Anda di halaman 1dari 48

Gangguan Tingkah Laku Hiperkinetik (Conduct disorder) et causa Gangguan Organik (Epilepsi)

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A Umur : 3 tahun 11 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Belum menikah Pendidikan : Play Group B Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam Suku : Banjar Bangsa : Indonesia Alamat : Jl. P.M. Noor Gg Bina Karya Rt 40 Tanggal Berobat : 8 Nopember 2011

RIWAYAT PSIKIATRIK
8 Nopember 2011, pukul 12.00 WITA dengan Ny. A
10 Nopember 2011, pukul 16.45
(ibu kandung pasien) pasien. (ibu kandung pasien) WITA dengan Ny. A Alloanamnesa pada tanggal:

11 Nopember 2011 pukul 07.50 WITA dengan guru

11 Nopember 2011 pukul 13.10 WITA dengan ayah


pasien via telepon. Autoanamnesa pada tanggal 10 Nopember 2011, pukul 16.45 WITA

Anak hiperaktif.

Senang
memberantakkan benda yang sudah tersusun rapi, menghancurkan dan melempar barangbarang, memanjat ketinggian dan memukul.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Alloanamnesis :

Ibu pasien:

Pasien datang dengan keluhan hiperaktif. Perhatian pasien selalu beralih. Sering kali pasien melempar barang-barang. Hal ini dilakukannya saat ia kesal, marah, saat ia tidak mampu melakukan sesuatu, permintaannya tidak terpenuhi, atau bahkan tanpa sebab yang jelas. Namun beberapa saat kemudian, pasien dapat tenang melakukan sesuatu, dan beberapa saat kemudian pasien melempari barang-barang yang ada di dekatnya. Sering kali saat pulang ke rumah, ibu pasien melihat baju-baju yang terlipat rapi di lemarinya sudah berhamburan di lantai dan barangbarang berserakan. Pasien juga senang memukul, terutama bila ada orang asing di dekatnya. Hal ini sering kali dilakukannya, bahkan terhadap ayahnya, neneknya, dan teman bermainnya. Pasien juga kerap kali menyakiti binatang dan meludahi orang. Namun apabila hanya berdua bersama ibunya, pasien jarang sekali memukul karena ibu pasien selalu mengontrolnya. Ibu mengakui bahwa ada teman di lingkungan rumah pasien yang suka melakukan demikian. Ibu tidak lagi membiarkan anaknya bermain di luar rumah, karena khawatir pasien melukai anak-anak lain. Pasien juga memiliki kebiasaan menggigiti kukunya.

Lanjutan..
Selain itu, apabila pasien sedang asik dengan sesuatu, pasien seolah tidak mendengar saat orang berbicara kepadanya atau memanggilnya. Jika ia dialihkan dari apa yang dikerjakannya, ia akan marah dengan melempari barang-barang di dekatnya. Namun, pasien cepat bosan dengan pekerjaannya dan beralih pada kegiatan yang lain. Ibu pasien mengatakan setelah kejang yang ketiga, pasien tidak lagi mampu mengatakan sesuatu yang telah diingatnya sebelumnya, seperti rukun islam, surat Al-Fatihah, dan beberapa angka. Jika menghitung angka 1 sampai 10, pasien kehilangan sebagian angka dalam menyebutkannya, dan selalu yang tertinggal adalah angka 4 dan 5. Ibu juga mengeluhkan bahwa terdapat penurunan konsentrasi belajar. Saat ini pasien hanya mampu menyebutkan warna kuning pada berbagai warna benda yang disodorkan padanya, meskipun ibu sudah berulang kali mengajarkannya. Pasien masih belum dapat membaca huruf dan angka.

Lanjutan..
Saat pasien sedang tidak melakukan sesuatu, ia dapat diajak berkomunikasi dengan baik. Pasien dapat memberikan jawaban sesuai dengan apa yang ditanyakan padanya. Namun, hal itu hanya berlangsung singkat, karena tidak lama ia akan beralih kepada hal yang lain. Pasien sangat suka menyanyi. Ia dapat menyanyi dalam 3 bahasa, yaitu Inggris, Mandarin, dan Indonesia, meskipun bahasa yang diucapkannya terbatas. Pasien juga dapat membuat nyanyian sendiri. Pasien tidak ada hilang ingatan terhadap kata-kata dalam bahasa-bahasa yang sudah dipelajarinya. Pasien memiliki banyak teman di sekolah, hanya saja ia lebih senang bermain dengan gurunya. Di rumah pasien juga hampir tidak pernah bergaul dengan teman-temannya, karena ibu pasien khawatir pasien akan memukul temannya lagi. Sejauh ini ibu pasien mengaku tidak mendapat komplain dari guru pasien. Pernah sekali mendapat laporan bahwa pasien mencubit temannya, tapi karena temannya terlebih dahulu mencubitnya. Pasien juga tidak dapat mengikuti pelajaran yang berlangsung di sekolah. Di rumah ibu pun mengalami kesulitan untuk mengajarkannya, karena pasien tidak mau duduk diam.

Lanjutan..
Guru: Berdasarkan penilaian gurunya, saat di PG A (Juli 2010) pasien tidak berbeda dengan teman-temannya yang lain, pasien agak pendiam dan senang bermain sendiri, meskipun terkadang ada melempar dan membuang barang. Suatu hari pasien menjadi lebih aktif, dan kebiasaan melempar barang, memukul dan meludahi temannya menjadi lebih sering dan bertambah parah, tetapi guru pasien tidak ingat kapan hal ini mulai terjadi. Saat di PG B, pasien masih memiliki kebiasaan yang sama. Bahkan pernah pasien memukul tangan atau kepalanya sendiri, atau menggigit tangannya, tapi hal ini dapat dihentikan oleh gurunya. Kebiasaan ini mulai agak berkurang sejak september 2011. Saat di sekolah pasien dapat cepat menjawab, namun tidak dapat fokus, meskipun perhatiannya sudah dialihkan untuk memandang gurunya. Pasien dapat mengurutkan angka 1 sampai 10, tetapi tidak dapat menyebutkan secara acak. Pasien sering kali salah menyebutkan warna. Dalam melakukan pekerjaan mandiri, misal menulis mengikuti titik-titik, pasien masih perlu dibantu. Pasien ada keterlambatan dalam beberapa hal dibanding teman-temannya yang lain, tetapi pasien tidak ada masalah dalam berbahasa atau mengingat kata-kata baru.

Lanjutan..
Pasien di sekolah dapat bermain dengan teman-temannya, tapi terkadang temannya sering kesal dan memukul mulutnya karena ia suka meludahi teman, dan ia membalas memukul. Di kelas ia sering melempar buku-buku di atas meja, menepis tempat minumnya, dan kadang berteriak sendiri dan memukul teman sebelahnya. Jika pasien diberitahu dan diinstruksikan, pasien menurut, namun tidak lama ia akan kembali melakukannya.

Lanjutan..
Autoanamnesa: Pasien dapat menghitung 1 sampai 10 namun hilang di angka 4 dan 5. Namun saat dibantu dengan angka 4, pasien dapat melanjutkan menyebut angka 5 dan seterusnya. Pasien mengaku senang sekolah. Saat ditanya penyebab senangnya, pasien senang karena dapat mencubit temannya. Penyebabnya adalah karena ia dimarahi temannya tersebut. Saat ditanyakan sebab temannya marah, pasien hanya melihat ke atas tampak bingung menjawabnya. Pasien dapat menyebutkan namanya, nama beberapa temannya, nama beberapa gurunya dapat menyebutkan 3 macam benda yang ada di dekatnya, dapat menunjukkan beberapa anggota tubuhnya dengan bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia. Namun, pasien hanya dapat menyebutkan warna kuning pada setiap kertas warna berbeda yang disodorkan padanya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien pernah menjalankan operasi bedah plastik pada usia 1 bulan, yaitu awal tahun 2008, untuk membuat lubang hidung yang tertutup. Pasien menggunakan selang yang dimasukkan dalam hidungnya selama 2 tahun. Pada bulan Agustus 2009, saat pasien berusia 1 tahun 8 bulan, anak mengalami kejang yang didahului oleh demam. Kejang dengan sikap tangan kanan ke atas dan kepala menoleh ke kanan dan berlangsung sesaat. Orang tua pasien segera membawanya ke Rumah Sakit Suaka Insan dan didiagnosis demam berdarah, kemudian pasien dirujuk ke Rumah Sakit Islam. Di RS Islam pasien didiagnosis Dengue Fever. Setelah dirawat 5 hari, pasien sembuh.

Pada bulan Desember tahun 2009, pasien berusia 2 tahun, kejang kembali terjadi. Kejang didahului oleh demam tinggi. Sikap kejang sama dengan yang pertama, tapi kali ini berlangsung 15 menit. Usai kejang berhenti, kondisi pasien sangat lemah. Keesokannya pasien menderita batuk dan pilek.
Ibu pasien menanyakan kepada pasien nama-nama keluarga dan temantemannya, dan pasien dapat menjawabnya dengan baik. Ibu juga menanyakan hal lainnya hingga ibu menyimpulkan bahwa ingatan atau memori pasien masih sangat baik.

Lanjutan..
Orang tua pasien pernah membawa pasien ke dokter spesialis saraf sekitar awal tahun 2010 dan dianjurkan untuk EEG. Menurut dokter hasil EEG mengarah ke epilepsi. Akhirnya pasien mendapat obat yang harus diminum selama 2 tahun, dan harus bebas kejang selama 2 tahun pengobatan tersebut. Obat yang diberikan adalah Topamax , vit B12, dan Folavit yang diminum 2x1 tiap hari. Namun pada akhir Desember 2010 pasien kembali mengalami kejang, sehingga pengobatan harus diulang. Pasien mengikuti play group sejak usia 2 tahun 3 bulan. Walaupun memiliki banyak teman, namun pasien agak pendiam dan tidak memiliki keberanian seperti taman-teman sebayanya, seperti tidak berani bermain prosotan atau memanjat. Tingkah laku seperti ini diakui oleh orang tua sudah sejak awal sampai sebelum terjadi kejang untuk ketiga kalinya pada bulan Desember 2010, yaitu saat anak berusia 3 tahun.

Lanjutan..
Pada bulan Desember 2010, pasien mengalami kejang disertai demam untuk ketiga kalinya saat di rumah. Orang tua pasien segera membawanya ke RS Suaka Insan. Di rumah sakit pasien masih kejang. Saat kejang, tangan kanan pasien lurus ke atas kepala dan kepala menoleh ke kanan berulangulang. Kejang berlangsung lebih lama dari sebelumnya, yaitu 20 menit. Pasien kondisinya lemah usai kejang. Saat pasien mencoba menggapai sesuatu, terlihat seolah pasien sudah menggapainya namun sebenarnya benda tersebut masih belum dalam jangkauannya. Pasien mengalami kaku pada tangan kanan selama beberapa hari, sehingga kesulitan untuk menggenggam sesuatu. Selang beberapa waktu ibu pasien ada menanyakan nama orang tua, keluarga dan teman-temannya, namun pasien beberapa kali salah menyebutkannya, dan bahkan ada yang tidak diingatnya. Misal memiliki teman bertama Puji, namun ia menyangkal bahwa nama temannya adalah Jupi.

RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun) Pasien lahir cukup bulan di RS Suaka Insan dengan berat badan 2600 gram, panjang badan 49 cm dengan vakum. Pasien tidak langsung menangis. pasien dirawat di RS Suaka Insan selama 17 hari dalam inkubator. Sejak itu, pasien tidak meminum ASI. Di rumah sakit, pasien diberi susu Lactogen. Pasien mulai tinggal dengan keluarganya sekarang sejak berusia 17 hari. Saat itu, menurut ibunya pasien sangat sehat, berat badannya 4000 g, dengan cacat di hidungnya. Pasien terlihat memiliki lubang hidung yang sangat kecil dan makin lama makin menyempit, sehingga pada usianya kurang lebih 1 bulan pasien dioperasi atas indikasi kelainan jaringan kulit epidermis. Setelah operasi, pasien masih menggunakan selang dalam lubang hidungnya untuk membantunya bernafas hingga usia 2 tahun.

Lanjutan..
Pasien diberi minum susu selalu dengan menggunakan botol. Pasien meminum susu Lactogen pada usia 0-6 bulan. Pada usia 6 bulan2 tahun beralih pada susu Morinaga. Ibu tidak ingat kapan anak mulai mengingat wajah ibunya. Pasien sudah bisa tersenyum sejak usia 1 bulan. Ibu tidak ingat kapan pasien dapat tengkurap, duduk, dan merangkak. Namun ibu mengingatnya bahwa tahapan-tahapan tersebut tidak ada masalah keterlambatan. Pada usia 9 bulan, pasien sudah mampu berjalan sendiri beberapa langkah dan terjatuh. Pasien tidak pernah menangis atau rewel saat digendong oleh orang asing. Pasien tidak pernah menghisap jarinya, karena ibu pasien selalu menyediakan mpeng. Saat berusia 1 tahun pasien sudah memperlihatkan interaksi sosial seperti tersenyum dan sudah dapat berbicara seperti mengucapkan kata mama, bapa, kaka, susu, makan.

RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun) Sejak kecil pasien memiki nafsu makan yang baik. Saat ini pasien sudah mampu makan nasi 2 kali sehari dan susu 1-3 botol ukuran 120 cc per hari. Pasien sudah bisa berbicara dalam kalimat yang jelas pada usia 2 tahun 3 bulan. pasien mampu berkomunikasi dengan lancar tetapi tidak fokus pada pertanyaan yang selanjutnya. Sejak berusia 3 tahunan pasien mau membantu pekerjaan rumah, seperti menyapu, membantu ibu di dapur untuk mengambilkan sesuatu, namun ia tidak pernah dapat mengerjakan tugas sekolahnya hingga selesai. pasien masih dapat bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sering memukul temannya bila dinggapnya melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginan atau memarahi dan menjahilinya.

Lanjutan..
Pasien sudah mampu untuk mengatakan keinginannya untuk BAK ataupun BAB sejak usia 2 tahunan, namun sampai saat ini masih belum mampu membersihkannya sendiri. Saat ini pasien sudah mampu bersepeda roda 3, mampu membantu berpakaian tanpa kancing, mampu memakai sepatu atau sandal dengan benar, mampu menyebutkan 3 objek disekitarnya, menyebutkan namanya, nama beberapa temannya, nama beberapa gurunya menunjukkan bagian tubuh dan makan sendiri, menyebutkan angka 1 sampai 10 secara berurut tapi selalu tertinggal angka 4 dan 5, belum dapat menyebutkan angka secara acak. Namun, pasien belum mampu untuk menyebutkan warna dengan benar, belum mampu menggambar, hanya bisa mencorat-coret tanpa bentuk. Pasien dapat menirukan membuat lingkaran, tapi tidak sempurna. Ibu mengaku terkadang sering melarang pasien saat mulai mengacakacak sesuatu, terkadang dimarahi dan mencubitnya. Reaksi anak saat itu diam, dan kadang menangis, tetapi tidak lama dilakukannya lagi. Namun ibu tidak pernah lagi melakukan itu sejak pasien berusia 3 tahun 8 bulan, yaitu 3 bulan yang lalu.

Riwayat pendidikan
Pada usia 2 tahun 7 bulan, pasien sudah mengikuti play group. Pasien dapat mengikuti pelajaran bahasa, menyanyi, dan menirukan. Pasien dapat menyebutkan angka 1 sampai 10 tapi selalu tertinggal angka 4 dan 5. Pasien belum dapat menulis mengikuti titik-titik, belum dapat menggambar dan menyebutkan warna dengan benar. Pasien lebih terlambat mengikuti pelajaran dibanding teman-temannya, kecuali dalam berbahasa.

4. Riwayat pekerjaan Pasien belum pernah bekerja. 5. Riwayat perkawinan Pasien belum menikah.

RIWAYAT KELUARGA

Keterangan: Laki-laki Perempuan Penderita Meninggal

: : : :

Pasien merupakan anak pertama perempuan dari perkawinan ayah dan ibunya, dan merupakan perempuan satu-satunya. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat epilepsi dan gangguan yang sama.

RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Pasien tinggal dengan orangtuanya. Pasien merupakan anak tunggal. Jika pagi sampai siang, pasien tinggal bersama ibunya dan neneknya di rumah yang bersebelahan dengan rumahnya. Pada sore hingga esok paginya pasien tinggal bertiga bersama ibu dan ayahnya. Pasien mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari kedua orang tuanya. Tempat tinggal pasien merupakan lingkungan padat penduduk dan dengan ekonomi terbatas.

PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Sulit dievaluasi

STATUS MENTAL
DESKRIPSI UMUM Penampilan Seorang anak perempuan berusia 3 tahun 11 bulan datang bersama ibunya ke RSUD Ulin, tanggal 8 Nopember 2011, berperawakan kurus, kulit sawo matang, memakai baju dan celana berwarna biru, tampak terawat. Saat didatangi ke rumahnya, 10 Nopember 2011, pasien menggunakan kaos berwarna putih dan celana setinggi lutut berwarna putih. Penampilannya tampak terawat.

Perilaku dan aktivitas motorik Hiperaktif dan agresif Pembicaraan Saat ditanya sering kali pasien tidak menjawab karena asik sendiri mengerjakan hal lain. Pasien dapat menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diberikan, namun perhatiannya kembali teralihkan. Sikap terhadap pemeriksa Kurang kooperatif Kontak Psikis ada, wajar, dan tidak dapat dipertahankan.

KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF, KESERASIAN DAN EMPATI

Afek(mood) Ekspresi afektif Keserasian Empati

: Euthyme : Ceria : Appropriate : Tidak dapat dirabarasakan

FUNGSI KOGNITIF

Kesadaran : komposmentis Orientasi : Waktu : sde


Tempat : baik Orang : baik Situasi : Sde Daya Konsentrasi : Terganggu Daya ingat : Jangka panjang : Sde Jangka pendek : Terganggu Segera : Terganggu Pikiran abstrak : Sulit dievaluasi

Halusinasi A/V: (-/-) Depersonalisasi/ Derealisasi

GANGGUAN PERSEPSI
: (-/-)

PROSES PIKIR

Arus pikir : a. Produktivitas : Menjawab spontan saat ditanya b. Kontinuitas : Jawaban relevan. c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
Isi Pikir
: a. Preocupasi b. Waham : sulit dievaluasi : (-)

Bentuk pikir : Autisme : (-)

PENGENDALIAN IMPULS
Pasien tidak dapat mengendalikan impuls

DAYA NILAI
a. Daya norma sosial b. Uji daya nilai c. Penilaian realita : terganggu : sde : Sde

TILIKAN
T1 : Pasien sama sekali menyangkal dirinya sakit

TARAF DAPAT DIPERCAYA


dapat dipercaya

STATUS INTERNUS PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT Keadaan Umum : Tampak baik Tanda vital : N : 90 x/menit RR : 24 x/menit T : 36,2 oC Bentuk badan: kurus Hidung : lubang hidung terhimpit karena terdapat kelainan jaringan epidermis, tidak ada sekret. Lain-lain dalam batas normal STATUS NEUROLOGIS Dalam batas normal

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Agresif (+) Hiperaktif (+) Konsentrasi : terganggu Perhatian (<<) Perkembangan motorik halus : terganggu Riwayat kejang 3 kali Hasil EEG menunjukkan suspek epilepsi. Lubang hidung : kecil, kelainan jaringan kulit epidermis pada hidung Sedang menjalani pengobatan antiepilepsi. Sikap pasien terhadap pemeriksa : kurang kooperatif. Kontak psikis ada, wajar, tapi tidak dapat dipertahankan. Daya ingat segera dan jangka pendek : terganggu Angka 1 sampai 10, tapi selalu tanpa angka 4 dan 5 Pasien tidak dapat menyebutkan warna dengan benar.

EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F90.1. Gangguan tingkah laku ( conduct disorder) hiperkinetik et causa gangguan organik (epilepsi). DD: ADHD (Attention Defisit Hyperactivity Disorder) Gangguan desintegratif masa kanak lainnya Gangguan perkembangan motorik halus : Suspek epilepsi dan kelainan jaringan kulit epidermis pada hidung : None : GAF SCALE 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)

Aksis II : Aksis III Aksis IV Aksis V

DAFTAR MASALAH

Organobiologik

Suspek epilepsi, kelainan jaringan kulit epidermis pada hidung


Psikologik

Pasien agresif dan hiperaktif. Pasien suka mengganggu teman, tidak bisa diam. Pasien suka melempar barang, meludah, memukul teman dan keluarganya, bahkan terkadang menyakiti diri sendiri. Pasien memiliki gangguan dalam perkembangan motorik halusnya, ia tidak dapat menulis atau menggambar, akibatnya kemampuan akademik tidak optimal karena pasien tidak dapat berkonsentrasi. Anak tidak mendapatkan pengajaran mana yang boleh dan tidak serta alasannya saat anak melakukan tindakan yang tidak terpuji. Orang tua cenderung diam dan hanya menahannya.

Sosial Keluarga Stressor tidak ada.

PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad malam

Perjalanan penyakit
Ciri kepribadian Riwayat herediter

: dubia ad malam
: dubia ad malam : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad malam

Pola keluarga
Pendidikan Aktivitas pekerjaan Ekonomi

: dubia ad malam
: dubia ad bonam : dubia : dubia ad bonam

Lingkungan sosial
Organobiologi Kesimpulan

: dubia ad malam
: dubia ad malam : dubia ad malam

Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

RENCANA TERAPI
Psikofarmaka
Topamax 25 mg 2x1/4 tab Haloperidol 0,25 mg 3 x 1 tab Carbamazepin 200mg 2x1/2 tab Vitamin B12 1x1 tab Sc Lactis Psikoterapi Paket perawatan multisistemik adalah model yang komprehensif pengobatan dari CD yang meliputi pelatihan manajemen orangtua perilaku, sosial pelatihan keterampilan, dukungan akademis, pengobatan farmakologis gejala ADHD atau depresi, dan konseling individu yang diperlukan. Usulan pemeriksaan penunjang : Test psikologi, RM dan EEG

DISKUSI
Berdasarkan hasil alloanamnesis dengan ibu, bapak, dan
guru pasien, serta hasil pemeriksaan status mentalis, pasien menderita gangguan tingkah laku hiperkinetik (conduct disorder). Secara umum telah terpenuhi kriteria menyeluruh gangguan hiperkinetik dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku. Gangguan berkurangnya perhatian dan hiperaktivitas serta gangguan tingkah laku dialaminya selama 11 bulan.

Diagnosis gangguan tingkah laku hiperkinetik (F 90.1) dapat


ditegakkan apabila memenuhi kriteria menyeluruh mengenai gangguan hiperkinetik (F90) dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku (F91).

DISKUSI
Pedoman diagnostik gangguan hiperkinetik (F90) menurut PPDGJ-III, yaitu:

Ciri utama adalah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi.

Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini sering kali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik terhadap kegiatan yang lain (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perceptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak berbicara dan rebut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputarputar (berbelit-belit). Tolak ukur untuk penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas di sebut berlebihan dalam konteks yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak yang lain yang sama umur dan nilai IQ-nya.Ciri khas perilaku ini paling nyata dalam situasi yang terstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat pengendalian diri yang tinggi.

Lanjutan..
Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidaklah diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan cara mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan cirri khas dari anak-anak dengan gangguan ini. Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat secara terpisah bila ada; namun demikian tidaklah boleh dijadikan bagian dari diagnosis actual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya. Gejala-gejala gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut.

Lanjutan..
Pedoman diagnostik gangguan tingkah laku (F91) menurut PPDGJ (III), yaitu:

Gangguan tingkah laku berciri khas dengan aanya suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap. Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan tingkat perkembangan anak. Temper tantrum, merupakan gejala normal pada perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan merupakan dasar bagi diagnosis ini. Begitu pula, pelanggaran terhadap hak orang lain (seperti pada tindak pidana dengan kekerasan) tidak termasuk kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan demikian bukan merupakan kriteria diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut. Contoh-contoh perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis mencakup hal-hal berikut: perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan yang hebat atas barang milik orang; membakar, pencurian; pendustaan; berulang-ulang, membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap menentang yang berat serta menetap. Masing-masing dari kategori ini, apabila ditemukan, adalah cukup untuk menjadi alasan bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan dissosial yang terisolasi bukan merupakan alasan yang kuat. Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.

Pada pasien ini terdapat gejala hiperaktivitas, kurangnya perhatian, dan agresif. Gejala-gejala tersebut telah berlangsung selama 11 bulan sejak pasien mengalami kejang ketiga saat berusia 3 tahun. Sebelumnya pasien pernah ada melempar dan memukul, namun hal ini diperparah sejak kejangnya yang ketiga di bulan Desember 2010. Pasien sering beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, berlari-lari mengelilingi ruangan, dan berkurangnya perhatian sehingga sulit untuk berkonsentrasi. Hal ini tidak hanya terjadi di rumah, tetapi di sekolah dan di tempat umum. Akibatnya pasien mengalami keterlambatan dibandingkan teman-teman seusianya. Pasien mengalami gangguan perkembangan motorik halus, seperti belum mampu menggambar dan menulis. Namun pasien tidak memiliki gangguan berbahasa. Pasien memiliki gejala sering melempar barang, merusak barang orang lain, memberantakkan barang yang sudah tersusun rapi, terkadang menyakiti diri, dan sering memukul atau menyakiti, baik itu keluarga, teman-temannya, orang asing, maupun hewan, dan kebiasaan meludahi orang. Hal ini dilakukannya tiba-tiba, jika di sekolah biasanya terjadi saat pelajaran berlangsung, jika di rumah terjadi tanpa sebab yang jelas, tapi terutama muncul bila kehendak pasien tidak dituruti. Kebiasaan ini juga dilakukannya jika bertemu dengan orang asing.

Conduct disorder (CD) adalah salah satu masalah yang paling sulit pada anakanak dan remaja. CD melibatkan sejumlah perilaku bermasalah, termasuk perilaku oposisi dan menantang dan kegiatan antisosial. Klasifikasi formal dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat (DSM-IV) mendefinisikan karakteristik penting sebagai "pola gigih perilaku di mana hak-hak dasar orang lain atau besar sesuai usia norma-norma sosial dilanggar." Perilaku yang digunakan untuk mengklasifikasikan CD ke dalam 4 kategori utama (1) agresi terhadap manusia dan hewan, (2) perusakan properti tanpa agresi terhadap orang atau hewan; (3) penipuan, berbohong, dan pencurian, dan (4) pelanggaran serius aturan. Jenis onset anak didefinisikan oleh kehadiran 1 karakteristik kriteria dari CD sebelum berusia 10 tahun, ini biasanya anak laki-laki individu menampilkan tingkat tinggi perilaku agresif. Jadi, bahkan anak prasekolah yang menunjukkan agresi serius berulang, dengan maksud untuk menyakiti, memenuhi kriteria untuk CD. Mereka sering juga memenuhi kriteria untuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Anak-anak ini lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan kepribadian antisosial dewasa daripada individu dengan tipe onset remaja. CD tidak memiliki batas usia yang lebih rendah.
CD sangat resisten terhadap pengobatan. Ini mengikuti jalur perkembangan yang jelas dengan indikator yang dapat hadir pada awal periode prasekolah. Pengobatan lebih berhasil bila dimulai dini dan harus mencakup medis, kesehatan mental, dan komponen pendidikan serta dukungan keluarga. Komunikasi yang erat antara rumah dan sekolah sangat penting di usia muda.

Peristiwa yang dialami pasien ini diduga merupakan akibat dari kelainan organik. Hal ini didukung dari riwayat pasien yang sering mengalami kejang parsial didahului oleh demam sebanyak 3 kali dan hasil EEG yang mengarah pada epilepsi. Para penyandang epilepsi pada anak dan remaja memiliki permasalahan lebih kompleks, yaitu keterbatasan dalam interaksi sosial dan kesulitan mengikuti pendidikan formal. Terdapat hubungan antara abnormalitas EEG dengan fungsi kognitif dan ini berpengaruh dalam terjadinya kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat ditemukan pada anak dengan hasil EEG gelombang epileptiform yang disertai kejang maupun tanpa kejang. Kondisi tanpa kejang dianggap sebagai subklinis. Yang dimaksud gelombang epileptiform adalah gelombang tajam, runcing, dengan atau tanpa diikuti gelombang lambat, dan gelombang tajam, bisa muncul tunggal atau dalam rangkaian letupan yang bersifat umum atau paroksismal. Gelombang epileptiform dapat muncul pada orang yang epilepsi maupun yang tidak ada klinis epilepsi, ini disebut epileptiform sub klinis. Gelombang epileptiform akan berefek secara langsung pada proses informasi, memori jangka pendek, pemecahan masalah, abstraksi, dan pemusatan perhatian, karena itu gangguan fungsi kognitif dan kesulitan belajar dapat juga diakibatkan oleh adanya gelombang epileptiform subklinis. Penelitian lain mengatakan, pemusatan perhatian sangat sensitif terhadap gelombang epileptiform. Gelombang epileptiform subklinis fokal dan multifokal menyebabkan gangguan yang lebih kecil pada fungsi kognitif dibandingkan dengan yang bersifat umum atau general. Gelombang epileptiform yang timbul pada usia yang sangat muda (lebih awal) terutama dengan kejang akan mempengaruhi perkembangan otak dan pada jangka panjang akan berefek pada fungsi kognitif melalui inhibisi mitosis sel, proses mielinisasi yang terganggu, serta penurunan jumlah sel dan ukurannya.

Lanjutan...
Pada anak dengan epilepsi, mengalami berbagai maslah tingkah laku, fluktuasi mood (suasana perasaan), hiperaktifitas, dan iritabilitas dengan berkurangnya perhatian dan kesulitan dengan matematika. Agresi dan hiperaktifitas dan neurotik berhubungan dengan kejang parsial kompleks pada lobus temporal. Penelitian Aarts dkk membuktikan adanya defisit fungsi kognitif yang bersifat sementara selama terjadinya lepasan gelombang epileptiform subklinis. Hal ini dinamakan Transitory Cognitive Impairment (TCI). TCI digunakan untuk mendiagnosis timbulnya gelombang epileptiform yang terjadi simultan dengan penurunan skor tes fungsi kognitif dan ini dapat menjelaskan adanya kesulitan belajar. TCI juga berperan pada timbulnya abnormalitas profil pemeriksaan psikologis dan mengganggu aktifitas harian, sedangkan pada anak-anak berhubungan dengan gangguan tingkah laku. Ditemukan gambaran TCI selama adanya gelombang epileptiform (subklinis) pada anak yang tidak epilepsi. Selain itu, pola asuh dan pengajaran dari keluarga pasien terutama orang tua, sangat berpengaruh dalam perkembangan kognitif dan kepribadian pasien.

Karena sifat multifaset masalah perilaku, khususnya terkait komorbiditas, pengobatan biasanya termasuk obat-obatan, mengajar keterampilan orangtua, terapi keluarga, dan konsultasi dengan sekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemuda dengan predator dan agresi parah tidak mungkin untuk merespon tanpa obat dan mereka memiliki respon yang lebih baik untuk pendekatan multimodal. Karena tumpang tindih tingkat tinggi antara CD dan ADHD, sehingga harus dilakukan evaluasi untuk gejala ADHD. Terapi farmakologis untuk ADHD diindikasikan, karena anak memiliki gejala gangguan tersebut.

Terapi yang direncanakan pada penderita ini menggunakan obat Topamax sebagai monoterapi pada epilepsi. Antipsikotik Haloperidol 0,25 mg dan vitamin B12. Haloperidol efektif untuk mengatasi gejala perilaku tak terkendali (perilaku destruktif), hiperaktivitas, dan menyerang. Terapi yang direncanakan pada penderita ini menggunakan obat antipsikotik Haloperidol 0,25 mg.

Mekanisme kerja obat antipsikosis adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal sehingga efek samping obat anti psikosis adalah 1) sedasi dan inhibisi psikomotor, 2) gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolinergik berupa mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur; 3) gangguan endokrin 4) gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, dan sindrom Parkinson), 5) hepatotoksik. Sindrom Parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas. Efek samping ini ada yang cepat dan ditolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien. Bila terjadi sindrom Parkinson maka penatalaksanaannya : hentikan obat anti psikosis atau bila obat antipsikosis masih diperlukan diberikan trihexyphenidyl 3 x 2 mg/hari p.o. atau sulfas atropin 0,5 0,75 mg im. Apabila sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat antiparkinson.

Methylphenidate sebagai terapi ADHD. Dalam suatu studi, methylphenidate efektif dalam mengurangi agresifitas. Penggunaan untuk anak usia < 6 tahun dimulai dengan dosis 2,5 mg diberikan sebelum sarapan pagi dan makan siang karena methyl-phenidate umumnya efektif untuk 3 sampai 4 jam. Pasien usia sekolah umumnya sudah berrespons pada dosis 0,3-0,8 mg/kgbb. Dosis yang lebih tinggi dapat menimbulkan efek buruk pada konsentrasi dan belajar. Carbamazepine juga telah dibuktikan efektif dalam mengobati perilaku agresif, namun beberapa efek samping yang signifikan terjadi. Antikonvulsan dianggap kelompok kedua obat yang akan digunakan dalam agresi spesifik, dan lithium adalah pilihan ketiga. Divalproex memiliki profil keamanan yang kurang menguntungkan dari stimulan, namun tidak memiliki kelainan metabolik terkait dan risiko tardive dyskinesia yang dimiliki antipsikotik atipikal dan obat antipsikotik tipikal. Jadi, ini adalah pilihan lain yang mungkin untuk agresi refraktori terutama seperti yang telah digunakan secara aman dengan populasi anak dengan epilepsi.

Dari terapi psikologis, pelatihan manajemen orangtua. Pelatihan manajemen orang tua mengacu pada prosedur di mana orang tua telah dilatih untuk mengubah perilaku anak mereka di rumah. Hal ini didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa masalah perilaku tidak sengaja dikembangkan dan dipertahankan oleh maladaptif interaksi orangtua-anak. Sementara ini interaksi konfliktual sering dipicu oleh temperamen mudah marah pada anak, komponen utama dari pola ini adalah orangtua tidak efektif. Ini termasuk orang tua langsung memperhatikan perilaku mengganggu dan menyimpang, tetapi menggunakan perintah samar tidak jelas dan arah dan hukuman berat tidak konsisten diterapkan. Orang tua dilatih untuk cermat mengidentifikasi dan mengamati perilaku dan untuk memperkuat perilaku yang diinginkan. Pola manajemen orangtua mengubah pola pengasuhan yang tidak efektif dengan mendorong orang tua untuk mempraktek perilaku prososial (positif, umpan balik spesifik untuk perilaku yang diinginkan), menerapkan penggunaan konsekuensi alami dan logis, dan penggunaan yang efektif, singkat, hukuman nonaversive secara terbatas ketika dorongan spesifik dan konsekuensi tidak berlaku.

Paket perawatan multisistemik adalah model yang komprehensif pengobatan dari CD yang meliputi pelatihan manajemen orangtua perilaku, sosial pelatihan keterampilan, dukungan akademis, pengobatan farmakologis gejala ADHD, dan konseling individu yang diperlukan. Multisistemik terapi telah terbukti bermanfaat untuk anak-anak dan remaja dengan CD, terutama bila orangtua manajemen telah berhasil dicoba. Dalam jangka pendek, obat stimulan telah terbukti efektif dalam mengontrol gejala-gejala spesifik dari kekurangan perhatian, impulsif, dan hiperaktivitas. Namun, dengan sendirinya, obat stimulan biasanya tidak mengakibatkan hubungan orangtua-anak, guru-anak, atau rekan ditingkatkan. Seperti dengan pendekatan ke CD, pendekatan multidisiplin dan multimodal dengan ADHD diperlukan. Tidak ada obat secara konsisten efektif dalam mengobati orang dengan CD ketika ADHD atau gangguan bipolar tidak hadir.

Prognosis pada penderita ini dubia ad malam karena dilihat dari perjalanan penyakit pada pasien yang terjadi pada usia dini, pola pengasuhan keluarga, serta lingkungan sosialnya.

Anda mungkin juga menyukai