Anda di halaman 1dari 7

4.

Kebijakan Asuransi Kesehatan dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya


Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (Setyawan, 2018)
Asuransi kesehatan bertujuan untuk meringankan beban biaya yang disebabkan
oleh gangguan kesehatan akibat sakit atau kecelakaan. Asuransi ini memberikan
perlindungan terhadap risiko berupa biaya tindakan pengobatan. Asuransi kesehatan
mencakup berbagai pengeluaran biaya termasuk biaya obat, pendukung atau
penunjang diagnostik, perawatan rumah sakit, dan tindakan bedah (Thabrany, 2005)
Aturan mengenai asuransi dikelola oleh badan pengelola asuransi dan harus
dipahami oleh peserta asuransi, serta tertulis jelas dalam kebijakan cost-sharing untuk
menciptakan penggunaan pelayanan kesehatan yang optimal, tidak berlebih dan tidak
kurang dengan mencegah terjadinya pemakaian layanan yang berlebih dan
sesungguhnya tidak diperlukan. Metode pembayaran yang dilakukan oleh penyedia
pelayanan kesehatan (PPK) seharusnya dapat mengarahkan menuju kendali biaya,
jaminan mutu, dan efisiensi internal, serta tidak memberikan insentif atau keuntungan
kepada PPK yang memberikan pelayanan berlebihan maupun sebaliknya. Jenis-jenis
kebijakan cost-sharing memiliki berbagai macam jenis, diantaranya adalah model
yang sering digunakan dalam bisnis asuransi kesehatan terdiri atas: deductible,
coinsurance, copayment, limitasi atau kombinasi dari berbagai model tersebut.
Asuransi sebelum biaya tersebut menjadi kewajiban badan pengelola asuransi
(Pujiyanti dkk, 2020)
Alokasi sumber-sumber daya mencapai efisiensi yang maksimum apabila input
yang dihasilkan sama dengan output yang dikeluarkan.Efisiensi alokasi melihat
apakah alokasi sumber daya yang ada ke berbagai kegiatan ekonomi telah mendapai
tingkat yang maksimum atau belum. Efisiensi alokasi hanya menjelaskan bahwa bila
semua sumberdaya yang ada habis teralokasi, maka alokasi yang efisiensi tercapai
(Mardiah dan Jamil, 2016)

a. Dampak Deductible
Asuransi kesehatan adalah produk asuransi yang memberikan manfaat jika
tertanggung terkena risiko kecelakaan atau sakit dan menyebabkan hilangnya
pendapatan, sehingga membutuhkan biaya. Manfaat paling penting dalam
penelitian ini dari asuransi penyakit adalah penggantian biaya pengobatan. Desain
penentuan premi dengan menerapkan deductibles (deductibles datar) dipandang
sebagai salah satu kebijakan polis asuransi yang memenuhi prinsip-prinsip
penentuan premi. Aspek aktuaria yang dipertimbangkan dalam model asuransi
kesehatan dalam penelitian ini untuk perhitungan premi yang berkaitan dengan
jenis tunjangan asuransi dengan penggantian biaya untuk jangka waktu satu tahun
pertanggungan, dengan memperhatikan jenis pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat penerapan deductible terhadap premi yang harus dibayarkan
kepada perusahaan asuransi yang memberikan manfaat untuk klaim yang
diajukan. Kebijakan menerapkan deductible tentu saja membuat jumlah
penggantian diganti
Deductible adalah jumlah yang telah ditentukan untuk dibayar oleh
tertanggung sebelum pemberi tanggungan menanggung atau menutupi sisa biaya
sebagai selisih biaya tanggungan dengan biaya yang ditentukan (Klugman dkk,
1949 dalam Lewaherilla dan Gaumahu, 2019)
Deductible dimaksudkan jumlah biaya pelayanan kesehatan yang menjadi
tanggungjawab peserta asuransi untuk dibayar sebelum menerima manfaat
asuransi. Dengan kata lain, manfaat asuransi belum akan jalan sebelum peserta
membayar dulu deductible (Murti, 1998)
Deductible merupakan jumlah biaya pelayanan yang dicakup dalam paket
yang harus dibayar oleh pihak tertanggung sebelum asuradur atau bapel
memberlakukan pembayaran jaminan (Nadjib Mardianti, 2005)
Jika konsep ini diterapkan maka peserta diwajibkan membayar sejumlah uang
terlebih dahulu untuk dapat memenfaatkan pelayanan kesehatan yang dijamin,
biasanya jumlah besaran uangnya telah ditentukan terlebih dahulu dan besarnya
cukup signifikan sehingga peserta tidak akan menggunakan haknya untuk
pelayanan yang sifatnya remeh, misalnya pergi ke RS karena flu ringan
(Thabrany, 2005)
Deductible adalah besaran biaya yang harus dibayar pemilik polis asuransi jika
terjadi pengajuan klaim. Misalnya, mobil Anda mengalami kerusakan akibat
kecelakaan dengan kerugian Rp5 juta dan deductible Anda sebesar Rp300 ribu,
Anda hanya perlu membayar deductible Rp300 ribu untuk memperbaiki mobil
Anda. Sementara sisanya sebesar Rp4,7 juta ditanggung perusahaan asuransi

Semakin besar biaya premi yang dibayarkan, biaya deductible menjadi


rendah dan sebaliknya jika biaya premi rendah, biaya deductible menjadi tinggi.

Perhitungan deductible mengikuti beberapa ketentuan, di antaranya:

 Setiap melakukan klaim, nasabah asuransi diwajibkan membayar sejumlah


biaya deductible.
 Jenis klaim yang akan dikenakan biaya deductible tersebut hanya klaim
asuransi yang terjadi akibat kerusakan fisik.
 Biaya deductible tidak akan berlaku untuk kerugian nonfisik, misalnya akibat
dari tuntutan hukum.

Selain besarnya deductible, proses penghitungan besarnya premi juga perlu


diperhatikan calon nasabah asuransi. Kedua biaya ini yang bakal dibebankan
kepada tertanggung. Beberapa hal yang sering dijadikan landasan untuk
menghitung premi tersebut, yaitu:

 Jenis jaminan, All Risk atau Total Loss Only (TLO)


 Jenis kendaraan
 Tahun rilis kendaraan
 Usia pengemudi/pemegang polis
 Rekam jejak kredit
 Riwayat mengemudi
 Lokasi
 Jarak tempuh rata-rata
 Penggunaan kendaraan (pribadi, dinas, atau komersial)

Besarnya premi perlu dipertimbangkan dengan potensi risiko yang


dihadapi calon nasabah agar saat ikut program asuransi tidak merasa keberatan
membayar premi dan bisa mendapatkan perlindungan yang maksimal.

Risiko yang dihadapi pemilik motor atau mobil, antara lain:

 Terjadinya tabrakan, kecelakaan, lecet, terperosok, tergelincir, dan sejenisnya.


 Dikarenakan ulah orang lain atau karena menjadi imbas dari aksi kriminal.
 Karena bencana alam.
 Terbakar akibat sambaran petir.
 Kerusakan akibat kerusuhan massal.

b. Dampak Co-insurance
Co-insurance adalah biaya bersama antara tertanggung dan perusahaan
asuransi untuk perawatan kesehatan tertentu. Ini adalah persentase dari
pembayaran setelah dikurangkan. Co-asuransi biasanya dinyatakan sebagai
perpecahan, di mana tertanggung membayar persentase tertentu dan perusahaan
asuransi membayar sisanya. Pembagian asuransi bersama yang paling umum
adalah 80/20. Ini berarti perusahaan asuransi akan membayar 80% dari prosedur
dan tertanggung harus membayar 20% lainnya. Klausul co-insurance tidak
menjadi bingung dengan deductible yang merupakan bagian dari asuransi yang
diasuransikan akan membayar sendiri sebelum perusahaan asuransi mulai
membayar imbalan. Contoh bagaimana kerja sama asuransi : Mary memiliki
klausul co-insurance 80/20. Dia membayar 20% dari biaya dan perusahaan
asuransi akan mengganti 80% biaya nya (Thabrany, 2005)
Dengan co-insurance (disebut juga co-payment) dimaksudkan, fraksi biaya
kesehatan yang harus dibayar peserta asuransi. Misalkan biaya medic diperkirakan
Rp. 1.000.000. dengan tingkat ko-asuransi 20 persen, maka peserta berbagi biaya
sebesar Rp. 200.000. Perusahaan asuransi/JPKM membayar sisanya, yakni
Rp.800.000. dengan ko-asuransi peserta berbagi biaya ataskerugian yang dialami
sehingga terdorong untuk meminimalkan biaya (Murti, 1998)

c. Kerugian Kesejahteraan Akibat Asuransi Kesehatan Berlebihan


Saat ini, hampir seluruh perusahaan besar memberikan asuransi kesehatan
kepada karyawan. Perusahaan menanggung seluruh biaya pengobatan untuk
karyawan, dan bahkan juga untuk seluruh anggota keluarga inti karyawan
tersebut. Tetapi masih banyak juga perusahaan yang tidak memberikan asuransi
untuk karyawannya. Dalam hal asuransi kesehatan, asuransi yang dipilih haruslah
optimal tetapi tidak berlebihan apalagi sekarang hampir seluruh asuransi
memberikan perlindungan kesehatan secara menyeluruh (Astono, 2013)
Dalam teori asuransi, moral hazard dikenal sebagai perilaku tertanggung yang
dengan sengaja memanfaatkan pelayanan kesehatan secara berlebihan. Perilaku
moral hazard terbagi menjadi dua, yaitu ex-ante moral hazard dan ex-post moral
hazard. Dengan menjaminkan diri dalam suatu asuransi kesehatan, terkadang
tertanggung cenderung tidak melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit.
Perilaku ini dikategorikan sebagai perilaku ex-ante moral hazard. Berbeda dengan
ex-ante, perilaku ex-post moral hazard muncul ketika tertanggung telah terserang
penyakit. Tertanggung menggunakan pelayanan kesehatan secara berlebihan
dengan cara memanipulasi biaya perawatan medis yang dibutuhkan. Perilaku-
perilaku tersebut sering dipicu adanya model (kontrak) dasar asuransi kesehatan
full coverage, dimana penanggung memberikan pertanggungan penuh terhadap
tertanggung. Model asuransi kesehatan partial coverage dimana penanggung tidak
memberikan biaya ganti rugi sepenuhnya, dapat digunakan untuk mencegah
munculnya perilaku ex-ante moral hazard. Selain itu adanya sistem coinsurance
dalam model (kontrak) asuransi kesehatan, dapat mencegah tertanggung
berperilaku ex-post moral hazard (Velyati, 2012)
Moral Hazard adalah fenomena dimana konsumsi pelayanan kesehatan yang
berlebihan dari peserta asuransi kesehatan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan
ikut asuransi, peserta tidak mengalami hambatan ekonomi untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan. Dengan ikut asuransi, maka ada kemungkinan penambahan
jumlah pelayanan yang diminta, karena biaya marginal akan menjadi nol atau
dengan kata lain barrier ekonomi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
menjadi nol, sehingga peserta asuransi cenderung mengonsumsi pelayanan yang
berlebihan (Supriyanto dkk, 2018)
Kerugian tidak boleh menimpa peserta dalam jumlah besar yang menimbulkan
biaya sangat besar atau katastrofik (catastrophic) bagi asuradur. Katastrofik adalah
biaya sangat besar yang harus dikeluarkan akibat banyak orang yang mengalami
kerugian pada waktu bersamaan. Contohnya, kerugian yang terjadi akibat perang
atau bencana alam besar seperti Tsunami di Aceh tahun 2004 yang mengenai
penduduk dalam jumlah banyak dengan kerugian yang mencapai triliunan rupiah.
Kerugian besar itu tidak dijamin oleh asuransi karena praktis suatu usaha asuransi
akan bangkrut bila mengganti kerugian sebesar itu. Suatu penyakit yang menjadi
wabah, mengenai banyak orang, tidak dijamin asuransi, namun akan dijamin
pemerintah melalui suatu undang-undang wabah. Perusahaan asuransi tidak
menanggung, atau mengecualikan (exception), segala bentuk perawatan rumah
sakit atau dokter akibat bencana alam besar, peperangan ataupun suatu wabah.
Katastropik juga dapat berarti risiko biaya yang ditanggung terlalu besar atau
terlalu mahal. Dalam bidang kesehatan, biaya perawatan di ruang intensif yang
lebih dari satu tahun pasti membutuhkan biaya yang bisa mencapai milyaran
rupiah. Batasan biaya medis yang dapat dikelompokkan sebagai katastropik
bervariasi sesuai dengan kemampuan ekonomi suatu negara. WHO memberikan
definisi biaya medis katastropik bagi rumah tangga jika biaya pengobatan atau
perawatan menghabiskan lebih dari 40% penghasilan rumah tangga (WHO, 2000).

Sumber:

Astono, Rianto. 2013. Salah Kaprah Memilih Asuransi. PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Lewaherilla dan Gaumahu. 2019. PERHITUNGAN PREMI DENGAN PENERAPAN


DEDUCTIBLE PADA MODEL AKTUARIA UNTUK SICKNESS INSURANCE
PERTANGGUNGAN SATU TAHUN. Jurnal Statistik. Vol. 1, No. 1.

Mardiah dan Jamil. 2016. Efisiensi Alokasi Berdasarkan Maqoshid Syariah, Studi Kasus
Terhadap Pola Distribusi Laz. Jurnal I-Finance. Vol. 2, No. 2

Murti, Bhisma. 1998. Implikasi Ekonomis Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Melalui JPKM:
Problem Moral Hazard. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 1., No3.

Nadjib Mardianti, dkk. 2005. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan Bagian B. Jakarta: PAMJAKI

Pujiyanti dkk. 2020. Kajian Literatur Sistematis: Skema Pengendalian Biaya Dalam Asuransi
Kesehatan Nasional di Beberapa Negara. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia. Vol,
4, No. 2.

Setyawan, Febri Endra Budi. 2018. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran dan Kesehatan. Vol. 2, No. 4.
Supriyanto dkk. 2018. Sistem Pembiayaan Dan Asuransi Kesehatan. Zifatama Jawara:
Sidoarjo

Thabrany H, ed. 2005. Dasar-dasar Asuransi Kesehatan Bagian A. Jakarta: Pemjaki. Model
Asuransi Kesehatan Optimal Dengan Pengaruh Moral Hazard. Thesis. Universitas
Brawijaya

World Health Organization. 2000. The World Health Report 2000 : Health System :
Improving Performance. Geneva

Anda mungkin juga menyukai