Anda di halaman 1dari 13

1.

Identitas dan iklim


 Indonesia
Ibukota :Jakarta
Luas wilayah :1,940,569 km2
Jumlah penduduk :251,160,124 jiwa
Bahasa :indonesia
Mata uang :rupiah
Hari kemerdekaan :17 Agustus 1945
Lagu nasional :Indonesia Raya
 Filiphina
Ibukota :Manila
Luas wilayah :300.000 km2
Jumlah penduduk :105,730,644
Bahasa :filiphino (togaloy) dan inggris
Mata uang :Peso (PHP)
Hari kemerdekaan :12 Ju ni 1898
Lagu nasional :lupamg hinirang (chosen land)

2. Bentang alam dan iklim


1. Letak Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara merupakan bagian dari Benua Asia di sebelah tenggara. Letak Asia
Tenggara dapat ditinjau menurut posisi geografis dan letak geografis.
a. Posisi Geografis
Posisi geografis merupakan letak suatu kawasan berdasarkan garis lintang dan garis
bujur. Garis lintang adalah garis khayal yang sejajar dengan ekuator, yang melingkari
permukaan bumi secara mendatar. Garis bujur adalah garis khayal yang
menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan, serta membentuk setengah
lingkaran bumi.
Berdasarkan garis lintang dan garis bujur, Asia Tenggara pada posisi 28°LU–11°LS
dan 93°BT–141°BT. Kawasan Asia Tenggara dilewati garis khatulistiwa (ekuator)
dan garis balik utara. Posisi geografis Asia Tenggara ini memengaruhi iklim dan
kegiatan ekonomi penduduk.
Negara paling utara di Asia Tenggara adalah Myanmar dan paling selatan adalah
Indonesia. Negara paling barat di Asia Tenggara adalah juga Myanmar dan paling
timur adalah juga Indonesia.
b. Letak Geografis
Letak geografis merupakan letak suatu kawasan dilihat di permukaan bumi
sebenarnya atau ditinjau dari kawasan sekitarnya. Berdasarkan letak geografis, Asia
Tenggara berada di antara Benua Australia dan daratan utama Benua Asia serta
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Batas-batas kawasan Asia Tenggara sebagai
berikut.
1) Utara : Negara Cina.
2) Selatan : Negara Timor Leste, Benua Australia, dan Samudra Hindia.
3) Barat : Negara India, Bangladesh, dan Samudra Hindia.
4) Timur : Negara Papua Nugini dan Samudra Pasifik.
Letak kawasan Asia Tenggara sangat strategis karena berada di antara dua samudra.
Kawasan ini menghubungkan negara-negara barat dan timur sehingga kawasan ini
menguntungkan bagi peningkatan kegiatan perdagangan dan pariwisata di kawasan
Asia Tenggara.
2. Bentang Alam Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara terdiri atas daratan utama (mainland) dan pulau-pulau yang
berdekatan. Daratan utamanya berbentuk semenanjung yang dikenal dengan Indo-Cina.
Bentang alam yang umum tampak di kawasan Asia Tenggara adalah pegunungan, perbukitan,
dataran tinggi, dan dataran rendah. Gunung api muncul di wilayah Indonesia (Sumatra, Jawa,
Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku) dan wilayah Filipina. Bentang alam yang terdapat di
kawasan Asia Tenggara ditunjukkan pada peta berikut.
Penjelasan bentang alam Asia Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut.
1.Pegunungan
a. Pegunungan lipatan tua
➀ Pegunungan Bilauktaung (Thailand)
➁ Pegunungan Annam (Vietnam)
➂ Pegunungan Titiwangsa (Malaysia)
➃ Pegunungan Bintan (Malaysia)
➄ Pegunungan Muller (Indonesia)
➅ Pegunungan Schwaner (Indonesia)
➆ Pegunungan Tenasserim (Thailand)
➇ Pegunungan Barat (Thailand)
➈ Pegunungan Utara (Thailand)
➉ Pegunungan Gajah (Kampuchea)
b. Pegunungan lipatan muda
➀ Pegunungan Arakan Yoma (Myanmar)
➁Pegunungan Bukit Barisan (Indonesia)
➂Pegunungan Crocker (Malaysia)
➃ Pegunungan Kapuas Hulu (Malaysia)
➄ Pegunungan Sudirman (Indonesia)
➅ Pegunungan Jaya Wijaya (Indonesia)
➆ Pegunungan Zambales (Filipina)
➇ Pegunungan Cordillera Tengah (Filipina)
➈ Pegunungan Sierra Madre (Filipina)
➉ Pegunungan Diutana (Filipina)
2. Dataran tinggi
1) Dataran Tinggi Shan (Myanmar)
2) Dataran Tinggi Korat (Thailand)
3) Dataran Tinggi Laos (Laos)
4) Dataran Tinggi Gayo/Aceh (Indonesia)
5) Dataran Tinggi Karo/Batak (Indonesia)
6) Dataran Tinggi Minangkabau (Indonesia)
7) Dataran Tinggi Priangan/Bandung (Indonesia)
8) Dataran Tinggi Dieng (Indonesia)
3. Gunung api
1) Gunung Merapi (Indonesia)
2) Gunung Kerinci (Indonesia)
3) Gunung Krakatau (Indonesia)
4) Gunung Semeru (Indonesia)
5) Gunung Lompobatang (Indonesia)
6) Gunung Agung (Indonesia)
7) Gunung Rinjani (Indonesia)
8) Gunung Mayon (Filipina)
9) Gunung Pinatubo (Filipina)
10) Gunung Apo (Filipina)
11) Gunung Pulong (Filipina)
4. Dangkalan benua
1) Dangkalan Sunda
2) Dangkalan Sahul

3. Iklim Kawasan Asia Tenggara


Iklim kawasan Asia Tenggara dipengaruhi posisi geografisnya. Kawasan Asia
Tenggara berada pada posisi 28°LU–11°LS sehingga beriklim tropis. Di kawasan Asia
Tenggara terdapat dua jenis iklim tropis, yaitu iklim khatulistiwa (ekuatorial) dan iklim
monsun tropis. Sebagian kawasan Asia Tenggara di sekitar garis khatulistiwa beriklim
khatulistiwa. Di wilayah daratan utama pengaruh laut sudah kurang. Keadaan ini
menyebabkan wilayah daratan utama beriklim monsun.
Ciri-ciri iklim khatulistiwa sebagai berikut.
a. Udara panas dan lembap sepanjang tahun.
b. Suhu udara tinggi (± 27°C) dan relatif sama sepanjang tahun.
c. Perbedaan suhu udara tahunan kecil (1–2°C).
d. Hujan sepanjang tahun jumlahnya > 2.000 mm per tahun.
Ciri-ciri iklim monsun tropis sebagai berikut.
a. Terjadi musim lembap (Mei–September) dan musim kering (November–Maret).
b. Suhu udara tinggi (29°C) sepanjang tahun.
c. Perbedaan suhu udara tahunan cukup besar (3–11°C).
d. Curah hujan tahunan 1.000–2.000 mm.
Iklim khatulistiwa terdapat di wilayah Indonesia (kecuali Nusa Tenggara, Bali, dan
sebagian Jawa Timur), Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Semenanjung Thailand, dan
Pulau Mindanao, Filipina. Iklim monsun tropis terdapat di wilayah Kampuchea, Laos,
Vietnam, Thailand (kecuali semenanjung), Myanmar, Filipina (kecuali Pulau Mindanao),
serta Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Jawa Timur (Indonesia).

3. keadaan perairan.
Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimiliki Indonesia
memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di
dunia, dengan luas laut 5,8 juta km2 atau 3/4 dari total wilayah Indonesia merupakan lautan
dan ditaburi sekitar 17.506 pulau yang dikelilingi oleh 81.000 km garis pantai dengan potensi
ekonomi yang sangat besar. Luas kawasan laut tersebut terdiri dari wilayah Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) seluas 2.7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar 3.1 juta km2.
Kondisi geografis ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Indonesia berada pada posisi
geopolitis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, sebuah kawasan paling
dinamis dalam percaturan politik, pertahanan dan keamanan dunia. Alasan di atas sudah
cukup menjadi dasar untuk menjadikan pembangunan kelautan sebagai arus utama
(mainstream) pembangunan nasional. Industri di pesisir dan laut seperti pabrik minyak dan
gas, transportasi, perikanan, dan pariwisata mewakili 25% dari Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) negara dan 15% dari lapangan pekerjaan di Indonesia. Lebih dari 7000 kampung
pesisir di Indonesia menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hayati laut.
Indonesia merupakan jantung kawasan segitiga karang dunia (coral triangle) yang
meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan
Salomon. Menurut penelitian The Nature Conservancy (TNC) – sebuah lembaga konservasi
alam dunia, pada tahun 2002 di kepulauan Raja Ampat (Papua Barat) ditemukan 537 jenis
karang dan 1074 jenis ikan karang. Jumlah jenis karang tersebut adalah 75% jenis karang
yang pernah ditemukan di dunia. Indonesia juga memiliki terumbu karang terluas di dunia
sekitar 51.000 km2 yang menyumbang sekitar 18% luas terumbu karang dunia.

Yang menjadi pertanyaan penting adalah apakah sumberdaya hayati laut Indonesia
yang sepertinya melimpah kalau melihat angka-angka diatas telah dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia ?.
Wajah Perikanan dan Terumbu Karang Indonesia
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa beberapa perairan di Indonesia telah mengalami
tangkap lebih (over-fishing) terutama untuk perairan di sekitar Jawa, Sumatera dan sebagian
Sulawesi akibat distribusi nelayan dan sarana perikanan yang tidak merata dimana 35%
nelayan Indonesia berada di pulau Jawa dan saat ini terdapat sekitar 7000 kapal asing yang
beroperasi di perairan Indonesia.
Kondisi diatas belum termasuk Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.
Setiap tahun Indonesia rugi sekitar 20 triliun akibat kegiatan pencurian ikan. Selain kerugian
finansial, kerugian terbesar dialami sumber daya perikanan itu sendiri. Apabila dijumlahkan
secara keseluruhan, hasil tangkapan yang tergolong dalam IUU Fishing akan terlihat bahwa
kerugian yang dialami Indonesia adalah sangat signifikan. Berdasarkan hasil penelitian global
diperkirakan IUU Fishing mencapai 30-40 persen dari hasil tangkapan total. Dalam definisi
kegiatan ilegal pencurian ikan, dimasukkan pula kategori hasil tangkapan yang tidak
dilaporkan (unreported). Termasuk di dalamnya adalah hasil tangkapan sampingan (by catch)
dan kegiatan perikanan yang tidak diatur dalam sistem peraturan dan perundang-undangan
(unregulated).
Terumbu karang Indonesia juga tak berbeda jauh nasibnya dengan sektor perikanan.
Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah terancam oleh praktek
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Penangkapan ikan dengan
menggunakan racun potassium-sianida dan bahan peledak telah meluas di banyak pulau di
Indonesia, bahkan di daerah yang dilindungi. Kerugian akibat rusaknya terumbu karang
sekitar 100.000 dollar per km2 selama 20 tahun dan Indonesia sendiri telah mengalami
kerugian 8.5 milliar dollar
Menurut laporan Dirjen Pesisir, Pantai, dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan
dan Perikanan, dapat digambarkan bahwa kondisi riil terumbu karang Indonesia saat ini
adalah 41,78 persen berada dalam kondisi rusak, 28,30 persen dalam kondisi sedang, dan
23,72 persen dalam kondisi baik. Sementara itu, yang masih dalam kondisi sangat baik hanya
6,20 persen.Pembangunan Pesisir Indonesia untuk kemakmuran rakyat ?
Indonesia terdapat kesenjangan yang sangat besar antara wacana politik dengan
realita. Wacana politik tentang paradigma pembangunan di Indonesia sudah sempat sangat
maju sampai kepada tingkat pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada tata
pemerintahan yang baik (good governance). Sementara realita kebijakan pembangunan
kelautan dan perikanan Indonesia saat ini masih bertitik tumpu pada pertumbuhan
ekonomi(growth) semata, yang justru kontra-produktif dengan wacana yang ada. Hal ini
diperparah dengan korupsi di segala lini dan tumpang-tindihnya antar sektor yang pada
gilirannya akan menguras habis sumberdaya hayati pesisir dan laut tanpa memperhatikan
keberlanjutan sumberdaya hayati itu sendiri yang merupakan sumber kehidupan penting bagi
rakyat Indonesia terutama masyarakat pesisir.
Salah satu bukti nyata sikap ambigu pemerintah adalah walaupun dalam kenyataannya
terumbu karang Indonesia tinggal 6.20 persen saja dalam kondisi sangat baik, namun
kebijakan perdagangan karang masih berlaku hingga saat ini. Kuota perdagangan karang
masih terus diberikan. Syair yang selalu meninabobokan bangsa ini bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumberdaya pesisir dan laut terus dihembuskan terbukti
dengan pernyataan yang kerap dikeluarkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya
ikan sekitar 6,409 juta ton/tahun dan saat ini baru bisa dimanfaatkan sekitar 4 juta ton/tahun
saja.
Padahal kalau kita lihat kenyataannya, dibeberapa tempat di Indonesia telah terjadi
tangkap lebih (over-fishing) seperti perairan di sekitar Jawa, Sumatera dan sebagian
Sulawesi. Belum lagi ditambah kekayaan ikan kita banyak dijarah oleh nelayan-nelayan asing
dan dibeberapa tempat pesisir dan laut Indonesia telah mengalami kerusakan yang cukup
parah. Data Food Agriculture Organization (FAO) menyebutkan, penangkapan ikan ilegal di
Indonesia mencapai tiga hingga empat juta ton tiap tahun dengan kerugian mencapai Rp 15
triliun - Rp 20 triliun.
Peraturan dan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek kegiatan
pengelolaan di bidang kelautan, secara kuantitatif relatif sudah memadai. Selama tiga puluh
tahun terakhir, tidak kurang dari tiga puluh produk hukum telah diproduksi untuk mengatur
sektor perikanan. Namun, secara substantif, produk hukum tersebut sangat memprihatinkan.
Secara kategorik, produk hukum perikanan tersebut memiliki tiga ciri pokok, yakni
sentralistik, berbasis pada doktrin open-access, dan anti pluralisme hukum.
Pembangunan yang tidak mengikuti tata ruang yang ada, sering kali memunculkan
konflik kepentingan di wilayah pesisir, terutama pada kawasan berpenduduk padat dan
sekaligus jadi kawasan industri seperti di pantai timur Aceh dan Sumatera Utara, Riau, pantai
utara Jawa, Selat Bali, dan selatan Sulawesi. Berdasarkan pengalaman yang lalu ketika terjadi
krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka aspek lingkungan-tak terkecuali laut-sering kali
dinomorduakan dalam setiap kegiatan pembangunan. Dan pihak pengelola mendapat tekanan
secara politis untuk dapat menyumbangkan devisa bagi Indonesia dengan membuat
kebijakan-kebijakan yang bersifat menguras sumberdaya hayati laut.
Kawasan Konservasi Laut sebuah Solusi
Kawasan Konservasi Laut (KKL) yang dirancang untuk mampu bertahan dan dikelola secara
efektif (adaptive, social sensitive, culture appropriate dan ecological relevant) dapat
melindungi sumber-sumber hayati pesisir dan laut Indonesia yang tersisa saat ini sebagai
jaminan keberlanjutan matapencaharian masyarakat Indonesia dimasa depan. Telah banyak
dibuktikan dibelahan dunia, bahwa hingga saat ini KKL merupakan solusi terbaik untuk
melindungi terumbu karang dan ekosistem penting pesisir lainnya, sumber-sumber perikanan
dan aset pariwisata bahari.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk melindungi 10 juta hektar lautnya
pada tahun 2010 dan 20 juta hektar pada tahun 2020. Saat ini, pemerintah Indonesia telah
mendeklarasikan sekitar 7 juta hektar laut Indonesia sebagai KKL dengan dibantu oleh
lembaga-lembaga konservasi dan masyarakat. Presiden Republik Indonesia – Susilo
Bambang Yudhoyono bersama negara-negara coral triangle telah mengajak seluruh negara-
negara di dunia untuk melindungi terumbu karang di kawasan segitiga karang dunia (coral
triangle) dalam sebuah inisiatif yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Inisiatif ini
mendapat banyak dukungan termasuk dari negara-negara seperti Amerika dan Australia.(*)
Sebelumnya, Indonesia sering disebutkan sebagai kandidat yang tepat untuk
dimasukkan ke dalam kelompok negara BRIC (Brazil, Rusia, India dan China). Kelompok
lain yang sering disebutkan sebelumnya - yang tergabung dalam akronim CIVETS (yaitu
Colombia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki dan Afrika Selatan) - juga mendapat perhatian
karena anggotanya memiliki sistem keuangan yang cukup canggih dan populasi yang tumbuh
cepat. Beberapa tahun yang lalu produk domestik bruto (PDB) dari CIVETS itu diperkirakan
berkontribusi sekitar setengah dari ekonomi global pada 2020. Namun, karena perlambatan
ekonomi global yang berkepanjangan setelah tahun 2011 kita jarang mendengar istilah BRIC
dan CIVETS lagi.
Contoh lain yang menggambarkan pengakuan internasional akan pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kuat adalah kenaikan peringkat dari lembaga pemeringkat kredit
internasional seperti Fitch Ratings, Moody's dan Standard & Poor's. Pertumbuhan ekonomi
yang tangguh, utang pemerintah yang rendah dan manajemen fiskal yang bijaksana dijadikan
alasan untuk kenaikan penilaian tersebut. Hal itu juga merupakan kunci dalam masuknya arus
modal keuangan yang berupa dana asing ke Indonesia: baik aliran portofolio maupun
investasi asing langsung (foreign direct investment, FDI) yang meningkat secara signifikan.
Arus masuk FDI ini, yang sebelumnya relatif lemah selama satu dasawarsa setelah Krisis
Keuangan Asia, menunjukkan peningkatan tajam setelah krisis keuangan global pada 2008-
2009 (namun derasnya FDI melemah kembali setelah tahun 2014 waktu Indonesia
mengalami perlambatan ekonomi yang berkepanjangan di antara tahun 2011 dan 2015).
Meski pemerintah Indonesia ingin mengurangi ketergantungan tradisional pada
ekspor komoditas mentah dan meningkatkan peran industri manufaktur (misalnya melalui
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara), itu
adalah jalan yang sulit terutama karena sektor swasta masih tetap ragu-ragu untuk
berinvestasi. Tetapi transformasi ini penting karena penurunan harga komoditas setelah tahun
2011 (yang sebagian besar disebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi Cina) telah
berdampak drastis pada Indonesia. Kinerja ekspor Indonesia melemah signifikan,
menyiratkan penerimaan devisa yang lebih sedikit dan daya beli masyarakat jadi berkurang,
sehingga menyebabkan perlambatan ekonomi.
4. Perekonomian
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo (yang dilantik sebagai
presiden Indonesia yang ketujuh pada bulan Oktober 2014) telah menerapkan beberapa
reformasi struktural yang bertujuan pertumbuhan ekonomi jangka panjang tetapi
menyebabkan rasa sakit jangka pendek. Misalnya, sebagian besar subsidi bahan bakar
minyak (BBM) telah berhasil diberhentikan, prestasi yang luar biasa (karena sebelumnya
pemotongan subsidi BBM itu selalu menyebabkan kemarahan besar dalam masyarakat)
dibantu oleh harga minyak mentah rendah dunia. Selain itu, pemerintah menempatkan
prioritas tinggi pada pembangunan infrastruktur (dibuktikan dengan anggaran infrastruktur
pemerintah yang meningkat tajam) dan investasi (dibuktikan dengan program-program
deregulasi yang dirilis dan insentif fiskal yang ditawarkan kepada para investor).
Kembali ke dasar-dasarnya: apa yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi makro Indonesia
yang kuat?
•Sumber daya alam/komoditas yang beragam dan melimpah
•Populasi generasi muda, besar dan sedang berkembang
•Stabilitas politik (yang relatif)
•Pengelolaan manajemen fiskal yang bijaksana sejak akhir tahun 1990-an
•Lokasi yang strategis terhadap perekonomian raksasa Cina dan India
•Upah tenaga kerja yang rendah
•Indonesia adalah pasar berkembang, berarti ada banyak yang perlu dibangun/dikembangkan
Indonesia adalah ekonomi pasar di mana perusahaan milik negara (BUMN) dan
kelompok usaha swasta besar (konglomerat) memainkan peran penting. Ada ratusan
kelompok swasta yang terdiversifikasi yang berbisnis di Indonesia (namun mereka
merupakan sebagian kecil dari jumlah total perusahaan yang aktif di Indonesia). Bersama
dengan para BUMN mereka mendominasi perekonomian domestik. Ini juga berarti bahwa
kekayaan terkonsentrasi di bagian atas masyarakat (dan biasanya ada kaitan erat antara elit
korporat dan elite politik di negara ini).
Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia, yang bersama-sama berkontribusi 99
persen dari jumlah total perusahaan yang aktif di Indonesia, tidak kalah pentingnya. Mereka
menyumbang sekitar 60 persen dari PDB Indonesia dan menciptakan lapangan kerja untuk
hampir 108 juta orang Indonesia. Ini berarti bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Ada tanda-tanda bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai mempercepat lagi
setelah perlambatan ekonomi di tahun 2011-2015. Dengan demikian kita mungkin berada
pada awal sebuah masa yang dicirikhaskan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, juga
harus digarisbawahi bahwa Indonesia adalah negara yang kompleks dan berisi risiko tertentu
untuk investasi. Lagipula, dinamika dan konteks negara ini ikut membawa risiko. Untuk
menyadari risiko yang terlibat kami menyarankan Anda untuk membaca bagian Risiko
Investasi di Indonesia dan melacak perkembangan ekonomi, politik dan sosial terbaru di
Indonesia melalui bagian Berita, bagian Bisnis dan bagian Keuangan.
IKHTISAR STRUKTUR EKONOMI
Bagian ini memberikan paparan terperinci mengenai struktur dan keadaan ekonomi
Indonesia saat ini yang mendasarkan pada indikator makroekonomi serta perkembangan dan
kinerja terakhir. Paparan ini juga berisikan pengantar pada tiga sektor ekonomi utama di
Indonesia (pertanian, industri dan jasa) dan menjelaskan kontribusi ketiga sektor tersebut
terhadap kinerja dan struktur ekonomi nasional Indonesia.
KRISIS KEUANGAN ASIA
Krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990-an adalah salah satu kejadian terpenting
dalam sejarah Indonesia. Dimulai dengan krisis keuangan (Krismon), krisis ini dengan cepat
meluas menjadi krisis sosial dan politik yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan Suharto
yang dilegitimasi oleh perkembangan ekonomi. Indonesia menjadi negara yang paling
terpukul oleh krisis ini sehingga sebagian kemajuan ekonomi yang tercapai waktu rezim Orde
Baru menjadi sia-sia.
Sistem ekonomi Filipina
Perlu anda ketahui, ekonomi Filipina berada di peringkat keempat di Asia Tenggara,
dan ke-36 di dunia (berdasarkan PDB). Adapun sistem ekonomi yang dianut Filipina adalah
sistem ekonomi campuran, dengan mengandalkan industri di bidang pengolahan makanan,
tekstil, elektronik dan otomotif, dengan pusat industri yang berada di kawasan Metro Manila
dan Metro Cebu.
Meskipun fokus pada industri, ekonomi Filipina rupanya masih bergantung pada
sektor agrikultur, di mana Filipina merupakan salah satu negara penghasil beras terbesar di
Asia Tenggara.
Di sektor ekspor, Filipina memiliki beberapa negara mitra ekspor utama, diantaranya:
- Amerika Serikat
- Jepang
- Tiongkok / China
- Singapura
- Hong Kong
- Korea Selatan
- Jerman.
Adapun ekspor utama Filipina sebagian besarnya berupa komponen elektronik dan semi
konduktor, hasil alam seperti gas alam, minyak kelapa dan buah-buahan.
Sebagai salah satu negara berkembang, Filipina tergabung dalam beberapa forum ekonomi
internasional seperti ASEAN, WTO, dan APEC.
Pertanian
Negara Filipina merupakan salah satu negara agraris yang terkenal dengan pertanian
padi bukitnya. Pertanian padi bukit di Filipina sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu, dan
diperkenalkan oleh suku Batad. Padi-padi bukit tersebut berada di lereng-lereng perbukitan
Banaue dan Sagada yang ada di provinsi Ifugao, dan berada di ketinggian 5.000 kaki di atas
permukaan laut. Luas kawasan pertanian tersebut mencapai 4.000 mil², serta diusahakan
secara tradisional tanpa penggunaan pupuk. Kawasan pertanian itu pun dinyatakan sebagai
Warisan Dunia oleh UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan) sejak tahun 1995.
Krisis ekonomi di Filipina
Seperti halnya di Indonesia, pada tahun 1998 -- ekonomi Filipina mengalami
kemunduran sebagai akibat dari krisis finansial Asia, dan cuaca yang buruk yang
berpengaruh pada hasil pertanian Filipina. Pertumbuhan ekonomi pun merosot jauh ke angka
0,6% (1998) -- dari yang sebelumnya di angka 5% (1997). Namun, angka pertumbuhan
kembali menguat sekitar 3% (1999), kemudian meningkat lagi menjadi 4% (2000).
Pemerintah pun berusaha untuk terus mereformasi perekonomiannya, agar Filipina bisa setara
dengan perkembangan negara-negara Industri di Asia Timur.
Hutang publik di Filipina tergolong besar (sekitar 77% dari PDB), yang menyebabkan
terhambatnya perbaikan ekonomi kala itu. Anggaran negara untuk hutang lebih tinggi
daripada anggaran untuk pendidikan dan militer. Berbagai kebijakan pun dilakukan termasuk
peningkatan infrastruktur, merombak sistem pajak (untuk menambah pendapatan
pemerintah), deregulasi dan penswastaan ekonomi, serta meningkatkan integrasi perdagangan
di wilayah sekitar.
Masa depan perekonomian Filipina sangat bergantung pada perekonomian partner
dagang utama mereka, yakni Amerika Serikat dan Jepang. Kemudian administrasi yang lebih
terpercaya dan kebijakan pemerintah yang konsisten turut mempengaruhi perkembangan
ekonomi di negara tersebut.
Fakta-fakta mengenai perekonomian Filipina
Berikut ini ada beberapa fakta mengenai sistem ekonomi Filipina, diantaranya:
1. Perkiraan PDB berdasarkan KKB (2015), adalah sebesar $ 751.771 miliar. Sedangkan
PDB per kapitanya adalah sebesar $ 7.412.
2. Perkiraan PDB berdasarkan Nominal (2015), adalah sebesar $ 330.259 miliar. Sedangkan
PDB per kapitanya adalah sebesar $ 2.792.
3. Besarnya Gini di tahun 2009 adalah sebesar 43 (sedang)
4. Besarnya IPM di tahun 2013 adalah 0,660 (menengah).
5. Mata uang Filipina adalah Peso Filipina.
6. Filipina merupakan anggota dari Bank Pengembangan Asia (Asian Development Bank).
5. Sumber daya Alam
Sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi
Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara memiliki kaitan yang
erat, dimana kekayaan sumber daya alam secara teoretis akan menunjang pertumbuhan
ekonomi yang pesat.[7] Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut justru sangat
bertentangan karena negara-negara di dunia yang kaya akan sumber daya alamnya
seringkali merupakan negara dengan tingkat ekonomi yang rendah.[7] Kasus ini dalam
bidang ekonomi sering pula disebut Dutch disease.[7] Hal ini disebabkan negara yang
cenderung memiliki sumber pendapatan besar dari hasil bumi memiliki kestabilan ekonomi
sosial yang lebih rendah daripada negara-negara yang bergerak di sektor industri dan jasa.
[7] Di samping itu, negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung tidak memiliki
teknologi yang memadai dalam mengolahnya.[15] Korupsi, perang saudara, lemahnya
pemerintahan dan demokrasi juga menjadi faktor penghambat dari perkembangan
perekonomian negara-negara terebut.[7] Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi dan penyokongan ekonomi ke
bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan
sumber daya alam.[16] Contoh negara yang telah berhasil mengatasi hal tersebut dan
menjadikan kekayaan alam sebagai pemicu pertumbuhan negara adalah Norwegia dan
Botswana.[16]
Pemanfaatan sumber daya alam
Sumber daya alam memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.[1] Untuk
memudahkan pengkajiannya, pemanfaatan SDA dibagi berdasarkan asalnya, yaitu SDA
hayati dan nonhayati.
Tumbuhan
Tumbuhan merupakan sumber daya alam yang sangat beragam dan melimpah.[2]
Organisme ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan oksigen dan pati melalui proses
fotosintesis.[2] Oleh karena itu, tumbuhan merupakan produsen atau penyusun dasar rantai
makanan.[2] Eksploitasi tumbuhan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan
kepunahan dan hal ini akan berdampak pada rusaknya rantai makanan.[2] Kerusakan yang
terjadi karena punahnya salah satu faktor dari rantai makanan akan berakibat punahnya
konsumen tingkat di atasnya.[2]
Pertanian dan perkebunan
Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia
mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam.[17] Data statistik pada
tahun 2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja di bidang agrikultur.[18]
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta
ha yang telah siap tanam, dimana sebagian besarnya dapat ditemukan di Pulau Jawa.[18]
Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara
lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong.[18] Di samping itu,
Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban),
kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas
(bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir).[18]
Hewan, peternakan, dan perikanan
Sumber daya alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah
dibudidayakan.[2] Pemanfaatannya dapat sebagai pembantu pekerjaan berat manusia,
seperti kerbau dan kuda atau sebagai sumber bahan pangan, seperti unggas dan sapi. Untuk
menjaga keberlanjutannya, terutama untuk satwa langka, pelestarian secara in situ dan ex
situ terkadang harus dilaksanakan.[2] Pelestarian in situ adalah pelestarian yang dilakukan di
habitat asalnya, sedangkan pelestarian ex situ adalah pelestarian dengan memindahkan
hewan tersebut dari habitatnya ke tempat lain.[2] Untuk memaksimalkan potensinya,
manusia membangun sistem peternakan, dan juga perikanan, untuk lebih memberdayakan
sumber daya hewan.[2]
Sumber daya alam nonhayati
Ialah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat
dimanfaatkan secara terus-menerus, contohnya: air, angin, sinar matahari, dan hasil
tambang.[2]
Sumber daya alam, tanah.
Air merupakan salah satu kebutuhan utama makhluk hidup dan bumi sendiri
didominasi oleh wilayah perairan.[19] Dari total wilayah perairan yang ada, 97% merupakan
air asin (wilayah laut, samudra, dll.) dan hanya 3% yang merupakan air tawar (wilayah
sungai, danau, dll.).[20] Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, kebutuhan akan air,
baik itu untuk keperluan domestik dan energi, terus meningkat.[19] Air juga digunakan
untuk pengairan, bahan dasar industri minuman, penambangan, dan aset rekreasi.[19] Di
bidang energi, teknologi penggunaan air sebagai sumber listrik sebagai pengganti dari
minyak bumi telah dan akan terus berkembang karena selain terbaharukan, energi yang
dihasilkan dari air cenderung tidak berpolusi dan hal ini akan mengurangi efek rumah kaca.
[19]
Angin
era ini, penggunaan minyak bumi, batu bara, dan berbagai jenis bahan bakar hasil
tambang mulai digantikan dengan penggunaan energi yang dihasilkan oleh angin.[1] Angin
mampu menghasilkan energi dengan menggunakan turbin yang pada umumnya diletakkan
dengan ketinggian lebih dari 30 meter di daerah dataran tinggi.[1] Selain sumbernya yang
terbaharukan dan selalu ada, energi yang dihasilkan angin jauh lebih bersih dari residu yang
dihasilkan oleh bahan bakar lain pada umumnya.[1] Beberapa negara yang telah
mengaplikasikan turbin angin sebagai sumber energi alternatif adalah Belanda dan Inggris.
[1]
Tanah.
Tanah adalah komponen penyusun permukaan bumi .Tanah termasuk salah satu
sumber daya alam nonhayati yang penting untuk menunjang pertumbuhan penduduk dan
sebagai sumber makanan bagi berbagai jenis makhluk hidup.[21] Pertumbuhan tanaman
pertanian dan perkebunan secara langsung terkait dengan tingkat kesuburan dan kualitas
tanah.[21] Tanah tersusun atas beberapa komponen, seperti udara, air, mineral, dan
senyawa organik.[21] Pengelolaan sumber daya nonhayati ini menjadi sangat penting
mengingat pesatnya pertambahan penduduk dunia dan kondisi cemaran lingkungan yang
ada sekarang ini.[21]
Hasil tambang.
Sumber daya alam hasil penambangan memiliki beragam fungsi bagi kehidupan
manusia, seperti bahan dasar infrastruktur, kendaraan bermotor, sumber energi, maupun
sebagai perhiasan. Berbagai jenis bahan hasil galian memiliki nilai ekonomi yang besar dan
hal ini memicu eksploitasi sumber daya alam tersebut.[22] Beberapa negara, seperti
Indonesia dan Arab, memiliki pendapatan yang sangat besar dari sektor ini.[22] Jumlahnya
sangat terbatas, oleh karena itu penggunaannya harus dilakukan secara efisein.
Sumber daya alam negara itu meliputi kayu, minyak bumi, nikel, kobalt, perak, emas,
garam, dan tembaga. Sebagian besar tanah di Filipina tropis dan tak terlalu subur. Hanya
sekitar seperlima dari tanahnya yang cocok untuk pertanian. Tanah terkaya berada di
dataran tengah dan lembah Sungai Cagayan di Luzon dan di beberapa bagian Mindanao.
Hujan deras dan penyalahgunaan tanah telah menyebabkan erosi serius
Karena eksploitasi komersial ilegal dan pembukaan lahan pertanian, hanya sekitar
sepertiga dari negara itu yang berupa hutan. Nipah dan hutan bakau ditemukan di wilayah
pesisir. Beberapa daerah dataran rendah masih ditutupi hutan hujan tropis. Pohon-pohon
yang ada di daerah ini memiliki nilai komersial. Anggrek langka dan tanaman tropis
berlimpah di hutan hujan. Daerah Filipina lain menghasilkan bunga dan tanaman indah.
Bunga nasional Filipina adalah sampaguita yang harum.
Banyak hewan liar seperti musang, luwak, musang Malaya, landak, tamarau liar
(kerbau kecil), dan kera ekor panjang hidup di Filipina. Ada sekitar 1.000 jenis burung,
termasuk burung beo berwarna cerah. Lebih dari 2.000 spesies ikan menghuni perairan
Filipina. Tapi sumber daya ini terancam oleh penangkapan ikan berlebihan, polusi, dan
perusakan ekosistem terumbu karang. Hubungan Filipina dengan Indonesia adalah
hubungan diplomatik bilateral antara negara Indonesia dan Filipina. Sejak hubungan
diplomatik secara resmi dimulai pada 1949, Indonesia dan Filipina menikmati hubungan
bilateral yang hangat dalam semangat kekeluargaan. Kedua negara telah mendirikan
kedutaan besar di masing-masing ibu kota, Indonesia memiliki kedutaan mereka di Jakarta
dan konsulat di Davao City, sementara Filipina memiliki kedutaan mereka di Jakarta dan
konsulat di Manado dan Surabaya. Kunjungan diplomatik tingkat tinggi telah dilakukan
selama bertahun-tahun.
6. kerjasama
Kedua negara adalah pendiri ASEAN dan anggota Gerakan Non-Blok dan APEC. Kedua
negara adalah anggota dari Segitiga Pertumbuhan East ASEAN bersama dengan Brunei
Darussalam dan Malaysia dalam BIMP-EAGA.
Sejarah
Indonesia dan Filipina adalah dua negara kepulauan dan memiliki komposisi penduduk etnis
yang berkerabat dalam kesatuan keturunan Austronesia. Hubungan sejarah antara
Indonesia dan Filipina kuno telah dimulai sejak sekitar abad ke-9, Prasasti Keping Tembaga
Laguna dari tahun 900 M menyebutkan Kerajaan Medang di Jawa dan kerajaan Sriwijaya.
Sistem penulisan yang digunakan adalah aksara Jawa Kuno, sedangkan bahasa yang
digunakan adalah campuran bahasa Melayu Kuno, dan berisi banyak kata-kata pinjaman
dari bahasa Sansekerta dan unsur kosakata non-Melayu, beberapa dari Tagalog kuno dan
Bahasa Jawa Kuno.[1] Pada abad ke-14 kitab Nagarakretagama yang ditulis selama puncak
kerajaan Majapahit, disebutkan beberapa negara yang sekarang berada di wilayah Filipina
yaitu, Kalka , Saludung (Manila), dan Solot (Sulu), menunjukkan bahwa pengaruh kerajaan
Majapahit telah mencapai kepulauan Filipina.
Pada abad ke-16 kedua wilayah kepulauan ini dibagi di bawah kekuasaan kolonial Eropa ,
kepulauan Filipina dikuasai Kekaisaran Spanyol sementara di selatan, pulau rempah-rempah
Maluku (sekarang bagian Timur dari Indonesia ) berada di bawah kekuasaan Portugis,
kemudian direbut Belanda. Pihak kolonial Eropa mengidentifikasi wilayah kepulauan sebagai
Hindia, yaitu Hindia Spanyol dan Hindia Belanda.
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan kemerdekaan Filipina
pada tanggal 4 Juli 1946, hubungan baik antara Indonesia dan Filipina dibangun kembali.
Pada awal tahun 1949 kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik secara resmi. Sejak
tahun 1949, Pemerintah Indonesia telah membuka kantor perwakilannya (Kantor Konsulat)
di Manila, kemudian tidak sampai awal 1950-an kantor diplomatik (Kedutaan) didirikan dan
dipimpin oleh Duta Besar. Untuk melembagakan hubungan antara kedua negara, perjanjian
persahabatan ditandatangani pada tanggal 21 Juni 1951. Perjanjian ini merupakan
hubungan dasar antara kedua negara, yang meliputi beberapa aspek seperti pemeliharaan
perdamaian dan persahabatan, penyelesaian sengketa melaui cara damai diplomatik,
pengaturan lalu lintas untuk warga kedua negara, dan kegiatan untuk meningkatkan
kerjasama di bidang perdagangan, budaya, pengiriman , dan lain-lain, yang meliputi politik,
masalah sosial-ekonomi dan keamanan kedua negara. Pada tahun 1967, kedua negara
bersama-sama dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia didirikan ASEAN untuk menjamin
perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Perdagangan.Perdagangan bilateral cenderung terus positif dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Departemen Perdagangan Indonesia, angka itu telah meningkat dari $1,12 miliar
pada tahun 2003 menjadi $2,9 miliar pada tahun 2009 dan $3,89 pada tahun 2010.[2]
Pariwisata dan konektivitas.Utara, Pemerintah Indonesia dan Filipina memulai kerjasama
pariwisata bilateral pertama mereka. Prakarsa ini akan meningkatkan konektivitas antara
kedua negara dengan mengoperasikan kapal pesiar dan pembukaan jalur penerbangan
langsung antara Davao di Filipina ke Manado. Kedua negara juga aktif mendukung Master
Plan ASEAN Connectivity, yang akan meningkatkan mobilitas yang lebih besar di kawasan ini.
Filipina khususnya bersemangat untuk mengembangkan Jaringan Roll-On/Roll-Of (RORO)
ASEAN dan jalur pelayaran pendek.
Terorisme lintas batas dan separatisme.Indonesia dan Filipina bekerja sama untuk
mengeksplorasi cara-cara memerangi terorisme dan bentuk-bentuk kejahatan transnasional
lain yang mengancam perbatasan mereka dan secara lebih luas di Asia Tenggara.[2]
Presiden Indonesia telah menyatakan kesiapan negaranya untuk membantu pemerintah
Filipina dalam pembicaraan damai dengan kelompok separatis Islam yang aktif di
perbatasan. Sementara Filipina telah membantu Indonesia dalam negosiasi dengan
pemberontak, dan berperan sebagai monitor selama Proses Perdamaian Aceh pada tahun
Sengketa wilayah.Indonesia dan Filipina berbagi perbatasan maritim terutama pada Laut
Sulawesi. Pada masa lalu kedua negara terlibat dalam sengketa teritorial atas pulau Miangas
(Kasus Pulau Palmas). Itu terjadi antara Belanda dan Amerika Serikat dan dimenangkan oleh
Hindia Belanda pada tahun 1932. Kini tidak ada perselisihan teritorial antara Indonesia dan
Filipina. Pada bulan Maret 2011, para pemimpin dari kedua negara sepakat untuk
menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan kerjasama di bidang keamanan,
pertahanan, perbatasan, perlindungan pekerja migran, pendidikan dan olahraga. Indonesia
memberi dukungan kepada proposal Filipina untuk menggariskan dan memisahkan bagian-
bagian yang dipersengketakan di Laut Cina Selatan dari klaim daerah yang tak terbantahkan
dalam penyusunan Kode Tata Berperilaku yang akan mengikat negara-negara yang
mempersengketakan kepulauan Spratly.

Anda mungkin juga menyukai