Anda di halaman 1dari 10

PERENCANAAN PENCAHAYAAN BUATAN PADA INTERIOR RUANG KELAS.

Oleh : I DEWA GEDE AGUNG DIASANA PUTRA Dosen Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Email: idgadp@yahoo.com

ABSTRAK
Hasil penelitian terhadap penggunaan energi, dalam hal ini listrik pada bangunan gedung menunjukkan bahwa jumlah energi listrik yang dipergunakan untuk keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah sistem tata udara. Dengan demikian perlu dilakukan perencanaan yang akurat untuk mendapatkan tingkat pencahayaan yang dibutuhkan dengan memanfaatkan senergi yang optimal Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah lampu dan jenis armature yang diperlukan dalam sebuah ruang kelas. Untuk mecapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode studi literature dari berbagai sumber. Jumlah lampu yang diperlukan pada sebuah ruang kelas dengan ukuran 8.9 m x 10.9 m adalah 12 pasang lampu dengan penempatan yang disebar secara merata diseluruh kelas dan tambahan sepasang lampu pada ruang sekitar papan tulis. Kata Kunci: jumlah lampu, pencahayaan buatan.

ABSTRACT
According on any study, artificial lighting in building use biggest electrical energy after air conditioning. Based on this information, we need artificial lighting planning for save electrical energy. The objective of this study is to know a number of lamp and a kind of armature in a classroom. In Order to achive this objective, this research uses literatur studies metode from any reference. The classroom (8.9 m x 10.9 m) need 12 armature with a pair of lamp for any armature. The placement of lamp and armature are spread in this room. Keywords: a number of lamp, artificial lighting.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang


Hasil penelitian terhadap penggunaan energi, dalam hal ini listrik pada bangunan gedung menunjukkan bahwa jumlah energi listrik yang dipergunakan untuk keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah terbatas dan suatu saat akan habis. Hal ini menyebabkan harga listrik akan semakin mahal. Oleh karena itu sistem tata cahaya suatu bangunan harus direncanakan dengan baik dengan memperhitungkan usaha-usaha konservasi energi yang dapat dilakukan. Cahaya merupakan hal yang sangat esensial bagi aktivitas manusia sehari-hari. Fungsi utama dari sistem pencahayaan adalah : 1 Provide a safe visual environmental, Make it impossible to easily see the task, and To provide a comfortable and pleasant visual environment. Melihat begitu pentingnya cahaya bagi manusia untuk beraktivitas, maka tidaklah mengherankan jika perencanaan cahaya pada bangunan juga memegang peranan penting bagi keberhasilan fungsi dari bangunan tersebut. Seorang perencana dalam perencanaan bangunan, selalu mempertimbangkan pencahayaan bagi bangunan yang dirancangnya baik itu pencahayaan alamiah siang hari (sun lighting) maupun perencanaan pencahayaan buatan (artificial lighting ). Pada pencahayaan alamiah siang hari (PASH), sumber cahaya didapat dari sinar matahari sehingga keberadaannya sangat tergantung dari keadaan alam serta posisi suatu daerah di bumi. Sehingga pengendalian pencahayaan alamiah tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sementara itu pencahayaan buatan tidak terpengaruh oleh perbedaan waktu, tempat, maupun musim. Hal mana tidak didapat pada pencahayaan alamiah. Pada umumnya pencahayaan buatan ini dipergunakan pada saat penerangan alamiah siang hari berada pada kekuatan minimum atau kurang memenuhi syarat. Untuk memenuhi fungsi pencahayaan buatan yang pada umumnya sebagai pencahayaan untuk menutupi kekurangan pencahayaan alamiah siang hari, tentunya setiap perencanaan suatu pencahayaan buatan sangat tergantung dari kondisi perencanaan alamiah siang hari yang ada
1

Energy Programs and Fisheries Division, Department or Primery Industries and Energy, Saving Energy Trough Lighting Management, Australian Government Publishing Service, Canberra, 1994, hal 3

(walaupun ada beberapa fungsi bangunan yang memang menghindari masuknya pencahayaan alamiah siang hari) Dengan memperhatikan uraian di atas, perencanaan pencahayaan buatan merupakan suatu usaha untuk mendapatkan suatu desain yang dapat memenuhi kebutuhan cahaya yang sesuai dengan kebutuhan bagi aktivitas manusia dalam suatu ruang sehingga aktivitas yang diwadahi dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Adapun tujuan lainnya dari perencanaan pencahayaan ini adalah pemanfaatan energi yang dipergunakan sesuai dengan kebutuhan sehingga desain pencahayaan yang dihasilkan menghasilkan suatu pencahayaan yang hemat energi. Usaha yang dilakukan agar pencahayaan hemat energi yaitu dengan memanfaatkan cahaya alamiah seoptimal mungkin. Besarnya cahaya alamiah yang mampu menerangi suatu ruang, waktu suatu cahaya dapat menerangi suatu ruang, serta adanya suatu barang yang peka terhadap sinar matahari merupakan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam perencanaan pencahayaan buatan yang berpedoman pada perencanaan pencahayaan.

1.2. Permasalahan
Suatu ruang kelas merupakan suatu ruang dengan aktivitas yang terjadi secara terus menerus tidak tergantung dari cuaca yang ada. Kegiatan yang terjadi memerlukan suatu ketelitian dan kecermatan para civitasnya sehingga diperlukan suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan manusia dalam melakukan aktivitasnya. Memperhatikan kondisi di atas, perlu kiranya direncanakan suatu pencahayaan yang baik sehingga aktivitas yang ada dapat berjalan dari waktu ke waktu dengan baik tanpa terpengaruh keadaan luar. Cahaya matahari tetap merupakan pertimbangan yang penting yang harus diperhatikan sehingga mendapatkan suatu pencahayaan yang hemat energi. Sebagai seorang perencana dituntut mampu untuk merencanakan suatu pencahayaan buatan yang tepat dengan tetap memanfaatkan seoptimal mungkin cahaya matahari dalam perencanaan pencahayaan ruang tersebut. Dalam usaha perencanaan ini beberapa permasalahan yang dihadapi adalah: Bagaimana rancangan secara umum dari pencahayaan ruang kelas tersebut untuk memenuhi berbagai keperluan ruang yang ada dan asumsiasumsi apa yang dipergunakan dalam perencanaan tersebut? Berapa jumlah luminer yang diperlukan serta bagaimana penataan lampunya?

1.3. Maksud dan Tujuan


Merencanakan suatu pencahayaan buatan dalam ruangan bagi suatu ruang kelas yang mana berusaha mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari dalam usaha untuk penghematan pemanfaatan energi untuk pencahayaan buatan ini.

II. PERENCANAAN PECAHAYAAN BUATAN 2.1. Kajian Teoritik


Perencanaan pencahayaan buatan perlu memenuhi fungsi pokok dari pencahayaan penerangan buatan itu sendiri dalam kondisi pemakaian yang normal dengan pemeliharaan yang wajar. Adapun fungsi pokok penerangan (illuminasi) buatan di dalam gedung, baik diterapkan tersendiri maupun dalam kombinasi dengan penerangan alami siang hari adalah:2 a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni-penghuni melihat detail-detail dari tugas dan kegiatan visual secara mudah dan tepat. b. Memungkinkan penghuni-penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. c. Menciptaskan lingkungan visual yang nyaman dan berpengaruh baik kepada prestasi Secara sederhana, desain illuminasi menyangkut sejumlah fluks cahaya (lumen) dari sumber cahaya ke suatu permukaan yang perlu diterangi. Sementara itu lux adalah satuan fluks cahaya yang yang effektif mencapai tiap meter persegi daripada permukaan itu yang tentu saja sebanding dengan kekuatan radiasi daripada sumber cahayanya yang dinyatakan dengan candles. Untuk mendapatkan illuminasi yang diinginkan, selain besarnya fluks cahaya minimal yang diperlukan, juga perlu diperhatikan distribusi cahayanya sendiri. Karakter distribusi cahaya itu di tetapkan oleh lampu beserta armatur (luminaire) yang dipakai, antara lain oleh reflektornya yang
2

Departemen Pekerjaan Umum, Standard Penerangan Buatan di Dalam Gedung-gedung, Penerbit Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, 1985, hal 37

menghasilkan berkas cahaya yang sempit terarah ataupun berkas yang lebar diffus. Pendistribusian cahaya ini digolongkan dalam 5 kelompok yaitu: 3 Sistem penerangan langsung, Sistem penerangan semi langsung Sistem penerangan diffus Sistem penerangan semi tidak langsung, Sistem penerangan tidak langsung.

Pada masing-masing armatur disediakan suatu tabel faktor utilisasi sebagai fungsi dari indeks ruang dan pemantulan oleh langit-langit, dinding dan permukaan yang perlu diterangi. Disamping itu kita juga perlu memperhatikan depresi daripada lampu, reflektornya, permukaanpermukaan yang memantulkan, karena defresi itu turut mengurangi taraf illuminasi. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka fluks cahaya yang diperlukan untuk menerangi suatu ruangan lazim dihitung dengan rumus: 4 Fluks cahaya = tingkat. pencahayaan.x.luas.ruangan faktor.utilitas.xfaktor.depresiasi

Sementara itu untuk mengetahui jumlah armatur perlu juga diketahui fluks cahaya yang juga berarti jumlah lampu maka dipergunakan rumus: Jumlah armatur = fluks. yang .diperlukan fluks. per.armatur

Sementara itu didalam satu armatur dapat dipasang satu ataupun lebih lampu-lampu, sehingga : Fluks per armatur = jumlah lampu per armatur x fluks per lampu.

3 4

Ibid hal 20 Ibid hal 22

2.2. Gambaran Kasus


Data Umum Fungsi Ruang : Ruang kelas C3 FT Universitas Udayana Jalan Sudirman Denpasar Karakter Ruang : Suatu ruang yang luas dan memiliki kedalam 8.9 m dari bukaan jendela Dimensi Ruang : Panjang keseluruhan adalah 10.9 meter dengan lebar 8.9 meter. Tinggi plafond ditentukan 3.5 meter dari lantai atau 2,75 dari bidang kerja. Pembagian Ruang : Ruang kelas hanya terdiri dari satu ruang, akan tetapi karena keperluaan pencahayaan ruang audience berbeda dengan ruang penceramah (dekat papan tulis), maka ruang ini dalam perhitungan akan dibagi dua. Yaitu ruang audience dan daerah sekitar papan tulis Desain Arsitektur : Dinding barat terdapat jendela kaca. Langit-langit dan dinding berwarna putih .

Illuminasi yang direkomendasikan adalah 300 lux (audience) dan 500(daerah sekitar papan tulis) Desain interior dapat dilihat pada desain denah dibawah
Dinding dengan jendela yang tidak berfungsi untuk memasukkan cahaya

Ruang Kelas C3 FT Unud Denpasar

Cahaya hanya masuk dari jendela sisi barat

2.3. Perhitungan Jumlah dan Pemilihan Jenis Lampu


Perhitungan Ruang Kelas Diketahui a. Desain illuminasi untuk ruang kelas yang memerlukan ketelitian adalah 300 lux (karena didalamnya terdapat papan tulis yang mana dipersyaratkan disekitar papan tulis memiliki iluminasi yang mencapai 500 lux 5, maka cara penghitungannya akan dibagi dua yaitu perhitungan ruang secara keseluruhan dan perhitungan ruang pada daerah papan tulis ) b. Panjang ruang (P) : 10.9 meter c. Lebar ruang (L) : 8.9 meter d. Tinggi Ruang kerja (Hc) : 2.75 meter (antara plafond dan bidang kerja) e. UF x LLF : 0.5 (penentapan ini dilakukan karena nilai UF tidak diketahui sehingga angka 0,5 diambil untuk mempermudah melakukan perhitungan )6 Perhitungan: a. Pencahayaan Umum Room Ratio = PxL 10,9 x8,9 97,01 = = = 1,7 2 Hc.( P + L) 2,75.(10,9 + 8,9) 54,45

Dengan Ketentuan: 1. Refleksi Plafond=0,7 (putih) 2. Refleksi dinding=0,7 (putih) Dengan Rumus E= F (UF) (LLF)/ A lux, dimana E = tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang direkomendasikan (lux) F = Flux luminous (jumlah cahaya) yang diperlukan (lumen) UF = Utilization factor LLF = Light loss factor A = luas ruang/bidang kerja (m2)
5

Departemen Pekerjaan Umum, Standard Penerangan Buatan di Dalam Gedung-gedung, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung, 1985, hal 52 6 R. Triyogo, Mdes.Sc(Illum), Ir, Dasar Perancangan Pencahayaan Buatan, Materi Kuliah Kajian Teoritikdan Eksperimental Teknologi Bangunan, Teknik Arsitektur ITB, Bandung.

Dari rumus diatas dapat diuraikan menjadi: F= 97,01x 300 E. A = = 58206 lumen 0,5 UF . LLF

Dengan pertimbangan bahwa lampu yang diperlukan untuk ruang kelas adalah yang mempunyai penyebaran cahaya yang merata ke seluruh ruang dan juga yang mempunyai penyebaran cahaya yang cukup lebar maka berdasarkan kurva distribusi intensitas cahaya armatur produksi PT Artolite Indah Mediatama, dipilih jenis armatur Artolite V shape 2 x 36 . Jenis lampu yang dipilih adalah 2 x philips jenis TLD 36 W/54, nominal lominous flux= @2500 lumen, jadi dengan kedua lampu ini nominal lominousnya adalah 5000 lumen F 58206,0 = = 11,6 sehingga lampu yang Fl 5000 dipergunakan adalah 12 buah (masing-masing 2 lampu dalam satu armatur). Sementara itu ruang sekitar papan tulis dipersyaratkan memiliki illuminansi sebesar 500 lux sedangkan dalam perhitungan seluruh ruang baru mencapai 300 lux, maka perlu dilakukan perhitungan lagi khusus ruang di sekitar papan tulis . Maka jumlah lampu (N)= Perhitungan daerah sekitar papan tulis: Luas daerah sekitar papan tulis ditetapkan adalah : lebar 2 meter dengan panjang 6 meter sehingga luasnya adalah 12 m2. Sedangkan kekurangan iluminassinya adalah 200 lux. Dengan Rumus E= F (UF) (LLF)/ A lux, dimana E = tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang direkomendasikan (lux) F = Flux luminous (jumlah cahaya) yang diperlukan (lumen) UF = Utilization factor LLF = Light loss factor A = luas ruang/bidang kerja (m2) Dari rumus diatas dapat duraikan menjadi: F= 200 x12 E. A = = 4800 lumen 0,5 UF . LLF

Dengan menggunakan jenis lampu yang sama dengan ruang kelas di atas maka tambahan jumlah lampu yang diperlukan adalah: F 4800 = = 0,96 sehingga tambahan lampu yang diperlukan adalah 1 Fl 5000 buah yaitu dengan menggunakan 2 x philips TLD 36W/54. (N)=

2.4. Pengelompokan Lampu


1. Lampu dipasang secara membujur terhadap ruang sehingga panjang lampu akan terpasang sejajar lebar ruangan. Hal ini dilakukan untuk memberikan pencahayaan yang merata di seluruh ruangan. Disamping untuk menghindari kerapatan perletakannya. Dilihat dari pemasangan lampu maka ruang seolah terbagi dua yang masing-masing bagian memiliki 6 lampu dan terletak berpasangan. 2. Ruang disekitar papan tulis akan mempunyai kelompok lampu yang tersendiri dengan 3 buah lampu (adanya satu lampu tambahan untuk memperbesar tingkat pencahayaannya) sementara daerah lainnya dipasang lampu secara merata seperti diuraikan di atas 3. Dengan mempertimbangan pemakaian lampu siang hari dan pertimbangan pemanfaat ruang yang ada, maka pengelompokan lampu dibagi ke dalam 5 kelompok penghidupan sehingga pemanfaatannya diupayakan seefisien mungkin, baik siang maupun malam dan dalam berbagai kondisi.

III. SIMPULAN
Jenis armatur yang dipergunakan adalah Artolite V shape 2 x 36, dimana dalam armature ini terdapat 2 buah lampu. Jenis lampu yang dipilih adalah 2 x philips jenis TLD 36 W/54, nominal lominous flux= @2500 lumen, jadi dengan kedua lampu ini nominal lominousnya adalah 5000 lumen Jumlah lampu yang diperlukan adalah 12 pasang lampu dalam 12 buah armature (masing-masing armature terdapat 2 buah lampu) Tambahan lampu pada daerah sekitar armature adalah 1 pasang lampu dengan 1 buah armature (dalam armature terdapat 2 buah lampu. Lampu dipasang secara membujur terhadap ruang sehingga panjang lampu akan terpasang sejajar lebar ruangan Ruang disekitar papan tulis akan mempunyai kelompok lampu yang tersendiri dengan 3 buah lampu (adanya satu lampu tambahan untuk memperbesar tingkat pencahayaannya)

Dengan mempertimbangan pemakaian lampu siang hari dan pertimbangan pemanfaat ruang yang ada, maka pengelompokan lampu dibagi ke dalam 5 kelompok penghidupan sehingga pemanfaatannya diupayakan seefisien mungkin, baik siang maupun malam dan dalam berbagai kondisi.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, Standard Penerangan Buatan di Dalam Gedung-gedung, Penerbit Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, 1985 David Egan, Concepts in Thermal Confort, Prentice Hall Inc, New Jersey Energy Programs and Fisheries Division, Department or Primery Industries and Energy, Saving Energy Trough Lighting Management, Australian Government Publishing Service, Canberra, 1994 Koenigsberger, Manual of Tropical Housing and Bulding, Longman Group Limited, London, 1973 Prasasto Satwiko, Fisika Bangunan 1, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2004. Pritchard, DC, Interior Lighting Design, Lighting Industrial Federation Limited and The Electricity Council, London, 1986 Reznikoff, S.C., Interior Graphic and Design Standards, Whitney Library of Design, New York, 1986 Setyo Soetiadji S, Anatomi Utilitas, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1997 Triyogo, Ir, MdesSc (Illim), Materi Kuliah Teoritik dan Eksperimental Teknologi Bangunan, Jurusan Arsitektur, Program Pasca sarjana ITB, Bandung Vaughn Brandshaw, Building Control Systems, John Wiley & Sons, New York, 1985 William M.C.Lam, Perception and Lighting as Formgivers for Architecture, McGraw-Hill Book Company, New York, 1977

10

Anda mungkin juga menyukai