Anda di halaman 1dari 9

http://azharku.wordpress.

com/2006/09/11/bunga-bank-konvensional-menurut-hukum-islam/

Senin, 22 Juni 2011 BANK KONVENSIONAL

(Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung, 1992) Para musyawirin masih berbeda pendapatnya tentang hukum bunga bank konvensional sebagai berikut : a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram. b. Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumya boleh. c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (tidak indentik dengan haram). Pendapat pertama dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut : a. Bunga itu itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya haram. b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sementara belum beroperasinya sistem perbankan yang Islami (tanpa bunga). c. Bunga itu soma dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah rojihah). Pendapat kedua juga dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut: a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal. b. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba, hukumnya halal. c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank hukumnya boleh. d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya terlebih dahulu secara umum. Mengingat warga NU merupakan potensi terbesar dalam pembangunan nasional dan dalam kehidupan sosial ekonominnya, diperlukan adanya suatu lembaga keuangan sebagai pempinjam dan Pembina yang memenuhu persyaratan-persyaratan sesuai dengan keyakina kehidupan warga NU, maka dipandang perlu mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam yakni bank tanpa bunga dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. sebelum tercapainya cita-cita di atas, hendaknya sistem perbankan yang dijalankan sekarang ini harus segera diperbaiki. 2. Perlu diatur :1) Dalam penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip. a) Al-Wadiah (simpanan) bersyarat atau dlaman, yang digunakan untuk menerima giro (current account) dan tabungan (saving account) serta pinjaman dari lembaga keuangan lain yang menganut sistem yang sama. b) Al-mudlarabah.

http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Hukum-Bank-Konvensional

Hukum Bank Konvensional oleh: Quraish Shihab Soal Bank konvensional telah seringkali dibahas dan hingga kini belum adakata sepakat. Tahun 1976 di Mesir diadakan diskusi yang sangat berbobotdipimpin oleh Syekh Muhammad Faraj As-sanhuri dan dihadiri oleh 14 ulamayang sangat terkemuka.Lima mewakili Mazhab Hanafi, empat mewakili Mazhab Maliki, tiga MazhabSyafi'i, dan seorang bermazhab Hanbali. Di akhir diskusi tersebut, empatulama mengharamkan, sembilan membolehkan dan seorang belum dapat member putusan. Selanjutnya Mufti Mesir yang kini menjabat Pimpinan Tertinggi Al-Azhar,Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi, cenderung membolehkan bankkonvensional/deposito dalam berbagai bentuknya walau dengan penentuan bungaterlebih dahulu.Menurutnya, di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihanatau penipuan di kemudian hari, juga karena penetuan bunga dilakukan setelahperhitungan yang teliti, dan terlaksana antara nasabah dengan bank atasdasar kerelaan mereka. Terlebih, perbankan menjadi salah satu pilar utama dari pembangunan ekonomisecara khusus dan pembangunan nasional secara umum, yang manfaatnya kembalikepada seluruh masyarakat.Tahun lalu, tepatnya 27 Ramadhan 1423 H/2 Desember 2002 M, Majma al-Buhustal-Islamiyah salah satu badan tertinggi al-Azhar, mengadakan rapat membahassoal bank konvensional yang dipimpin oleh Syekh AlAzhar. Forum itu memutuskan: "Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bankkonvensional dan menyerahkan harta dan tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil mereka dalam menginvestasikannya dalam berbagai kegiatan yangdibenarkan, dengan imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka sertaditetapkan terlebih dahulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi dengannya atas harta-harta itu, maka transaksidalam bentuk ini adalah halal tanpa syubhat (kesamaran), karena tidak adateks keagamaan di dalam Alquran atau dari Sunnah Nabi yang melarangtransaksi di mana ditetapkan keuntungan atau bunga terlebih dahulu, selama kedua belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut." Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan hartadi antara kamu dengan jalan yang batil. Tetapi (hendaklah) dengan perniagaanyang berdasar kerelaan di antara kamu. (QS. anNisa': 29). Dikemukakan juga dalam fatwa tersebut bahwa boleh jadi ada yang berkata:

"Bank-bank tersebut dapat merugi, maka bagaimana mereka menetapkankeuntungan terlebih dahulu bagi investor? Jawabannya: "Kalau bank itu merugi dalam satu transaksi, dia dapat memperolehkeuntungan dalam banyak transaksi lainnya. Dengan demikian keuntungan inidapat menutupi kerugian itu.Di samping itu, dalam keadaan rugi dapat saja persoalan dikembalikan kepada pengadilan. Kesimpulannya, penetapan keuntungan terlebih dahulu bagi merekayang menginvestasikan harta mereka melalui bank-bank atau selain bank adalahhalal dan tanpa syubhat dalam transaksi itu. Ini termasuk dalam persoalan "Al-Mashalih Al-Mursalah", bukannya termasukpersoalan aqidah atau ibadat-ibadat yang tidak boleh dilakukan atasperubahan atau penggantian.Tetapi, tentu saja ada ulama yang tidak setuju. Agaknya kita dapat berkatabahwa Bank-bank Syariah yang melaksanakan kegiatannya antara lain dalambentuk mudharabah dan lain-lain, dapat dipastikan sejalan dengan tuntunanagama. Namun demikian, bank konvensional tidak dapat dipastikan keharamannya,bahkan dia pun boleh jadi halal. Ini terbukti dengan fatwa yang dikeluarkanoleh lembaga yang sangat berwewenang itu.Memperoleh gaji/honorarium dari bank-bank tersebut dapat dibenarkan, bahkankendati bank-bank konvensiobnal itu melakukan transaksi riba. Bekerja danmemperoleh gaji di sana pun masih dapat dibenarkan, selama bank tersebutmempunyai aktivitas lain yang sifatnya halal. Begitu fatwa Mufti Mesir yanglalu, Syekh Jad al-Haq. Wa ALlah A'lam.

Definisi Bank dan Sejarahnya Bank diambil dari bahasa Italia yang artinya meja. Konon penamaan itu disebabkan karena pekerjanya pada zaman dulu melakukan transaksi jual beli mata uang di tempat umum dengan duduk di atas meja. Kemudian modelnya terus berkembang sehingga berubah menjadi Bank yang sekarang banyak kita jumpai. Bank didefenisikan sebagai suatu tempat untuk menyimpan harta manusia secara aman dan mengembalikan kepada pemiliknya ketika dibutuhkan. Pokok intinya adalah menerima tabungan dan memberikan pinjaman. Bank yang pertama kali berdiri adalah di Bunduqiyyah, salah satu kota di Negara Italia pada tahun 1157 M. Kemudian terus mengalami perkembangan hingga perkembangan yang pesat sekali adalah pada abad ke-16, di mana pada tahun 1587 berdirilah di Negara Italia sebuah bank bernama Banco Della Pizza Dirialto dan berdiri juga pada tahun 1609 bank Amsterdam Belanda, kemudian berdiri bank-bank lainnya di Eropa. Sekitar tahun1898, Bank masuk ke Negara-negara Arab, di Mesir berdiri Bank Ahli Mishri dengan modal lima ratus ribu Junaih[1]. PEKERJAAN BANK Seorang tidak bisa menghukumi sesuatu kecuali setelah mengetahui gambarannya dan pokok permasalahannya. Dari sinilah, penting bagi kita untuk mengetahui hakekat Bank agar kita bisa menimbangnya dengan kaca mata syariat. Pekerjaan Bank ada yang boleh dan ada yang haram, hal itu dapat kita gambarkan secara global sebagai berikut: A. Pekerjaan Bank Yang Boleh 1. Transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman. 2. Menerbitkan kartu ATM untuk memudahkan pemiliknya ketika bepergian tanpa harus memberatkan diri dengan membawa uang di tas atau dompet. 3. Menyewakan lemari besi bagi orang yang ingin menaruh uang di situ. 4. Mempermudah hubungan dengan Negara-negara lain, di mana Bank banyak membantu para pedagang dalam mewakili penerimaan kwitansi pengiriman barang dan menyerahkan uang pembayarannya kepada penjual barang. Pekerjaan-pekerjaan di atas dengan adanya ongkos pembayaran hukumnya adalah boleh dalam pandangan syariat. B. Pekerjaan Bank Yang Tidak Boleh 1. Menerima tabungan dengan imbalan bunga, lalu uang tabungan tersebut akan digunakan oleh Bank

untuk memberikan pinjaman kepada manusia dengan bunga yang berlipat-lipat dari bunga yang diberikan kepada penabung. 2. Memberikan pinjaman uang kepada para pedagang dan selainnya dalam tempo waktu tertentu dengan syarat peminjam harus membayar lebih dari hutangnya dengan peresentase. 3. Membuat surat kuasa bagi para pedagang untuk meminjam kepada Bank tatkala mereka membutuhkan dengan jumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi bunga di sini tidak dihitung kecuali setelah menerima pinjaman.[2]

BUNGA BANK ADALAH RIBA


Dengan gambaran di atas, maka nyatalah bagi kita bahwa kebanyakan pekerjaan Bank dibangun di atas riba yang hukumnya haram berdasarkan Al-Quran, hadits dan kesepakatan ulama Islam. 1. Dalil Al-Quran Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqoroh: 275) Cukuplah bagi seorang muslim untuk membaca akhir surat Al-Baqoroh ayat 275-281, maka dia akan merinding akan dahsyatnya ancaman Allah kepada pelaku riba. Bacalah dan renungkanlah!! 2. Dalil hadits . -- Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177) 3. Dalil Ijma * Para ulama sepanjang zaman telah bersepakat tentang haramnya riba, barangsiapa membolehkannya maka dia kafir[3]. Bahkan, riba juga diharamkan dalam agama-agama sebelum Islam. Imam al-Mawardi berkata: Allah tidak pernah membolehkan zina dan riba dalam syariat manapun.[4] * Kalau ada yang berkata: Kami sepakat dengan anda bahwa riba hukumnya adalah haram, tetapi apakah bunga Bank termasuk riba?! Kami jawab: Wahai saudaraku, janganlah engkau tertipu dengan perubahan nama. Demi Allah, kalau bunga Bank itu tidak dinamakan dengan riba, maka tidak ada riba di dunia ini, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta, inilah keadaan bunga bank konvensional itu. Kami tidak ingin memperpanjang permasalahan ini. Cukuplah sebagai renungan bagi kita bahwa telah digelar berbagai seminar dan diskusi tentang masalah ini, semunya menegaskan kebulatan bahwa bunga Bank konvensional adalah riba yang diharamkan Allah[5]. Bahkan dalam muktamar pertama tentang perekonomian Islam yang digelar di Mekkah dan dihadiri oleh tiga ratus peserta yang terdiri dari ulama syariat dan pakar ekonomi internasional, tidak ada satupun di antara mereka yang menyelisihi tentang

haramnya bunga Bank. Sebagai faedah, kami akan menyebutkan beberapa fatwa dan muktamar besar yang menyimpulkan haramnya bunga Bank: 1. Keputusan muktamar kedua Majma Buhuts Islamiyyah di Kairo pada bulan Muharram tahun 1385 H/Bulan Mei tahun 1965 M dan dihadiri oleh para peserta dari tiga puluh Negara. 2. Keputusan muktamar kedua Majma Fiqih Islami di Jeddah pada 10-16 Rabi Tsani 1406 H/22-28 Desember 1985 M. 3. Keputusan Majma Robithoh Alam Islami yang diselenggarakan di Mekkah hari sabtu 12 Rojab 1406 H sampai sabtu 19 Rojab 1406 H. 4. Keputusan muktamar kedua tentang ekonomi Islami di Kuwait pada tahun 1403 H/1983 M. 5. Keputusan Majma Fiqih Islam di India pada bulan Jumadi Ula 1410 H.[6] * Setelah menukil ijma ulama tentang masalah haramnya bunga bank, DR. Ali bin Ahmad As-Salus mengatakan: Dengan demikian, maka masalah bunga bank menjadi masalah haram yang jelas dan bukan lagi perkara yang samar, sehingga tidak ada ruang lagi untukperselisihan dan fatwa-fatwa pribadi.[7] Setelah konsensus ini, maka janganlah kita tertipu dengan berbagai syubhat (kerancuan) sebagian kalangan[8] yang berusaha untuk membolehkan riba Bank, apalagi para ulama telah bangkit untuk membedah syubhat-syubhat tersebut.[9] BEKERJA DI BANK Bila kita ketahui bahwa Bank adalah tempat riba yang diharamkan dalam Islam, maka bekerja di Bank hukumnya adalah haram, karena hal itu berarti membantu mereka dalam keharaman dan dosa, atau minimalnya adalah berarti dia ridho dengan kemunkaran yang dia lihat. Allah berfirman: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah: 2) Ayat ini merupakan kaidah umum tentang larangan tolong menolong di atas dosa dan kemaksiatan. Oleh karenanya, para ahli fiqih berdalil dengan ayat di atas tentang haramnya jual beli senjata pada saat fitnah, jual beli lilin untuk hari raya Nashoro dan sebagainya, karena semua itu termasuk tolong menolong di atas kebathilan. Lebih jelas lagi, perhatikan bersamaku hadits berikut:

. -- Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177) * Imam Nawawi berkata: Hadits ini jelas menunjukkan haramnya menjadi sekretaris untuk riba dan saksinya. Hadits ini juga menunjukkan haramnya membantu kebathilan.[10] Para ulama kita sekarang telah menegaskan tentang tidak bolehnya menjadi pegawai Bank, sekalipun hanya sebagai satpam. Kewajiban baginya adalah menghindari dari laknat Allah dan mencari pekerjaan lain yang halal, sesungguhnya Allah Maha luas rizkiNya.[11] BOLEHKAH MENYIMPAN UANG DI BANK? Pada asalnya menyimpan uang di Bank hukumnya tidak boleh karena hal itu termasuk membantu kelancaran perekonomian riba yang jelas hukumnya haram, sebab uang tersebut akan digunakan oleh Bank untuk memberikan pinjaman kepada orang lain dengan riba. Oleh karena itu, maka pada asalnya setiap muslim harus putus hubungan dan thalak tiga dengan Bank. Hanya saja, pada zaman sekarang terkadang seorang tidak bisa menghindari diri dari Bank, sehingga para ulama membolehkannya apabila dalam keadaan dharurat sekali dan tidak ada cara lain untuk menyimpan hartanya. Dari sini, dapat kita katakan bahwa orang yang menyimpan uang di Bank tidak keluar dari dua keadaan: Pertama: Orang yang ingin membungakan dan mengembangkan hartanya dengan jalan riba. Tidak ragu lagi bahwa orang ini telah terjatuh dalam keharaman dan terancam dengan peperangan Allah dan rasulNya. Lantas, siapakah yang menang jika berhadapan dengan Allah dan rasulNya?! Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS. Al-Baqoroh: 279) Kedua: Orang yang ingin menyimpan hartanya agar aman. Hal ini terbagi menjadi beberapa keadaan: 1. Apabila ada tempat lain atau bank Islam yang bersih dari riba untuk penyimpanan secara aman, maka tidak boleh dia menyimpan di bank konvensional karena tidak ada kebutuhan mendesak dan ada pengganti lainnya yang boleh. 2. Apabila tidak ada bank Islami yang bersih dari riba atau tempat aman lainnya padahal dia sangat khawatir bila harta tersebut akan dicuri atau lainnya, maka hukumnya adalah boleh karena dharurat. Hal ini berbeda-beda sesuai keadaan manusia. Artinya, tidak semua orang terdesak untuk menyimpan uangnya di Bank. Maka hendaknya seorang bertaqwa dan takut kepada Allah, janganlah dia meremehkan dengan alasan dharurat padahal tidak ada dharurat sama sekali sebagaimana banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin.[12] MEMANFAATKAN BUNGA BANK Kalau kita katakan bahwa boleh menabung di Bank dalam kondisi darurat, maka tentu saja akan muncul

pertanyaan: Apa yang kita perbuat dengan bunga (baca: riba) yang diberikan Bank kepada tabungan kita?! Kami katakan: Ada beberapa kemungkinan apa yang kita lakukan terhadapnya: 1. Mengambilnya dan memanfaatkannya seperti uang pokok. 2. Membiarkannya untuk Bank agar dimanfaatkan sesuka Bank. 3. Mengambilnya lalu merusaknya. 4. Mengambilnya lalu memberikannya kepada fakir miskin atau untuk keperluan umum bagi kemaslahatan kaum muslimin 5. Mengambilnya dan memberikannya kepada orang yang dizhalimi oleh Bank dengan riba. Pendapat yang paling mendekati kebenaran -menurut kami- adalah pendapat keempat yaitu mengambilnya dan memberikannya kepada fakir miskin atau keperluan umum bukan dengan niat sedekah tetapi untuk membebaskan diri dari uang yang haram. Inilah pendapat yang dipilih oleh para ulama seperti Lajnah Daimah[13], al-Albani[14], Musthofa az-Zarqo dan lain sebagainya[15].

SOLUSI DAN SERUAN * Setelah keterangan singkat di atas maka sudah semestinya bagi kaum muslimin, khususnya kepada para pemimpin[16] untuk mengingkari bersama praktek riba yang berkembang di Bank dan berusaha untuk mendirikan Bank-Bank Islam yang bersih dari riba dan sesuai dengan undang-undang syariat Islam yang mulia, atau memperbaiki bank-bank Islam yang sudah ada karena masih disinyalir oleh banyak kalangan belum bersih dari praktek riba dan belum memadai pelayanannya di semua penjuru kota. * Sungguh keji keji ucapan seorang bahwa tidak ada Bank kecuali dengan bunga dan tidak ada kekuatan ekonomi Islam kecuali dengan Bank[17]. Ini adalah kedustaan nyata, sebab sepanjang sejarah Islam berabad-abad lamanya, perekonomian mereka stabil tanpa Bank Riba. * Sekali lagi, kami menghimbau kepada para ulama, para pemimpin, para ahli ekonomi, para pedagang besar untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah ini dengan harapan agar Bank-Bank Islam yang bersih dari kotoran riba akan banyak bermunculan di Negeri kita tercinta sehingga kita tidak lagi membutuhkan kepada bank-bank riba. Dan kewajiban bagi setiap muslim untuk bahu-membahu mendukung ide tersebut agar mereka selamat dari jeratan riba yang menyebabkan murka Allah. DAFTAR REFERENSI 1. Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Muashiroh fil Fiqih Al-Islami karya DR. Muhammad Utsman Syubair, cet Dar Nafais, Yordania, cet keenam tahun 1427 H. 2. Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Muashiroh karya Saaduddin Muhammad Al-Kibbi, cet Maktab Islami, Bairut, cet pertama 1423 H.

3. Ar-Riba fil Muamalat Al-Mashrofiyyah Al-Muashiroh karya DR. Abdullah bin Muhammad As-Saidi, cet Dar Thoibah, KSA, cet kedua 1421. 4. Qodhoya Fiqhiyyah Muashiroh karya Muhammad Burhanuddin, cet Darul Qolam, Bairut, cet pertama 1408 H. 5. Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al-Harrom karya DR. Yusuf al-Qorodhawi, cet Muassasah Ar-Risalah, Bairut, cet kedua tahun 1423 H. disusun oleh: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi sumber : http://fiqihdasar.blogspot.com/2010/07/ada-apa-dengan-bank-konvensional.html

Anda mungkin juga menyukai