Anda di halaman 1dari 141

DIKTAT KULIAH

TEKNIK INSTALASI LISTRIK

Disusun oleh:
Ir. Zulkarnaen Pane, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK USU
MEDAN
2014
DAFTAR ISI

Bab 1: Standarisasi dan Peraturan Pada Instalasi Listrik 1


Bab 2: Teknik Penerangan 3
Bab 3: Perangkat Hubung Bagi 23
Bab 4: Kabel Tegangan Rendah 42
Bab 5: Proteksi Untuk Keselamatan 84
Bab 6: Perancangan Instalasi Listrik 103
Bab 7: Instalasi Motor Listrik Pada Industri 110
Lampiran 1 113
Lampiran 2 132
Lampiran 3 134
Daftar Pustaka 149

i
1. STANDARISASI DAN PERATURAN
PADA INSTALASI LISTRIK

1.1. DEFINISI INSTALASI LISTRIK


Instalasi listrik adalah susunan perlengkapan listrik yang berhubungan yang satu
dengan yang lain, serta memiliki ciri terkoordinasi, untuk memenuhi satu atau sejumlah
tujuan tertentu.

1.2. STANDARISASI
Tujuan standarisasi ialah untuk mencapai keseragaman, antara lain mengenai:
a. ukuran, bentuk dan mutu barang;
b. cara menggambar dan cara kerja.
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang
dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan. Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan
maupun pekerjaan otak. Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat
dipergunakan secara lebih baik dan efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan
meningkatkan mutu.
Dua organisasi international yang bergerak di bidang standarisasi ialah:
a. “International Electrotechnical Commission” (IEC) untuk bidang teknik
listrik, dan
b. “International Organization for Standardization” (ISO) untuk bidang-bidang
lainnya
Di Indonesia saat ini sudah terbentuk Badan Standarisasi Nasional (BSN)

1.3. PERATURAN
Pemasangan instalasi listrik terikat pada peraturan-peraturan. Tujuan peraturan-
peraturan ini adalah:
a. pengamanan manusia dan barang;
b. penyediaan tenaga listrik yang aman dan efisien.

1
Dapat diperkirakan bahwa kebanyakan orang tidak akhli di bidang listrik. Supaya
listrik dapat digunakan dengan seaman mungkin, maka syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan sangat ketat.
Peraturan instalasi listrik terdapat dalam buku “Persyaratan Umum Instalasi Listrik
2000” disingkat PUIL 2000. Buku ini diterbitkan oleh YAYASAN PUIL. Di samping
PUIL 2000, harus juga diperhatikan peraturan-peraturan lain yang ada hubungannya
dengan instalasi listrik, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta
Peraturan Pelaksanaannya;
b. Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
c. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
e. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga
Listrik
j. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/40/M.PE/1990 tentang
Instalasi Ketenagalistrikan;
k. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/0322/M.PE/1995
tentang Standarisasi, Sertifikasi dan Akreditasi Dalam Lingkungan Pertambangan
dan Energi.

1.4. PENGUJIAN PERALATAN LISTRIK


Semua peralatan listrik yang akan dipergunakan untuk instalasi harus memenuhi
ketentuan-ketentuan PUIL 2000.
Di Indonesia peralatan listrik diuji oleh suatu lembaga dari Perusahaan Umum
Lisrtik Negara, yaitu Pusat Penyelidikan Masalah Kelistrikan, disingkat LMK

2
2. TEKNIK PENERANGAN

2.1. CAHAYA
Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu sumber cahaya memancarkan energi. Sebagian
energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan
oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu merupakan suatu gejala
getaran

2.2. SATUAN-SATUAN
a) 1 watt cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya sebesar
1 watt dengan panjang gelombang 555 m.
b) 1 watt cahaya = 680 lumen
c) Flux cahaya (lumen) adalah jumlah seluruh cahaya yang dipancarkan oleh suatu
sumber cahaya dalam satu detik. (Sebagai contoh lihat pada Tabel 2-1 dan 2-2).
d) Flux cahaya spesifik atau Efikasi = lumen/watt. Efikasi menunjukkan tingkat
efisiensi sebuah lampu. Angka yang diberikan menunjukkan besarnya Lumen
Output sebuah lampu untuk setiap Watt energy listrik yang dikonsumsi untuk
menyalakan lampu tersebut.
e) Steradian. Misalkan dari permukaan sebuah bola ( Gambar 2-1 ) dengan jari-jari r
ditentukan suatu bidang dengan luas r2. Kalau ujung suatu jari-jari kemudian
menjalani tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari
ini disebut satu steradian. Karena luas permukaan bola sama dengan 4r2, maka di
sekitar titik tengah bola dapat diletakkan 4 sudut ruang yang masing-masing sama
dengan satu steradian.
f) Intensitas cahaya (kandela) = flux cahaya persatuan sudut ruang (steradian) yang
dipancarkan ke suatu arah tertentu

I = (cd) (2.1)
ω
di mana : I = Intensitas cahaya (cd)
 = Flux cahaya (Lm)
 = Sudut ruang (Steradian)

3
g) Intensitas penerangan atau iluminansi (E) = flux cahaya persatuan luas permukaan
A (m2)

Erata-rata = lux (2.2)
A

Gambar 2.1

2.3. HUKUM KUADRAT


I
Ep = lux (2.3)
r2
di mana : Ep = intensitas penerangan di suatu titik P dari bidang yang diterangi
(lux)
I = intensitas sumber cahaya (cd)
r = jarak dari sumber cahaya ke titik P (m)

2.4. DIAGRAM POLAR INTENSITAS CAHAYA


Diagram polar intensitas cahaya adalah suatu karakteristik untuk pembagian cahaya
sebuah lampu atau armatur. Diagram ini umumnya diberikan untuk lampu 1000 lumen.

4
Gambar 2.2

Diagram polar intensitas cahaya digunakan untuk menghitung intensitas penerangan di


suatu titik menurut rumus :
I
Ep = lux
r2

I
r

E’ E


b'
a
P b
a'

Gambar 2.3

Intensitas penerangan E’ di bidang a’ - b’ tegak lurus pada arah I menurut hukum kuadrat:
I
E’ = lux (2.4)
r2
Intensitas penerangan E di bidang horizontal a - b, ialah proyeksi dari E’ pada garis tegak
lurus pada bidang a - b di titik P. Jadi :

5
E = E’ cos  (2.5)
Dari Persamaan (2.4) dan (2.5) diperoleh :
I
E = cos  lux (2.6)
r2
Rumus ini dikenal sebagai hukum Cosinus

2.5. SISTEM PENERANGAN DAN ARMATUR


Penyebaran cahaya dari suatu sumber cahaya tergantung pada :
1. Konstruksi sumber cahaya
2. Konstruksi armatur yang digunakan
Konstruksi armatur yang digunakan antara lain ditentukan oleh:
a. cara pemasangannya pada dinding atau langit-langit
b. cara pemasangan fiting atau fiting-fiting di dalam armatur
c. perlindungan sumber cahaya
d. penyesuaian bentuknya dengan lingkungan
e. penyebaran cahayanya

Berdasarkan pembagian flux cahayanya oleh sumber cahaya dan armatur yang
digunakan, dapat dibedakan sistem-sistem penerangan di bawah ini.

Sistem Penerangan Langsung ke


bidang kerja
a. penerangan langsung 90 – 100 %
b. terutama penerangan langsung 60 – 90 %
c. penerangan campuran atau penerangan baur (difus ) 40 – 60 %
d. terutama penerangan tidak langsung 10 – 40 %
e. penerangan tidak langsung 0 – 10 %

1) Penerangan langsung: cahaya yang dipancarkan sumber cahaya seluruhnya diarahkan


ke bidang yang harus diberikan penerangan, langit-langit hampir tidak berperan.
Penerangan langsung terutama digunakan di ruangan-ruangan yang tinggi, misalnya di
bengkel, pabrik dan untuk penerangan luar.

6
2) Terutama penerangan langsung: sejumlah kecil cahaya dipancarkan ke atas. Sistem
penerangan ini digunakan di gedung-gedung ibadat, untuk tangga dalam rumah, gang
dan lain-lain.
3) Penerangan baur/merata: sebagian dari cahaya sumber-sumber cahaya diarahkan ke
dinding dan langit. Penerangan ini digunakan di ruangan-ruangan sekolah, ruangan
kantor dan tempat-tempat kerja.
4) Terutama penerangan tak langsung: sebagian besar dari cahaya sumber-sumber cahaya
diarahkan ke atas. Karena itu langit-langit dan dinding-dinding ruangan harus diberi
warna terang. Penerangan ini digunakan di rumah-rumah sakit, di ruangan baca, toko-
toko, kamar tamu, dan lain-lain.
5) Penerangan tidak langsung: cahayanya dipantulkan oleh langit-langit dan dinding-
dinding. Warna dinding dan langit-langit harus terang. Penerangan ini digunakan di
ruangan-ruangan untuk membaca, menulis dan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
halus lainnya.
Tabel 2-3 dan 2-4 memuat ikhtisar dari armatur-armatur yang dipergunakan dan sifat-sifat
utamanya dan pada lampiran dapat dilihat berbagai bentuk armatur.

2.6. CARA MENGHITUNG PENERANGAN DALAM


Untuk suatu perusahaan produksi penerangan yang baik antara lain memberi
keuntungan-keuntungan berikut ini:
a. peningkatan produksi
b. peningkatan kecermatan
c. kesehatan yang lebih baik
d. suasana kerja yang lebih nyaman
e. keselamatan kerja yang lebih baik

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penerangan adalah :


a. intensitas penerangannya di bidang kerja
b. intensitas penerangan umumnya dalam ruangan
c. biaya instalasinya
d. biaya pemakaian energinya
e. biaya pemeliharan instalasinya, antara lain biaya penggantian lampu-lampu.
Perbandingan antara intensitas penerangan minimum dan maksimum di bidang kerja
sekurang-kurangnya = 0,7. Perbandingan dengan sekelilingnya sekurang-kurangnya = 0,3.

7
2.6.1. Intensitas Penerangan
Intensitas penerangan ditentukan oleh :
a. tempat di mana pekerjaan akan dilakukan.
b. sifat pekerjaan
Tabel 2-5 memuat intensitas penerangan berbagai sifat pekerjaan.

2.6.2. Efisiensi Penerangan

g
 = (2.7)
0
di mana :
0 = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam
ruangan
g = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung
setelah dipantulkan oleh dinding dan langit-langit
dan g = E x A (2.8)

Dari Persamaan (2.7) dan (2.8) diperoleh rumus flux cahaya


ExA
0 = Lm (2.9)

di mana :
E = intensitas penerangan yang diperlukan di bidang kerja (lux)
A = luas bidang kerja (m2)

Untuk menentukan efisiensi penerangannya harus diperhitungkan :


a) efisiensi armaturnya ()
flux cahaya yang dipancarkan oleh armatur
 =
flux cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya
b) faktor refleksi dinding (rw), faktor refleksi langit-langit (rp) dan faktor refleksi
bidang pengukurannya (rm).
Faktor-faktor refleksi ditentukan berdasarkan warna dinding dan langit-langit ruangan :
warna putih dan warna sangat muda = 0,7
warna muda = 0,5
warna sedang = 0,3 dan warna gelap = 0,1

8
Khusus faktor refleksi bidang pengukuran (rm) ditetapkan = 0,1.

c) Indeks ruangan atau indeks bentuk (k)

pxl
k = . (2.10)
h ( p  l)
di mana :
p = panjang ruangan (m)
l = lebar ruangan (m)
h = tinggi sumber cahaya di atas bidang kerja (m)
Bidang kerja umumnya diambil 80 cm – 90 cm di atas lantai

2.6.3. Faktor Depresiasi


Faktor depresiasi (d) didefinisikan sebagai :
E dalam keadaan dipakai
d =
E dalam keadaan baru
Faktor depresiasi terdiri atas 3 golongan utama :
a. pengotoran ringan
Terjadi di toko-toko, kantor-kantor dan gedung-gedung sekolah yang berada di
daerah-daerah yang hampir tidak berdebu.
b. pengotoran berat
Terjadi di ruangan-ruangan dengan banyak debu atau pengotoran lainnya.
Misalnya di pabrik-pabrik cor, pertambangan, pemintalan, dan sebagainya.
c. pengotoran biasa
Terjadi di perusahaan-perusahaan lainnya.
Kalau tingkat pengotorannya tidak ditentukan, digunakan faktor depresiasi = 0,8.
Contoh efisiensi penerangan beberapa lampu/armarur dapat dilihat pada Tabel 2- 6 – 2-10.

2.6.4. Penentuan Jumlah Lampu atau Armatur

Jumlah lampu :
0 ExA
nL =  (2.11)
 lampu  Lp x η x d
atau,

9
Jumlah armatur :
0 ExA
nA =  (2.12)
 armatur  arm x η x d
di mana :
nL = jumlah lampu
nA = jumlah armatur
L = flux cahaya lampu
A = flux cahaya armatur
E = intensitas penerangan yang diperlukan
A = luas bidang kerja
 = efisiensi penerangan
d = faktor depresiasi

CATATAN
1. Jika data efisiensi penerangan yang dikeluarkan olek pabrik pembuat
lampu/armatur tidak tersedia, maka dapat digunakan nilai pendekatan sebagai
berikut.

Sistem Penerangan Efisiensi


Penerangan
langsung 0,60
terutama langsung 0,55
menyebar/merata 0,50
terutama tidak langsung 0,45
tidak langsung 0,35

2. Disamping dengan metoda yang telah dijelaskan di atas, metoda lain yang dapat
digunakan untuk menghitung penerangan dalam adalah “Zonal Cavity Method”.

Contoh Soal
Sebuah ruangan dengan ukuran 12 m x 25 m dengan tinggi ruangan 4 m akan diberi
penerangan. Intensitas penerangan yang diperlukan adalah 250 lux. Buatlah rencana
penerangan untuk ruangan tersebut. Warna dinding dan langit-langit adalah putih.

10
Penyelesaian
Direncanakan akan menggunakan armatur tipe : GCB dengan lampu 2 x TLD – 36/95
dengan flux cahaya = 2350 lumen pertabung.
Tinggi bidang kerja = 0,85 m  h = 4 – 0,85 = 3,15 m
12 x 25
k = = 2,57
3,15 (12  25)
dengan rp = 0,7 ; rw = 0,5 ; rm = 0,1, dari Tabel 2-8, diperoleh :
k
k
= 2,5   = 0,59
= 3   = 0,61 } Untuk k = 2,57   = 0,59 +
2,57  2,5
3  2,5
(0,61 – 0,59)

  = 0,5982

Jumlah armatur yang diperlukan (nA) :


ExA 250 x 12 x 25
nA =   33,6
 arm x  x d 2 x 2350  x 0,5928 x 0,8
Jadi diambil n = 32 armatur
Jumlah ini dapat dibagi atas 4 deret, masing-masing dengan 8 armatur

2.6.5. Cara Penempatan Sumber-sumber Cahaya Dalam Ruangan


Perhatikan Gambar 2.4.
a. Jarak antara sumber cahaya (a) sedapat mungkin harus sama untuk kedua arah.
b. Jarak antara sumber cahaya yang paling luar dan dinding = 0,5a.
c. Sedapat mungkin :
a = (1 s/d 1,5) h
½a a ½a

h = tinggi lampu
diatas bidang kerja

tinggi bidang kerja


lantai

Gambar 2.4

11
2.7. Tabel-tabel Penerangan

Tabel 2-1. Flux cahaya Lampu TL 220 V

Panjang Flux Cahaya


Tipe Warna
(mm) (lumen)
/92 incandescent 615
/93 warm white 730
TLD – 18 W 590
/94 white 940
/95 daylight 1070
/92 incandescent 2250
/93 warm white 2300
TLD – 36 W 1200
/94 white 2350
/95 daylight 2350
/92 incandescent 3550
/93 warm white 3600
TLD – 58 W 1500
/94 white 3700
/95 daylight 4000

/92 digunakan antara lain di : hotel, restaurant, rumah dan reception areas.
/93 dan /94 digunakan antara lain di : boutiques, galleri, museums, showrooms.
/95 terutama digunakan di industri-industri keramik dan daerah-daerah yang memerlukan
ketelitian yang tinggi

Tabel 2-2. Flux cahaya Lampu Pijar 220 V


WATT 15 25 40 60 75 100 150
F.C (Lumen) 120 230 430 730 960 1500 2220

12
Tabel 2-3 Armatur yang digunakan pada Ruangan Kantor dan Sekolah

13
Tabel 2-4 Armatur yang digunakan Untuk Industri

14
Tabel 2-5 Intensitas penerangan untuk berbagai sifat pekerjaan
penerangan
Sifat pekerjaan penerangan baik
sangat baik

1 Kantor
. Ruangan gambar 2000 lux 1000 lux

Ruangan kantor (untuk pekerjaan, kantor


biasa, pembukuan, mengetik, surat menyurat,
membaca, menulis, melayani mesin-mesin
kantor) 1000 lux 500 lux

Ruangan yang tidak digunakan terus-menerus


untuk pekerjaan (ruangan arsip, tangga, gang,
ruangan tunggu) 250 lux 150 lux

2 Ruangan Sekolah
. Ruangan kelas 500 lux 250 lux
Ruangan gambar 1000 lux 500 lux
Ruangan untuk pelajaran jahit-menjahit 1000 lux 500 lux

3 Industri
. Pekerjaan sangat halus (pembuatan jam
tangan, instrumen kecil dan halus, mengukir) 5000 lux 2500 lux

Pekerjaan halus (pekerjaan pemasangan halus,


menyetel mesin bubut otomatis, pekerjaan
bubut halus, kempa halus, poles) 2000 lux 1000 lux

Pekerjaan biasa (pekerjaan bor, bubut kasar,


pemasangan biasa) 1000 lux 500 lux

Pekerjaan kasar (menempa dan menggiling) 500 lux 250 lux

4 Toko
.
Ruangan jual dan pamer :
toko-toko besar 1000 lux 500 lux
toko-toko lain 500 lux 250 lux

Etalase :
toko-toko besar 2000 lux 1000 lux
toko-toko lain 1000 lux 500 lux

5 Mesjid, gereja dan sebagainya 250 lux 125 lux


.
6 Rumah Tinggal
.
Kamar tamu
Penerangan setempat (bidang kerja) 1000 lux 500 lux
15
Penerangan umum, suasana 100 lux 50 lux

Dapur
Penerangan setempat 500 lux 250 lux
Penerangan umum 250 lux 125 lux

Ruangan-ruangan lain
Kamar tidur, kamar mandi, kamar rias
(penerangan setempat) 500 lux 250 lux
Gang, tangga, gudang, garasi 250 lux 125 lux
Penerangan setempat untuk pekerjaan-
pekerjaan ringan (hobby dan sebagainya) 500 lux 250 lux
Penerangan umum 250 lux 125 lux

16
Tabel 2-6

Tabel 2-7

17
Tabel 2-8

Tabel 2-9

18
Tabel 2-10

19
LAMPIRAN

BERBAGAI BENTUK ARMATUR

Armatur pancaran lebar Armatur pancaran terbatas

Armatur palung

Armatur “rok”

20
Armatur kedap air Armatur dinding (tidak ditanam)

Armatur langit-langit (ditanam)

Armatur gantung pakai pipa


Pelindung dari kawat

21
Armatur dinding untuk
penerangan sebagian
besar tak langsung

Armatur gantung
bentuk gelang

22
3. PERANGKAT HUBUNG BAGI

3.1. DEFINISI
Perangkat Hubung Bagi (PHB) adalah suatu perlengkapan untuk mengendali dan
membagi tenaga listrik dan atau mengendali dan melindungi sirkit dan pemanfaat listrik.

3.2. KLASIFIKASI PHB


a. Berdasarkan Tegangan
1. PHB tegangan rendah
2. PHB tegangan menengah
3. PHB tegangan tinggi

b. Berdasarkan Sirkit
1. PHB utama
PHB yang menerima tenaga listrik dari saluran utama konsumen dan
membagikannya ke seluruh instalasi konsumen.
2. PHB Utama Sub Instalasi
PHB suatu sub instalasi untuk mensuplai listrik kepada suatu konsumen dan
sub instalasi tersebut merupakan bagian dari suatu instalasi yang mensuplai
listrik kepada dua konsumen atau lebih.
3. PHB Cabang
Semua PHB yang terletak sesudah PHB utama atau sesudah PHB utama sub
instalasi.

c. Berdasarkan Ruangan
1. PHB Pasangan Dalam
PHB yang ditempatkan dalam ruang bangunan tertutup sehingga terlindung
dari pengaruh cuaca secara langsung.
2. PHB Pasangan Luar
PHB yang tidak ditempatkan dalam bangunan sehingga terkena pengaruh
cuaca secara langsung.

23
3.3. PEMASANGAN SAKELAR DAN PENGAMAN PHB

1. Pada sirkit masuk dari PHB yang berdiri sendiri harus dipasang setidak-tidaknya
satu sakelar. Sakelar masuk harus dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada
pengaman lebur dan gawai lainnya yang menjadi bertegangan, kecuali volt meter,
lampu indikator, dan pengaman lebur utama yang dipasang sebelum sakelar
masuk, jika sakelar masuk tersebut dalam keadaan terbuka. Arus nominal sakelar
masuk ini sekurang-kurangnya sama dengan KHA dari penghantar masuk tersebut
dan tidak boleh kurang dari 10 A.

2. Pada setiap hantaran fasa keluar suatu PHB harus dipasang pengaman arus. Pada
hantaran netral tidak boleh dipasang pengaman arus.
(Gambar 3.1 mengilustrasikan kedua syarat diatas)

NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm


10A

NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm


60A 6A

NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm


16 A

Gambar 3.1

Sebagai alternatif untuk sakelar dengan proteksi arus lebih, atau pengaman lebur,
dapat juga dipakai sakelar yang di dalamnya terdapat proteksi arus yang
dikehendaki, seperti: pemutus sirkit (miniature circuit breaker / MCB)
sebagaimana tertera dalam Gambar 3.2. Apabila hal ini diterapkan maka pemutus
sirkit yang akan digunakan harus dipilih yang sesuai, yaitu memiliki ketahanan
arus hubung pendek paling tidak sama besar dengan arus hubung pendek yang
mungkin terjadi dalam sirkit yang diamankan.

24
10 A/25 A NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm

60A 6 A/25 A NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm

16 A/25 A NYA 3 x 4 mm2 (o)  25 mm

Gambar 3.2
3. Sakelar masuk tidak diperlukan (lihat Gambar 3.3):
a. jika PHB mendapat suplai dari saluran keluar suatu PHB lain, yang pada
saluran keluarnya dipasang sakelar yang mudah dicapai dan kedua PHB
tersebut terletak dalam ruang yang sama serta jarak antara keduanya tidak
lebih dari 5 m.
b. jika dengan cara tertentu dapat dilaksanakan pemutusan dan penyambungan
suplai ke PHB tersebut melalui suatu sakelar pembantu. Sakelar pembantu ini
harus dipasang pada tempat yang mudah dicapai.
c. jika sakelar itu diganti dengan pemisah, asalkan pada setiap sirkit keluar
dipasang sakelar keluar.
4. Pada sirkit keluar PHB harus dipasang sakelar keluar jika sirkit tersebut (lihat
Gambar 3.4):
a. mensuplai tiga buah atau lebih PHB yang lain.
b. dihubungkan ke tiga buah atau lebih motor/perlengkapan listrik yang lain. Hal
ini tidak berlaku jika motor atau perlengkapan listrik tersebut dayanya masing-
masing lebih kecil atau sama dengan 1,5 KW dan letaknya dalam ruang yang
sama (lihat Gambar 3.4), kecuali untuk tegangan menengah dan tegangan
tinggi.
c. dihubungkan ke tiga buah atau lebih kotak kontak yang masing-masing
mempunyai arus nominal lebih dari 16 A.
d. mempunyai arus nominal 100 A atau lebih.
5. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit masuk,
sebaiknya pengaman lebur dipasang sebelum sakelar utama. (lihat Gambar 3.5)
6. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit keluar
sebaiknya pengaman lebur dipasang sesudah sakelar. (lihat Gambar 3.5)

25
5M
MAX 10A

10A

NYY 4 x 16 mm2
16A
3a

35A
16A
3b
35A 10A
NYY 4 x 16 mm2

200A 10A
NYA 2 x 1,5 mm2
6A

3c 10A

35A 10A
NYY 4 x 16 mm2 60A

10A

Gambar 3.3

26
,5 KW ,5 KW ,5 KW
4c M4 M5 M6

25A 25A 25A M1 M2 M3


100A 4d
>100A

60A
60A

25A 4b
200A

25A 4b
25A

80A
100A

35A

35A

35A
4a

16 A
10A

10A

10A

25A

10A

10A

10A
25
Gambar 3.4

27
10A

35A 10A

16 A

Gambar 3.5

Apabila sistem proteksi tidak menggunakan pengaman lebur tetapi menggunakan pemutus
sirkit sejenis MCB (miniature circuit breaker), maka ketentuan di atas tidak berlaku, tetapi
diterapkan ketentuan seperti tersebut dalam 3.3.2 (lihat Gambar 3.6).

10 A

35 A 10 A

16 A

Gambar 3.6

7. Kemampuan sakelar pada suatu sirkit sekurang-kurangnya harus sama dengan pengaman
lebur pada sirkit tersebut.

Gambar 3.7 menunjukkan contoh three lines diagram dari suatu penel distribusi

28
29
3.4. RATING ALAT PROTEKSI ARUS

1. MINIATURE CIRCUIT BREAKER (MCB)


1 Pole : 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 10 ; 16 ; 20; 25 ; 32 ; 40 ; 50 A
3 Pole : 6 ; 10 ; 16 ; 20 ; 25 ; 32 ; 40 ; 50 ; 63 A

2. MOULDED CASE CIRCUIT BREAKER (MCCB)


10 ; 15 ; 20 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 75 ; 100 ; 125 ; 150 ; 175 A
200 ; 225 ; 250 ; 300 ; 350 ; 400 ; 500; 600; 700 ; 800 A

3. FUSE (SEKERING)
SIZE 00 : 4 ; 6 ; 10 ; 16 ; 20 ; 25 ; 35 ; 40 ; 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A
SIZE 0 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A
SIZE 1 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 ; 200 ; 250 A
SIZE 2 : 315 ; 355 ; 400 A
SIZE 3 : 355 ; 400 ; 500 ; 630 A
SIZE 4 : 800 ; 1000 A

3.5. REL DAYA


1. Rel yang digunakan pada PHB harus terbuat dari tembaga atau logam lain yang
memenuhi persyaratan sebagai penghantar listrik yang baik.
2. Penampang rel harus diperhitungkan untuk besar arus yang akan mengalir dalam rel
tersebut tanpa menyebabkan suhu yang lebih dari 65o C. Pada suhu keliling sampai
35o C dapat digunakan ukuran rel tembaga menurut tabel 1.
3. Jarak antara masing-masing rel fasa serta rel fasa dan rel netral harus sekurang-
kurangnya 5 cm ditambah 2/3 cm untuk setiap KV tegangan penuh nominalnya.
4. Dalam memasang rel dan penghantar pada PHB untuk arus bolak balik harus dihindari
kemungkinan terjadinya pemanasan yang berlebihan yang disebabkan oleh arus pusar
pada kerangka dan pipa pelindung yang terbuat dari bahan feromagnetis.

30
3.5. PEMBUMIAN
Pembumian rel pada PHB adalah sebagai berikut :
a. bila pada PHB utama, rel pengaman dipakai juga sebagai rel netral
(sistem TN-C), rel tersebut harus dibumikan.
b. bila pada PHB utama rel pengaman terpisah dari rel netral, maka hanya rel
pengaman saja yang harus dibumikan.
c. bila pada PHB, sakelar pada saluran masuk dilengkapi dengan sakelar
pengaman arus sisa, maka rel netral tidak boleh dibumikan.

31
Tabel 3.1
Daftar Pembebanan Kontinyu Dalam Ampere Untuk
Tembaga Dengan Penampang Persegi Untuk ABB
Penam Dicat Telanjang
Ukuran Berat
pang Jumlah Batang Jumlah Batang
(mm) (kg/m)
(mm2) 1 2 3 4 1 2 3 4
12 x 2 24 0,23 125 225 - - 110 200 - -
15 x 2 30 0,27 155 270 - - 140 240 - -
15 x 3 45 0,40 185 330 - - 170 300 - -
20 x 2 40 0,36 205 350 - - 185 315 - -
20 x 3 60 0,53 245 425 - - 220 380 - -
20 x 5 100 0,89 325 550 - - 290 495 - -
25 x 3 75 0,67 300 510 - - 270 460 - -
25 x 5 125 1,11 385 670 - - 350 600 - -
30 x 3 90 0,80 350 600 - - 315 540 - -
30 x 5 150 1,34 450 780 - - 400 700 - -
40 x 3 120 1,07 460 780 - - 420 710 - -
40 x 5 200 1,78 600 1000 - - 520 900 - -
40 x 10 400 3,56 835 1599 2060 2800 760 1350 1650 2500
50 x 5 250 2,23 700 1200 1750 2310 630 1100 1550 2100
50 x 10 500 4,46 1025 1800 2450 3330 920 1620 2200 3000
60 x 5 300 2,67 825 1400 1983 2650 750 1300 1800 2400
60 x 10 600 5,34 1200 2100 2800 3800 1100 1860 2500 3400
80 x 5 400 3,56 1060 1800 2450 3300 950 1650 2700 2900
80 x 10 800 7,12 1540 2600 3450 4600 1400 2300 3100 4200
100 x 5 500 4,45 1310 2200 2950 3800 1200 2000 2800 3400
100 x 10 1000 8,90 1880 3100 4000 5400 1700 2700 3600 4800

32
33
34
35
36
37
38
39
Lampiran
Mini Circuit Breaker (MCB).
MCB yang dipakai di rumah-rumah oleh PLN ditetapkan sebagai pembatas. Arus beban
akan mengalir melalui Bimetal dan akan mengomando Trip MCB bila arus melebihi
nominalnya. Bila terjadi hubung singkat maka Elektro magnit akan mengomando Trip
MCB.

40
41
4. KABEL TEGANGAN RENDAH

4.1. DEFINISI
Kabel adalah rakitan satu penghantar atau lebih, baik penghantar itu pejal atau
pintalan, masing-masing dilindungi dengan isolasi, dan keseluruhannya dilengkapi dengan
selubung pelindung bersama.

4.2. BAGIAN-BAGIAN KABEL


Suatu kabel tegangan rendah terdiri dari :
 penghantar
 isolasi
 lapisan pembungkus inti
 pelindung mekanis
 selubung luar
Kabel yang paling sederhana bentuknya terdiri dari penghantar dan isolasi.

Gbr. 4.1 Kabel NYA

42
Bahan penghantar yang baik adalah tembaga dan aluminium. Untuk kabel tanah
umumnya digunakan bahan penghantar tembaga, sedangkan aluminium digunakan untuk
penghantar udara.
L
Dari persamaan : R =  ( 4.1 )
A
di mana :
R = tahanan penghantar ()
 = tahanan jenis penghantar (.m)
L = panjang penghantar (m)
A = luas penampang penghantar (m2)
dengan al = 0,0283 x 10-6 m dan cu = 0,0177 x 10-6 m, maka untuk tahanan
penghantar yang sama :
 luas penampang aluminium = 1,64 x luas penampang tembaga
 diameter aluminium = 1,28 x diameter tembaga
 berat aluminium = 0,5 x berat tembaga

 Bentuk penghantar kabel tanah


 Solid (pejal) : A  10 mm2
 Stranded (pintalan) : A > 10 mm2
Bulat : A < 50 mm2 Sektor : A  50 mm2

Isolasi

Penghantar

Gambar 4.2

 Bahan isolasi yang umumnya digunakan adalah PVC (Polivinil Chlorida) dan
XLPE (Cross Linked Polyethylene)
 Pelindung mekanis terdiri dari perisai dan spiral. Bahannya terbuat dari baja
berlapis seng, bentuknya bulat (round) atau pipih (flat)
 Untuk kabel tegangan rendah, tegangan nominalnya: 0,6 kV/ 1 kV, di mana:
0,6 kV = tegangan nominal terhadap tanah
1 kV = tegangan nominal antar penghantar

43
4.3. NOMENKLATUR KABEL (selengkapnya lihat PUIL 2000, hal 475)
Nomenklatur kabel adalah tata cara pemberian nama suatu kabel dengan kode-kode
tertentu. Beberapa arti huruf-huruf kode yang digunakan adalah :
N = kabel jenis standar dengan penghantar tembaga
NA = kabel jenis standar dengan penghantar aluminium
Y = selubung isolasi dari PVC
2X = selubung isolasi dari XLPE
2Y = selubung isolasi dari Polyethylene
F = perisai kawat baja pipih
R = perisai kawat baja bulat
Gb = Spiral pita baja
Re = penghantar pejal (solid)
Rm = penghantar pintalan (berpilin)
Se = penghantar pejal bentuk sektor
Sm = penghantar pintalan (berpilin) bentuk sektor

Sebagai contoh: NYFGbY 4 x 120 Sm 0,6/1 KV, berarti :


 kabel jenis standar dengan penghantar tembaga,
 pintalan bentuk sektor,
 berisolasi dan berselubung PVC,
 dengan perisai kawat baja pipih dan spiral pita baja,
 jumlah intinya empat,
 luas penampang nominal masing-masing penghantarnya adalah 120 mm2,
 tegangan kerja nominal terhadap tanah 0,6 KV dan tegangan kerja nominal
antar penghantar adalah 1 KV.

44
Gbr. 4.3 Kabel NYM

Penghantar tembaga

Isolasi PVC

Lapisan pembungkus inti

Selubung PVC

Gambar 4.4 Kabel NYY

45
4.4. JENIS-JENIS KABEL
1. Kabel Instalasi : yaitu kabel yang digunakan untuk instalasi permanen.
Terdiri dari :
a. Kabel lampu : NYFA, NYFAF, NYFAZ dan NYFAD
Luas penampangnya : 0,5  0,75 mm2
b. Kabel rumah : NYA, NYAF
c. Kabel instalasi berselubung : NYM
2. Kabel Tanah : yaitu jenis kabel yang dibuat khusus untuk dipasang di
permukaan tanah, di dalam tanah, atau di dalam air
a. Kabel tanah termo plastik tanpa perisai : NYY & NAYY
b. Kabel tanah termo plastik berperisai : NYRGbY & NYFGbY
3. Kabel Fleksibel : yaitu kabel yang lentur (fleksibel) untuk menghubungkan
perlengkapan listrik dengan sumber listrik : NLYZ, NYZ,
NYD, NYLHYrd, NYLHYfl, NYMHY, NLH, NMH dan lain-
lain.
4.5. PEMASANGAN KABEL TANAH
1. Di Udara

(a) (b)
minimum 2 cm

30cm

Rak kabel

(c) (d)
Gambar 4.5
46
Contoh sebagian cara pemasangan kabel di udara ditunjukkan dalam Gambar 4.3.
Berbagai cara pemasangan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.17 dan 4.18. Dengan cara
pemasangan seperti Gambar 4.3a, b, c, di atas, jumlah kabel tidak dibatasi. Untuk
pemasangan yang menyimpang dari gambar tersebut, harus digunakan faktor koreksi
dalam menentukan kemampuan hantar arus nya (KHA).

Gambar 4.6

Gambar 4.7

47
Gambar 4.8

Gambar 4.9 Contoh dua sistem tiga fasa dipasang sejajar


pada suatu rak kabel dengan susunan segitiga

48
Gambar 4.10 Contoh dua sistem tiga fasa dipasang sejajar
pada suatu rak kabel dengan susunan mendatar

Gambar 4.11 Radius pembengkokan kabel minimum yang diizinkan

2. Di dalam Tanah
Pemasangan kabel di dalam tanah harus dilakukan dengan cara demikian rupa sehingga
kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi yang mungkin timbul
di tempat kabel tanah tersebut dipasang. Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada
umumnya dianggap mencukupi bila kabel tanah itu ditanam:
 minimum 60 cm di bawah permukaan tanah yang tidak dilewati kenderaan,
 minimum 80 cm di bawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kenderaan

49
Jarak antara kabel-kabel yang berdampingan adalah 7 cm. Untuk kabel-kabel berinti
tunggal yang ditanam membentuk ikatan segitiga jarak antara kelompok kabel-kabel ini
adalah 25 cm
tanah galian

Batu bata, atau beton cetak

60 - 80 cm

15 cm
min 2 cm
7 cm

min 5 cm

kabel Pasir yang bebas dari batu-batuan atau


benda-benda tajam lainnya yang dapat
merusak isolasi kabel

Gambar 4.12 Penanaman kabel dalam tanah

Cara mengeluarkan kabel dari haspel dan drum:

Kabel

haspel

Cable drum jack

Gambar 4.13

Gambar 4.14

50
Kabelnya harus diletakkan di dalam pasir atau tanah lembut yang bebas dari batu-batuan,
dan di atas galian tanah yang stabil, kuat dan rata. Lapisan pasir atau tanah lembut itu
sekurang-kurangnya 5 cm di sekeliling kabel. Sebagai perlindungan tambahan di atas
timbunan pasir atau tanah lembut dapat dipasang beton atau batu bata pelindung.

Gambar. 4.15
Cable roller

Gambar. 4.16
Cable stocking

Gambar 4.17 Diameter pipa minimum

51
Gambar 4.18 Perlindungan pada kabel jika menembus dinding

 Jika baru sebahagian saja kabel yang digelar di dalam parit, sisanya disusun
seperti angka 8 di pinggiran parit untuk menghindari kerusakan pada kabel.
Penggelaran kabel dalam bentuk angka 8 (delapan) tersebut mempunyai ukuran
sekurang-kurangnya 8 x 3 m.

kabel 3 m

8 m

Gambar 4. 19

Setelah kabel berada dalam parit galian, hal-hal berikut ini harus dilakukan:
 timbun dengan pasir dan tanah yang bebas dari benda tajam dan benda-benda
lain yang dapat merusak isolasi kabel atau penghantar itu sendiri.
 selain ditimbun tanah, kabel harus dilindungi dengan pelindung kabel seperti
batu bata, pipa beton, atau pipa besi.
 pada jarak tertentu sepanjang jalur kabel harus ditempatkan rambu-rambu kabel
yang jelas, kokoh dan awet.

52
4.6. KEMAMPUAN HANTAR ARUS (KHA) DAN FAKTOR-FAKTOR KOREKSI

KHA : Arus maksimum yang dapat dialirkan dengan kontinyu oleh penghantar pada
keadaan tertentu tanpa menimbulkan kenaikan suhu melampaui nilai yang
diizinkan.
KHA sebuah kabel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a) Suhu keliling
b) Cara pemasangan kabel
c) Jumlah inti kabel
d) Kelembaban tanah

 KHA suatu kabel yang dipasang di udara diperoleh dengan menggunakan rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 ( 4.2 )
di mana :
I0 = KHA satu kabel pada suhu keliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika suhu keliling berbeda dari 300 C
f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
Faktor-faktor koreksi dapat dilihat pada kumpulan Tabel 7 mulai dari halaman 61 dan
seterusnya.

Nilai faktor koreksi f2 = 1, jika:


 kabel-kabel dipasang seperti pada Gambar 3a, b, dan c.
 kabel-kabel yang berdampingan dengannya dibebani kurang dari 30 % dari
KHA masing-masing kabel.

 KHA suatu kabel yang ditanam di dalam tanah dihitung dengan menggunakan
rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 x f3 ( 4.3 )
di mana:
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature
sekeliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika temperature tanah berbeda dari 300 C
f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
f3 = faktor koreksi jika tahanan panas jenis berbeda dari 1000 C cm/w

53
4.7. PEMILIHAN UKURAN KABEL
Prosedur pemilihan ukuran kabel adalah sebagai berikut :
1. Tentukan tipe kabel yang digunakan berdasarkan:
a. bahan penghantar : tembaga atau aluminium
b. bahan isolasi : PVC, XLPE
c. formasi kabel: kabel berinti tunggal, kabel berinti banyak dengan atau tanpa
perisai, tergantung pada pertimbangan mekanis, tingkat isolasi, dan tingkat
kesulitan sewaktu penggelarannya, pembengkokannya, penyambungan, dan
lain-lain.
2. Tentukan arus beban penuh perfasa pada rangkaian (IL)
3. Tentukan arus nominal alat pengaman (IP) yang digunakan; pemutus daya atau
pengaman lebur. Harus diingat bahwa IP  IL (disesuaikan dengan jenis beban)
4. Tentukan faktor koreksi total (FK) kabel:
a. di udara : FK = f1 x f2 ( 4.4 )
b. di dalam tanah : FK = f1 x f2 x f3 ( 4.5 )
5. Gunakan faktor-faktor koreksi tersebut dan faktor-faktor lainnya (jika ada) ke
dalam rumus :
IP
I0  (4.6 )
FK
6. Pilih luas penampang kabel yang sesuai dengan I0 dari tabel KHA kabel.
7. Tentukan pula luas penampang kabel berdasarkan jatuh tegangan yang diizinkan:
a. Untuk arus bolak balik satu fasa:
2.l.I.Cos.106
A (4. 7 )
.

b. Untuk arus bolak balik tiga fasa:


1, 732.l.I.Cos.106
A ( 4.8 )
.
di mana: A = luas penampang penghantar yang diperlukan ( mm2 )
l = panjang penghantar ( m )
I = arus beban ( A )
µ = rugi tegangan yang diizinkan pada penghantar ( V )
g = daya hantar jenis bahan penghantar

54
Untuk tembaga : g = 50 x 106 S/m

Untuk aluminium: g = 33 x 106 S/m


8. Kalau dari langkah 6 dan 7 diperoleh luas penampang yang berbeda, maka dipilih
luas penampang yang terbesar.
9. Periksa jatuh tegangan yang diizinkan pada kabel berdasarkan rumus :
L
U  kI L ( RCos  XSin ) Volt (4. 9 )
n
di mana:
U = jatuh tegangan pada kabel (volt)
k = 2 untuk sistem satu fase (1) :
k = 3 untuk sistem tiga fase (3) :
IL = arus beban (A)
L = panjang penghantar (km)
n = jumlah penghantar paralel perfase
R = tahanan satu kabel (/km)  lihat tabel 1 dan 2
X = reaktansi satu kabel (/km)  lihat tabel 1dan 2
Cos  = faktor daya beban

Sin  1  Cos 2 ( 4.10 )


Harga persentase jatuh tegangan:
U
 x100% ( 4.11 )
Un
dengan Un = tegangan nominal jala-jala.

4.8. PENGARUH ARUS HARMONISA PADA SISTEM TIGA FASE SEIMBANG


 Besar arus netral karena harmonisa ketiga dapat melebihi besar arus fase frekuensi
daya. Dalam hal seperti ini arus netral akan mempengaruhi secara signifikan
terhadap KHA kabel pada sirkit.
 Faktor reduksi untuk arus harmonisa pada kabel 4 inti dan 5 inti:
 Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh = 15 – 33%):
faktor reduksi (fr) = 0,86 sehingga,
FK = f1 x f2 x 0,86 untuk pemasangan kabel di udara ( 4.12 )
FK = f1 x f2 x f3 x 0,86 untuk pemasangan kabel di dalam tanah ( 4.13 )

55
 Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh = 33 – 45%):
dalam hal ini pemilihan ukuran kabel fase ditentukan berdasarkan arus
netral:
IL
IN  x 3 x Kh ( 4.14 )
FK
IN
I0  ( 4.15 )
0,86
di mana IL = arus beban penuh perfasa pada rangkaian
IN = arus netral
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature
sekeliling 300 C
 Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh  45%):
dalam hal ini I 0  I N

56
4.9. SPLICING & TERMINATING
Splicing adalah pekerjaan penyambungan kabel-kabel ( Lihat halaman 83 dan 84 ).
Terminating adalah pekerjaan menghubungkan kabel ke terminal-terminal peralatan
atau bus bar.

4.10. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN KABEL


Terdiri dari :
1) Visual inspection
2) Continuity Test
3) Insulation Resistance Test

1.Visual Inspection :
a. Pemeriksaan pada parit/jalur kabel: ukuran parit atau jalur kabel bebas dari
benda-benda tajam, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan kondisi pasir, kedalaman pasir dan lain-lain.
c. Jarak antara kabel.
d. Tag number kabel
2.Continuity Test :
a. Apakah kabel putus atau tidak.
b. Apakah jalur kabel sudah benar.

3. Insulation Resistance Test :


a. Pengetesan tahanan isolasi antar penghantar ke tanah
b. Pengetesan tahanan isolasi antar penghantar ke penghantar.

57
Tabel 4.1 : Resistance and reactance per unit of length of copper cables
single-core cable two-core/three-core cable
S R[/km] R[/km]
X [/km] X [/km]
[mm2] @ 80[oC] @ 80[oC]
1.5 14.8 0.168 15.1 0.118
2.5 8.91 0.156 9.08 0.109
4 5.57 0.143 5.68 0.101
6 3.71 0.135 3.78 0.0955
10 2.24 0.119 2.27 0.0861
16 1.41 0.112 1.43 0.0817
25 0.889 0.106 0.907 0.0813
35 0.641 0.101 0.654 0.0783
50 0.473 0.101 0.483 0.0779
70 0.328 0.0965 0.334 0.0751
95 0.236 0.0975 0.241 0.0762
120 0.188 0.0939 0.191 0.074
150 0.153 0.0928 0.157 0.0745
185 0.123 0.0908 0.125 0.0742
240 0.0943 0.0902 0.0966 0.0752
300 0.0761 0.0895 0.078 0.075

Tabel 4.2 : Resistance and reactance per unit of length of aluminium cables
single-core cable two-core/three-core cable
S R[/km] R[/km]
2
X [/km] X [/km]
[mm ] @ 80[oC] @ 80[oC]
1.5 24.384 0.168 24.878 0.118
2.5 14.680 0.156 14.960 0.109
4 9.177 0.143 9.358 0.101
6 6.112 0.135 6.228 0.0955
10 3.691 0.119 3.740 0.0861
16 2.323 0.112 2.356 0.0817
25 1.465 0.106 1.494 0.0813
35 1.056 0.101 1.077 0.0783
50 0.779 0.101 0.796 0.0779
70 0.540 0.0965 0.550 0.0751
95 0.389 0.0975 0.397 0.0762
120 0.310 0.0939 0.315 0.074
150 0.252 0.0928 0.259 0.0745
185 0.203 0.0908 0.206 0.0742
240 0.155 0.0902 0.159 0.0752
300 0.125 0.0895 0.129 0.075

58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
5. PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN

5.1. PENDAHULUAN

Manusia yang selalu berinteraksi dengan peralatan-peralatan lisrik kemungkinan


dapat mengalami kejut listrik. Ada dua cara di mana manusia akan mengalami kejut listrik:
1. Menyentuh langsung bagian-bagian konduktif,
2. Menyentuh tak langsung yakni menyentuh bagian konduktif terbuka (BKT)
peralatan sewaktu terjadi gangguan hubung singkat ke tanah.
Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan untuk menjamin keamanan
manusia terhadap kejut listrik dalam keadaan apapun. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan
ini antara lain adalah [1]:
a. mencegah tersentuhnya bagian-bagian instalasi yang bertegangan,
b. menggunakan tegangan yang cukup rendah,
c. menggunakan isolasi ganda,
d. melakukan separasi listrik,
e. membumikan peralatan,
f. menggunakan saklar pengaman.

5.2. MENCEGAH TERSENTUHNYA BAGIAN-BAGIAN INSTALASI YANG


BERTEGANGAN

Semua bagian aktif dari peralatan listrik harus diisolasi. Jika karena konstruksi atau
letaknya, ada bagian-bagian yang tidak mungkin diisolasi, bagian-bagian ini harus diberi
perlindungan terhadap sentuhan misalnya dengan menggunakan penghalang/rintangan atau
penempatan di luar jangkauan tangan.

5.3. TEGANGAN AMAN


Peraturan tentang penggunaan tegangan aman dibuat karena seringnya terjadi
kecelakaan, khususnya pada waktu menggunakan perkakas tangan listrik. Tegangan yang
dianggap aman untuk perkakas tangan listrik adalah tegangan searah yang tidak melebihi
110 V, atau tegangan bolak-balik yang tidak melebihi 42 V. Kalau digunakan tegangan
tiga fasa, tegangan yang dianggap aman adalah tegangan 42 V antar fasa.

84
5.4. ISOLASI GANDA
Keharusan untuk menggunakan tegangan rendah pengaman, tidak berlaku bagi
perkakas tangan yang tidak memiliki bagian-bagian luar dari logam yang bisa menjadi
bertegangan, kalau terjadi kerusakan. Tegangan rendah pengaman juga tidak perlu
digunakan untuk perkakas tangan dengan isolasi ganda [2] (Gambar 5.1). Isolasi ganda
adalah isolasi yang mencakup isolasi dasar dan isolasi suplemen.

Gambar 5.1. Mesin bor listrik dengan isolasi ganda

5.5. PROTEKSI DENGAN SEPARASI LISTRIK


Proteksi dengan separasi listrik adalah suatu tindakan proteksi dengan memisahkan
sirkit perlengkapan listrik dari jaringan sumber dengan menggunakan transfomator
pemisah. Dengan demikian tercegahlah timbulnya tegangan sentuh yang terlalu tinggi pada
BKT perlengkapan yang diproteksi bila terjadi kegagalan isolasi dalam perlengkapan
tersebut. Akan tetapi proteksi dengan cara ini hanya efektif selama dalam sirkit sekunder
tidak terjadi gangguan bumi (lihat Gambar 5.2)
Direkomendasikan agar:
1. hasil kali tegangan nominal sirkit dalam volt dengan panjang sistem perkawatan dalam
meter sebaiknya tidak melebihi 100.000 dan panjang sistem perkawatan sebaiknya
tidak melebihi 500 m,
2. tegangan sirkit yang diseparasi secara listrik tidak boleh melampaui 500 V,
3. menggunakan sistem perkawatan yang terseparasi

85
Gambar 5.2 Transformator pemisah dengan hubung pendek ke bumi pada sirkit
sekunder dan hubung pendek ke BKT perlengkapan listik

5.6. PEMBUMIAN PERALATAN


Instalasi dan perlengkapan yang bertegangan lebih dari 50 V b.b ke bumi, harus
diamankan terhadap bahaya sentuh tak langsung. Yang dimaksud dengan sentuh tak
langsung adalah sentuhan pada bagian konduktif terbuka (BKT) perlengkapan atau
instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi. Pengamanan yang
umum dilakukan terhadap bahaya sentuh tak langsung (selanjutnya disebut saja sebagai
bahaya tegangan sentuh) adalah dengan membumikan peralatan dan instalasi listrik atau
menggunakan saklar proteksi. Pembumian peralatan dilakukan dengan menghubungkan
semua bagian konduktif terbuka perlengkapan dan instalasi listrik ke bumi melalui
penghantar pembumian atau ke suatu bagian konduktif yang dapat dipandang sebagai
pengganti bumi.

5.6.1 FUNGSI PEMBUMIAN PERALATAN


Sistem pembumian peralatan mempunyai dua fungsi utama [3]:
1. membatasi tegangan ke bumi pada bagian-bagian konduktif terbuka (BKT) dan
instalasi listrik jika terjadi gangguan tanah akibat kegagalan isolasi.
2. menyalurkan arus gangguan tanah yang cukup besar untuk mengoperasikan dengan
cepat alat-alat proteksi arus lebih.
Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 5.3, seseorang yang sedang menyentuh
bagian konduktif terbuka sebuah peralatan listrik yang mengalami kegagalan isolasi, akan

86
dilindungi dari bahaya kejut jika penghantar pembumian peralatan menyediakan suatu jalur
paralel yang mempunyai impedansi cukup rendah untuk membatasi arus yang mengalir
melalui tubuh orang tersebut ke suatu harga yang aman.

L
R

T
N
N

tidak dibumikan :
tegangan sentuh  VLG

R dibumikan :
tegangan sentuh  0

penghantar
pembumian

aliran arus gangguan

Gambar 5.3. Pembumian Peralatan

Pada sistem pembumian langsung, arus gangguan tanah mengoperasikan alat


proteksi arus lebih sehingga rangkaian yang mengalami gangguan tersebut terputus dari
suplai dan sekaligus menghilangkan tegangan sentuh atau tegangan kejut.

5.6.2 BESAR DAN WAKTU TEGANGAN SENTUH [3]

Tabel 5.1.

Teg. Sentuh (V)


50 0 5 0 10 50 20 80
Waktu pemutusan
maksimum (detik) 0,5 0,2 0,1 0,05 0,03

87
5.6.3 BATASAN-BATASAN ARUS DAN PENGARUHNYA PADA MANUSIA [3]

Tabel 5.2

Besar Arus (mA) Pengaruh pada tubuh manusia

Belum dirasakan pengaruhnya, tidak menimbulkan reaksi apa-


0 – 0,9
apa
Baru terasa adanya arus listrik, tetapi tidak menimbulkan akibat
0,9 – 1,2
kejang, kontraksi atau kehilangan kontrol

1,2 – 1,6 Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan

1,6 – 6 Tangan sampai ke siku merasa kesemutan

6-8 Tangan mulai kaku, rasa kesemutan makin bertambah

Rasa sakit tidak tertahankan, penghantar masih dapat dilepaskan


13 - 15
dengan gaya yang besar sekali

15 – 20 Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar

20 – 50 Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia

50 – 100 Batas arus yang dapat menyebabkan kematian

Gambar 5.4 Pengaruh arus yang mengalir pada tubuh manusia

88
5.6.4 METODA-METODA PEMBUMIAN PERALATAN
Macam-macam cara pembumian peralatan menurut PUIL 2000 antara lain adalah [1]:
1. Sistem TT
2. Sistem TN
3. Sistem IT

Kode yang digunakan mempunyai arti sebagai berikut:


Huruf pertama: Hubungan sumber tenaga listrik ke bumi
T = hubungan langsung satu titik ke bumi
I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi, atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui
suatu impedansi
Huruf kedua: Hubungan BKT instalasi ke bumi
T = hubungan listrik langsung BKT ke bumi, yang tidak tergantung pada pembumian
sumber tenaga listrik
N = hubungan listrik langsung BKT ke titik yang dibumikan dari sumber tenaga listrik
(dalam sistem b.b titik yang dibumikan biasanya titik netral, atau penghantar fasa
jika titik netral tidak ada)

Huruf berikutnya (jika ada): Susunan penghantar netral dan penghantar proteksi
S = fungsi proteksi yang diberikan oleh penghantar yang terpisah dari netral atau dari
saluran yang dibumikan
C = fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal (penghantar
PEN)

5.6.4.1 SISTEM TT
Sistem TT (Gambar 5.4) dilakukan dengan cara:
a. membumikan titik netral sistem listrik di sumbernya; dan
b. membumikan BKT perlengkapan dan BKT instalasi listrik melalui elektroda bumi
yang secara listrik terpisah dari elektroda bumi sumber, sedemikian rupa sehinga
apabila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu
tinggi pada BKT tersebut karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan
bekerjanya alat proteksi.
Catatan: Yang dimaksud dengan sumber adalah generator atau transformator

89
L1

sekunder
transformator
N

L2

L3
terminal
L N E L1 L2 L3 N E konsumen

peralatan
instalasi

Gambar 5.5. Sistem TT

Persyaratan
Diasumsikan 50 V sebagai nilai batas tegangan yang aman, maka kondisi berikut ini
harus diepenuhi:
50 50
Rt  Rt 
Ia atau I n (5.1)
di mana :
Rt = jumlah tahanan elektroda bumi dan penghantar proteksi untuk BKT
perlengkapan dan instalasi listrik ()
Ia = nilai arus yang menyebabkan bekerjanya secara otomatis alat proteksi arus lebih
dalam waktu maksimum 5 detik yang tergantung kepada karakteristik arus vs
waktu dari alat proteksi arus tersebut (A)
In = pengenal arus operasi sisa (rated residual operating current) dalam waktu 1 detik
dari Sakelar Proteksi Arus Sisa (A)

5.6.4.2 SISTEM TN
Sistem TN dilakukan dengn cara menghubungkan semua BKT
perlengkapan/instalasi melalui penghantar proteksi ke titik netral sumber tenaga listrik
yang dibumikan sedemikian rupa sehingga bila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah
bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena terjadinya pemutusan suplai secara
otomatis dengan bekerjanya alat proteksi.

90
Ada tiga jenis sistem TN sesuai dengan susunan penghantar netral dan penghantar
proteksi yaitu sebagai berikut:
a) Sistem TN-S: di mana penghantar netral dan penghantar proteksi terpisah di
seluruh sistem (lihat Gambar 5.6)
b) Sistem TN-C: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam
penghantar tunggal di seluruh sistem (penghantar PEN) (lihat Gambar 5.7)
c) Sistem TN-C-S: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam
penghantar tunggal di sebagian sistem (PEN) dan terpisah di bagian lainnya
(PE + N) (lihat Gambar 5.8)

T
N
PE

penghantar
pengaman

Gambar 5.6. Sistem TN-S

L1

sekunder
transformator
PEN

L2

L3
terminal
L N L1 L2 L3 N konsumen
E E

peralatan
instalasi

Gambar 5.7. Sistem TN-C

91
Gambar 5.8. Sistem TN-C-S

Persyaratan
Jika terjadi gangguan hubung singkat pada suatu tempat dalam instalasi antara
penghantar fasa dengan penghantar proteksi PE atau BKT, maka karakteristik alat proteksi
dan impedansi sirkit harus sedemikian rupa sehingga akan terjadi pemutusan suplai secara
otomatis dalam waktu yang tidak melebihi waktu pemutusan maksimum tersebut pada
Tabel 3.
Untuk itu berlaku persyaratan berikut ini:
Z s xI a  U 0 (5.2)
di mana:
Zs = impedansi lingkar gangguan yang terdiri atas impedansi sumber, penghantar fasa
dari sumber sampai ke titik gangguan dan penghantar proteksi PE antara titik
gangguan dan sumber

92
Ia = arus yang menyebabkan operasi pemutusan otomatis alat proteksi arus di dalam
waktu yang dinyatakan dalam Tabel 3 sebagai fungsi tegangan nominal U0, atau
untuk sirkit distribusi, waktu pemutusan konvensional maksimum 5 detik; jika
proteksi dilakukan oleh suatu Sakelar Proteksi Arus Sisa (SPAS), Ia = In.
U0 = tegangan nominal b.b efektif ke bumi (V)

Tabel 5.3. Waktu pemutusan maksimum untuk sistem TN


U0 (volt) Waktu pemutusan (detik)
120 0,8
230 0,4
277 0,4
400 0,2
 400 0,1

Dalam sistem TN-C, tidak boleh digunakan SPAS. Jika SPAS digunakan dalam sistem
TN-C-S, penghantar PEN tidak boleh digunakan di sisi beban. Hubungan penghantar
proteksi PE ke penghantar PEN harus dibuat di sisi sumber dari SPAS.
Dalam sistem TN, untuk penghantar proteksi PE dan penghantar pembumian
berlakulah persyaratan sebagai berikut:
1. Penghantar Proteksi
a) Untuk penghantar proteksi dengan luas penampang  10 mm2 tembaga, penghantar
tersebut dapat berfungsi rangkap, yaitu sebagai penghantar netral dan sekaligus juga
sebagai penghantar proteksi (disebut penghantar nol), sehingga BKT perlengkapan
dapat dihubungkan melalui penghantar netral tersebut ke rel/terminal proteksi PHB,
sedangkan terminal netral perlengkapan cukup dihubungkan ke BKT perlengkapan.
b) Bila pada bagian instalasi ada penghantar netral < 10 mm2 tembaga, diperlukan
penghantar proteksi tersendiri yang luas penampangnya sama dengan penampang
penghantar netralnya.
c) Jika dalam instalasi terdapat alat-alat khusus (misalnya pemanas air listrik di kamar
mandi, mesin cuci, pompa air), sebaiknya dilakukan pula pembumian penghantar
proteksi alat tersebut (Gambar 5.9).

93
Gambar 5.9
d) Bagi instalasi dari beberapa bangunan, di mana masing-masing bangunan mempunyai
satu atau lebih PHB, maka sekurang-kurangnya satu PHB dari masing-masing
bangunan harus dibumikan lengkap dengan penghantar pembumian dan elektroda
pembumian.
2. Penghantar Pembumian PHB Utama
a) Penghantar pembumian PHB utama harus dari jenis yang terlindung dari gangguan
mekanis berpenampang minimum 6 mm2 tembaga.
b) Jika penghantar fasa saluran masuk pelayanan > 6 mm2 tembaga, maka penampang
penghantar pembumian harus sama dengan penghantar fasa saluran masuk pelayanan
tersebut, tetapi tidak perlu lebih besar dari 50 mm2 tembaga.
c) Agar tahanan pembumian elektroda bumi dapat diukur, hubungan dengan PHB utama
harus dapat dilepas.
d) Semua hubungan pembumian harus diperiksa secara berkala.

94
5.6.4.3 SISTEM IT
Dalam sistem IT, instalasi diisolasi dari bumi atau dihubungkan ke bumi melalui suatu
impedansi yang cukup tinggi. Hubungan ini dapat dibuat pada titik netral sistem maupun
pada suatu titik netral buatan. Titik netral buatan dapat dihubungkan secara langsung ke
bumi jika impedansi urutan nol yang dihasilkan cukup tinggi. Jika tidak ada titik netral
maka penghantar fasa dapat dihubungkan ke bumi melalui suatu impedansi

5.6.5 LUAS PENAMPANG PENGHANTAR PROTEKSI


Luas penampang penghantar proteksi tidak boleh kurang dari nilai yang tercantum
dalam Tabel 5.4. Jika penerapan Tabel 5.4 menghasilkan ukuran yang tidak standar, maka
dipergunakan penghantar yang mempunyai luas penampang standar terdekat.

Tabel 5.4. Luas penampang minimum penghantar proteksi


Luas penampang
Luas penampang minimum penghantar
penghantar fasa instalasi
proteksi yang berkaitan, Sp (mm2)
S (mm2)
S  16 S
16  S  35 16
S  35 S/2

95
5.6.6 REKOMENDASI SISTEM TT, TN dan IT

Proteksi
tambahan Alat proteksi
Jenis sistem Alat proteksi untuk
terhadap untuk bahaya Rekomendasi Contoh penerapan
Pembumian sentuh tak langsung saja
sentuh kebakaran saja
langsung
1. Sistem TT SPAS 30 mA SPAS 300 mA SPAS 500 mA Bila proteksinya lengkap, Semua bangunan
direkomendasikan untuk instalasi perkantoran dan industri
dengan resiko bahaya dan yang memerlukan instalasi
gangguan paling kecil, termasuk yang handal, termasuk
masalah kesesuaian elektromagnet gedung pintar dan industri
(KEM atau EMC) computer, elektronik,
telekomunikasi
2. Sistem TN-S SPAS 30 mA APAL atau SPAS  0,4 SPAS  500 Seperti sistem TT Seperti sistem TT
detik mA
3. Sistem TN-C Tidak bisa APAL  0,4 detik Tidak bisa Direkomendasikan hanya untuk
instalasi sederhana dengan resiko
terbesar, termasuk bahaya
kebakaran dan masalah KEM.
Dilarang dipasang pada lokasi
dengan resiko ledak dan resiko
kebakaran tinggi.
4. Sistem TN- SPAS 30 mA APAL atau SPAS  0,4 SPAS 500 mA Bila proteksinya lengkap, hanya Untuk rumah tangga,
C-S detik tidak direkomendasikan untuk industri dan perkantoran
instalasi yang peka terhadap yang tidak peka terhadap
masalah KEM masalah KEM
5. Sistem IT SPAS 30 mA Alat monitor isolasi, SPAS 500 mA Direkomendasikan jika kontinuitas Untuk ruang khusus di
APAL atau SPAS 0,4 suplai menjadi kebutuhan utama rumah sakit, dan industri
detik (untuk gangguan atau perkantoran khusus
kedua)

96
Keterangan:
a) SPAS : Sakelar Proteksi Arus Sisa; APAL : Alat Proteksi Arus Lebih
b) Untuk proteksi dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat proteksi, maka perlu
diperhatikan koordinasinya.

5.6.6 ELEKTRODA PEMBUMIAN


Elektroda pembumian adalah penghantar yang ditanam di dalam bumi dan membuat
kontak langsung ke bumi.
Elektroda pembumian terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1.Elektroda Pita
Elektroda ini dibuat dari penghantar berbentuk pita atau berpenampang bulat, atau
penghantar pilin yang pada umumnya ditanam secara dangkal. Ukuran minimum elektroda
pita adalah pita tembaga 50 mm2 dan tebal 2 mm atau penghantar pilin 35 mm2. Berbagai
bentuk dan cara pemasangan elektroda pita ditunjukkan oleh Gambar 5.10.[4]

h = 0,5 - 1m

d
600

a) Cabang Enam b) Cincin c) Disk

Gambar 5.10. Bentuk-bentuk elektroda pita

Tahanan pembumian dari ketiga elektroda pita tersebut masing-masing adalah ;


a) Cabang enam
  4l l h
R p  0,366  log  log  2,98 - 1,36  (5.3)
6l  d h l
b) Cincin
  8D 2D 
Rp   ln  ln  (5.4)
2 D  d
2
h 
c) Disk

Rp  (5.5)
8l

97
di mana :
RP = tahanan pembumian elektroda bumi ()
 = tahanan jenis tanah (.m)
d = diameter elektroda
h, l, dan D seperti didefinisikan pada Gambar 5.10.

2. Elektroda Batang
Elektroda batang ini dapat dibuat dari pipa besi, baja profil, batang tembaga, atau
batang logam lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5.11. Ukuran minimum dari berbagai elektroda batang adalah :
a) pipa baja 25 mm
b) pipa baja 15 mm dilapisi tembaga setebal 2,5 mm

Gambar 5.11. Elektroda Batang

Tahanan pembumian elektroda batang adalah [Rp]:


  4l 
Rp  ln  1 (5.6)
2  l  a 
di mana :
l = panjang elektroda batang (m)
a = jari-jari elektroda batang (m)

Jika sebuah elektroda batang tidak cukup untuk memperoleh tahanan pembumian
yang diinginkan, dapat digunakan beberapa elektroda dimana jarak antara elektroda
tersebut minimum harus dua kali panjangnya.

98
3. Elektroda Pelat
Elektroda ini terbuat dari pelat besi dengan ukuran minimum tebal 3 mm, luas 0,5
m2 – 1 m2, atau pelat tembaga tebal 2 mm, luas 0,5 m2 – 1 m2, yang ditanam secara vertikal
dengan sisi atas  1 m di bawah permukaan tanah seperti yang ditunjukkan seperti Gambar
5.12.

Gambar 5.12. Elektroda Pelat

Tahanan pembumian elektroda pelat adalah :


 
RP = 4 A (5.7)
Jika diperlukan beberapa pelat logam untuk memperoleh tahanan pembumian yang
lebih rendah, maka jarak antara pelat logam yang dipasang paralel, dianjurkan minimum 3
meter.

5.7. PENGAMANAN DENGAN SAKELAR PROTEKSI TEGANGAN KE BUMI


Pengamanannya dilakukan dengan menggunakan sakelar proteksi tegangan ke
bumi yang berfungsi untuk mendeteksi tegangan sentuh yang timbul antara BKT peralatan
yang diamankan dan elektroda bumi bantu jika terjadi kegagalan isolasi pada peralatan
tersebut. Jika tegangan sentuh tersebut melebihi nilai tertentu, maka secara otomatis SPTB
akan memutuskan sirkit (termasuk penghantar netralnya) dalam waktu 0,05 detik, sehingga
tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi. SPTB terutama digunakan
pada sistem yang penghantar netralnya dibumikan. Gambar 5.10 menunjukkan instalasi
pengamanan dengan SPTB pada sebuah motor listrik.
Sebagai elektroda bumi bantu harus digunakan elektroda bumi khusus yang
mempunyai jarak tidak kurang dari 10 m dari elektroda bumi lainnya. Jika digunakan
elektroda pipa sebagai elektroda bumi bantu, diameter minimum pipa tersebut adalah 12,7

99
mm dan ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1,5 m. Tahanan pembumian elektroda bantu
tidak boleh melebihi 800 .

R
M
3
S

penghantar pengaman
U>

penghantar bumi bantu


SPTB
(harus berisolasi)

elektroda bumi bantu

Gambar 5.13. Instalasi pengamanan dengan SPTB pada sebuah motor listrik

5.8 PENGAMANAN DENGAN SAKELAR PROTEKSI ARUS SISA (SPAS)


Apabila impedansi gangguan atau impedansi lingkar gangguan tanah terlalu besar
sehingga arus pada sirkit tidak dapat memutuskan proteksi arus lebih (Gambar 5.14), maka
:
a) arus gangguan akan terus mengalir ke tanah dan dapat menimbulkan pemanasan yang
berlebihan.
b) BKT yang dialiri arus gangguan dapat mempunyai tegangan ke bumi (tegangan
sentuh) yang tinggi.
16 A 16 A
P P
14 A
tahanan
gangguan
tahanan 110 
220 V 220 V 18 
beban 18 
110 

N
12 A
N
arus gangguan
tanah 2A

Gambar 5.14. Gangguan tanah melalui impedansi besar

100
Jika kedua hal di atas dibiarkan terus berlangsung lama akan dapat menimbulkan
bahaya. Oleh sebab itu untuk mencegah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi
jika terjadi kegagalan isolasi digunakan saklar proteksi arus sisa (SPAS). SPAS berfungsi
untuk mendeteksi arus sisa yang timbul dan jika melebihi nilai tertentu, secara otomatis
SPAS memutuskan sirkit (termasuk penghantar netralnya) dalam waktu tidak lebih dari
0,05 detik (Gambar 5.15).
Prinsip kerja SPAS dapat dijelaskan melalui Gambar 5.16. SPAS membandingkan
antara arus pada penghantar fasa dengan penghantar netral. Perbedaannya menunjukkan
adanya arus gangguan tanah atau arus bocor tanah.

Gambar 5.15. Instalasi Pengamanan dengan SPAS

S
P P

A
MC
TS
ke beban

TC
Suplai MW

SC N

N
R
PE PE

Gambar 5.16.. Prinsip Kerja Pengamanan dengan SPAS


SC = search coil; S = sakelar: A= penguat; R = tahanan
TS = tombol uji: TC= kumparan trip; MW = kumparan utama
MC = rangkaian magnetik

101
Kumparan utama terdiri dari dua kumparan yang identik yang digulung dalam arah
yang berlawanan pada suatu rangkaian magnetik sehingga masing-masing kumparan
mempunyai ampere-turns yang sama tapi berlawanan tanda. Jika arus fasa dan netral
adalah sama, tidak dihasilkan fluks magnetik. Tetapi sebaliknya, jika terjadi gangguan
tanah, arus fasa akan bertambah sehingga ampere-turns pada kumparan fasa lebih besar
dari kumparan netral sehingga akan membangkitkan fluks magnetik pada inti atau
rangkaian magnetik. Hal ini akan menginduksikan suatu emf pada search coil sehingga
dapat mengoperasikan kumparan trip untuk membuka kontak-kontak utama sakelar S.
Rating dari SPAS adalah perbedaan diantara arus fasa dan netral pada besaran
mana alat tersebut akan trip. SPAS tidak boleh dipasang pada instalasi dengan sistem TN-
C.

102
6. PERANCANGAN INSTALASI LISTRIK

6.1 RANCANGAN INSTALASI LISTRIK

Rancangan instalasi listrik terdiri dari:


a. Gambar situasi, yang menunjukkan dengan jelas letak gedung atau bangunan
tempat instalasi tersebut akan dipasang dan rancangan penyambungannya dengan
sumber tenaga listrik.
b. Gambar instalasi yang meliputi:
1) Rancangan tata letak yang menunjukkan dengan jelas letak perlengkapan
listrik beserta sarana kendalinya (pelayanannya), seperti titik lampu, kotak
kontak, sakelar, motor listrik, PHB dan lain-lain;
2) Rancangan hubungan perlengkapan listrik dengan alat pengendalinya
seperti hubungan lampu dengan sakelarnya, motor dengan pengasutnya, dan
dengan alat pengatur kecepatannya, yang merupakan bagian dari sirkit akhir
atau cabang sirkit akhir;
3) Gambar hubungan antara bagian sirkit akhir tersebut dalam butir 2) dan
PHB yang bersangkutan, ataupun pemberian tanda dan keterangan yang
jelas mengenai hubungan tersebut;
4) Tanda ataupun keterangan yang jelas mengenai setiap perlengkapan listrik.

c. Diagram garis tunggal, yang meliputi:


1) Diagram PHB lengkap dengan keterangan mengenai ukuran dan besaran
pengenal (rating) komponennya ( contoh format diagram garis tunggal suatu
PHB dapat dilihat pada lampiran );
2) Keterangan mengenai jenis dan besar beban yang terpasang dan
pembagiannya;
3) Sistem pembumian instalasi;
4) Ukuran dan jenis penghantar yang dipakai.

103
d. Gambar rinci yang meliputi:
1) Perkiraan ukuran fisik PHB;
2) Cara pemasangan perlengkapan listrik;
3) Cara pemasangan kabel
4) Cara kerja instalasi kendali

e. Perhitungan teknis bila dianggap perlu, yang meliputi antara lain:


1) Susut tegangan;
2) Perbaikan faktor daya;
3) Beban terpasang dan kebutuhan maksimum;
4) Arus hubung pendek dan daya hubung pendek;
5) Tingkat penerangan

f. Tabel bahan instalasi, yang meliputi:


1) Jumlah dan jenis kabel, penghantar dan perlengkapan;
2) Jumlah dan jenis perlengkapan Bantu;
3) Jumlah dan jenis PHB;
4) Jumlah dan jenis luminer lampu.

g. Uraian teknis, yang meliputi:


1) Ketentuan tentang sistem proteksi
2) Ketentuan teknis perlengkapan listrik yang dipasang dan cara
pemasangannya;
3) Cara pengujian;
4) Jadwal waktu pelaksanaan.

h. Perkiraan biaya

6.2. JUMLAH TITIK BEBAN PADA SIRKIT AKHIR


Titik beban yaitu titik pada sirkit akhir instalasi untuk menghubungkan beban.
Sirkit akhir yaitu sirkit yang keluar dari Perangkat Hubung Bagi (PHB) yang dilindungi
oleh pengaman lebur atau pemutus daya, dan yang menghubungkan titik beban atau
pemanfaat listrik. Jumlah titik beban dalam tiap sirkit akhir dijelaskan dalam PUIL 2000
Pasal 4.4 (hal. 127)

104
6.3 KEBUTUHAN MAKSIMUM SIRKIT AKHIR
Pada umumnya, kebutuhan maksimum suatu sirkit akhir dianggap sama dengan
beban penuh tersambung. Dalam menghitung beban tersambung, besaran-besaran di bawah
ini dapat digunakan:
a. Kebutuhan maksimum untuk fitting lampu dan kotak kontak :
 Lampu pijar  60 W  60 VA
 Lampu pijar  60 W  VA sesungguhnya
 Lampu TL  VA sesungguhnya
 Kotak kontak biasa  16 A  200 VA
 Kotak kontak khusus  VA sesungguhnya
b. Kebutuhan maksimum dari sirkit yang dihubungkan hanya dengan satu
perlengkapan ditentukan sebesar arus beban penuh yang sesungguhnya dari
perlengkapan tersebut.
c. Perlengkapan yang saling berkaitan  kebutuhan maksimum terbesar yang
didapat dari berbagai kombinasi yang ada.
d. Kotak kontak dengan arus nominal  16 A  arus nominal seperti yang tertera
pada kotak kontak tersebut.

6.4. PEMBAGIAN BEBAN


a. Untuk instalasi yang dihubungkan dengan tiga fasa, bebannya harus dibagi serata
mungkin pada masing-masing fasa.
b. Instalasi di ruangan yang memerlukan aliran listrik dengan gangguan sekecil
mungkin, harus dihubungkan dengan lebih dari satu sirkit akhir dan sedapat
mungkin dengan fasa yang berbeda.

6.5. PENENTUAN KEMAMPUAN HANTAR ARUS (KHA) PENGHANTAR


1. Luas penampang dan jenis penghantar yang dipasang dalam suatu instalasi
ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan :
a. KHA
b. Kondisi suhu
c. Susut tegangan
d. Sifat lingkungan
e. Kekuatan mekanis dan f. Kemungkinan perluasan

105
2. Semua penghantar fasa harus mempunyai KHA sekurang-kurangnya = besar arus
yang akan mengalirinya.
3. KHA penghantar netral adalah sebagai berikut :
a. Untuk saluran satu fasa :
KHA penghantar netral = KHA penghantar fasa
b. Untuk saluran tiga fasa :
 KHA penghantar netralnya harus tidak kurang dari arus maksimum yang
mungkin timbul dalam keadaan beban tidak seimbang,
 KHA penghantar netral dari sirkit utama konsumen di mana menggunakan
sistem pembumian netral banyak ( multiple earthed neutral ) digunakan
tidak boleh lebih kecil dari 33,3 % dari KHA penghantar fasa terkait,
 Jika sirkit utama, sirkit cabang atau sirkit akhir tiga fasa menyuplai beban
yang bagian terbesar daripadanya tersambung antara penghantar fasa dan
netral, maka KHA penghantar netral tidak boleh kurang dari:
a. KHA penghantar fasa terbesar bilamana penghantar itu mempunyai
KHA tidak lebih dari 100 A,
b. 100 A jika penghantar fasa terbesar mempunyai KHA lebih dari 100 A
tetapi tidak lebih dari 200 A,
c. Setengah daripada penghantar fasa terbesar, bilamana penghantar itu
mempunyai KHA lebih dari 200 A.
 Jika penghantar fasa yang lebih besar dipasang dalam sirkit utama
konsumen, sirkit cabang atau sirkit akhir karena kepentingan susut
tegangan, maka KHA dari penghantar netral tidak perlu lebih dari setengah
penghantar fasa yang lebih besar, asalkan KHAnya tidak kurang dari yang
ditentukan semula.
c Sirkit penerangan luah:
Jika sirkit utama konsumen, sirkit cabang atau sirkit akhir penyuplai suatu
beban penerangan luah yang besar, maka harmonik ke tiga dan yang lebih
tinggi yang dibangkitkan dalam perlengkapan penerangan harus ditambahkan
pada beban tidak seimbang maksimum untuk menentukan arus yang dialirkan
dalam penghantar netral. Untuk keperluan ini harmonik ke tiga dan yang lebih
tinggi dalam penghantar netral harus diambil sebesar 100 % dari penerangan
luah tertinggi, termasuk lampu TL, pada setiap fasa.

106
4. Sebuah penghantar netral tidak boleh digunakan untuk dua atau lebih sirkit akhir
yang berasal dari satu fasa yang sama.

6.6. PENENTUAN ARUS NOMINAL PENGAMAN


1. Arus nominal pengaman tidak boleh kurang dari kebutuhan maksimum sirkit yang
diamankan. Arus nominal pemutus daya atau pengaman lebur tidak boleh melebihi
KHA penghantar di tempat yang dilindungi. Bila tidak terdapat pemutus daya atau
pengaman lebur yang mempunyai arus nominal = KHA penghantar, dapat
digunakan pemutus daya atau pengaman lebur yang lebih besar satu tingkat.
2. Koordinasi antara penghantar dan alat pengaman harus memenuhi kondisi berikut:
a. Untuk pemutus daya : Ib ≤ In ≤ Iz
b. Untuk pengaman lebur: Ib ≤ In ≤ 0,9Iz
dengan:
Ib = arus yang mendasari desain sirkit
Iz = kemampuan hantar arus (KHA) kontinyu dari penghantar
In = arus nominal alat pengaman

6.7 PENENTUAN KEBUTUHAN MAKSIMUM PADA


SIRKIT SUPLAI DAN CABANG

Sirkit Cabang : sirkit keluar dari PHB atau panel yang dilindungi oleh pengaman lebur
dan atau pemutus daya, dan yang menghubungkannya ke PHB atau panel yang lain.
Penentuan kebutuhan maksimum pada sirkit suplai dan cabang dapat ditentukan
dengan salah satu cara berikut ini :
a. Dengan perhitungan
b. Dengan penaksiran
c. Dengan pengukuran dan pembatasan
A. Dengan perhitungan
1. Instalasi rumah tinggal dan bangunan rumah petak;
2. Hotel, rumah sewa, rumah sakit, asrama;
3. Pabrik, toko, warung, kantor dan kompleks perdagangan ;
4. Lift;
5. Instalasi pompa bahan bakar;
6. Mesin las

107
B. Dengan penaksiran
Instansi yang berwenang dapat menentukan kebutuhan maksimum suatu instalasi
dengan penaksiran.

C. Dengan pengukuran dan pembatasan


1. Pengukuran dilaksanakan dengan menentukan daya yang terbesar selama satu
atau beberapa periode ¼ jam dengan alat ukur atau pencatat kebutuhan
maksimum.
2. Arus nominal atau penyetelan dari pemutus daya kecuali pemutus daya untuk
sirkit motor dan mesin las.

108
BEBAN TERPASANG (VA)
UKURAN KABEL
R S T

10

DIAGRAM GARIS TUNGGAL DAN DISTRIBUSI BEBAN

VI-7
7. INSTALASI MOTOR LISTRIK PADA INDUSTRI
(MOTOR INDUKSI ROTOR SANGKAR)

7.1. PELAT NAMA DAN ARAH PUTARAN ROTOR


Pelat nama (name plate) dari sebuah motor mencantumkan harga-harga nominal
dan data- data teknis dari motor tersebut, yaitu :
a. Nama pabrik pembuat
b. Tegangan nominal (volt)
c. Arus beban penuh nominal (Ampere)
d. Daya keluaran (output) nominal (HP/KW)
e. Frekuensi nominal (Hz, c/s) dan jumlah fasa
f. Putaran per menit (RPM)
g. Jumlah kutub, cos , effisiensi
h. Suhu lingkungan dan kenaikan suhu nominal (C)
i. Kelas isolasi, dan lain-lain.

Kelas isolasi : menyatakan bahan-bahan yang dipergunakan untuk isolasi kumparan


dan bagian-bagian konduktif lainnya.
Kelas A : Pita katun, sarung katun, serat, kertas kraft, dan sebagainya; dicelup
dengan varnis, suhu maksimum 105C.
Kelas E : Resin polyester, dan sebagainya; suhu maksimum 120C.
Kelas B : Epoksi, mika, serat gelas, dan sebagainya; suhu maksimum 130C.
Kelas F : Kain gelas di-varnis, asbes di-varnis, mika, dan sebagainya; suhu
maksimum 155 C.
Contoh pelat nama dari sebuah motor induksi ditunjukkan pada Gambar 7.1.

110
Gambar 7.1

Arah putaran motor listrik menurut standar MEE (Masyarakat Ekonomi Eropah) :
arah putaran sebuah motor, dilihat menghadap sisi puli porosnya seperti ditunjukkan dalam
Gambar 7.2, akan ke kanan kalau terminal U dihubungkan ke fasa R, terminal V ke fasa S
dan terminal W ke fasa T. Untuk motor-motor dengan kaki yang kotak terminalnya harus
berada di sebelah kiri, rumah motornya dibalik. Karena itu kalau dihubungkan dengan
urutan fasa U-R, V-S, dan W-T, motornya akan berputar ke kiri jika dilihat menghadap sisi
pulinya.

puli (pulley) U V W

terminal
R S T
suplai

Gambar 7.2

111
7.2. HUBUNGAN KUMPARAN MOTOR
Identifikasi hubungan kumparan motor menurut standar IEC 34-8 antara lain adalah
sebagai berikut :
A. 1 kecepatan – 1 kumparan

U1 V1 W1
U V W

U1 V1 W1

W2 U2 V2
W2 U2 V2

a) Terminal motor b) Kumparan motor


Gambar 7.3
Motor-motor yang mempunyai hubungan kumparan seperti di atas dapat digunakan
dalam hubungan bintang (Y) atau hubungan delta (), tergantung kepada sistem tegangan
suplai dan sistem tegangan motornya. Kalau pada sebuah pelat nama (name plate) motor
tertera : tegangan 380/660 V, ini berarti bahwa kumparan-kumparan motor tersebut harus
mendapat suplai 380 V karena tegangan yang lebih rendah adalah tegangan yang harus
dihubungkan dengan kumparan motor. Kalau dihubungkan ke jaringan 220/380 V, motor
ini harus digunakan dalam hubungan delta.

Gambar 7.4
112
B. 2 kecepatan – 2 kumparan terpisah

L1 L2 L3 L1 L2 L3

1U 2U

1U 1V 1W

1 2
2U 2V 2W
1W 1V 2W 2V

a) Terminal Motor b) Kumparan Motor


Gambar 7.5

C. 2 kecepatan - 1 kumparan dengan sadapan tengah

Putaran lambat: Putaran cepat:

L1 L2 L3 L1 L2 L3

1V 2V

1U 1V 1W 2U 2V

2U 2V 2W 2W
1W 1U 2U 2W

a) Terminal Motor b) Hubungan Kumparan Motor


Gambar 7.6

7.3 KOMPONEN-KOMPONEN PENGAMAN DAN PENGENDALI MOTOR


Berbagai macam komponen pengaman dan pengendali pada sebuah motor listrik
dapat dilihat melalui gambar di bawah ini :

113
Gambar 7.7

7.3.1 KOMPONEN PENGAMAN


Komponen-komponen pengaman minimum pada sebuah motor listrik adalah
pengaman hubung singkat dan pengaman beban lebih. Untuk pengaman hubung singkat
biasanya digunakan pemutus daya atau sekring (fuse), sedangkan untuk pengaman beban
lebih digunakan Thermal Overload Relay. Pemutus daya yang banyak digunakan adalah
MCCB (Moulded Case Circuit Breaker).
Komponen-komponen pengaman yang lain adalah :
 pengaman thermis
 pengaman kehilangan fasa, dan lain-lain.

7.3.1.1 MCCB ( Moulded Case Circuit Breaker)


MCCB terdiri dari :
 peralatan pengsaklaran,
 pemadaman busur api
 pengetripan,
dirakit dalam satu unit dan dimuat dalam kotak cetakan tahan panas dan busur api.
MCCB dapat secara otomatis memutuskan rangkaian seketika bila terjadi
hubung singkat atau beban lebih. Karena karakteristik perilakunya baik dan mempunyai

114
kapasitas pemutusan arus besar dibandingkan dengan saklar konvensional yang terdiri dari
kombinasi saklar pisau dan sekring, ia secara luas dipergunakan sebagai pemutus daya
untuk panel distribusi dan kontrol dari peralatan listrik pada suatu bangunan, mesin
industri dan sebagainya.
Pemutus daya untuk tegangan rendah ( 600 volt atau kurang ) dibuat dengan
merek: Moulded Case Circuit Breaker, Fuse Free Breaker, dan No Fuse Breaker. Pemutus
daya dapat dikelompokkan sebagai tipe elektromagnetik termal dan tipe elektromagnetik
penuh. Rating arus nominal MCCB (dalam ampere) adalah sebagai berikut: 10 ; 15 ; 20 ;
30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 75 ; 100 ; 125 ; 150 ; 175 ; 200 ; 225 ; 250 ; 300 ; 350 ; 400 ; 500; 600;
700 ; 800 A. Contoh karakteristik arus-waktu dari sebuah MCCB ditunjukkan pada
Gambar 7.6.

inverse time-delay
trip
waktu kerja

instantaneous
trip

A
arus

Gambar 7.8. Karakteristik arus-waktu MCCB

7.3.2.2 Thermal Overload Relay


Thermal Overload Relay (TOR) digunakan untuk mengamankan motor listrik
terhadap beban lebih. Rele ini bekerja berdasarkan efek thermal dari arus listrik. Jika arus
yang mengalir dalam TOR ini melebihi nilai setelannya, akan terjadi pemutusan yang
waktunya tergantung kepada arus. Makin besar arus ini, makin singkat waktu
pemutusannya. Pemutusan diperlambat secara thermis, misalnya dengan menggunakan
elemen dwilogam. Elemen-elemen dwilogam tersebut dipasang di dalam TOR. Kalau arus
melalui TOR ini terlalu besar, elemen-elemen tersebut akan menjadi bengkok sehingga
saklarnya akan membuka.

115
Elemen-elemen dwilogam ini dapat dipanaskan secara langsung atau secara
tidak langsung. Pada pemanasan langsung arus mengalir melalui elemen dwilogam
sedangkan pada pemanasan tidak langsung arus mengalir melalui kawat tahanan yang
dililitkan pada elemen dwilogam. Cara yang terakhir ini digunakan untuk arus-arus kecil.
Wiring diagram thermal overload relay ditunjukkan pada Gambar 7.9.

95 ( COMMON )

96 ( NC )
98 (NO)

Gambar 7.9. Wiring diagram thermal overload relay

7.3.1 KOMPONEN KENDALI


Terdiri dari :
a. Magnetic Contactor
b. Relay kendali
c. Time Delay Relay (timer)
d. Berbagai macam switch :
 push-button switch,
 pressure switch,
 flow switch,
 level switch,
 proximity switch, limit switch, dan lain-lain.

(a)

116
(b)

(c)
Gambar 7.10 Berbagai macam Push-button switch

Gambar 7.11 Limit switch

117
Gambar 7.12 Proximity switch

7.3.2.1 Magnetic Contactor dan Rele Kontrol


Magnetic Contactor dapat dipergunakan pada rangkaian:
 pengasutan,
 pengereman,
 pengendalian motor dan peralatan listrik
Magnetic contactor mempunyai kemampuan untuk pengsaklaran arus lebih
seperti arus asut motor, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk memutus arus abnormal
seperti dalam hal hubung singkat motor. Alat lain yang mempunyai prinsip kerja dan
kegunaan yang hampir sama adalah rele kontrol. Bedanya rele kontrol digunakan untuk
arus kecil. Wiring diagram magnetic contactor dan rele kontrol masing-masing ditunjukkan
pada Gambar 7.13 dan 7.15.
1 3 5 11 13

2 4 6 12 14 a b

coil (kumparan)
auxilary contact
main contact

Gambar 7.13. Wiring diagram magnetic contactor

118
Gambar 7.14
Dengan menggunakan magnetic contactor:
 memungkinkan beberapa operasi motor listrik atau peralatan listrik lainnya
dilaksanakan dari satu atau lebih tempat,
 rangkaian kontrol dapat diinterlock untuk mencegah kesalahan dan bahaya operasi,
 peralatan kontrol dapat dipasang pada tempat yang jauh,
 kontrol otomatis dan semi otomatis dapat dilakukan.
Untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan penggunaan magnetic
contactor yang sesuai untuk berbagai macam dan jenis pekerjaan untuk beban resistif
maupun motor listrik dapat diketahui dari Utilization category yang terdapat pada katalog
yang diterbitkan oleh pabrik pembuat magnetic contactor tersebut. Utilization category
yang dimaksud adalah:
AC 1 : Non inductive loads (resistive load)
AC 2 : Starting, plugging (slip ring motor)
AC 3 : Starting, stopping (squirrel cage motor)
AC 4 : Starting, plugging, inching (squirrel cage motor)

119
Utilization category AC 3 merupakan kategori untuk standard duty sedangkan AC
2, dan AC 4 merupakan kategori heavy duty. Disamping itu, hal lain yang menjadi dasar
dari pemilihan magnetic contactor antara lain adalah :
 rated operating current ( Ie )
 tegangan nominal kumparan
 jumlah auxiliary contact

Rele Kendali

4 5
3 6

2 7

1 8

coil

Gambar 7.15

Gambar 7.16
120
7.3.2.2 Time Delay Relay
Prinsip kerja dan kegunaan dari time delay relay mirip dengan rele kontrol,
bedanya kontak-kontak time delay relay tidak langsung bekerja ketika kumparannya diberi
tegangan melainkan tertunda kerjanya sesuai dengan setelan waktunya. Wiring diagram
time delay relay ditunjukkan pada Gambar 7.17.

4 5

3 6

2 7 ON
DELAY

1 8 OFF
DELAY

coil

Gambar 7.17

Tabel 7.1

7.4. PEMILIHAN KOMPONEN-KOMPONEN PENGAMAN, KENDALI DAN


PENGHANTAR

Pemilihan komponen-komponen pengaman, kendali dan penghantar pada suatu


instalasi motor induksi tergantung kepada kapasitas motor dan cara pengasutan motor
tersebut
.

121
7.4.1. PENGASUTAN LANGSUNG (DIRECT ON-LINE STARTING)
Dengan metoda pengasutan langsung, tegangan penuh disuplai ke motor segera
setelah tombol “start” ditekan. Pengasutan langsung banyak digunakan untuk motor-motor
rotor sangkar. Cara ini sederhana, murah dan memberi kopel asut yang baik. Akan tetapi
sewaktu terjadi proses pengasutan akan timbul arus asut sebesar 5 sampai 6 kali arus beban
penuh motor. Karena itu banyak digunakan, kalau arus asutnya yang tinggi tidak
menimbulkan gangguan bagi jaringan suplai. Selain itu, kejutan mekanis yang disebabkan
oleh gaya-gaya percepatan yang timbul, juga tidak boleh menimbulkan gangguan bagi
mesin yang digunakan.
R
M
S
~
T
MCCB MC OLR
N

START
OLR STOP
MC

MC

a. Diagram Skematik MOTOR

4 MCCB 3 MC 3 OLR 4
KW
M IFL

Setting Arus = IFL

KHA = 125% x IFL

Ie = IFL

IN = 2,5 x IFL (FUSE IN = 4 x IFL)

Gambar 7.18b. Diagram Garis Tunggal

di mana : IFL = arus beban penuh motor; Ie = rated operational current dari magnetic
contactor; IN = arus nominal MCCB
Untuk jarak jauh perlu diperhitungkan ukuran penghantar berdasarkan susut
tegangan di samping ketentuan di atas.

122
Gambarr 7.19

7.4.2. PENGASUTAN STAR-DELTA


Tipe pengasut ini dipergunakan untuk motor induksi rotor sangkar yang
dirancang untuk memberikan keluaran nominal bila kumparan stator dihubungkan delta
dan biasanya dipakai dengan motor yang mempunyai keluaran nominal diatas 5,5 KW.
Bila mengasut, pengasut menghubungkan kumparan stator dan membuat motor
dihubungkan bintang sehingga arus asutnya dikurangi dan setelah mencapai percepatan,
untuk operasi selanjutnya hubungan bintang itu diubah menjadi hubungan delta.
Pemakaian pengasut ini mengurangi arus asutnya sampai 1/3 dibandingkan dengan
pengasut tegangan penuh, akan tetapi harus dicatat bahwa kopel asutnya juga dikurangi
1/3. Waktu pengasutan motor (ts) = 4 + 2P detik, dimana P = KW motor.
123
MCCB OLR MC-M MC-Y
R
U1 W2
S V1 U2
W1 V2
T
MC-
N

START Y
OLR STOP
M
M M
T


Y

M, Y,  = MAGNETIC CONTACTOR Y

T = TIME DELAY RELAY

a. Diagram Skematik

MOTOR

4 MCCB 3 OLR MC-M 4 MC-Y


M

MC-
3
Ie = 0,35 x IFL

KHA = 1,25 x 0,6 x IFL

Ie = 0,6 x IFL

Setelan Arus = IFL

KHA = 1,25 x IFL

IN = 2,5 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)

b. Diagram Garis Tunggal


Gambar 7.20

124
Gambar 7.21

7.4.3. PENGASUTAN DENGAN REAKTOR


Cara pengasutan dengan reaktor cocok untuk motor-motor dengan beban yang
tergantung pada kecepatan putar, misalnya motor-motor untuk pompa atau untuk ventilator
yang langsung dibebani. Kalau arus asutnya diperkecil n kali, kopel asutnya akan menjadi
n2 kali lebih kecil. Karakteristik pengasutannya diperlihatkan dalam Tabel 7. 2 berikut.

Tabel 7.2
Sadapan
50 % 65 % 80 %
Tegangan pada motor 50 % 65 % 80 %
Arus asut 50 % 65 % 80 %
Kopel asut 25 % 42,2 % 64 %

125
MC-R

M
~
OLR

MCCB MC-S

S
80% 50%
T
65%
REAKTOR
ON
N OFF
OLR
S

S
T
T
R

a. Diagram Skematik

MC-R Ie = IFL

MOTOR
MCCB OLR
REAKTOR

MC-S
M IFL

Setelan Arus < IFL


Ie = 0,8 x IFL
KHA = 1,25 x IFL

IN = 2,5 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)

b. Diagram Garis Tunggal


Gambar 7.22

7.4.4. PENGASUTAN DENGAN AUTOTRANSFORMER


Kalau digunakan pengasutan dengan autotransformer, tegangan asut motor
diturunkan dengan faktor n, arus motornya juga akan turun dengan faktor n. Arus primer
sebuah autotransformer selalu n kali lebih kecil daripada arus sekundernya. Jadi arus
asutnya akan n2 kali lebih kecil daripada arus asut yang akan timbul, kalau motor ini

126
dihubungkan langsung dengan jaringan. Autotransformer yang digunakan biasanya
memiliki beberapa titik sadap yaitu di kira-kira 50 %, 65 % dan 80 % dari tegangan suplai.
Karakteristik pengasutannya diperlihatkan dalam Tabel 7.3 berikut.

Tabel 7.3
Sadapan
50 % 65 % 80 %
Tegangan pada motor 50 % 65 % 80 %
Arus asut 25 % 42,2 % 64 %
Kopel asut 25 % 42,2 % 64 %

MC-R OLR

M
~

MCCB MC-S MC-N


80%
R
80%
S
80%
T

MCB R T
OLR
N N
OFF ON
N

S
S
T
T N
R

a. Diagram Skematik

127
MS-C Ie = 0,64 x IFL
MC-S MC-R MC-N Ie = 0,25 x IFL

(1-a)E
MC-R Ie = IFL
Setelan OLR  IFL
KHA Penghantar = 1,25 x IFL
E Arus nominal MCCB = 2 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)
aE

M IFL
MC-N

a = sadapan transformator (%)

b. Rangkaian ekivalen
Gambar 7.23

Gambar 7.24

7.4.5. MOTOR DENGAN PUTARAN YANG DIATUR


Untuk suatu keperluan tertentu adakalanya diperlukan suatu pengaturan putaran motor-
motor listrik. Pengaturan putaran ini dapat dilakukan antara lain dengan cara-cara sebagai
berikut :
a) dengan perubahan kutub

128
b) dengan INVERTER
c) dengan kopling arus pusar
d) dengan soft starter
Dalam pemilihan komponen-komponen pengaman, pengendali dan penghantar untuk
instalasi motor-motor induksi dengan putaran yang dapat diatur, dilakukan dengan cara
yang sama dengan instalasi motor yang diasut secara langsung (direct on line, dol).

7.5. PEMILIHAN UKURAN PENGHANTAR DAN ARUS NOMINAL ALAT


PENGAMAN PADA RANGKAIAN CABANG

a. Pengaman Hubung Singkat Rangkaian Cabang.


Suatu rangkaian cabang yang menyuplai beberapa motor harus dilengkapi dengan
pengaman arus lebih yang tidak melebihi nilai nominal atau setelan alat pengaman
rangkaian akhir motor yang tertinggi ditambah dengan jumlah arus beban penuh semua
motor lainnya.

b. Penghantar Rangkaian Cabang


Penghantar rangkaian cabang yang menyuplai dua motor atau lebih, harus
mempunyai KHA sekurang-kurangnya sama dengan jumlah arus beban semua motor itu
ditambah 25% dari arus beban penuh motor yang terbesar.

c. Contoh Pemakaian
Rangkaian cabang motor dengan tegangan kerja 220/380 V menyuplai motor
berikut (perhatikan Gambar 15):
1. Motor sangkar dengan pengasutan Y-, arus nominal beban penuh 42 A.
2. Motor sangkar dengan pengasutan autotransformator, arus nominal beban
penuh 54 A.
3. Motor rotor lilit (2 unit) masing-masing dengan arus nominal beban penuh 68
A.
Masing-masing motor diamankan terhadap hubung singkat dengan pemutus daya.
Tentukan :
1). KHA penghantar masing-masing rangkaian.
2. Arus nominal pemutus daya pada masing-masing rangkaian.

129
Penyelesaian:

Arus nominal : 218 + 68 = 286 A

KHA : 181 + 68 = 249 A

Arus Nominal : 108 + 68 + 42 = 218 A 102 A

KHA : 85 + 54 + 42 = 181 A
KHA = 85 A

2,5 x 42 A 2 x 54 A 1,5 x 68 A
Arus Nominal
= 105 A = 108 A = 102 A

1,25 x 42 A 1,25 x 54 A 1,25 x 68 A


KHA
= 52,5 A = 67,5 A = 85 A

M1 M2 M3 M4

Motor Rotor Motor Rotor


Motor Sangkar Motor Serempak Lilit Lilit
IFL = 42 A diasut dengan IFL = 68 A IFL = 68 A
autotrafo
IFL = 54 A

Gambar 7.25

130
LAMPIRAN 1

ARUS BEBAN PENUH RATA-RATA MOTOR INDUKSI ROTOR SANGKAR


(4 KUTUB, 380V) DAN RATING MINIMUM FUSE HRC
(Berdasarkan karakteristik klass 0 BSS 88 dan karakteristik lambat VDE 0660)

RATING 380V RATING FUSE


EFF.
MOTOR COS  MOTOR DOL Y-
(%)
HP KW FLC BSS VDE BSS VDE
1 0.75 0.79 74 2 6 4 4 4
1,5 1.1 0.80 76 2.6 6 6 4 4
2 1.5 0.80 77 3.5 10 6 4 4
3 2.2 0.80 79 6 15 10 6 6
4 3 0.82 85 6.6 15 16 10 10
5 3.7 0.82 85 8.5 15 16 16 16
6 4.5 0.83 86 9.9 20 20 16 16
7.5 5.5 0.83 86 11.5 25 25 20 20
10 7.5 0.83 86 15.5 30 25 20 20
12.5 9.3 0.83 87 20.3 35 35 25 25
15 11 0.83 87 22.5 40 35 25 25
20 15 0.84 89 30 60 50 35 35
25 18.6 0.85 90 38 60 63 50 50
30 22 0.85 90 43 80 63 50 50
40 30 0.85 90 57 100 80 60 63
50 37 0.85 91 72 125 100 80 80
60 45 0.85 91 85 160 125 100 100
75 55 0.86 91 104 200 160 100 100
100 75 0.86 92 142 200 200 160 160
125 90 0.87 92 169 250 225 200 200
150 110 0.88 92 204 250 250 200 200
175 130 0.88 92 250 350 300 250 250
200 150 0.88 92 300 400 400 300 300
250 185 0.88 93 355 450 450 350 355
300 225 0.88 93 420 500 500 300 500

131
LAMPIRAN 2

A. PELACAKAN GANGGUAN SECARA UMUM

Macam gangguan pada motor listrik dan instalasinya dan kemungkinan


penyebabnya secara umum adalah sebagai berikut:
1. Motor tak mengasut
a) Gangguan sumber daya listrik
b) Sekring putus atau MCCB trip/terbuka
c) Thermal overload relay trip
d) Gangguan pada rangkaian kontrol
e) Gangguan pada motor ( terjadi hubung buka pada 2 atau 3 fasa)
2. Bila tombol “ON” ditekan motor berdengung tapi tidak mengasut
a) Tegangan suplai rendah
b) Hubung buka di terminal motor
3. Sekring putus atau MCCB terbuka dengan beban nol
Gangguan hubung singkat karena hubungan langsung atau karena kerusakan isolasi
4. Putaran motor rendah
a) Tegangan sumber rendah
b) Stator kontak dengan rotor
c) Celah udara antara stator dan rotor tidak seimbang
d) Hubung singkat satu fasa atau sebagian kumparan
e) Kumparan stator terbumikan pada inti
f) Beban lebih
5. Sekring putus atau MCCB trip bila beban dipasang
a) Arus nominal sekring atau MCCB terlalu kecil
b) Gangguan hubung singkat
c) Beban motor terlalu berat
6. Motor tiba-tiba menurun kecepatannya bila beban dipasang dan tidak berputar pada
kecepatan nominal (motor dapat menjadi panas berlebihan atau berbunyi)
a) Tegangan sumber rendah
b) Tegangan sumber tidak seimbang
c) Ukuran kabel terlalu kecil
d) Kontak-kontak yang cacat sehingga menyebabkan jatuh tegangan

132
e) Motor berjalan pada satu fasa
f) Beban terlalu berat
g) Kumparan terhubung singkat atau dibumikan

B. PELACAKAN GANGGUAN PADA RANGKAIAN KONTROL

Contoh pada rangkaian kontrol untuk membolak balik putaran motor.

N R

FOR
5 6 7
F
1 2 3 4 R 8
MCB OLR STOP F LS-1

REV
R
R F LS-2

Gambar L1. Rangkaian kontrol untuk membolak-balik putaran motor

133
134
135
v

136
137
138
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan, E., Harten, “ Instalasi Listrik Arus Kuat”, jilid I, Binacipta,

Bandung, 1985

2. Setiawan, E., Harten, “Instalasi Listrik Arus Kuat”, jilid II, Binacipta,

Bandung, 1985

3. Setiawan, E., Harten, “Instalasi Listrik Arus Kuat”, jilid III, Binacipta,

Bandung, 1985

4. Badan Standarisasi Nasional, “PUIL 2000”, Jakarta, 2001

5. Lewis, M., “Installation Technology I: Theory and Regulation”, 3 rd edition,

Hutchinson Educations, London, 1988

6. “Electrical Installation Handbook Vol 2: Electrical Device”, ABB SACE


7. Katalog AEG

139

Anda mungkin juga menyukai