Anda di halaman 1dari 34

UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS ) SEJARAH ASIA TENGGARA LAMA

NAMA NIM KELAS SEMESTER PRODI DOSEN

: Angela Marsella : 221200161 : A SORE : 2 ( DUA ) : PENDIDIKAN SEJARAH : MUHAMMAD SAIFULLOH

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN-PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PRGI) PONTIANAK 2013

1.Gambarkan asia tengara dari sudut a. b. c. d. Sejarah Alam + demografi Negara / kerajaan-kerajaan awal Proses migrasi penduduk awal dan penduduk munculnya kerajaan-kerajaan awal di Asia Tenggara

2.ikuti pekan pendidikan budaya STKIP (pilih salah satu) a. Resensi buku yang ada dalam acara yang anda pilih b. Laporan (penjelasan dalam acara yang anda pilih ) c. Kajian isi acara yang anda pilih.

A. Danau Gunung Tujuh, Danau Tertinggi di Asia Tenggara

Danau Gunung Tujuh terbentuk akibat letusan Gunung Tujuh. Danau ini berada pada ketinggian sekitar 1.950 meter dari permukaan laut. Ketinggian terebut membuat danau itu menjadi danau tertinggi di Asia Tenggara. Daya tarik utama dari Danau Gunung Tujuh adalah panorama alamnya yang indah. Hal ini tercipta karena kondisi alamnya yang masih asri. Wisatawan yang datang ke kawasan wisata tersebut dipastikan bisa menikmati udaranya yang sejuk dan airnya yang begitu jernih. Kawasan wisata Danau Gunung Tujuh berada di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Untuk mencapai kawasan wisata ini, wisatawan bisa memulai perjalanan dari Sungai Penuh menuju desa Pelompek yang berjarak sekitar 50 km, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Dari desa ini, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju lokasi danau.

Keindahan Danau Gunung Tujuh Selain itu, tujuh buah gunung yang berjejer dan mengelilinginya membuat eksotisme kawasan wisata ini menjadi semakin mempesona. Di beberapa titi di pinggir Danau Gunung Tujuh, wisatawan bisa menemukan hamparan pasir yang menyerupai pantai. Daya tarik lain yang ditunggu-tunggu adalah pesona matahari terbi yang menambah keindahan danau ini. Untuk itu, ada beberapa titik yang memiliki hamparan pasir yang menyerupai pantai, yang dapat digunakan untuk berkemah di tepi danau ini. Saat singgah ke objek wisata Danau Gunung Tujuh, jangan lupa untuk mencicip kuliner khas daerah. Jika ingin menginap, wisatawan bisa pergi ke desa Kersik Tuo, yang tidak jauh dari desa Pelompek.

B. 1. Bentang Alam Asia Tenggara


Apa yang dimaksud dengan bentang alam itu? Bentang adalah keadaan umum tentang suatu wilayah. Perhatikan wilayah Asia Tenggara di samping ini!

Dari gambar peta di samping dapat kita lihat bahwa wilayah Asia Tenggara terbagi atas dua bagian utama, yaitu berikut ini. a. Daratan Berbentuk Semenanjung Semenanjung adalah tanjung yang besar. Wilayah yang berbentuk semenanjung adalah Myanmar, Thailand, Laos, Kampuchea, Vietnam, dan wilayah Malaysia bagian barat. b. Daratan Berbentuk Gugusan Kepulauan Wilayah yang berbentuk gugusan kepulauan adalah Filipina, Indonesia, wilayah Malaysia bagian timur, Singapura, dan Timor Leste.

2. Letak, Luas, dan Batas


Letak suatu wilayah dapat ditinjau secara astronomis dan geografis. Letak astronomis adalah letak yang didasarkan pada garis lintang dan garis bujur. Sedangkan letak geografis adalah letak yang didasarkan posisi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya. Letak astronomis Asia Tenggara adalah 280 LU 110 LS dan 920 BT 1410 BT. Letak geografis Asia Tenggara berada di antara tiga perairan, yaitu: Samudra Hindia dan Teluk Benggala di bagian barat Laut Cina Selatan di utara; Samudra Pasifik di timur. Luas wilayah Asia Tenggara beserta wilayah perairannya adalah + /- 4. 511.167 km2.

3. Keadaan Iklim
Iklim merupakan salah satu unsur geografis. Apakah iklim itu? Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca dalam jangka waktu lama dan meliputi daerah yang sangat luas. Iklim ada dua jenis, yaitu iklim matahari dan iklim fisis. Iklim matahari adalah keadaan iklim yang didasarkan pada letak suatu wilayah terhadap garis astronomis. Perhatikan pembagian iklim matahari di bawah ini!

Wilayah Asia Tenggara secara astronomis terletak antara 280 LU 110 LS. Ini berarti wilayah Asia Tenggara berada di daerah beriklim tropis. Hanya sebagian kecil kawasan Asia Tenggara yang beriklim subtropis yaitu Myanmar bagian utara. Bagaimana ciri-ciri iklim tropis Asia Tenggara? Ciri-cirinya adalah: curah hujan tinggi, karena pengaruh adanya angin muson barat; suhu udara panas, karena berada di dekat garis ekuator.

Selain iklim matahari, keadaan iklim dapat ditinjau dari keadaan fisik muka bumi dan wilayah perairan. Keadaan iklim yang ditinjau dari keadaan fisik muka bumi dan wilayah perairan disebut iklim fisis. Beberapa iklim fisis di kawasan Asia Tenggara adalah sebagai berikut. a. Iklim laut, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh angin laut. Hal ini terjadi karena wilayah Asia Tenggara dikelilingi laut yang luas. b. Iklim gunung, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh adanya gunung-gunung tinggi. c. Iklim dataran rendah, yaitu iklim yang dipengaruhi oleh adanya dataran rendah yang tersebar di kawasan Asia Tenggara.

Sumber Daya Alam di Kawasan Asia Tenggara


Setiap wilayah terdapat sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Suatu wilayah ada yang kaya (banyak) akan sumber daya alam tetapi ada yang miskin (sedikit) sumber daya alamnya. Sumber daya alamnya dapat digolongkan sebagai berikut ini.

1. Tanah
Sumber daya tanah di kawasan Asia Tenggara beraneka ragam jenisnya sesuai proses pembentukannya. Berikut ini adalah jenis tanah yang mendominasi kawasan Asia Tenggara. a. Tanah Vulkanik Tanah Vulkanik merupakan jenis tanah hasil proses vulkanisme (gunung berapi). Tanah jenis vulkanik bersifat subur. Karena subur maka sangat baik untuk pertanian. Tanah jenis ini terdapat di Negara Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Myanmar.

b. Tanah Aluvial (Endapan) Tanah Aluvial (Endapan) merupakan jenis tanah yang dibawa dan diendapkan oleh aliran air sungai. Karena subur tanah aluvial maka sangat baik untuk pertanian. Tanah aluvial terdapat di lembah/tepi aliran sungai dan delta. Di kawasan Asia Tenggara tanah aluvial terdapat di lembah dan delta Sungai Nan, Sungai Mekong, dan Sungai Bengawan Solo.

2. Hutan/Flora dan Fauna


Kawasan Asia Tenggara sebagian besar beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Keadaan ini menumbuhkan hutan tropis yang kaya akan flora dan fauna. Hutan menghasilkan kayu dan rotan yang berguna untuk membuat beraneka macam barang dan bahan bangunan.

3. Perairan
Kecuali Laos, semua negara di kawasan Asia Tenggara memiliki wilayah laut. Laut merupakan sumber daya alam yang penting. Dari laut dapat diperoleh manfaat berikut ini. Sebagai sumber bahan pangan berupa ikan dan hasil laut lainnya. Sebagai jalur transportasi air. Sebagai objek wisata. Dari dasar laut sering ditemukan bahan tambang seperti minyak dan gas bumi.

4. Tambang
Kecuali Singapura, setiap negara di kawasan Asia Tenggara memiliki hasil tambang. Singapura adalah negara kecil yang tidak memiliki hasil tambang yang berarti.

Penduduk di Kawasan Asia Tenggara


Keadaan penduduk di Kawasan Asia Tenggara dapat kita lihat dari beberapa aspek/segi. Misalnya ras atau suku bangsanya, jumlah penduduknya, mata pencahariannya dan persebarannya.
1. Suku Bangsa di Kawasan Asia Tenggara

Menurut A. L Kroeber, suku bangsa yang tinggal di kawasan Asia Tenggara merupakan keturunan dari dua ras, yaitu sebagai berikut. a . Ras Negroid yang menempati Semenanjung Melayu dan wilayah Negara Filipina. b. Ras Mongoloid, yang menempati Kepulauan Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Ras Mongoloid yang ada di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu: Proto Melayu (Melayu Tua), yang menurunkan suku Batak, Dayak, dan Toraja; Deutro Melayu (Melayu Muda), yang menurunkan suku Bali, Jawa, dan Minangkabau.

Adapun suku-suku yang jumlahnya besar di Asia Tenggara antara lain sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. Suku bangsa Lao Yao dan Thai di Laos dan Thailand. Suku bangsa Semang dan Sakai di Malaysia. Suku bangsa Khmer di Kamboja. Suku bangsa Man, Tho, Muong ,dan Vietnam di Vietnam. Suku bangsa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Dayak di Indonesia. Suku bangsa Cina, India, Melayu, dan Pakistan di Singapura.

2. Jumlah Penduduk di Kawasan Asia Tenggara Pada tahun 2003, jumlah penduduk di kawasan Asia Tenggara adalah 544 juta jiwa.

Dari data di atas terlihat bahwa Singapura merupakan negara terpadat penduduknya di Asia Tenggara, sementara pertumbuhan penduduknya paling rendah yakni hanya 0,7% (sama dengan Thailand). Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.
3. Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan Asia Tenggara

Sebagian besar penduduk di kawasan Asia Tenggara bermata pencaharian sebagai petani, kecuali Singapura. Sebagian besar penduduk Singapura bekerja dalam bidang industri dan

perdagangan. Industri jasa keuangan dan perdagangan merupakan sektor andalan ekonomi Singapura.
4. Persebaran Penduduk di Kawasan Asia Tenggara

Sebagian besar (63 %) penduduk di kawasan Asia Tenggara tinggal di pedesaan, kecuali Singapura. Sebagian besar (95 %) penduduk Singapura tinggal di perkotaan, karena Singapura merupakan sebuah negara kota. Karena padatnya penduduk, sebagian besar (85 %) penduduk Singapura tinggal di rumah susun (apartemen). Di Malaysia, 57 % penduduknya tinggal di perkotaan. Di Brunei Darussalam 67 % penduduknya tinggal di perkotaan. Sementara di Timor Leste, 92 % penduduknya tinggal di pedesaan.

Demografi Asia Tenggara Penduduk asli Asia Tenggara terdiri dari berbagai macam suku yang jumlahnya sangat banyak.

Kamboja

suku Khmer (94%), Tionghoa (4%), suku Vietnam (1%), lainnya (kebanyakan suku Cham) (1%)

Laos

Lao Daratan Rendah (56%), Lao Theung (34%), Lao Soung (10%)

Myanmar

suku Burma (68%), Shan (9%), Karen (6%), Rakhine (4%), lainnya (termasuk suku Tionghoa dan IndoArya) (13%)

Thailand

suku Thai (75%), Tionghoa (14%), suku Melayu (4%), Khmer (3%), lainnya (4%)

Vietnam

suku Vietnam (88%), Tionghoa (4%), Thai (2%), lainnya (6%)

Brunei

Melayu (69%), Tionghoa (18%), suku pribumi Brunei (6%), lainnya (7%)

Filipina

Filipino (80%), Tionghoa (10%), Indo-Arya (5%), bangsa Eropa dan Amerika (2%), Arab (1%), lainnya (2%)

suku Jawa (41,7%), suku Sunda (15,4%), suku Melayu (3,4%), suku Madura (3,3%), suku Batak (3.0%), suku Minangkabau (2,7%), suku Betawi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku Banten (2,1%), suku Banjar Indonesia (1,7%), suku Bali (1,5%), suku Sasak (1,3%), suku Makassar (1,0%), suku Cirebon (0,9%), suku Tionghoa (0,9%), suku Aceh (0,43%), suku Toraja (0,37%), sisanya ratusan suku kecil dari Rumpun Melanesia dan Melayu-Polinesia.

Malaysia

Melayu dan Orang Asli (60%), Tionghoa (30%), Tamil (6,4%), lainnya (2%)

Singapura Tionghoa (76%), Melayu (15%), Indo-Arya (7%), lainnya (2%)

Timor Leste

suku Austronesia, suku Melayu, suku Portugis Eropa

c.Pertanian adalah perkembangan alami yang berasal dari kebutuhan. Sebelum pertanian,
berburu dapat memenuhi kebutuhan makanan. Masyarakat Asia Tenggara telah melakukan berbagai kegiatan domestikasi baik berupa hewan maupun tanaman seperti memelihara anjing, ayam, dan babi beribu-ribu tahun yang lalu. Makanan terkait dengan status sosial. Apabila makanan tersedia berlebih, orang mengadakan pesta besar dan semua orang boleh makan sepuasnya. Orang-orang kaya seperti ini biasanya bekerja bertahun-tahun mengumpulkan makanan atau kekayaan yang dibutuhkan untuk pesta-pesta ini. Kebaikan orang-orang kaya itu akan diingat oleh masyarakat, menjadi semacam tabungan budi untuk masa yang akan datang. Kebiasaan ini tersebar di seluruh wilayah Asia Tenggara, bahkan sampai ke Papua. Masyarakat dengan ciri seperti ini dikenal sebagai masyarakat agraris. Pada saat tekanan jumlah penduduk mencapai titik yang membutuhkan intensifikasi pertanian, berkembang teknik bercocok tanam, seperti menanam ubi jalar di Papua atau menanam padi di wilayah Indonesia lainnya. Para ahli prasejarah berpendapat, teknik bercocok tanam padi sawah dikenal masyarakat Asia Tenggara dari Tiongkok, khususnya lembah Sungai Yangtse dan Yunnan.

Teras persawahan di pulau Jawa, Indonesia Kegiatan menanam ubi di Papua, contohnya, dimulai dengan menempatkan umbi di lahan yang telah dipersiapkan, menyiangi gulmanya, menunggunya hingga berkembang, dan kemudian memanen hasilnya. Urut-urutan kegiatan ini masih dilakukan oleh kaum wanita di berbagai masyarakat tradisional di Asia Tenggara; sedangkan kaum pria mengerjakan tugastugas yang lebih berat seperti mempersiapkan lahan atau memagarinya untuk menghidari kerusakan karena hama babi.

Zaman perundagian awal di semenanjung Asia Tenggara :


Sekitar abad ke-5 SM, penduduk dari daerah Dongson, yang sekarang termasuk dalam wilayah Vietnam, telah mampu menguasai keterampilan dasar pengolahan logam. Hasil kebudayaan logam mereka adalah yang paling tua yang telah ditemukan oleh para arkeolog di Asia Tenggara. Sedangkan masyarakat terawal yang diketahui di Thailand - yaitu sekitar tahun 3,000 SM - berlokasi di daerah Ban Chiang. Pada sekitar tahun 2,500 SM, bangsa Melayu mulai menyebar di wilayah semenanjung dan memperkenalkan teknologi primitif pengerjaan logam yang telah mereka kuasai di wilayah ini. Sekitar tahun 1,500 SM, bangsa Mon mulai memasuki wilayah Burma, sedangkan bangsa Tai datang lebih belakangan dari daerah selatan Tiongkok ke daratan Asia Tenggara untuk kemudian menempatinya pada sekitar milenium pertama Masehi.

Kerajaan-kerajaan kuno :
Kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara pada umumnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kerajaan-kerajaan agraris dan kerajaan-kerajaan maritim. Kegiatan utama kerajaan-kerajaan agraris adalah pertanian. Mereka kebanyakan terletak di semenanjung Asia Tenggara. Contoh kerajaan agraris adalah Kerajaan Ayutthaya, yang terletak di delta sungai Chao Phraya, dan Kerajaan Khmer yang berada di Tonle Sap. Kerajaan-kerajaan maritim kegiatan utamanya adalah perdagangan melalui laut. Kerajaan Malaka dan Kerajaan Sriwijaya adalah contoh dari kerajaan maritim. Tidak banyak yang diketahui mengenai kepercayaan dan praktek keagamaan Asia Tenggara, sebelum kedatangan dan pengaruh agama dari para pedagang India pada abad ke-2 Masehi dan seterusnya. Sebelum abad ke-13, agama-agama Buddha dan Hindu adalah kepercayaan utama di Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan di daratan (semenanjung) Asia Tenggara pada umumnya memeluk agama Buddha, sedangkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Melayu (Nusantara) umumnya lebih dipengaruhi agama Hindu. Beberapa kerajaan yang berkembang di semenanjung ini, awalnya bermula di daerah yang sekarang menjadi negaranegara Myanmar, Kamboja dan Vietnam.

Peninggalan ibukota Kerajaan Ayutthaya, Thailand Kekuasaan dominan yang pertama kali muncul di kepulauan adalah Sriwijaya di Sumatra. Dari abad ke-5 Masehi, Palembang sebagai ibukota Sriwijaya menjadi pelabuhan besar dan berfungsi sebagai pelabuhan persinggahan (entrepot) pada Jalur Rempah-rempah (spice route) yang terjalin antara India dan Tiongkok. Sriwijaya juga merupakan pusat pengaruh dan pendidikan agama Buddha yang cukup berpengaruh. Kemajuan teknologi kelautan pada abad ke-10 Masehi membuat pengaruh dan kemakmuran Sriwijaya memudar. Kemajuan tersebut membuat para pedagang Tiongkok dan India untuk dapat secara langsung mengirimkan barangbarang di antara keduanya, serta membuat kerajaan Chola di India Selatan dapat melakukan serangkaian penyerangan penghancuran terhadap daerah-daerah kekuasaan Sriwijaya, yang mengakhiri fungsi Palembang sebagai pelabuhan persinggahan. Pulau Jawa kerap kali didominasi oleh beberapa kerajaan agraris yang saling bersaing satu sama lain, termasuk di antaranya kerajaan-kerajaan wangsa Syailendra, Mataram Kuno dan akhirnya Majapahit. Para pedagang Muslim mulai mengunjungi Asia Tenggara pada abad ke-12 Masehi. Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama. Ketika itu, Sriwijaya telah diambang keruntuhan akibat perselisihan internal. Kesultanan Malaka, yang didirikan oleh salah seorang pangeran Sriwijaya, berkembang kekuasaannya dalam perlindungan Tiongkok dan mengambil alih peranan Sriwijaya sebelumnya. Agama Islam kemudian menyebar di seantero kepulauan selama abad ke-13 dan abad ke-14 menggantikan agama Hindu, dimana Malaka (yang para penguasanya telah beragama Islam) berfungsi sebagai pusat penyebarannya di wilayah ini. Beberapa kesultanan lainnya, seperti kesultanan Brunei di Kalimantan dan kesultanan Sulu di Filipina secara relatif mengalami sedikit hubungan dengan kerajaan-kerajaan lainnya.

D. Proses Migrasi
RADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHAD A. Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Kawasan Asia Teggara dan Indonesia Menurut pendapat para ahli, pada periode 40.000 tahun yang lalu jenis manusia purba Meganthropus, Pithecanthropus dan jenis Homo telah mengalami kepunahan. Penghuni kepulauan Indonesia kemudian bergeser ke manusia-manusia migran yang datang dari berbagai wilayah di Asia dan Australia. Proses migrasi awal menunjukkan bahwa populasi-populasi kepulauan Indonesia berasal dari bangsa Australo-Melanesia (Australoid) dan Mongoloid (atau lebih khusus lagi adalah Mongoloid Selatan). Setelah itu datang lagi gelombang migrasi kedua yaitu bangsa Austronesia (Melayu/Proto Melayu/Melayu Tua) yang berasal dari Yunan (wilayah di propinsi Cina bagian Selatan). Migrasi mereka sendiri ke kepulauan Indonesia berlangsung dalam dua gelombang. Periode gelombang pertama terjadi pada sekitar tahun 1500 SM, melalui dua jalur utama. Jalur pertama dari Yunan melewati Siam, Malaya dan Sumatera (jalur Barat dan Selatan). Jalur kedua dari Yunan, Vietnam, Filipina kemudian masuk ke Indonesia melalui wilayah Sulawesi (jalur Timur dan Utara). Dalam proses persebarannya mereka membawa kebudayaan neolitikum dari pusatnya di Basson-Hoabinh, yang diantaranya adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu. Tua atau Proto Melayu misalnya suku Toraja dan Dayak.Migrasi periode kedua dari bangsa Malayu (Deutro Melayu/Melayu Muda) terjadi pada sekitar tahun 500 SM. Proses persebarannya melalui jalur daratan Asia kemudian Semenanjung Malaya dan masuk ke Indonesia melalui Sumatera. Kedatangan bangsa ini sambil membawa pengaruh budaya logam dari Dongson, seperti nekara, moko, dan kapak perunggu. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu Muda atau Deutero Melayu misalnya suku Jawa, Melayu, dan Bugis.

B. Pengaruh Budaya Hoa-Bihn / Bacson, dan Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia
1. Pengaruh Budaya Hoa-Bihn Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia Budaya Hoabihn merupakan diantara budaya besar yang memiliki situs-situs temuan di seluruh daratan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Budaya Hoabihn ini berkembang di Asia Tenggara dalam kurun waktu antara 18.000 hingga 3.000-an tahun yang lalu. Istilah Hoabihn sendiri mulai dipakai sejak tahun 1920-an untuk menyebut pada suatu industri alat batu yang berasal dari jenis batu kerakal dengan ciri khas berupa pangkasan pada satu atau dua sisi permukaannya. Manusia pemilik budaya Hoabihn diperkirakan hidup pada kala Holosen. Pendahulu Hoabinhian awalnya berada di Vietnam bagian Utara, Thailand bagian Selatan dan Malaysia. Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu. Beberapa ciri pokok budaya Hoabihn ini antara lain: Pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai. Alat batu ini telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau atau dua sisi baru. Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong, segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang. Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang ditemukan adalah alat batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan budaya Hoabihn yang sesungguhnya, pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih sederhana. Kebanyakan alatalat batu tersebut ditemukan diantara atau terdapat dalam bukit sampah kerang.Ditinjau dari segi perekonomiannya, pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada aktivitas perburuan dan mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai dan daerah pedalaman. 2. Pengaruh Budaya Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia Pengaruh kuat budaya Dongson terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah dalam hal pembuatan barang dari logam, terutama adalah perunggu. Tradisi pembuatan barang budaya dari perunggu di Vietnam (bagian Utara) sendiri dimulai pada sekitar

pertengahan milenium kedua sebelum masehi. Tradisi perunggu itu sendiri menurut para arkeolog Vietnam berasal dari budaya masyarakat Dong Dau dan Go Mun. Bersama dengan wilayah Muangthai (bagian tengah dan Timur Laut) kawasan ini memiliki bukti paling awal tentang tradisi pembuatan perunggu di Asia Tenggara. Jenis-jenis barang perunggu yang mereka hasilkan antara lain kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya), ujung tombak, sabit, mata panah, dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail dan aneka bentuk gelang.Pada tahun sekitar 300 SM, mulai muncul tradisi pembuatan nekara perunggu, penguburan orang yang memiliki status sosial tinggi, dan kehadiran benda-benda besi untuk yang pertama kalinya. Tradisi-tradisi Dongson inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat awal kelupauan Indonesia secara umum. Banyak sekali daerah-daerah di kepulauan Indonesia darinya ditemukan benda-benada budaya yang memiliki kesamaan corak dengan benda-benda atau barang tradisi Dongson. Contohnya adalah nekara Heger tipe I. Paling tidak ada sekitar 56 nekara atau bagian-bagian dari nekara yang tersebar di pulau Jawa, Sumatra dan Maluku Selatan. Diantara contoh nekara yang penting dari Indonesia adalah nekara Makalamau dari pulau Sangeang, dekat Sumbawa. Nekara Makalamau memiliki hiasan berupa gambar orang yang berpakaian seragam menyerupai pakaian jaman dinasti Han di Cina atau Kushan (India Utara) atau Satavahana (India Tengah). Nekara dari Kepulauan Kai berhiaskan gambar kijang dan adegan perburuan macan. Nekara dari pulau Selayar bergambar gajah dan burung merak. Nekara dari Bali mempunyai gambaran bentuk yang berbeda. Nekara dari Bali memiliki empat patung katak pada bagian bidang pukulnya, dengan pola-pola hiasan yang tidak terpadu berupa gambar prajurit dan motif perahu. Semua itu menunjukkan kesamaan dengan nekara-nekara yang ditemukan di Vietnam, di wilayah, dimana budaya Dongson berkembang. Tentang cara pembuatan jenis nekara itu, sejarawan Bernet Kempers memberi gambaran tentang penggunaan teknik cetaknya. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berhias perahu, orang dan lainna. Kemudian lembaran lilin berhias tadi ditutup dengan tanah liat yang berfungsi sebagai cetakan bagian luar setelah terlebih dulu diberi paku-paku yang berfungsi untuk menyatukan cetakan luar dan dalam. Setelah itu dibakar sehingga lilinya meleleh keluar. Rongga yang ditinggalkan oleh lilin kemudian diisi dengan cairan logam. Bernet Kempers menyebutnya sebagai teknik cetak cire perdue (lilin hilang). Disamping dibawa sendiri oleh orang-orang Dongson, banyak barang-barang logam dari tradisi Dongson itu yang dikirim ke Indonesia sebagai barang hadiah yang diberikan pada penguasa setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaannya oleh para penguasa politik dan agama di Vietnam. Akibat terjadinya pengenalan benda dan teknologi perunggu dari Dongson (Vietnam) ke wilayah kepulauan Indonesia menyebabkan di beberapa daerah kemudian muncul pusat-pusat pembuatan logam.

C. Budaya Logam di Indonesia 1. Situs-situs Peninggalan Budaya Perunggu di Indonesia Situs-situs peninggalan budaya perunggu di Indonesia, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Sumatra bagian Selatan (daerah Bangkinang dan Kerinci) ditemukan benda-benda perunggu berupa aneka patung dalam ukuran kecil, cincin dan gelang-gelang. Gelang-gelang tersebut kebanyakan ditemukan dalam kubur peti batu atau sarkofagus sebagai bekal kubur. Selain di Sumatra situs-situs ditemukannya peninggalan budaya perunggu di Indonesia antara lain terdapat di: Jawa Timur (daerah Lumajang) berupa nekara tipe Heger I, pisau belati atau pisau pendek dengan mata pisau dari besi dan pegangan dari perunggu. Jawa Tengah (daerah Gunung Kidul, dekat Wonosari) berupa kapak, pahatan, pisau bertangkai, cincin perunggu, dan manik-manik. Sama seperti penemuan di Sumatra, semua temuan benda perunggu di Jawa ditemukan di dlam kubur peti batu atau sarkofagus dan berfungsi sebagai bekal kubur bagi yang meninggal. Jawa Barat, berupa kapak corong, cincin, mata tombak, kapak-kapak yang berkaitan dengan benda upacara (candrasa) Sulawesi Selatan (Makasar) berupa bejana perunggu berbentuk pipih. Bali (daerah Pacung dekat Sembiran) berupa nekara Pejeng NTT berupa nekara bertipe Heger I Di Indonesia, diantara benda-benda perunggu yang paling menarik perhatian adalah nekara. Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu dengan bentuk seperti gendang (alat musik tabuh tradisional Jawa). Terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang yang terdiri dari bidang pukul datar, bagian tengah yang berbentuk silinder dan bagian bawah atau bagian kaki yang melebar. Sebuah nekara biasanya dihiasi dengan berbagai ornamentasi dengan pola seperti geometrik, gambar-gambar manusia dan binatang dan berbagai ornamentasi lainnya. Dan diantara jenis nekara yang ditemukan, tipe Heger dan Pejeng adalah yang paling terkenal. Terdapat juga jenis nekara yang ukurannya lebih kecil, yang disebut dengan Moko atau Mako. 2. Teknik Pembuatan Berbagai Benda Peninggalan Perunggu di Indonesia Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil peninggalan zaman perunggu diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situssitus ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti. Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cire perdue). Pertama, teknik bivalve

Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut kemudian dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka. Kedua, teknik cetakan lilin Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang berisis tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan dari lubang di bawah mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja. Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak, berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur. 3. Situs-situs Peninggalan Budaya Besi di Indonesia Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda besi di Indonesia sangat terbatas jumlahnya. Kebanyakan benda-benda besi ini ditemukan dalam kubur batu atau kubur langsung sebagai benda bekal kubur. Diantara situs-situs ditemukannya benda-benda besi ini antara lain adalah di Wonosari (tepatnya dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), Besuki, Tuban, Madiun dan Pacitan (semuanya ada di Jawa Timur).

Akibat akibat Migrasi


# Dampak Negatif migrasi 1}.Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa , bila daya tangkal didalam negeri lemah, dapat merusak budaya kita. Contohnya , pergaulan bebas yang merupakan budaya barat , telah banyak dicontoh oleh masyarakat kita , kususnya generasi muda . Pada hal budaya tersebut tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia . Untuk mengatasi dampak negatif seperti ini , kita harus memperkuat budaya bangsa agar tidak terpengaruh budaya luar . 2} Masuknya para imigran yang bertujuan tidak baiseperti pengedar narkoba , bertujuan politik , memata ? matai , dan sebagainya . Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan ketahanan nasional yang tinggi . 3} Munculnya kecemburuan social antara tenagqa kerja asimg dengan tenaga kerja dalam negeri . Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan bangsa kita sehingga mampu bersaing dengan tenaga asing . 4}. Meningkatnya jumlah, pertambahan, dan tingkat kepadatan penduduk di Negara tujuan pra imigran. 5}. Meningkatnya kerawanan keamanan dan keraweanan social di Negara tujuan para imigran sebagai dampak dari meningkatnya penggangguran.

# Dampak Positif Imigrasi 1}. Bertambahnya jumlah tenaga ahli yang berasal dari para imigrasi asing, terutama Negara maju yang bekerja di Indonesia. 2}. Masuknya modal asing sehingga dapat mempercepat proses pembangunan karena para imigran tersebut menanamkan modalnya di berbagai bidang seperti industri, pertambangan, perkebunan, dan sebagainya. 3}. Tercapainya alih teknologi dari tenaga asing kepada tenaga kerja Indonesia yang diharapkan dapat berjalan dengan baik. 4}. Bertambahnya rasa solidaritas antarbangsa. Adanya orang-orang asing yang tinggal di Indonesia, akan memudahkan kita untuk bergaul dan mengenal mereka secara langsung sehingga timbul suatu rasa kebersamaan dengan mereka. 5}. Berkurangnya jumlah, pertambahan, dan tingkat kepadatan penduduk di Negara asal para imigran.

Resensi Buku Penulis Penerbit

: Metode Penelitian Pendidikan Sejarah : Dr. Sugeng Priyadi, M. Hum : Ombak

BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar Tampaknya orang tidak bias membedakan antara metode dengan metodologi. Metode berhubungan dengan persoalan bagaiman orang memperoleh pengetahuan,sedangkan metodologi menyangkut masalah mengetahui bagaimana harus mengetahui.Secara implicit,metodologi memuat insur teori bahkan pendekatan yang didukung ilmu-ilmu lain.sebagai ilmu bantu. Metode sejarah berkaitan dengan teori-teori sejarah dan penjelasan sejarah. Penjelasan sejarah merupakan alat untuk menjelaskan fenomena sejarah melalui pendekatan ilmu tertentu,seperti politik,sosiologi,antropologi,psikologi dan lainlain,sedangkan metode sejarah merupakan disain penelitian yang meliputi langkahlangkah yang baku.Namun,langkah-langkah tersebut harus disesuaikan dengan masalah ,topik,dan sasaran studi. B. Metode Sejarah sebagai salah satu penelitian Kualitatif Metode penelitian kualitatif sering diberlakuan pada ilmu-ilmu kebudayaan yang mencakup humaniora,sejarah,dan ilmu-ilmu sosial yang bertujuan untuk menemukan gejala yang unik atau individualdan bukan mencari hokum-hukum umum seperti pada ilmu-ilmu alam. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bersifat positivistik,penelitian kualitatif cenderung mengarah kepada fenomena yang terdapat dilapangan. C. Langkah-langkah Metode sejarah 1. Pemilihan topik 2. Pengumpulan sumber 3. Verifikasi ( kritik ekstern dan kritik intern ) 4. Interpretasi ( analisis dan sintesis ) 5. Penulisan

BAB II PEMILIHAN TOPIK A. Kedekatan Emosional dan Kedekatan Intelektual Kedekatan emosional ini penting Karena melandasi semangat kerja penelitian sehingga kelancaran proses penelitian akan dapat terwujud.Kedekatan emosiaonal merupakan alas an yang bersifat subjektif sesorang dalam memilih suatu topik penelitian.Kedekatan emosional biasa nya di pengaruhi oleh adanya ikatan batin antara sejarawan dengan objek yang dipilih. Seorang peneliti tidak hanya memiliki kemauan,tetapi juga kemampuan ( Kedekatan Intelektual ).Kedua hal itu sangat menunjang dalam menentukan topik penelitian.Namun,perlu diperhatikan bahwa topic yang sudah ditentukan itu bukan lah gagasan yang punya harga mati karena penelitian kualitatif yang menggunakan logika induksi sangat tergantung pada kondisi dan hasil-hasil penelitian yang dapat dicapai dilapangan. B. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan menghasilkan penemuan sumber-sumber sejarah,baik sumber documenter,manuskrip,maupun lisan. Manuskrip yang dapat dikumpulkan meliputi naskah-naskah milik koleksi pribadi,baik didaerah keresidenan Banyumas mau pun dari luar. C. Tinjauan Pustaka Membicarakan tentang keberadaan daerah perdikan di Purbalingga,khususnya pada kecamatan Karangmoncol dan Rembang.Daerah Perdikan Cahyana berkaitan dengan tokoh pangeran Jambu Karang,Pangeran Atas Angin,Pangeran Mahdum Husen,Pangeran Mahdum Wali Prakosa,dll. Perdikan Cahyana yang semula merupakan daerah satu-kesatuan secara berangsurangsur dibagi-bagi menjadi 21 desa perdikan yaitu : 1. Pakiringan Anyar 2. Pakiringan Lama 3. Pakiringan Bedahan 4. Pakiringan Kauman 5. Tajug Lor 6. Tajug Kidul 7. Gratung Andap 8. Gratung Kidul 9. Gratung Kauman

10. Gratung Gerang 11. Gratung Lemah Abang 12. Rajawana Lor 13. Rajawana Kidul 14. Makam Wadas 15. Makam Kamal 16. Makam Tengah 17. Makam Duwur 18. Makam Bantal 19. Makam Kidul 20. Makam Jurang 21. Makam Panjang Kajian mengenai daerah dan kebudayaan masyarakat Banyumas juga tidak terlepas dari usaha-usaha penerbitan teks Babad Pasir dan Babad Banyumas pertama kali dilakukan oleh Knebel ( 1900 & 1901 ) dengan ringkasan isi nya.Teks Babad Pasir yang diterbitkan dalam bentuk tulisan jawa cetakan berasal dari Kedemangan Pasir Wetan.Oleh karena itu,naskah Knebal banyak dijumpai pada masyarakat Banyumas,khususnya kota Purwokerto dan sekitar nya. Katalog yang berjudul Literature of Java susunan Pigeaud ( 1 967 : 147 ; dan 1968 : 510 ) merupakan panduan yang sangat penting dalam melacak karya-karya kebudayaan tulisan masyarakat Banyumas dari masa lampau.Pigeaud hanya menyebut sebuah Naskah Babad Banyumas yaitu manuskrip Dipasukarta ( Lor.8992 no.1 ),yang tersimpan di perpustakaan Leiden. Palmier ( 1969 ) melakukan studi untuk penulisan disertainya tentang status sosial dan kekuasaan di jawa dengan mengambil lokasi di Banyumas.Meskipun ia tidak menyebut lokasi tersebut,tetapi sebuah kota kecil yang digambarkan pada halaman 24 menunjukan kota lama Banyumas.Yang menjadi imformannya dalam penelitian itu adalah Istri Bupati Banyumas Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata,yaitu Siti Subinjei. Sutherland ( 1974 : 6-10 ) membahas keluarga Bupati Jawa,termasuk Banyumas dengan menggunakan silsilah keluarga Gandasubrat,Babad Banyumas yang telah dipublikasikan oleh knebel ( lihat 1901 ),dan Babad Banjumas yang ditulis oleh R.Oemardi & M. Koesnadi Poerbosewojo ( yang diterbitkan oleh Amin Sujitno Djojosudarmo ,Djakarta,1964 ).Tampaknya,Sutherland kurang kritis terhadap teks Babad Banyumas tersebut karena teks yang dipakai khususnya karya bersama melakukan kesalahan bersama dengan sebagian Babad Banyumas versi Wirjaatamadjan.Kesalaha teks tersebut adalah masalah urutan Bupati Banyumas yang memakai nama Yudanegara.

Noorduyn ( 1982 : 422 & 434 -435 ) menjelaskan sebuah naskah sunda kuna sebagai sumber data topografi jawa dan sunda berdasarka teks pejalana Bujangga Manik.Disitu,Gunung Agung sebagai nama pra-Islam karena kata slamet berasal bahasa Arab.Sungai Serayu disebut dengan nama Ci-sarayu,Adipala dengan Dipala,dan Donan dengan Dona Kalicung. Sutaarga ( 1984 : 58-59 ) yang membahas masalah prabu Siliwangi menyinggung keberadaan Pasirluhur sebagai daerah pengaruh kekuasaan raja Sunda legendaries tersebut.Dugaan Sutaarga tersebut dilihat dari naskah Babd Pasir yang telah diterbitkan oleh Knebel.Cerita Raden kamandaka atau Banyak Catra yang diambil menantu oleh raja Pasir dan selanjutnya menurunkan raja-raja Pasir merupakan gejala pengaruh penjajaran di daerah Banyumas. Sejarawan Belanda H.J. de Graaf (1985 ) menjelaskan adanya penakluk-penakluk yang dilakukan oleh Pajang,khususnya yang menyangkut wafatnya Waga Utama I,dengan mengutip kesaksian yang diberikan oleh teks Mertadiredjan.Hal serupa juga dilakukan oleh Pigeaud & Graaf (1985 ) dalam karya bersama yang berjudul kerajaankerajaan Islam di Jawa .Disitu teks Mertadiredjan digunakan sebagai sumber sejarah dengan didukung oleh teks Babad Banyumas yang ditafsirkan sebagai penaklukan pajang atas Banyumas. Priyadi meneliti Babad Banyumas versi Wijaatmadjan yang difokuskan kepada fungsi dan aspek Intertekstualitasnya. Bahrend & Titik Pudjiastuti ( 1997a ) menyebut ada 19 naskah yang berisi mengenai unsure-unsur kebudayaan Banyumas pada catalog jilid 3-A. Bahrend & Titik Pudjiastuti ( 1997b : 796-798 ) menyebut empat naskah Babad Banyumas yang disimpan pada koleksi fakultas sastra,Universitas Indonesia.Jika dikaji,naskah pertama merupakan versi Mertadiredjan,naskah kedua dan ketiga adalah versi Wirjaatmadja,sedangkan naskah keempat termasuk versi Banjanegara. Penelitian Priyadi (1998 ) membicarakan aspek-aspek budaya Banyumasan yang dimaksud sebagai usaha penelitian awal budaya Banyumas.Oleh karena itu,pembahasan lebih cenderung bersifat umum dan belum memasuki wilayah khusus dari tiga wujud dan tujuh unsure universal.Sebagian besar baru membahas wujud sistem budaya,yaitu etika Banyumasan,tradisi legistimasi,tradisi otobiografi,bahasa dialek Banyumasan,dan hubungan budaya Banyumas dengan Bagelen. Berdasarkan uraian diatas,maka dapat ditemukan topi,sasaran studi.atau masalah penelitian sejarah local dengan fokus penelitian atau studi sejarah peristiwa khusus,studi struktur,studi stematis,dan studi sejarah umum.

BAB III HEURISTIK A. Bahan Dokumentas Penelitia sering menggunakan istilah jejak sejarah,sumber sejarah,atau data sejarah.Ketiga istilah itu dianggap sama atau data sejarah terdapat pada sumber atau jejak sejarah sehingga data sejarah sama dengan teks yang terkandung dalam manuskrip.Maka dari itu,penelitian sejarah harus menelusuri sumber tertulis atau bahan-bahan dokumentar. 1. Otobiografi Kartodirjdo (1983 : 102 ) membagi otobiografi menjadi tiga,yaitu : 1. Komprehensif 2. Topical, dan 3. Diedisikan 2. Surat-surat pribadi Yang termasuk kategori surat-surat pribadi adalah surat-menyurat antara Sudjiman Mertadiredja Gandasubrata dengan orang tua nya yaitu Kangjeng Pangeran Aria Gandasubrata yang diberi judul Djiwa Terang Groot Nederlander contra Nasionalis Patriot Sadjati oleh pengumpulnya. 3. Suratkabar Pentingnya suratkabar bagi penelitian sejarah dimungkinkan karena peristiwa yang terjadi pada masa lampau diberitakan tidak jau dari waktu kejadiannya.Laporan atau berita suratkabar menjadi penting berkaitan dengan suatu proses terjadinya peristiwa. 4. Dokumen Pemerintah atau Arsip Resmi Dokumen pemerintah dari masa colonial tesimpan pada lembaga Arsip Nasional di Jakarta dan khusus Arsip perkebunan di Bogor.Arsip Nasional telah berupaya melakukan penerbitan sumber-sumber Sedjarah Arsip Nasional Republik Indonesia,yang ketua redaksinya adalah Sartono Kartidirdjo. 5. Cerita Roman atau Novel Merupakan karya yang berisi sebagian dari kehidupan pedesaan Banyumas.Cerita Roman atau Novel tentu saja tidak menjadi sumber sejarah konvensional yang mengharuskan secaera eksak para pelaku sejarah,waktu peristiwa,dan tempat peristiwa.Namun karya-karya tersebut bisa dipakai sebagai penyumbang data bagi penulis sejarah pemikiran atau intelektual,sejarah mentalitas,dan sejarah ide-ide.

B. Munuscript atau Handscrift 1. Naskah Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden 2. Naskah Koleksi Museum Sono Budoyo 3. Naskah Koleksi Kraton Yogyakarta 4. Naskah Koleksi Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia 5. Naskah Koleksi Perpustakaan Nasional 6. Naskah Jawa Barat Koleksi EFEO C. Sumber Lisan 1. Sejarah Lisan 2. Folklor dan Tradisi Lisan D. Artifact Sumber artifact atau benda yang meliputi bangunan ( tugu,bendungan,makam,candi,masjid,gereja,rumah atau rumah adat,dll. ),kapak prasejarah,alat-alat rumah tangga,alat-alat perang,arca,dll.Sumber tertulis,artifact,dan lisan sebagaimana dibahas diatas,juga bisa dimanfaatkan untuk sumber penelitian pada ilmu.

BAB IV KRITIK ATAU VERIFIKASI

A. Kritik Ektern Yaitu kritik ektern yang mencari otentisitas atau keotentikan sumber dan kritik internyang menilai apakah sumber itu memiliki kredibilitas atau tidak.Jika kritik ektern diberlakukan pada sumber tertulis,maka pertama-tama harus diperhatikan bahan yang dipakai misalnya : batu atau logam,kertas,jenis tinta,dan gaya huruf itu sezaman dengan peristiwa atau tidak.Hal ini bisa berlaku juga bagi sumber artifact,misalnya : batu ( bangunan candi,arca,prasasti ),atau kayu dan bambu ( bangunan rumah ) yang dipakai seumur dengan bangunannya atau tidak. B. Kritik Intern Kritik Intern dilakukan dengan memperhatikan dua hal 1. Penilaian intrinsic terhadap sumber-sumber 2. Menbanding-bandingkan kesaksian dari berbagai sumber agar sumber dapat dipercaya ( diterima kredibilitasnya ).Penilaian intrinsik terhadap suatu sumber dapat dilakukan dengan dua pertanyaan : 1. Adakah ia mampu untuk memberikan kesaksian ? 2. Aadakah ia mampu memberikan kesaksian yang benar ? Kritik Intern jika diberlakukan pada sumber suratkabar dapat ditempuh dengan menilai isi berita.Kritik Intern dalam metode sejarah tampaknya,juga dilakukan pada sumber-sumber folklor yang ditempuh dengan melakukan penentuan cirriciri umum atau sistem,yakni metode komparatif dengan cara mengklasifikasikan folklor yang telah dikumpulkan berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan oleh Jan Harold Brunvand di atas.Sumber tertulis dibandingkan dengan sesame sumber tertulis,sumber lisan,dan artifact.Atau,sumber lisan dibandingkan dengan sesame sumber lisan,sumber tertulis,artifact,dan seterusnya.

BAB V INTERPRETASI A. Fakta Dalam sejarah terdapat dua unsur yang penting,yaitu fakta sejarah dan penafsiran atau interpretasi.Jika tidak interpretasi,maka sejarah sejsrah tidak lebih merupakan kronik,yaitu urutan peristiwa.Jika tidak ada fakta,maka sejarah tidak mungkin dibangun.Peneliti melakuak interpretasi atau penafsiran atas fakta-fakta sejarah yang terdiri dari : 1. Mentifact ( kejiwaan ), 2. Sosifact ( hubungan sosial ) dan 3. Artifact ( benda ). Ada dua hal yang harus dikerjakan peneliti,yaitu : 1. Analisis, 2. Sintesis. Fakta diatas harus ditafsir oleh sejarawan setelah berdasarka kritik ekstern dan kritik intern.Tanpa interpretasi fakta-fakta tersebut tidak dapat berbicara sendiri,kecuali dibunyikan oleh sejarawan melalui penafsitan atau interpretasi.Fakta-fakta itu itu akan menjadi kronik atau kronologi peristiwa jika tidak mendapat campur tangan sejarawan. B. Interpretasi Pada tahap analisis,peneliti menguraikan detail mungkin ketiga fakta diatas dari berbagai sumber atau data sehingga unsure-unsur terkecil dalam fakta tersebut menampakan koherensinya. Notosusanto menyatakan bahwa subjektivitas dalam sejarah ada empat yaitu : 1. Sikap berat sebelah pribadi ( personal bias ) 2. Grouf prejudice ( prasangka kelompok ) 3. Teori-teori interpretasi sejarah yang bertentangan,dan 4. Konflik-konflik filsafat. Penafsiran sejarah bisa dilakukan dalam bentuk : 1. Determinise rasial 2. Penafsiran geografis 3. Penafsiran ekonomi 4. Penafsiran orang besar 5. Penafsiran spiritual/idealistic 6. Penafsiran ilmu dan teknologi

7. Penafsiaran sosiologis,dan 8. Penafsiran sintesis Sebagaimana yang sudah disebut diatas,ilmu-ilmu kebudayaan itu tidak sekedar erklaeren ,tetapi juga verstehen.Dalam proses tersebut Wilhelm Dilthey memperkenalkan tiga konsep,yaitu : 1. Erlebnis ( pengalaman pribadi ) 2. Ausdruck ( koherensi dalam erlebnis ) dan 3. Verstehen ( memaham ).

BAB VI HISTORIOGRAFI

A. Pilihan Historiografi Pada tahap penulisan,penelitian menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir,yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab.Tujuan penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan.Penyajian Histiriografi meliputi : 1. Pengantar 2. Hasil Penelitian,dan 3. Simpulan Dalam penelitian kualitatif,seperti sejarah,difokuskan kepada fakta kejiwaan,fakta hubungan sosial,dan fakta benda,yang memang tidak tersentuh oleh penelitian kuantitatif.Ketiga fakta tersebut ditafsirkan dan dituliskan menjadi karya sejarah. Sejarah sosial yaitu sejarah yang berkaitan dengan sejarah penyimpangan sosial.Sejarah politik yang berkaitan dengan politik,sejarah kebudayaan,sejarah lisan,sejarah kota,sejarah local,sejarah agama,sejarah nasional,sejarah keluarga,sejarah etnis,sejarah pendidikan,sejarah desa,sejarah maritim,sejarah biografi dalam historiografi,sejarah psikologi,sejarah olah raga,dan sejarah kesehatan.

BAB VII PENELITIA PENDIDIKAN SEJARAH

A. Pengantar Penelitian pendidikan sejarah selau di tempuh dengan pendekatan kuantitatif yang memakai statistic.Pendekatan kuantitatif akan dapat member penjelasan yang lebih detail yang tidak diperoleh dari porsedur statistik.Kedua unsure tersebut tentu berkaitan dengan proses pembelajaran karena kedua nya tidak dapat diwariskan secara biologis dan melalui proses pembelajaran.Persoalan lain yang lebih terbatas ruang nya adalah primordialisme,etnisitas,identitas local,solidaritas local,kebanggaan terhadap bahasa local,sejarah local,dan kebudayaan local.Tingkat kemajuan pendidikan disetiap lokalitas mempunyai karakteristik masing-masing. B. Langkah-langkah metode Penelitian Pendidikan Sejarah Guru sebagai penelitian dalam aktivitas PPS mencari topic-topik penelitian yang relevan dengan pembelajaran dan pendidikan sejarah.Topik-topik itu tentu saja direlasikan dengan persoalan-persoalan kesejarahan dan pendidikan sejarah relevan dengan kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia masa kini.Jika masalah peneliti sudah dirumuskan,guru sebagai peneliti menyusun rencana penelitian dalam bentuk proposal penelitian.Data yang di peroleh harus diversifikasi melalui kritik karena setiap data yang di peroleh tidak boleh langsung di terima sebagai fakta. C. Penyusun Proposal Guru sebagai peneliti dapat dikategorikan sebagai peneliti pemula karena selama ini mereka lebih banyak yang terfokus kepada tugas mengajar.Proposal peneliti bagi peneliti pemula paling tidak memuat : 1. Pendahuluan 2. Rumusan masalah 3. Tujuan pustaka 4. Tujuan penelitian 5. Kontribusi penelitian 6. Metode penelitian 7. Jadwal pelaksanaan, 8. Perkiraan biaya,dan 9. Daftar pustaka

BAB VIII PUBLIKASI ILMIAH A. Pengantar Dikalangan manusia Indonesia,penulis artikel ilmiah sebagai salah satu bentuk publikasi masih jarang dilakukan. Hal itu tidak tidak terlepas dari orality yang terlalu kuat. Orang tidak perlu bersusah payah mendapatkan informasi tercetak.Dunia buku menjadi tidak penting lagi karena sepi,membosankan,melelahkan,kolot,dan ketinggalan zaman.Budaya baca menjadi tidak penting karena orang lebih senang dengan informasi instant. B. Penulisan Artikel 1. Membaca-Menulis-Membaca-Menulis 2. Bekal bahasa 3. Penulisan naskah a. Draft pertama b. Draft kedua c. Draft ketiga d. Draft terakhir C. Penutup Penulisan artikel ilmiah memerlukan modal kecendekian dan bekal bahasa. Jika kedua nya dimiliki,maka sebagai seorang penulis harus mampu bermainmain dengan bahasa untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu masalah.Modal kecendekiaan bisa diperoleh dengan mendalami ilmu nya dengan mengambil spesialisasi tertentu hingga penulis menjadi ahli dibidangnya.Ketekunan dan kerja yang kontinu akan membimbing penulis menjadi seorang ilmuwan dan orang terpelajar.Publikasi ilmiah bagi seorang ilmuwan adalah bukti kepakarannyadibidang ilmu tertentu.Yang terpenting untuk menjadi seorang peneliti yang ulung menurut Medawar adalah melakukan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai