Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERITA RAKYAT NUSANTARA

( CERITA RAKYAT DARI BETAWI )

Disusun Oleh : Muhammad Faiz Mustain ( X.5/19)

SMA NEGERI 1 KOTA TEGAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Cerita Rakyat dari Betawi atau Batavia

Pemerintahan Jan Pieterzoon Coen yang kedua sebagai Gubernur Jenderal di kota Batavia berlangsung dari tanggal 30 September 1627 sampai dengan 20 September 1629. Pada masa itu terjadi peristiwa menggemparkan yang berlangsung di dalam kastel megah dan selalu dijaga serdadu-serdadu VOC siang dan malam. Kehidupan di dalam kastel memang aman. Di situlah Gubernur Jenderal dan keluarganya berlindung. Di sekeliling kastel mengalir parit-parit besar. Sumber alirannya berasal dari Sungai Ciliwung. Patroli keamanan mondar-mandir di atas air mengelilingi kastel karena Batavia pernah diserang orang-orang Mataram (Jawa) sehingga mereka yang ada di dalam kastel Batavia harus lebih waspada berjaga-jaga karena orang-orang Jawa itu pasti akan menyerang lagi. Gubernur Jenderal sendiri sering terjun ke lapangan. Dia memeriksa pos-pos penjagaan. Kalau semua sudah dilakukannya dengan teliti, baru ia dpat tidur dengan perasaan dan kondisi yang tenang dan agak aman. Peristiwa menggemparkan di dalam kastel bermula dari pergunjingan ringan antara dua orang lelaki. Salah seorang dari mereka bernama Heuvel. Perawakannya tinggi dan kurus, berumur 30 tahun. Jabatannya sebagai staf Dewan Kehakiman. Dialah orang yang memulai cerita. Orang yang tidak begitu tertarik mendengarkan ceritanya adalah dr. Bontius. Perawakannya gemuk, berusia empat puluhan. Jabatannya sebagai kepala kesehatan kastel. Malam itu gelap gulita, mereka baru saja selesai menghadap Gubernur Jenderal. Urusan rutin. Mereka bergegas keluar dari kastel. Langkah kaki meraka begitu cepat karena mereka tidak bisa pulang ke rumah masing-masing kalau berlambat-lambat. Lonceng kota Batavia berdentang sembilan kali, saat pintu-pintu ditutup dan penjaga-penjaga semakin ketat melakukan tugasnya, karena dr. Bontius dan Heuvel sudah dikenal, mereka bias bergerak dengan leluasa di depan hidung para penjaga pintu. Mereka sampai di Prisenstraat, jalan yang mengarah ke Stadhuis (sekarang Gedung Fatahillah). Tepat di halaman gedung itulah mereka digertak tiga orang serdadu. Senapan-senapan telah siap di tangan. Letnan Konterhuff muncul dan memberitahu para serdadu bahwa mereka adalah kawan-kawannya sehingga para serdadu itu mengurungkan niat untuk menyerang dr. Bontius dan Heuvel.Meraka memang tidak bisa disalahkan. Gerakan-gerakan mencurigakan terutama di malam hari, tidak bisa dianggap remeh. Setelah tahu mereka adalah kawan-kawannya , para serdadu itu lalu kembali ke pos. Dari mana dr.Bontius? sapa Konterhuff. Maafkan kami, kami sangat tergesa-gesa. Kami baru menghadap Gubernur Jenderal. Balas dr.Bontius. Heuvel tidak ditanya. Setelah meninggalkan senyum kepada Konterhuff, mereka langsung pergi cepat-cepat. Semula, aku ingin menanyakan sedikit tentang Sarah kepadanya, kata dr.Bontius kepada Heuvel di sampingnya, lebih baik tidak jadi, kurang enak sussananya. Akan kucari waktu yang tepat. Sampai menjelang pagi, Heuvel masih termenung. Sebenarnya, dia menaruh perhatian kepada Sarah. Namun, Sarah acuh tak acuh. Apakah benar Konterhuff jatuh

hati? Ketika mendengar peristiwa itu, dia seperti mendapat kesempatan untuk membalas dendam. Langkah pertama adalah menyiarkan berita kepada dr. Bontius. Amat diherankan, dokter gemuk itu tak mau mempercayainya. Heuvel sedang mencari jalan yang tepat. Tiba-tiba timbul pikirannya yang baru. Bagaimana kalau ia menghadap Gubernur Jenderal lagi? Heuvel tahu bahwa Konterhuff seorang perwira VOC yang mendapat nama baik di mata Gubernur Jenderal. Setahun yang lalu, ketika terjadi serangan orangorang Jawa dari Mataram, Konterhuff menunjukkan keberaniannya melawan para penyerang. Dia banyak menjatuhkan musuh yang memanjat tembok benteng. Akhirnya, Konterhuff sendiri terjatuh. Dada, tangan, serta kakinya terluka. Dia pingsan, tak sadarkan diri, beberapa jam. Orang yang merawatnya adalah dr.Bontius. Selama beberapa minggu, dia terbaring di tempat tidur. Akhirnya sembuh. Perlakuan terhadap dirinya menjadi agak istimewa. Dia diizinkan keluar masuk kastel. Tidak dilarang mondar-mandir di dalam lingkungan rumah tangga Gubernur Jenderal. Pada saat itu, ia mengenal Sarah, gadis cantik dan lincah yang berusia 13 tahun. Sarah adalah bunga kastel Batavia. Pekerjaannya sehari-hari adalah mendampingi Nyonya Eva, istri Gubernur Jenderal. Kalau tugasnya sudah diselesaikan dengan baik, dia memasuki kamar pribadinya. Apa salahnya kalau sesekali ia mencoba masuk. Berbincang-bincang di dalam dengan seorang gadis yang disukainya tentu lebih menyenangkan. Tentu tidak demikian sikap Heuvel yang usianya sebaya dengan Konterhuff. Sebagai sesama lelaki, ia merasa diperlakukan tidak adil oleh Sarah. Dia sakit hati. Cerita-ceritanya yang menghasut ditiupkan kepada dr.Bontius, sedangkan niatnya untuk melaporkan kepada Gubernur Jenderal selalu diurungkan karena dia gentar. Pada suatu hari, dr. Bontius mendekati Konterhuff dan menanyakan hubungan pribadinya dengan Sarah. Ia menasihati untuk mempercepat peresmiannya daripada sembunyi-sembunyi. Lebih baik secara baik-baik sehingga semua orang tidak menaruh curiga dan menimbulkan desas-desus fitnah. Konterhuff segera merundingkan masalah itu dengan Sarah dan mengajak untuk secepatnya menikah. Akan tetapi, Sarah ingin menunggu beberapa saat. Pasti Gubernur Jenderal akan merestuinya. Bukankah Sarah dari semula dititipkan pada keluarga Jan Pieterzoon Coen. Ayah Sarah adalah Jacques Speck, seorang pejabat tinggi VOC sederajat dengan Gubernur Jenderal.Sementara Jan Pieterzoon Coen menjabat di Batavia, dia berada di Nederland mengurus dagang. Baiklah kalau kau ingin menunggu beberapa saat, kata Konterhuff, aku selalu siap melayanimu kapan saja yang kau perlukan, Sarah. Konterhuff mencium Sarah. Pada saat itulah pintu kamar mendadak terbuka. Sarah amat kaget. Wajah Sarah pucat. Demikian pula Konterhuff. Orang yang berdiri di ambang pintu adalah Gubernur Jenderal. Di sampingnya berdiri Heuvel. Di belakang mereka berdiri beberapa serdadu senjata. Gubernur Jenderal amat marah. Dia langsung memerintahkan serdaduserdadunya untuk membawa dua orang yang berpelukan itu. Tidak ada tempat lain yang lebih cocok selain sel bawah tanah. Selesaikan prosesnya Heuvel! perintahnya. Tanpa banyak bicara dan komentar, semua dilakukan Heuvel dengan cepat. Perbuatanmu keterlaluan Heuvel, kata dr.Bontius. Kasihan Sarah. Kau tidak tahu, bagaimana perasaan ayah Sarah yang masih berada di Nederland? Biar bagaimanapun ditutupi, akhirnya ketahuan juga, jawab Heuvel, tetapi tidak separah kalau dilaporkan.

Jan Pieterzoon Coen dikenal sebagai pejebat yang disiplin. Peraturan yang sudah dibuat harus dilaksanakan. Orang yang bersalah harus mendapat hukuman, siapa pun juga, tidak pandang bulu. Bahkan orang yang amat dicintainya. Tidak lain adalah putrinya sendiri. Sarah Speck memang bukan orang lain. Dia sudah melebihi putrinya sendiri. Sarahlah yang setiap hari menemani Eva Ment, istrinya. Anak itu sudah dewasa dan siap menjadi wanita muda. Tiap bulan, ayahnya, Jacques, mengirim surat dari Nederland. Jacques Speck selalu berpesan menitipkan purinya, Sarah, agar Jan Pieterzoon Coen tidak segan-segan memberinya nasihat. Sarah Speck menjadi harapan ayahnya kalau dia sudah tua. Tentu saja Jan Pieterzoon Coen membalas surat sahabatnya itu dengan baik. Ia berkata bahwa selama ini Sarah berada dalam pengawasannya dan perlindungannya. Akan tetapi kenyataannya, Jan Pieterzoon Coen tidak menyangka. Biang keladinya adalah Letnan Konterhuff. Dialah orang yang telah merontokkan segala cita-citanya. Dialah orang yang sudah merusak persaudaraan antara dirinya dengan Jacques Speck di Nederland. Hal ini tentu saja menjadi tuba bagi kedinasan VOC. Jan Pieterzoon Coen termenung. Sulit, rumit, kepalanya seakan pecah berkeping-keping. Sementara itu, proses verbal telah telah berkeliling di seluruh staf teras di kota Batavia. Gunjingan semakin ramai, masyarakat kalangan tinggi tahu kalau Konterhuff seorang yang tidak baik. Perwira itu bukan sekali ini saja berbuat salah. Sudah sering dia berbuat tidak baik dengan istri-istri pejabat di dalam kastel Batavia, maupun kepada dayang-dayang yang selalu mengharapkan laki-laki untuk datang ke kamar mereka. Rupanya, Konterhuff menyangka kalau Sarah bisa depermainkan dengan mudah. Konterhuff tidak mengira kalau perbuatannya telah diintip banyak orang, terutama Heuvel yang banyak menaruh hati kepada Sarah Speck. Dr.Bontius mencoba membujuk Gubernur Jenderal agar meraka dimaafkan. Caranya tidak sulit, yaitu dengan meresmikan mereka sebagai suami-istri. Kalangan kastel Batavia akan memuji Jan Pieterzoon Coen sebagai atasan yang bijak dan berpikir panjang. Dengan demikian, selamatlah ikatan persaudaraannya dengan Jacques Speck. Sekali lagi, Jan Pieterzoon Coen memikirkan sahabatnya yang sedang bertugas di Nederland. Jacques Speck bukan orang lain. Dia sudah bekerja lama dan VOC mendapat keuntungan berlimpah-limpah. Jacques sudah sangat percaya kepada Jan Pieterzoon Coen. Anaknya pun diserahkan kepadanya sebagai lembang persaudaraan mereka supaya semakin kokoh. Tiba-tiba demikian kesudahannya. Setan hidung belang telah muncul di dalam tembok kastel. Setan itu menjebol tembok moral. Dia bernama Konterhuff, orang yang dulu pernah berjasa dalam peperangan besar. Jan Pieterzoon Coen menyeringai. Siapapun yang bersalah harus dihukum. Dia yang membuat hukum di Batavia. Dia pula yang harus menimpakan kepada siapa saja yang bersalah. Tetapi, apakah keduanya harus dihukum ? kata dr. Bontius, orang yang berani menanyakan soal-soal hukum kepada Gubernur Jenderal. Apa kau kira Sarah harus mendapat perlakuan ringan karena semata-mata dia anakku? jawab Jan Pieterzoon Coen. Peristiwa itu terjadi lantaran Sarah juga mau. Tanpa kemauannya, tidak akan terjadi perzinahan. Andaikata dia menolak, hanya Konterhuff sendiri yang dihukum. Ternyata, mereka berdua melakukannya. Batavia menjadi kotor. Untuk membersihkannya tidak ada cara lain, kecuali tuntutan darah mereka pula!

Dr. Bontius membelalak. Demikian pula mata seluruh warga Batavia ketika mendengar ketegasan Gubernur Jenderal. Seminggu sebelum pelaksanaan tuntutan darah, kedua orang yang resah itu diberi kesempatan satu jam di kamar. Pintu ditutup dari luar. Mereka boleh berbuat sekehendak hati. Mereka menangis serta tidak mau melepaskan diri dari pelukan. Ampuni diriku Sarah, kata Konterhuff. kau tidak seharusnya menanggung dosa ini. Ayahmu di Nederland juga tidak. Sekarang dia telah mendengar. Betapa hancur hidupnya! Tidak banyak yang dibicarakan mereka. Di wajah mereka hanya tampak kesedihan yang tak terucapkan. Setelah satu jam, para serdadu menbuka pintu. Mereka lalu dipishkan. Hari itu, 19 Juni 1629. Hari masih pagi. Warga kastel dan penduduk setempat yang sudah mendengar berita itu berkumpul di alun-alun. Konterhuff digiring empat orang serdadu. Di suatu tempat dia berhenti sebentar menatap para penonton yang bermimik tegang dan tidak bersuara hanya pandangan kelu. Lalu, Gubernur Jenderal di balkon memberi isyarat. Terompet ditiup algojo yang berselubung kain hitam telah mendapat perintah. Lonceng pun berkelanang. Tiba-tiba satu kepala terhempas dari tubuh Konterhuff. Sarah Speck yang menyaksikan kejadian itu berteriak kemudaian pingsan. Atas usul Dewan Kehakiman dan permohonan warga kastel, Sarah tidak dihukum. Akan tetapi setelah para penonton selesai membuka topi tanda menghormat korban yang telah melayang jiwanya, diperlihatkan adegan berikutnya. Sarah dicambuk dengan rotan sebanyak empat puluh kali. Belum habis pukulan yang menimpa Sarah Speck, orang-orang sudah meninggalkan alun-alun. Kutukan mereka terhadap Gubernur Jenderal berupa isak tangis. Sepilah kota Batavia. Akhirnya, yang ada di mimbar penyiksaan hanyalah algojo bersama Sarah yang tampak kuat menerima hukuman. Dr. Bontius tidak tega melihat penyiksaan itu. Dia kemudian berlari menjumpai Sarah Speck yang telah berlumuran darah. Dia merawatnya hingga sembuh. Akan tetapi, luka di hati Sarah sukar disembuhkan. Pikiran dan jiwanya telah melekat kepada Konterhuff. Akhirnya, dia menyusul Konterhuff ke alam baka. Jenazahnya dikubur berdampingan dengan Konterhuff. Entah karena menghukum Sarah Speck atau karena takdir, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen tewas dalam pertempuran melawan pasukan Mataram. Dia tewas saat menggelegarnya meriam-meriam pada tanggal 20 September 1629. Tidak lama kemudian Jacques datang dari Nederland. Dia diangkap sebagai Gubernur Jenderal yang baru. Dia selalu tampak bersedih, terkenang putrinya yang telah meninggal. Sikapnya terhadap para bawahannya tampak kurang menggairahkan. Jacques Speck tidak bisa menyembunyikan rasa sinisnya. Orang yang tetap hormat dan dibedakan dengan yang lainnya hanya dr. Bontius. Sayang dia sakit parah. Lalu, akhirnya meninggal juga. Jacques Speck memerintahkan agar dokter itu dikubur disamping Sarah Speck, putrinya. Untuk selanjutnya, persoalan Sarah Speck ini semakin ricuh. Pihak gereja turut membantu menyelesaikan persoalan. Persoalan juga sudah dibawa ke Nederland. Selama itu, kalau ada perjamuan-perjamuan resmi, Gubernur Jenderal Jacques Speck tidak bersedia duduk di samping hakim-hakim yang dulu pernah membubuhkan tanda tangan hingga menjadi vonis terhadap putri yang amat disayanginya. Segalanya sudah terjadi dan sudah tercatat di dalam lembaran sejarah.

--- TAMAT ---

Anda mungkin juga menyukai