Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan bunga bank sebenarnya telah tuntas sejak serempat
abad yang silam. Namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak
menganggap bunga (interest) adalah riba yang diharamkan. Buktinya
masih banyak umat Islam yang terlibat praktik ribawi, mereka masih
menjadi nasabah bank konvensional. Di Indonesia saja misalnya, negara
yang berpenduduk mayoritas muslim ini, seandainya seluruh umat Islam
Indonesia tidak melakukan transaksi dengan bank-bank konvensional,
akan banyak bank-bank konvensional yang gulung tikar. Tapi, ternyata
bank konvensional tetap berjaya. Entah karena ketidaktahuan mereka,
kurangnya informasi, atau mereka tahu tapi tak mau meninggalkannya.
Praktik bunga yang dilakukan oleh perbankan atau para rentenir
hari ini ternyata telah dipraktekkan oleh bangsa Arab jahiliah. Bahkan jauh
sebelum itu, orang-orang Yahudi juga telah mempraktikkannya. Mereka
telah terbiasa memberikan pinjaman dan menerima riba (bunga) setiap
bulannya. Inilah riba yang dimaksud oleh Al-Qur’an. Jadi tidak ada alasan
untuk mengatakan bahwa bunga (interest) bukan riba.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Bunga Bank dan juga Riba ?
2. Apa saja jenis-jenis riba?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap bunga bank ?
4. Bagaimana solusi yang ditawarkan Islam mengenai bunga bank ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank Dan Riba


Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau tambahan untuk
penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu
tingkat atau proesentase modal yang berkaitan dengan itu dan bisa
dinamakan suku bunga modal. Sedangkan bank adalah suatu lembaga
keuangan yang usaha pokoknya adalah simpan-pinjam, memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan
tujuan memenuhi kredit dengan modal sendiri atau orang lain1
Adapun kata riba, secara etimologi diambil dari bahasa Arab yang
mempunyai makna ziyadah yaitu tambahan, kelebihan, tumbuh, tinggi dan
naik. Selain itu, riba juga bisa diartikan sebagai tambahan khusus yang
dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu.
Dalam pengertian lain, secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan
membesar.
Sedangkan menurut terminology, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau model secara bathil. Pengertian senada
disampaikan oleh jumhur ulama’ dari berbagai madzhab fiqih,
diantaranya:
1. Imam An-Nawawi dari madzhab Syafi’i: slah satu benttuk riba yang
dilarang al-Qur’an dan sunnah adalah penambahan atas harta pokok
karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal
dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.
2. Imam Ahman Ibn Hambal pendiri madzhab Hanabillah: Imam Ahmad
Ibn Hambal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab:
Sesungguhnya riba itu adalah seseorang memilik hutang maka

1
Abdurrahman Kasdi, Masail Fiqhiyah; Kajian Fiqih atas Masalah-masalah
Kontemporer, Kudus, Nora Media Enterprise, 2011, hal. 136.

2
dikatakan padanya apakah akan lunasi atau membayar lebih. Jikalau
tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga
pinja) atas penambahan waktu yang diberikan.
Dengan demikian, riba menurut istilah syara’ ialah suatu akad
perjanjian yang terjadi dalaam tukar menukar suatu barang yang tidak
diketahui sama atau tidaknya menurut syara’, atau dalam tukar-menukar
itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang, atau ada
unsure penambahan.2
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muammalat
dalam Islam.3

B. Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar, riba dikelompokan menjadi dua. Masing-
masing adalah riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kelopmpok pertama
terbagi lagi menjadi riba Qardh dan riba Jahiliyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berhutang.
2. Riba jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Fadhl
Pertukaran anatar barang sejenis dengan kadar atau takaran
yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk
dalam jenis barang ribawi.

2
Ibid, hal. 138.
3
Ibid, hal. 138.

3
4. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.Riba dalam
nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dan diserahkan kemudian.4
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga
bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150
Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram
1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi
bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua
merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai
forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman
bunga bank, yaitu:
1. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di
Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2. Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang
diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5. Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas
muslim yang terlambat mempromosikan gagasan perbankan Islam, namun
Majelis Ulama Indonesia (”MUI”) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1
Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah) berpendapat:
a. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian,
praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan
Riba Haram Hukumnya.5

4
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2002, Hal. 41.
5
Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hamdana, Kepada Para Nasabah dan Pegawai Bank,
Jakarta: Gema Insani Press, 1993, hal. 75.

4
C. Bunga Bank dalam Islam
Banyak pendapat dan tanggapan di kalangan para ulama ahli fikih
klasik maupun kontemporer tentang apakah bunga bank sama dengan riba
atau tidak.
1. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdlatul Ulama
Mengenai bank dan pembungaan uang, Lajnah memutuskan
masaalah tersebut melalui beberapa kali siding. Menurut Lajnah,
hokum bank dan hokum bunganya sama seperti hokum gadai. Terdapat
tiga pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini.
a. Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rente
b. Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat
yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.
c. Syubhat (tidak tentu halal-haramnya), sebab para ahli hokum
berselisih pendapat tentangnya
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan
bahwa (pilihan) yang lebih berhati-hati ialah oendapat pertama, yakni
menyebut bunga bank adalah haram. Akan tetapi, menyadari bahwa
warga NU merupakan potensi yang sangat besar dalam pembanguna
nasional dan dalam kehidupan social ekonomi, diperlukan adanya
suatu lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
keyakinan warga NU. Karenanya. Lajnah memandang perlu mencari
jalan keluar menentukan system perbankan yang sesuai dengan hokum
Islam, yakni bank tanpa bunga.6
2. Majlis Tarjih Muhammadiyah
Majlis Tarjih telah mengambil keputusan mengenai hukum
ekonomi, meliputi masalah perbankan keuangan secara umum. Majelis
Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:

6
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; dari Teori Ke Praktik, hal. 63-64.

5
a. Bunga yang diberikan bank-bank milik negara pada para nasabah
atau sebaliknya yang salami ini berlaku, termasuk perkara
musytabihat.7
Penjelasan keputusan ini menyebutkan bahwa bank negara
secara kepemilikan dan misi yang diemban, sangat berbeda dengan
bank swasta. Tingkat suku bunga bank pemerintah pada saat itu
relative lebih rendah dari suku bunga bank swasta nasional. Meskipun
demikian, kebolehan bunga bank negara ini masih terhgolong
Musytabihat (meragukan).8
3. Mufti Negara Mesir
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900
hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan
mengkategorikannya sebagai riba yang diharamkan.9
4. Konsul Kajian Islam
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini
telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai
riba.Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktek
pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Di
antara 300 ulama yang tergabung dalam Konsul Kajian Islam ini
tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof. Abu Zahra, Prof.
Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, Prof. Dr. Yusuf Al-
Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom
dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz mengatakan, “Aku
dapati di dalam upaya untuk menghalalkan riba yang diharamkan
Allah dengan metode-metode yang kacau, hujjah-hujjah yang lemah,
dan syubhat-syubhat yang terbantah. Sesungguhnya perekonomian
muslimin telah kukuh berabad-abad yang telah lewat, lebih dari tiga

7
Ibid, hal. 62
8
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos
Publishing House, 1995, hal 50.
9
Ibid, hal. 65.

6
belas abad tanpa memakai sistem perbankan dan tanpa menggunakan
manfaat-manfaat ribawi.Sungguh kekayaan mereka berkembang baik,
dan muamalah mereka kukuh.Mereka telah meraih keberuntungan
yang banyak, harta melimpah melalui saran muamalah-muamalah yang
syar’i.Allah telah menolong generasi pertama atas musuh-musuh
mereka sehingga mereka menguasai sebagian besar wilayah dunia.
Ketika itu mereka menjadikan syariat Allah sebagai hokum, dan tidak
ada sistem perbankan di masa mereka dan mereka tidak memakai
manfaat-manfaat ribawi.”
Prof.Dr.Yusuf Qaradhawi berkata bahwa perkataan sebagian
orang dan Ulama yang melakukan justifikasi atas kehalalan sistem
bunga bank konvensional dengan berdalih bahwa riba yang
diharamkan Allah dan Rasul Nya, adalah jenis yang dikenal sebagai
bunga konsumtif saja, tidak dapat dibenarkan.Sebenarnya tidak ada
perbedaan di kalangan ahli syariah pun sepanjang tiga belas abad yang
silam. Ini jelas merupakan pembatasan terhadap nash-nash yang
umum berdasarkan selera dan asumsi belaka.10
Ada beberapa tokoh yang mendebat diharamkannya bunga
bank. Empat argumentasi pendebat keharaman bunga bank sebagai
berikut:
a. Abdul rozzaq sanhur, pakar hokum islam mesir dalam masadir al
haq iii menyatakan bahwa suku bunga yang tidak berlipat ganda
adalah sah menurut hokum apabila terdesak oleh kebutuhan.
b. Ahli fiqih syari’ah doaaligi, memisahlan antara pinjaman untuk
keperluan produktif dan pinjaman untuk keperluan konsumtif.
Bunga bank untuk jenis pertama sah, dan bunga bank untuk jenis
pinjaman kedua tidak sah.
c. Pengenaan bunga atas pinjaman merupakan kompensasi dari
inflasi dalam mekanisme pasar modern yang tidak bias dielakkan.

10
Ibid, hal. 66-67.

7
d. Penggunaan bunga atas pinjaman juga sebagai kompensasi potensi
produktif atas penggunaan uang yang hilang akibat pinjaman.

D. Solusi Islam
Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga lebih
bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi,
sehingga kurang mempertimbangkan dampak yang ditimbulkannya.
Dengan melarang riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat
yang berdasarkan kejujuran dan keadilan. Suatu pinjaman memberikan
kepada si pemberi pinjaman suatu keuntungan yang pasti, tanpa peduli
dengan hasil usaha si peminjam. Jauh lebih adil jika sama-sama
menanggung keuntungan dan kerugian. Keadilan dalam konteks ini
meliputi dua hal. Pemodal berhak mendapatkan imbalan, tetapi imbalan ini
harus sepadan dengan risiko dan usah yang dibutuhkan, dan dengan
demikian ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang dimodalinya. Jadi
yang dilarang dalam Islam adalah penentuan keuntungan sebelumnya.
Dalam Islam, pemilik modal dapat secara sah mendapatkan bagian dari
keuntungan yang dihasilkan oleh pelaksana usaha.
Dengan dilarangnya penggunaan suku bunga dalam transaksi
keuangan, bank-bank Islam diharapkan untuk menjalankan operasi hanya
berdasarkan pola bagi untung dan bagi rugi atau yang lebih dikenal dengan
Profit Loss Sharing (PLS). adapun perbedaan antara bunga bank dan PLS
atau bagi hasil adalah sebagai berikut:11
No Bunga Bank Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada Penentuan besar rasio/nisab


waktu akad dengan asumsi dibuat pada waktu akad
selalu untung dengan pedoman pada untung
rugi

2. Besarnya prosentase Besarnya rasio bagi hasil

11
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah; dari Teori Ke Praktik, hal. 61.

8
bedasarkan pada jumlah uang bedasarkan pada jumlah
(modal) yang dipinjamkan keuntungan yang diperoleh

3. Pembayaran bunga tetap Bagi hasil bergantung pada


seperti yang dijanjikan tanpa keuntungan proyek yang akan
pertimbangan apakah proyek dijalankan. Bila usaha merugi,
yang dijalankan oleh pihak karugian akan ditanggung
nasabah untung atau rugi bersama oleh kedua pihak

4. Jumlah pembayaran bunga Jumlah pembagian laba


tidak meningkat sekalipun meningkat sesuai dengan
jumlah keuntungan berlipat. peningkatan jumlah
pendapatan

5. Eksistensi bunga diragukan Tidak ada yang meragukan


oleh semua agama termasuk keabsahan bagi hasil
Islam

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunga bank adalah tambahan biaya yang harus dibayarkan oleh
nasabah bank atas modal yang telah dipinjamkan oleh bank kepada
nasabah. kata riba, secara etimologi diambil dari bahasa Arab yang
mempunyai makna ziyadah yaitu tambahan, kelebihan, tumbuh, tinggi dan
naik. Selain itu, riba juga bisa diartikan sebagai tambahan khusus yang
dimiliki salah satu dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu.
Dalam pengertian lain, secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan
membesar.
Secara garis besar, riba dikelompokan menjadi dua. Masing-
masing adalah riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kelopmpok pertama
terbagi lagi menjadi riba Qardh dan riba Jahiliyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
Menurut pandangan Islam, bunga bank sama dengan riba. Jadi
islam mengharamkan bunga bank. Namun terdapat ulama yang
memperbolehkan untuk meminjam dana kepada lembaga yang
mempraktekan bunga jika memang dalam keadaan darurat.
Dengan dilarangnya penggunaan suku bunga dalam transaksi
keuangan, bank-bank Islam diharapkan untuk menjalankan operasi hanya
berdasarkan pola Profit Loss Sharing (PLS).

10
DAFTAR PUSTAKA

Kasdi, Abdurrahman, Masail Fiqhiyah: Kajian Fiqih Atas Masalah-


Masalah Kontemporer, Kudus, Nora Media Enterprise, 2011.

Syafi’I, Muhammad Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik,


Jakarta, Gema Insane Press, 2002.

Abdul, Ahmad Bin Aziz Al Hamdana, Kepada Para Nasabah Dan


Pegawai Bank, Jakarta, Gema Insane Press, 1993.

Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah,


Jakarta, Logos Publishing House, 1995.

11

Anda mungkin juga menyukai