Dial Caliper................................................................... 8


Gambar 2.2 Kategori Roundness dan sphericity ............................................................... 9
Gambar 3.1 Hulu ............................................................................................................. 11
Gambar 3.2 Hilir ............................................................................................................. 14

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Sphericity Menurut Folk 1968 ................................................................ 8


Tabel 2.2 Klasifikasi derajat kebundaran ........................................................................ 10

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Menentukan dan mengukur panjang sumbu a, b dan c.
 Menentukan volume fragmen.
 Mengidentifikasi nilai dari bentuk, sphericity, roundness, flat ratio, oblate
prolate dari sampel kerakal

1.2 Tujuan
 Mengetahui tingkat abrasi.
 Mengetahui jarak dan lamanya transportasi.
 Mengetahui mekanisme pengankutan dan media pengangkut.
 Mengetahui tinggkat resistensi.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan Lapangan Praktikum Sedimentologi dengan acara
Analisis bentuk butir dan kerakal telah dilaksanakan pada dua kali, yaitu:
 Pertemuan Pertama :
hari : Kamis, 22 Februari 2018
pukul : 18.30 WIB – selesai
tempat : Ruang 202 Gedung Pertamina Sukowati, Departemen
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
 Kegiatan Lapangan :
hari : Minggu, 25 Februari 2018
pukul : 06.30 WIB – selesai
tempat : Sungai Jabungan (hulu) dan Kalipengkol (hilir)

6
BAB II
RUMUS PERHITUNGAN DATA

2.1 Bentuk (Shape/Form)


Bentuk butir didefinisikan sebagai ruang geometris dari sebuah butir.
T.Zingg, 1935 mendefinisikannya sebagai dimnsi relative dari sumbu paling
panjang (L), sedang (I), dan pendek (S) dari partikel yang kemudian
digunakan untuk memisahkannya kedalam 4 golongan, yaitu oblate (tabular),
equent (kubik), bladed dan prolate (berbentuk batang).

2.2 Sphericity (Ψ)


Spherecity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu
bentuk butir kearah bentuk membola sehingga secara tiga dimensi ukuran
sumbunya mendekati sama (Tucker, 1991, h.15). Ada beberapa persamaan
untuk menentukan harga sphericity ini, antara lain :
 Friedman dan Sanders (1978)
Mendefinisikan Spherecity adalah perbandingan luas permukaan
partikel (Ap) dan luas permukaan lengkung yang volumenya sama (As).
𝐴𝑝
𝜓=
𝐴𝑠
Ap = luas permukaan partikel
As = Luas permukaan bola yang volumenya = volume partikel
 Menurut Krumbein (1958) :
1
 L.I .S  3
ψp =  3 
 L 
Keterangan:
L = Long Intercept (a)
I = Intermediet Intercept (b)
S = Short Intercept
 Menurut Folk (1958)

7
Dalam praktek, Vp luas permukaan partikel dan Vcs adalah
volume lengkung terkecil yang melingkungi partikel. Pengukuran
Spherecity harus mempertimbangkan tingkah laku hirdolika yang
mengontrol partikel. Partikel cenderung terorientasi menurut bidang
sumbu panjang dan menengah yang dikenal dengan proyeksi maksimum
Spherecity (ψp), diformulakan:
1
S 2 3
ψp =  
 L.I 
Keterangan:
S = diameter pendek
L = diameter panjang
I = diameter menengah.

Tabel 2.1 Skala Sphericity Menurut Folk 1968


Ukuran (mm) Bentuk
< 0,6 Very Elongated
0,6 – 0,63 Elongated
0,63 – 0,66 Sub Elongated
0,66 – 0,69 Intermediate Shape
0,69 – 0,72 Sub Equent
0,72 – 0,75 Equent
0,75 < Very Equent
 Menurut Wedell (1935)
Dalam praktek, luas permukaan partikel tidak teratur, oleh
karena itu tidak mungkin untuk diukur. Untuk mudahnya, dilakukan
pengukuran volume dalam air, sehingga Sphericity menjadi:
1
 Vp  3
ψо =  
 Vcs 
Keterangan :
Vp = Volume partikel (diukur dengan Air)

8
Vcs = Volume dari bola yang mencangkup volume partikel
(circumbing sphere)

2.3 Roundness (Rd)


Roundness adalah sifat bentuk partikel yang berhubungan dengan
ketajaman atau kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya (Friedman, 1978,
h.61). Roundness secara geometri tidak tergantung dari Spherecity . Definisi
secara teoritis, roundness (Rd = ρ) menyatakan hubungan antara radius tepi
dan pojok butiran (r), jumlah pojok yang diukur (N), dan radius lingkaran
maksimum yang digambarkan (R). Ada beberapa cara untuk menentukan
harga roundness, yaitu:
 Menurut Wadell (1932)

Rw  p 
 (r / R)

 r 
N R.N

Keterangan:
r = jari-jari tiap sudut
R = jari-jari maksimum lingkaran dalam
N = jumlah sudut
 Tester dan Bay
AB'  BC '  CD'  DA'
Rd  %
4
AB  aa '
AB'  x 100 %
AB
BC  bb'
BC '  x 100 %, dst ...
BC

9
Gambar 2.1 Pengukuran dengan Dial Caliper

Gambar 2.2 Kategori Roundness dan sphericity

Tabel 2.2 Klasifikasi derajat kebundaran


Class Name Powers (1949) Pettijhon Folk (1955)
(1949)
Very Angular 0,12 – 0,17 0,00 – 1,00
Angular 0,17 – 0,25 0,00 – 0,15 1,00 – 2,00
Subangular 0,25 – 0,35 0,15 – 0,25 2,00 – 3,00
Subrounded 0,35 – 0,49 0,25 – 0,40 3,00 – 4,00
Rounded 0,49 – 0,70 0,40 – 0,60 4,00 – 5,00
Well rounded 0,70 – 1,00 0,60 – 1,00 5,00 – 6,00

2.4 Flattenes Ratio (Fr)


Flattenes Ratio (Fr) yaitu derajat kepipihan suatu partikel.

10
 Menurut Wenworth (1919)
A B C
Fr  , dimana :
2C
A = panjang
B = lebar
C = ketebalan
 Menurut Cailleux (1947, 1952)
L l
Fr 
2E
Keterangan :
L = panjang
l = lebar
E = ketebalan terbesar

2.5 Oblate-Prolate (OP)


Oblate-Prolate (OP) yaitu derajat kepipihan-kepanjangan suatu partikel.
 Menurut Dobkins dan Folk (1968)
L /( L  I )
OP  S .
( L  S  0,5)

11
BAB III
PEMBAHASAN

Pada lapangan praktikum Sedimentologi dengan acara Analisis


Kerakal dimana dilaksanakan pada hari minggu tanggal 25 Februari 2018
dimana pengambilan sampel yang dilakukan pada bagian hulu di daerah
Jabungan, sedangkan lokasi hilir berada di daerah Rowosari, Kalipengkol.pada
bagian hulu dan hilir dengan kesampaian daerah yang berkisar kurang lebih
sekitar 20 menit dari kampus Teknik Geologi Universitas Diponegoro,
Gedung Pertamina Sukowati. Di kedua lokasi diambil sample berupa tiga buah
batuan beku dan tiga buah batuan sedimen dengan ukuran kerakal yang berada di
tiga titik yang membentuk garis lurus. Morfologi daerah pengamatan berupa
bentuk lahan fluvial. Sungai ini berstadia dewasa menuju tua dicirikan
dengan arus yang cenderung tenang, erosi lateral dan cenderung membawa
material sedimen halus secara suspensi.

3.1 Analisis Kerakal Bagian Hulu


Pada praktikum lapangan sedimentologi yang merupakan gabungan
dari acara Granulometri, Analisi Butir Kerakal dan Mineral berat. Pada
lapangan ini khususnya untuk acara analisis butir kerakal praktikan
mengambil masing-masing 3 titik pada hulu dan hilir sungai dimana tiap satu
plot sampel yang diambil berupa 3 smpel kerakal sedimen dan 3sampel
kerakal beku. Kemudian dianalisis tingkat roundness, sphericity, flatness
ratio dan massa jenisnya guna mengetahui proses yang berlangsung hingga
kerakal tersebut diendapkan. Sphericity merupakan ukuran kecenderungan
kebolaan suatu bentuk butir material sedimen. Perhitungan nilai spherecity
dilakukan pada bagian hulu dan hilir pada tiap-tiap sampel batuan, baik beku
maupun sedimen. Sesuai hasil perhitungan menunjukkan butiran material
sedimen hampir menuju tingkat kebolaan yang sempurna. Roundness
merupakan sifat bentuk butiran sedimen yang berhubungan dengan tingkat

12
kebundaran sisi pada butiran material sedimen. Dari hasil pengolahan 36
kerakal tersebut menunjukkan bahwa semakin ke arah hilir bentuk dari
kerakal tersebut semakin roundness. Dari hasil perhitungan dapat
disimpulkan bahwa bentuk kebundaran butir dari material sedimen semakin
ke daerah hilir semakin membundar, hal ini dapat dikorelasikan bahwa
tingkat kebundaran suatu material sedimen dipengaruhhi oleh jarak transport,
dimana semakin jauh jarak transport material sedimen akan membuat
material semakin membundar. Prosesnya meliputi terjadinya pelapukan yang
menghasilkan material sedimen lepas, lalu hasil lapukan mengalami erosi
kemudian tertranspotasi, pada saat tertransport material sedimen yang
terbawa mengalami gesekan – gesekan yang terjadi antar material sedimen
maupun antara material sedimen dengan dasar sungai dimana tingkat
kebundarannya dipengaruhi oleh waktu dan jarak transport yang
mengakibatkan semakin intesifnya gesekan pada material sedimen. Flatness
ratio merupakan derajat kepipihan suatu partakel. Berdasarkan perhitungan
didapat nilai rata-rata Flatness ratio pada sampel kerakal yang diambil
menunjukkan bahwa nilai tersebut termasuk nilai kepipihan yang kecil, hal
ini terbukti dari bentuk sampel yang diambil relatif tidak pipih. Hal tersebut
menunjukkan proses transportasi yang mana jaraknya semakin jauh dan
mengalami gesekan yang intensif.

Gambar 3.1 Hulu


Pada data yang didapatkan di hulu sungai, secara umum kerakal dari
batuan sedimen memiliki bentuk yang lebih rounded dibandingkan dengan
kerakal dari batuan beku. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa kerakal

13
sedimen mengalami transportasi yang lebih jauh dibandingkan dengan
kerakal batuan beku serta kerakal batuan sedimen ini memiliki resistensi
yang lebih rendah sehingga lebih mudah tererosi oleh fluida. Selain itu
hubungannya dengan densitas dimana kerakal batuan beku memiliki densitas
yang lebih besar sehingga menunjukkan proses transportasi yang tidak terlalu
jauh karena dnegan densitas yang besar maka material akan lebih mudah
mengalami pengendapan. Transportasi jauh pada kerakal sedimen
menunjukkan proses sedimentasi yang lebih kompleks dibandingkan dengan
kerakal beku yang tertransportasi dekat dengan sumbernya. Adapun tingkat
sperichity kerakal yag berada pada bagian hulu secara umum bersifat
elongated, hal ini menunjukkan pada daerah hulu material kerakal belum
mengalami abrasi yang terlalu intens, arus yang bekerja umumnya lebih
mengabarasi pada satu sumbu sehingga terdapat perbedaan panjang sumbu
yang signifikan. Hal ini didukung juga dengan data flatness ratio untuk
kerakal yang berada pada daerah hulu memiliki hasil yang cukup rendah,
sehingga bentuknya tidak terlalu pipih sehingga belum mengalami abrasi
yang terlalu intens pada materialnya. Material kerakal di hulu memiliki
densitas yang lebih besar dibandingkan dengan densitas kerakal di hilir
sehingga mengalami pengendapan terlebih dahulu. Massa jenis adalah
pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis
suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis
sangat berpengaruh pada mekanisme transport dan energy yang dibutuhkan
oleh butir batuan. Massa jenis yang semakin besar nilainya akan lebih mudah
terdeposisi dan akan membutuhkan energy yang lebih besar untuk
tertransportasi. Masa jenis kerakal yang berada di hulu bernilai lebih besar
dibanding dengan masa jenis kerakal di hilir. Hal ini merupakan salah satu
alasan mengapa kerakalyang berada di hilir terdeposisi lebih dahulu.

3.2 Analisis Kerakal Bagian Hilir


Pada praktikum lapangan sedimentologi yang merupakan gabungan
dari acara Granulometri, Analisi Butir Kerakal dan Mineral berat. Pada

14
lapangan ini khususnya untuk acara analisis butir kerakal praktikan
mengambil masing-masing 3 titik pada hulu dan hilir sungai dimana tiap satu
plot sampel yang diambil berupa 3 smpel kerakal sedimen dan 3sampel
kerakal beku. Kemudian dianalisis tingkat roundness, sphericity, flatness
ratio dan massa jenisnya guna mengetahui proses yang berlangsung hingga
kerakal tersebut diendapkan. Sphericity merupakan ukuran kecenderungan
kebolaan suatu bentuk butir material sedimen. Perhitungan nilai spherecity
dilakukan pada bagian hulu dan hilir pada tiap-tiap sampel batuan, baik beku
maupun sedimen. Sesuai hasil perhitungan menunjukkan butiran material
sedimen hampir menuju tingkat kebolaan yang sempurna. Roundness
merupakan sifat bentuk butiran sedimen yang berhubungan dengan tingkat
kebundaran sisi pada butiran material sedimen. Dari hasil pengolahan 36
kerakal tersebut menunjukkan bahwa semakin ke arah hilir bentuk dari
kerakal tersebut semakin roundness. Dari hasil perhitungan dapat
disimpulkan bahwa bentuk kebundaran butir dari material sedimen semakin
ke daerah hilir semakin membundar, hal ini dapat dikorelasikan bahwa
tingkat kebundaran suatu material sedimen dipengaruhhi oleh jarak transport,
dimana semakin jauh jarak transport material sedimen akan membuat
material semakin membundar. Prosesnya meliputi terjadinya pelapukan yang
menghasilkan material sedimen lepas, lalu hasil lapukan mengalami erosi
kemudian tertranspotasi, pada saat tertransport material sedimen yang
terbawa mengalami gesekan – gesekan yang terjadi antar material sedimen
maupun antara material sedimen dengan dasar sungai dimana tingkat
kebundarannya dipengaruhi oleh waktu dan jarak transport yang
mengakibatkan semakin intesifnya gesekan pada material sedimen. Flatness
ratio merupakan derajat kepipihan suatu partakel. Berdasarkan perhitungan
didapat nilai rata-rata Flatness ratio pada sampel kerakal yang diambil
menunjukkan bahwa nilai tersebut termasuk nilai kepipihan yang kecil, hal
ini terbukti dari bentuk sampel yang diambil relatif tidak pipih. Hal tersebut
menunjukkan proses transportasi yang mana jaraknya semakin jauh dan
mengalami gesekan yang intensif.

15
Gambar 3.2 Hilir
Data yang didapatkan dihilir secara umum berbentuk rounded-well
rounded baik kerakal sedimen dan kerakal beku sehingga dapat
diinterpretasikan kerakal yang berada pada bagian hilir ini sudah mengalami
proses transportasi yang lebih jauh dibandingkan pada daerah hulu.
Kemudian secara umum juga pada daerah hilir material kerakalnya memiliki
tingkat sphericity berupa equent-very equent. Hal ini menunjukkan bahwa
kerakal pada bagian hilir sudah mengalami proses yang lebih kompleks
berupa erosi maupun abrasi. Selain itu berdasrkan nilai flatness ratio yang
besar atau mendekati angka 10 sehingga material kerakal semakin pipih juga
dapat merepresentasikan bahwa material pada hilir mengalami abrasi yang
cukup intens. Pada umumnya memiliki densitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan material kerakal yang berada dihulu dan akan
terendapkan ketika energi transportasi sudah tidak mampu membawa material
ini. Untuk dibagian hilir nilai oblate-prolate mencapai nilai sangat tinggi hal
ini menunjukkan bahwa energi transportasinya sangat besar dan energi
pengendapan yang tidak dominan, karena nilai kepipihan dan
kepanjangannya tinggi. Energi transportasinya dapat dikatakan besar karena
seharusnya jika energi transportasinya dominan maka derajat kepipihan dan
kepanjangannya pun harus besar, semakin besar energi transportasinya
semakin banyak interaksi antar material lepasannya yang mengakibatkan
terpipihkannya suatu material,sedangkan pada sampel kerakal hulu derajat
kepipihannya besar sehingga energi transportasinya kuat arusnya sangat besar
dan masih adanya indikasi material lepasan masih saling berinteraksi untuk

16
membentuk suatu batuan yang lebih kompak. Massa jenis adalah pengukuran
massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda,
maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis sangat
berpengaruh pada mekanisme transport dan energy yang dibutuhkan oleh
butir batuan. Massa jenis yang semakin besar nilainya akan lebih m udah
terdeposisi dan akan membutuhkan energy yang lebih besar untuk
tertransportasi. Masa jenis kerakal yang berada di hilir bernilai lebih kecil
dibanding dengan masa jenis kerakal di hulu. Hal ini merupakan salah satu
alasan mengapa kerakal yang berada di hulu masih mampu terangkut dan
akhirnya terdeposisi di bagian hulu ketika arus sudah tidak mampu membawa
butir kerakal tersebut.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Semakin menuju ke daerah hilir aliran air sungai semakin mengecil,
juga proses transportasi mengalami jarak yang semakin jauh sehingga
gesekan yang terjadi pada material sedimen yang semakin intensif
tingkat abrasinya yang dapat mengakibatkan butiran sedimen semakin
ke hilir semakin membundar, menuju kebolaan sempurna, dan menjadi
agak pipih.
 Tingkat Roundness suatu batuan dapat menginterpretasikan jarak
transportasinya, semakin tinggi tingkat roudnessnya semakin jauh pula
jarak tertransportasinya. Pada sampel yang telah diambil pada bagian
hulu tingkat roundness lebih kecil dibandingkan di bagian hilir hal ini
menunjukan bahwa kerakal dibagian hilir sudah tertransportasi
semakin jauh.
 Massa jenis suatu kerakal dapat menunjukkan mekanisme transportasi
sutu batuan, semakin kecil massa jenisnya mekanisme transportasinya
semakin mengambang (suspended load). Pada sampel yang telah
diamati rata-rata massa jenisnya

4.2 Saran
 Praktikan harus lebih aktif dan focus saat dilapangan

18
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Praktikum.2017. Buku Panduan Praktikum Sedimentologi dan


Stratigrafi 2017. Semarang.Universitas Diponegoro

19
LAMPIRAN

20
Tabel 2.3 Harga sphericity, roundness, flat ratio, dan oblate prolate pada 3 titik dibagian
Hulu

21
Tabel 2.4 Harga sphericity, roundness, flat ratio, dan oblate prolate pada 3 titik dibagian
Hilir

22

Anda mungkin juga menyukai