Disusun oleh:
Ir. Zulkarnaen Pane, MT
i
1. STANDARISASI DAN PERATURAN
PADA INSTALASI LISTRIK
1.2. STANDARISASI
Tujuan standarisasi ialah untuk mencapai keseragaman, antara lain mengenai:
a. ukuran, bentuk dan mutu barang;
b. cara menggambar dan cara kerja.
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang
dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan. Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan
maupun pekerjaan otak. Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat
dipergunakan secara lebih baik dan efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan
meningkatkan mutu.
Dua organisasi international yang bergerak di bidang standarisasi ialah:
a. “International Electrotechnical Commission” (IEC) untuk bidang teknik
listrik, dan
b. “International Organization for Standardization” (ISO) untuk bidang-bidang
lainnya
Di Indonesia saat ini sudah terbentuk Badan Standarisasi Nasional (BSN)
1.3. PERATURAN
Pemasangan instalasi listrik terikat pada peraturan-peraturan. Tujuan peraturan-
peraturan ini adalah:
a. pengamanan manusia dan barang;
b. penyediaan tenaga listrik yang aman dan efisien.
1
Dapat diperkirakan bahwa kebanyakan orang tidak akhli di bidang listrik. Supaya
listrik dapat digunakan dengan seaman mungkin, maka syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan sangat ketat.
Peraturan instalasi listrik terdapat dalam buku “Persyaratan Umum Instalasi Listrik
2000” disingkat PUIL 2000. Buku ini diterbitkan oleh YAYASAN PUIL. Di samping
PUIL 2000, harus juga diperhatikan peraturan-peraturan lain yang ada hubungannya
dengan instalasi listrik, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta
Peraturan Pelaksanaannya;
b. Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
c. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
e. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga
Listrik
j. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/40/M.PE/1990 tentang
Instalasi Ketenagalistrikan;
k. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/0322/M.PE/1995
tentang Standarisasi, Sertifikasi dan Akreditasi Dalam Lingkungan Pertambangan
dan Energi.
2
2. TEKNIK PENERANGAN
2.1. CAHAYA
Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu sumber cahaya memancarkan energi. Sebagian
energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan
oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu merupakan suatu gejala
getaran
2.2. SATUAN-SATUAN
a) 1 watt cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya sebesar
1 watt dengan panjang gelombang 555 m.
b) 1 watt cahaya = 680 lumen
c) Flux cahaya (lumen) adalah jumlah seluruh cahaya yang dipancarkan oleh suatu
sumber cahaya dalam satu detik. (Sebagai contoh lihat pada Tabel 2-1 dan 2-2).
d) Flux cahaya spesifik atau Efikasi = lumen/watt. Efikasi menunjukkan tingkat
efisiensi sebuah lampu. Angka yang diberikan menunjukkan besarnya Lumen
Output sebuah lampu untuk setiap Watt energy listrik yang dikonsumsi untuk
menyalakan lampu tersebut.
e) Steradian. Misalkan dari permukaan sebuah bola ( Gambar 2-1 ) dengan jari-jari r
ditentukan suatu bidang dengan luas r2. Kalau ujung suatu jari-jari kemudian
menjalani tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari
ini disebut satu steradian. Karena luas permukaan bola sama dengan 4r2, maka di
sekitar titik tengah bola dapat diletakkan 4 sudut ruang yang masing-masing sama
dengan satu steradian.
f) Intensitas cahaya (kandela) = flux cahaya persatuan sudut ruang (steradian) yang
dipancarkan ke suatu arah tertentu
I = (cd) (2.1)
ω
di mana : I = Intensitas cahaya (cd)
= Flux cahaya (Lm)
= Sudut ruang (Steradian)
3
g) Intensitas penerangan atau iluminansi (E) = flux cahaya persatuan luas permukaan
A (m2)
Erata-rata = lux (2.2)
A
Gambar 2.1
4
Gambar 2.2
I
r
E’ E
b'
a
P b
a'
Gambar 2.3
Intensitas penerangan E’ di bidang a’ - b’ tegak lurus pada arah I menurut hukum kuadrat:
I
E’ = lux (2.4)
r2
Intensitas penerangan E di bidang horizontal a - b, ialah proyeksi dari E’ pada garis tegak
lurus pada bidang a - b di titik P. Jadi :
5
E = E’ cos (2.5)
Dari Persamaan (2.4) dan (2.5) diperoleh :
I
E = cos lux (2.6)
r2
Rumus ini dikenal sebagai hukum Cosinus
Berdasarkan pembagian flux cahayanya oleh sumber cahaya dan armatur yang
digunakan, dapat dibedakan sistem-sistem penerangan di bawah ini.
6
2) Terutama penerangan langsung: sejumlah kecil cahaya dipancarkan ke atas. Sistem
penerangan ini digunakan di gedung-gedung ibadat, untuk tangga dalam rumah, gang
dan lain-lain.
3) Penerangan baur/merata: sebagian dari cahaya sumber-sumber cahaya diarahkan ke
dinding dan langit. Penerangan ini digunakan di ruangan-ruangan sekolah, ruangan
kantor dan tempat-tempat kerja.
4) Terutama penerangan tak langsung: sebagian besar dari cahaya sumber-sumber cahaya
diarahkan ke atas. Karena itu langit-langit dan dinding-dinding ruangan harus diberi
warna terang. Penerangan ini digunakan di rumah-rumah sakit, di ruangan baca, toko-
toko, kamar tamu, dan lain-lain.
5) Penerangan tidak langsung: cahayanya dipantulkan oleh langit-langit dan dinding-
dinding. Warna dinding dan langit-langit harus terang. Penerangan ini digunakan di
ruangan-ruangan untuk membaca, menulis dan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
halus lainnya.
Tabel 2-3 dan 2-4 memuat ikhtisar dari armatur-armatur yang dipergunakan dan sifat-sifat
utamanya dan pada lampiran dapat dilihat berbagai bentuk armatur.
7
2.6.1. Intensitas Penerangan
Intensitas penerangan ditentukan oleh :
a. tempat di mana pekerjaan akan dilakukan.
b. sifat pekerjaan
Tabel 2-5 memuat intensitas penerangan berbagai sifat pekerjaan.
g
= (2.7)
0
di mana :
0 = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam
ruangan
g = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung
setelah dipantulkan oleh dinding dan langit-langit
dan g = E x A (2.8)
8
Khusus faktor refleksi bidang pengukuran (rm) ditetapkan = 0,1.
pxl
k = . (2.10)
h ( p l)
di mana :
p = panjang ruangan (m)
l = lebar ruangan (m)
h = tinggi sumber cahaya di atas bidang kerja (m)
Bidang kerja umumnya diambil 80 cm – 90 cm di atas lantai
Jumlah lampu :
0 ExA
nL = (2.11)
lampu Lp x η x d
atau,
9
Jumlah armatur :
0 ExA
nA = (2.12)
armatur arm x η x d
di mana :
nL = jumlah lampu
nA = jumlah armatur
L = flux cahaya lampu
A = flux cahaya armatur
E = intensitas penerangan yang diperlukan
A = luas bidang kerja
= efisiensi penerangan
d = faktor depresiasi
CATATAN
1. Jika data efisiensi penerangan yang dikeluarkan olek pabrik pembuat
lampu/armatur tidak tersedia, maka dapat digunakan nilai pendekatan sebagai
berikut.
2. Disamping dengan metoda yang telah dijelaskan di atas, metoda lain yang dapat
digunakan untuk menghitung penerangan dalam adalah “Zonal Cavity Method”.
Contoh Soal
Sebuah ruangan dengan ukuran 12 m x 25 m dengan tinggi ruangan 4 m akan diberi
penerangan. Intensitas penerangan yang diperlukan adalah 250 lux. Buatlah rencana
penerangan untuk ruangan tersebut. Warna dinding dan langit-langit adalah putih.
10
Penyelesaian
Direncanakan akan menggunakan armatur tipe : GCB dengan lampu 2 x TLD – 36/95
dengan flux cahaya = 2350 lumen pertabung.
Tinggi bidang kerja = 0,85 m h = 4 – 0,85 = 3,15 m
12 x 25
k = = 2,57
3,15 (12 25)
dengan rp = 0,7 ; rw = 0,5 ; rm = 0,1, dari Tabel 2-8, diperoleh :
k
k
= 2,5 = 0,59
= 3 = 0,61 } Untuk k = 2,57 = 0,59 +
2,57 2,5
3 2,5
(0,61 – 0,59)
= 0,5982
h = tinggi lampu
diatas bidang kerja
Gambar 2.4
11
2.7. Tabel-tabel Penerangan
/92 digunakan antara lain di : hotel, restaurant, rumah dan reception areas.
/93 dan /94 digunakan antara lain di : boutiques, galleri, museums, showrooms.
/95 terutama digunakan di industri-industri keramik dan daerah-daerah yang memerlukan
ketelitian yang tinggi
12
Tabel 2-3 Armatur yang digunakan pada Ruangan Kantor dan Sekolah
13
Tabel 2-4 Armatur yang digunakan Untuk Industri
14
Tabel 2-5 Intensitas penerangan untuk berbagai sifat pekerjaan
penerangan
Sifat pekerjaan penerangan baik
sangat baik
1 Kantor
. Ruangan gambar 2000 lux 1000 lux
2 Ruangan Sekolah
. Ruangan kelas 500 lux 250 lux
Ruangan gambar 1000 lux 500 lux
Ruangan untuk pelajaran jahit-menjahit 1000 lux 500 lux
3 Industri
. Pekerjaan sangat halus (pembuatan jam
tangan, instrumen kecil dan halus, mengukir) 5000 lux 2500 lux
4 Toko
.
Ruangan jual dan pamer :
toko-toko besar 1000 lux 500 lux
toko-toko lain 500 lux 250 lux
Etalase :
toko-toko besar 2000 lux 1000 lux
toko-toko lain 1000 lux 500 lux
Dapur
Penerangan setempat 500 lux 250 lux
Penerangan umum 250 lux 125 lux
Ruangan-ruangan lain
Kamar tidur, kamar mandi, kamar rias
(penerangan setempat) 500 lux 250 lux
Gang, tangga, gudang, garasi 250 lux 125 lux
Penerangan setempat untuk pekerjaan-
pekerjaan ringan (hobby dan sebagainya) 500 lux 250 lux
Penerangan umum 250 lux 125 lux
16
Tabel 2-6
Tabel 2-7
17
Tabel 2-8
Tabel 2-9
18
Tabel 2-10
19
LAMPIRAN
Armatur palung
Armatur “rok”
20
Armatur kedap air Armatur dinding (tidak ditanam)
21
Armatur dinding untuk
penerangan sebagian
besar tak langsung
Armatur gantung
bentuk gelang
22
3. PERANGKAT HUBUNG BAGI
3.1. DEFINISI
Perangkat Hubung Bagi (PHB) adalah suatu perlengkapan untuk mengendali dan
membagi tenaga listrik dan atau mengendali dan melindungi sirkit dan pemanfaat listrik.
b. Berdasarkan Sirkit
1. PHB utama
PHB yang menerima tenaga listrik dari saluran utama konsumen dan
membagikannya ke seluruh instalasi konsumen.
2. PHB Utama Sub Instalasi
PHB suatu sub instalasi untuk mensuplai listrik kepada suatu konsumen dan
sub instalasi tersebut merupakan bagian dari suatu instalasi yang mensuplai
listrik kepada dua konsumen atau lebih.
3. PHB Cabang
Semua PHB yang terletak sesudah PHB utama atau sesudah PHB utama sub
instalasi.
c. Berdasarkan Ruangan
1. PHB Pasangan Dalam
PHB yang ditempatkan dalam ruang bangunan tertutup sehingga terlindung
dari pengaruh cuaca secara langsung.
2. PHB Pasangan Luar
PHB yang tidak ditempatkan dalam bangunan sehingga terkena pengaruh
cuaca secara langsung.
23
3.3. PEMASANGAN SAKELAR DAN PENGAMAN PHB
1. Pada sirkit masuk dari PHB yang berdiri sendiri harus dipasang setidak-tidaknya
satu sakelar. Sakelar masuk harus dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada
pengaman lebur dan gawai lainnya yang menjadi bertegangan, kecuali volt meter,
lampu indikator, dan pengaman lebur utama yang dipasang sebelum sakelar
masuk, jika sakelar masuk tersebut dalam keadaan terbuka. Arus nominal sakelar
masuk ini sekurang-kurangnya sama dengan KHA dari penghantar masuk tersebut
dan tidak boleh kurang dari 10 A.
2. Pada setiap hantaran fasa keluar suatu PHB harus dipasang pengaman arus. Pada
hantaran netral tidak boleh dipasang pengaman arus.
(Gambar 3.1 mengilustrasikan kedua syarat diatas)
Gambar 3.1
Sebagai alternatif untuk sakelar dengan proteksi arus lebih, atau pengaman lebur,
dapat juga dipakai sakelar yang di dalamnya terdapat proteksi arus yang
dikehendaki, seperti: pemutus sirkit (miniature circuit breaker / MCB)
sebagaimana tertera dalam Gambar 3.2. Apabila hal ini diterapkan maka pemutus
sirkit yang akan digunakan harus dipilih yang sesuai, yaitu memiliki ketahanan
arus hubung pendek paling tidak sama besar dengan arus hubung pendek yang
mungkin terjadi dalam sirkit yang diamankan.
24
10 A/25 A NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm
Gambar 3.2
3. Sakelar masuk tidak diperlukan (lihat Gambar 3.3):
a. jika PHB mendapat suplai dari saluran keluar suatu PHB lain, yang pada
saluran keluarnya dipasang sakelar yang mudah dicapai dan kedua PHB
tersebut terletak dalam ruang yang sama serta jarak antara keduanya tidak
lebih dari 5 m.
b. jika dengan cara tertentu dapat dilaksanakan pemutusan dan penyambungan
suplai ke PHB tersebut melalui suatu sakelar pembantu. Sakelar pembantu ini
harus dipasang pada tempat yang mudah dicapai.
c. jika sakelar itu diganti dengan pemisah, asalkan pada setiap sirkit keluar
dipasang sakelar keluar.
4. Pada sirkit keluar PHB harus dipasang sakelar keluar jika sirkit tersebut (lihat
Gambar 3.4):
a. mensuplai tiga buah atau lebih PHB yang lain.
b. dihubungkan ke tiga buah atau lebih motor/perlengkapan listrik yang lain. Hal
ini tidak berlaku jika motor atau perlengkapan listrik tersebut dayanya masing-
masing lebih kecil atau sama dengan 1,5 KW dan letaknya dalam ruang yang
sama (lihat Gambar 3.4), kecuali untuk tegangan menengah dan tegangan
tinggi.
c. dihubungkan ke tiga buah atau lebih kotak kontak yang masing-masing
mempunyai arus nominal lebih dari 16 A.
d. mempunyai arus nominal 100 A atau lebih.
5. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit masuk,
sebaiknya pengaman lebur dipasang sebelum sakelar utama. (lihat Gambar 3.5)
6. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit keluar
sebaiknya pengaman lebur dipasang sesudah sakelar. (lihat Gambar 3.5)
25
5M
MAX 10A
10A
NYY 4 x 16 mm2
16A
3a
35A
16A
3b
35A 10A
NYY 4 x 16 mm2
200A 10A
NYA 2 x 1,5 mm2
6A
3c 10A
35A 10A
NYY 4 x 16 mm2 60A
10A
Gambar 3.3
26
,5 KW ,5 KW ,5 KW
4c M4 M5 M6
60A
60A
25A 4b
200A
25A 4b
25A
80A
100A
35A
35A
35A
4a
16 A
10A
10A
10A
25A
10A
10A
10A
25
Gambar 3.4
27
10A
35A 10A
16 A
Gambar 3.5
Apabila sistem proteksi tidak menggunakan pengaman lebur tetapi menggunakan pemutus
sirkit sejenis MCB (miniature circuit breaker), maka ketentuan di atas tidak berlaku, tetapi
diterapkan ketentuan seperti tersebut dalam 3.3.2 (lihat Gambar 3.6).
10 A
35 A 10 A
16 A
Gambar 3.6
7. Kemampuan sakelar pada suatu sirkit sekurang-kurangnya harus sama dengan pengaman
lebur pada sirkit tersebut.
Gambar 3.7 menunjukkan contoh three lines diagram dari suatu penel distribusi
28
29
3.4. RATING ALAT PROTEKSI ARUS
3. FUSE (SEKERING)
SIZE 00 : 4 ; 6 ; 10 ; 16 ; 20 ; 25 ; 35 ; 40 ; 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A
SIZE 0 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A
SIZE 1 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 ; 200 ; 250 A
SIZE 2 : 315 ; 355 ; 400 A
SIZE 3 : 355 ; 400 ; 500 ; 630 A
SIZE 4 : 800 ; 1000 A
30
3.5. PEMBUMIAN
Pembumian rel pada PHB adalah sebagai berikut :
a. bila pada PHB utama, rel pengaman dipakai juga sebagai rel netral
(sistem TN-C), rel tersebut harus dibumikan.
b. bila pada PHB utama rel pengaman terpisah dari rel netral, maka hanya rel
pengaman saja yang harus dibumikan.
c. bila pada PHB, sakelar pada saluran masuk dilengkapi dengan sakelar
pengaman arus sisa, maka rel netral tidak boleh dibumikan.
31
Tabel 3.1
Daftar Pembebanan Kontinyu Dalam Ampere Untuk
Tembaga Dengan Penampang Persegi Untuk ABB
Penam Dicat Telanjang
Ukuran Berat
pang Jumlah Batang Jumlah Batang
(mm) (kg/m)
(mm2) 1 2 3 4 1 2 3 4
12 x 2 24 0,23 125 225 - - 110 200 - -
15 x 2 30 0,27 155 270 - - 140 240 - -
15 x 3 45 0,40 185 330 - - 170 300 - -
20 x 2 40 0,36 205 350 - - 185 315 - -
20 x 3 60 0,53 245 425 - - 220 380 - -
20 x 5 100 0,89 325 550 - - 290 495 - -
25 x 3 75 0,67 300 510 - - 270 460 - -
25 x 5 125 1,11 385 670 - - 350 600 - -
30 x 3 90 0,80 350 600 - - 315 540 - -
30 x 5 150 1,34 450 780 - - 400 700 - -
40 x 3 120 1,07 460 780 - - 420 710 - -
40 x 5 200 1,78 600 1000 - - 520 900 - -
40 x 10 400 3,56 835 1599 2060 2800 760 1350 1650 2500
50 x 5 250 2,23 700 1200 1750 2310 630 1100 1550 2100
50 x 10 500 4,46 1025 1800 2450 3330 920 1620 2200 3000
60 x 5 300 2,67 825 1400 1983 2650 750 1300 1800 2400
60 x 10 600 5,34 1200 2100 2800 3800 1100 1860 2500 3400
80 x 5 400 3,56 1060 1800 2450 3300 950 1650 2700 2900
80 x 10 800 7,12 1540 2600 3450 4600 1400 2300 3100 4200
100 x 5 500 4,45 1310 2200 2950 3800 1200 2000 2800 3400
100 x 10 1000 8,90 1880 3100 4000 5400 1700 2700 3600 4800
32
33
34
35
36
37
38
39
Lampiran
Mini Circuit Breaker (MCB).
MCB yang dipakai di rumah-rumah oleh PLN ditetapkan sebagai pembatas. Arus beban
akan mengalir melalui Bimetal dan akan mengomando Trip MCB bila arus melebihi
nominalnya. Bila terjadi hubung singkat maka Elektro magnit akan mengomando Trip
MCB.
40
41
4. KABEL TEGANGAN RENDAH
4.1. DEFINISI
Kabel adalah rakitan satu penghantar atau lebih, baik penghantar itu pejal atau
pintalan, masing-masing dilindungi dengan isolasi, dan keseluruhannya dilengkapi dengan
selubung pelindung bersama.
42
Bahan penghantar yang baik adalah tembaga dan aluminium. Untuk kabel tanah
umumnya digunakan bahan penghantar tembaga, sedangkan aluminium digunakan untuk
penghantar udara.
L
Dari persamaan : R = ( 4.1 )
A
di mana :
R = tahanan penghantar ()
= tahanan jenis penghantar (.m)
L = panjang penghantar (m)
A = luas penampang penghantar (m2)
dengan al = 0,0283 x 10-6 m dan cu = 0,0177 x 10-6 m, maka untuk tahanan
penghantar yang sama :
luas penampang aluminium = 1,64 x luas penampang tembaga
diameter aluminium = 1,28 x diameter tembaga
berat aluminium = 0,5 x berat tembaga
Isolasi
Penghantar
Gambar 4.2
Bahan isolasi yang umumnya digunakan adalah PVC (Polivinil Chlorida) dan
XLPE (Cross Linked Polyethylene)
Pelindung mekanis terdiri dari perisai dan spiral. Bahannya terbuat dari baja
berlapis seng, bentuknya bulat (round) atau pipih (flat)
Untuk kabel tegangan rendah, tegangan nominalnya: 0,6 kV/ 1 kV, di mana:
0,6 kV = tegangan nominal terhadap tanah
1 kV = tegangan nominal antar penghantar
43
4.3. NOMENKLATUR KABEL (selengkapnya lihat PUIL 2000, hal 475)
Nomenklatur kabel adalah tata cara pemberian nama suatu kabel dengan kode-kode
tertentu. Beberapa arti huruf-huruf kode yang digunakan adalah :
N = kabel jenis standar dengan penghantar tembaga
NA = kabel jenis standar dengan penghantar aluminium
Y = selubung isolasi dari PVC
2X = selubung isolasi dari XLPE
2Y = selubung isolasi dari Polyethylene
F = perisai kawat baja pipih
R = perisai kawat baja bulat
Gb = Spiral pita baja
Re = penghantar pejal (solid)
Rm = penghantar pintalan (berpilin)
Se = penghantar pejal bentuk sektor
Sm = penghantar pintalan (berpilin) bentuk sektor
44
Gbr. 4.3 Kabel NYM
Penghantar tembaga
Isolasi PVC
Selubung PVC
45
4.4. JENIS-JENIS KABEL
1. Kabel Instalasi : yaitu kabel yang digunakan untuk instalasi permanen.
Terdiri dari :
a. Kabel lampu : NYFA, NYFAF, NYFAZ dan NYFAD
Luas penampangnya : 0,5 0,75 mm2
b. Kabel rumah : NYA, NYAF
c. Kabel instalasi berselubung : NYM
2. Kabel Tanah : yaitu jenis kabel yang dibuat khusus untuk dipasang di
permukaan tanah, di dalam tanah, atau di dalam air
a. Kabel tanah termo plastik tanpa perisai : NYY & NAYY
b. Kabel tanah termo plastik berperisai : NYRGbY & NYFGbY
3. Kabel Fleksibel : yaitu kabel yang lentur (fleksibel) untuk menghubungkan
perlengkapan listrik dengan sumber listrik : NLYZ, NYZ,
NYD, NYLHYrd, NYLHYfl, NYMHY, NLH, NMH dan lain-
lain.
4.5. PEMASANGAN KABEL TANAH
1. Di Udara
(a) (b)
minimum 2 cm
30cm
Rak kabel
(c) (d)
Gambar 4.5
46
Contoh sebagian cara pemasangan kabel di udara ditunjukkan dalam Gambar 4.3.
Berbagai cara pemasangan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.17 dan 4.18. Dengan cara
pemasangan seperti Gambar 4.3a, b, c, di atas, jumlah kabel tidak dibatasi. Untuk
pemasangan yang menyimpang dari gambar tersebut, harus digunakan faktor koreksi
dalam menentukan kemampuan hantar arus nya (KHA).
Gambar 4.6
Gambar 4.7
47
Gambar 4.8
48
Gambar 4.10 Contoh dua sistem tiga fasa dipasang sejajar
pada suatu rak kabel dengan susunan mendatar
2. Di dalam Tanah
Pemasangan kabel di dalam tanah harus dilakukan dengan cara demikian rupa sehingga
kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi yang mungkin timbul
di tempat kabel tanah tersebut dipasang. Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada
umumnya dianggap mencukupi bila kabel tanah itu ditanam:
minimum 60 cm di bawah permukaan tanah yang tidak dilewati kenderaan,
minimum 80 cm di bawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kenderaan
49
Jarak antara kabel-kabel yang berdampingan adalah 7 cm. Untuk kabel-kabel berinti
tunggal yang ditanam membentuk ikatan segitiga jarak antara kelompok kabel-kabel ini
adalah 25 cm
tanah galian
60 - 80 cm
15 cm
min 2 cm
7 cm
min 5 cm
Kabel
haspel
Gambar 4.13
Gambar 4.14
50
Kabelnya harus diletakkan di dalam pasir atau tanah lembut yang bebas dari batu-batuan,
dan di atas galian tanah yang stabil, kuat dan rata. Lapisan pasir atau tanah lembut itu
sekurang-kurangnya 5 cm di sekeliling kabel. Sebagai perlindungan tambahan di atas
timbunan pasir atau tanah lembut dapat dipasang beton atau batu bata pelindung.
Gambar. 4.15
Cable roller
Gambar. 4.16
Cable stocking
51
Gambar 4.18 Perlindungan pada kabel jika menembus dinding
Jika baru sebahagian saja kabel yang digelar di dalam parit, sisanya disusun
seperti angka 8 di pinggiran parit untuk menghindari kerusakan pada kabel.
Penggelaran kabel dalam bentuk angka 8 (delapan) tersebut mempunyai ukuran
sekurang-kurangnya 8 x 3 m.
kabel 3 m
8 m
Gambar 4. 19
Setelah kabel berada dalam parit galian, hal-hal berikut ini harus dilakukan:
timbun dengan pasir dan tanah yang bebas dari benda tajam dan benda-benda
lain yang dapat merusak isolasi kabel atau penghantar itu sendiri.
selain ditimbun tanah, kabel harus dilindungi dengan pelindung kabel seperti
batu bata, pipa beton, atau pipa besi.
pada jarak tertentu sepanjang jalur kabel harus ditempatkan rambu-rambu kabel
yang jelas, kokoh dan awet.
52
4.6. KEMAMPUAN HANTAR ARUS (KHA) DAN FAKTOR-FAKTOR KOREKSI
KHA : Arus maksimum yang dapat dialirkan dengan kontinyu oleh penghantar pada
keadaan tertentu tanpa menimbulkan kenaikan suhu melampaui nilai yang
diizinkan.
KHA sebuah kabel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a) Suhu keliling
b) Cara pemasangan kabel
c) Jumlah inti kabel
d) Kelembaban tanah
KHA suatu kabel yang dipasang di udara diperoleh dengan menggunakan rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 ( 4.2 )
di mana :
I0 = KHA satu kabel pada suhu keliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika suhu keliling berbeda dari 300 C
f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
Faktor-faktor koreksi dapat dilihat pada kumpulan Tabel 7 mulai dari halaman 61 dan
seterusnya.
KHA suatu kabel yang ditanam di dalam tanah dihitung dengan menggunakan
rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 x f3 ( 4.3 )
di mana:
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature
sekeliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika temperature tanah berbeda dari 300 C
f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
f3 = faktor koreksi jika tahanan panas jenis berbeda dari 1000 C cm/w
53
4.7. PEMILIHAN UKURAN KABEL
Prosedur pemilihan ukuran kabel adalah sebagai berikut :
1. Tentukan tipe kabel yang digunakan berdasarkan:
a. bahan penghantar : tembaga atau aluminium
b. bahan isolasi : PVC, XLPE
c. formasi kabel: kabel berinti tunggal, kabel berinti banyak dengan atau tanpa
perisai, tergantung pada pertimbangan mekanis, tingkat isolasi, dan tingkat
kesulitan sewaktu penggelarannya, pembengkokannya, penyambungan, dan
lain-lain.
2. Tentukan arus beban penuh perfasa pada rangkaian (IL)
3. Tentukan arus nominal alat pengaman (IP) yang digunakan; pemutus daya atau
pengaman lebur. Harus diingat bahwa IP IL (disesuaikan dengan jenis beban)
4. Tentukan faktor koreksi total (FK) kabel:
a. di udara : FK = f1 x f2 ( 4.4 )
b. di dalam tanah : FK = f1 x f2 x f3 ( 4.5 )
5. Gunakan faktor-faktor koreksi tersebut dan faktor-faktor lainnya (jika ada) ke
dalam rumus :
IP
I0 (4.6 )
FK
6. Pilih luas penampang kabel yang sesuai dengan I0 dari tabel KHA kabel.
7. Tentukan pula luas penampang kabel berdasarkan jatuh tegangan yang diizinkan:
a. Untuk arus bolak balik satu fasa:
2.l.I.Cos.106
A (4. 7 )
.
54
Untuk tembaga : g = 50 x 106 S/m
55
Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh = 33 – 45%):
dalam hal ini pemilihan ukuran kabel fase ditentukan berdasarkan arus
netral:
IL
IN x 3 x Kh ( 4.14 )
FK
IN
I0 ( 4.15 )
0,86
di mana IL = arus beban penuh perfasa pada rangkaian
IN = arus netral
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature
sekeliling 300 C
Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh 45%):
dalam hal ini I 0 I N
56
4.9. SPLICING & TERMINATING
Splicing adalah pekerjaan penyambungan kabel-kabel ( Lihat halaman 83 dan 84 ).
Terminating adalah pekerjaan menghubungkan kabel ke terminal-terminal peralatan
atau bus bar.
1.Visual Inspection :
a. Pemeriksaan pada parit/jalur kabel: ukuran parit atau jalur kabel bebas dari
benda-benda tajam, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan kondisi pasir, kedalaman pasir dan lain-lain.
c. Jarak antara kabel.
d. Tag number kabel
2.Continuity Test :
a. Apakah kabel putus atau tidak.
b. Apakah jalur kabel sudah benar.
57
Tabel 4.1 : Resistance and reactance per unit of length of copper cables
single-core cable two-core/three-core cable
S R[/km] R[/km]
X [/km] X [/km]
[mm2] @ 80[oC] @ 80[oC]
1.5 14.8 0.168 15.1 0.118
2.5 8.91 0.156 9.08 0.109
4 5.57 0.143 5.68 0.101
6 3.71 0.135 3.78 0.0955
10 2.24 0.119 2.27 0.0861
16 1.41 0.112 1.43 0.0817
25 0.889 0.106 0.907 0.0813
35 0.641 0.101 0.654 0.0783
50 0.473 0.101 0.483 0.0779
70 0.328 0.0965 0.334 0.0751
95 0.236 0.0975 0.241 0.0762
120 0.188 0.0939 0.191 0.074
150 0.153 0.0928 0.157 0.0745
185 0.123 0.0908 0.125 0.0742
240 0.0943 0.0902 0.0966 0.0752
300 0.0761 0.0895 0.078 0.075
Tabel 4.2 : Resistance and reactance per unit of length of aluminium cables
single-core cable two-core/three-core cable
S R[/km] R[/km]
2
X [/km] X [/km]
[mm ] @ 80[oC] @ 80[oC]
1.5 24.384 0.168 24.878 0.118
2.5 14.680 0.156 14.960 0.109
4 9.177 0.143 9.358 0.101
6 6.112 0.135 6.228 0.0955
10 3.691 0.119 3.740 0.0861
16 2.323 0.112 2.356 0.0817
25 1.465 0.106 1.494 0.0813
35 1.056 0.101 1.077 0.0783
50 0.779 0.101 0.796 0.0779
70 0.540 0.0965 0.550 0.0751
95 0.389 0.0975 0.397 0.0762
120 0.310 0.0939 0.315 0.074
150 0.252 0.0928 0.259 0.0745
185 0.203 0.0908 0.206 0.0742
240 0.155 0.0902 0.159 0.0752
300 0.125 0.0895 0.129 0.075
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
5. PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN
5.1. PENDAHULUAN
Semua bagian aktif dari peralatan listrik harus diisolasi. Jika karena konstruksi atau
letaknya, ada bagian-bagian yang tidak mungkin diisolasi, bagian-bagian ini harus diberi
perlindungan terhadap sentuhan misalnya dengan menggunakan penghalang/rintangan atau
penempatan di luar jangkauan tangan.
84
5.4. ISOLASI GANDA
Keharusan untuk menggunakan tegangan rendah pengaman, tidak berlaku bagi
perkakas tangan yang tidak memiliki bagian-bagian luar dari logam yang bisa menjadi
bertegangan, kalau terjadi kerusakan. Tegangan rendah pengaman juga tidak perlu
digunakan untuk perkakas tangan dengan isolasi ganda [2] (Gambar 5.1). Isolasi ganda
adalah isolasi yang mencakup isolasi dasar dan isolasi suplemen.
85
Gambar 5.2 Transformator pemisah dengan hubung pendek ke bumi pada sirkit
sekunder dan hubung pendek ke BKT perlengkapan listik
86
dilindungi dari bahaya kejut jika penghantar pembumian peralatan menyediakan suatu jalur
paralel yang mempunyai impedansi cukup rendah untuk membatasi arus yang mengalir
melalui tubuh orang tersebut ke suatu harga yang aman.
L
R
T
N
N
tidak dibumikan :
tegangan sentuh VLG
R dibumikan :
tegangan sentuh 0
penghantar
pembumian
Tabel 5.1.
87
5.6.3 BATASAN-BATASAN ARUS DAN PENGARUHNYA PADA MANUSIA [3]
Tabel 5.2
1,2 – 1,6 Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan
88
5.6.4 METODA-METODA PEMBUMIAN PERALATAN
Macam-macam cara pembumian peralatan menurut PUIL 2000 antara lain adalah [1]:
1. Sistem TT
2. Sistem TN
3. Sistem IT
Huruf berikutnya (jika ada): Susunan penghantar netral dan penghantar proteksi
S = fungsi proteksi yang diberikan oleh penghantar yang terpisah dari netral atau dari
saluran yang dibumikan
C = fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal (penghantar
PEN)
5.6.4.1 SISTEM TT
Sistem TT (Gambar 5.4) dilakukan dengan cara:
a. membumikan titik netral sistem listrik di sumbernya; dan
b. membumikan BKT perlengkapan dan BKT instalasi listrik melalui elektroda bumi
yang secara listrik terpisah dari elektroda bumi sumber, sedemikian rupa sehinga
apabila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu
tinggi pada BKT tersebut karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan
bekerjanya alat proteksi.
Catatan: Yang dimaksud dengan sumber adalah generator atau transformator
89
L1
sekunder
transformator
N
L2
L3
terminal
L N E L1 L2 L3 N E konsumen
peralatan
instalasi
Persyaratan
Diasumsikan 50 V sebagai nilai batas tegangan yang aman, maka kondisi berikut ini
harus diepenuhi:
50 50
Rt Rt
Ia atau I n (5.1)
di mana :
Rt = jumlah tahanan elektroda bumi dan penghantar proteksi untuk BKT
perlengkapan dan instalasi listrik ()
Ia = nilai arus yang menyebabkan bekerjanya secara otomatis alat proteksi arus lebih
dalam waktu maksimum 5 detik yang tergantung kepada karakteristik arus vs
waktu dari alat proteksi arus tersebut (A)
In = pengenal arus operasi sisa (rated residual operating current) dalam waktu 1 detik
dari Sakelar Proteksi Arus Sisa (A)
5.6.4.2 SISTEM TN
Sistem TN dilakukan dengn cara menghubungkan semua BKT
perlengkapan/instalasi melalui penghantar proteksi ke titik netral sumber tenaga listrik
yang dibumikan sedemikian rupa sehingga bila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah
bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena terjadinya pemutusan suplai secara
otomatis dengan bekerjanya alat proteksi.
90
Ada tiga jenis sistem TN sesuai dengan susunan penghantar netral dan penghantar
proteksi yaitu sebagai berikut:
a) Sistem TN-S: di mana penghantar netral dan penghantar proteksi terpisah di
seluruh sistem (lihat Gambar 5.6)
b) Sistem TN-C: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam
penghantar tunggal di seluruh sistem (penghantar PEN) (lihat Gambar 5.7)
c) Sistem TN-C-S: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam
penghantar tunggal di sebagian sistem (PEN) dan terpisah di bagian lainnya
(PE + N) (lihat Gambar 5.8)
T
N
PE
penghantar
pengaman
L1
sekunder
transformator
PEN
L2
L3
terminal
L N L1 L2 L3 N konsumen
E E
peralatan
instalasi
91
Gambar 5.8. Sistem TN-C-S
Persyaratan
Jika terjadi gangguan hubung singkat pada suatu tempat dalam instalasi antara
penghantar fasa dengan penghantar proteksi PE atau BKT, maka karakteristik alat proteksi
dan impedansi sirkit harus sedemikian rupa sehingga akan terjadi pemutusan suplai secara
otomatis dalam waktu yang tidak melebihi waktu pemutusan maksimum tersebut pada
Tabel 3.
Untuk itu berlaku persyaratan berikut ini:
Z s xI a U 0 (5.2)
di mana:
Zs = impedansi lingkar gangguan yang terdiri atas impedansi sumber, penghantar fasa
dari sumber sampai ke titik gangguan dan penghantar proteksi PE antara titik
gangguan dan sumber
92
Ia = arus yang menyebabkan operasi pemutusan otomatis alat proteksi arus di dalam
waktu yang dinyatakan dalam Tabel 3 sebagai fungsi tegangan nominal U0, atau
untuk sirkit distribusi, waktu pemutusan konvensional maksimum 5 detik; jika
proteksi dilakukan oleh suatu Sakelar Proteksi Arus Sisa (SPAS), Ia = In.
U0 = tegangan nominal b.b efektif ke bumi (V)
Dalam sistem TN-C, tidak boleh digunakan SPAS. Jika SPAS digunakan dalam sistem
TN-C-S, penghantar PEN tidak boleh digunakan di sisi beban. Hubungan penghantar
proteksi PE ke penghantar PEN harus dibuat di sisi sumber dari SPAS.
Dalam sistem TN, untuk penghantar proteksi PE dan penghantar pembumian
berlakulah persyaratan sebagai berikut:
1. Penghantar Proteksi
a) Untuk penghantar proteksi dengan luas penampang 10 mm2 tembaga, penghantar
tersebut dapat berfungsi rangkap, yaitu sebagai penghantar netral dan sekaligus juga
sebagai penghantar proteksi (disebut penghantar nol), sehingga BKT perlengkapan
dapat dihubungkan melalui penghantar netral tersebut ke rel/terminal proteksi PHB,
sedangkan terminal netral perlengkapan cukup dihubungkan ke BKT perlengkapan.
b) Bila pada bagian instalasi ada penghantar netral < 10 mm2 tembaga, diperlukan
penghantar proteksi tersendiri yang luas penampangnya sama dengan penampang
penghantar netralnya.
c) Jika dalam instalasi terdapat alat-alat khusus (misalnya pemanas air listrik di kamar
mandi, mesin cuci, pompa air), sebaiknya dilakukan pula pembumian penghantar
proteksi alat tersebut (Gambar 5.9).
93
Gambar 5.9
d) Bagi instalasi dari beberapa bangunan, di mana masing-masing bangunan mempunyai
satu atau lebih PHB, maka sekurang-kurangnya satu PHB dari masing-masing
bangunan harus dibumikan lengkap dengan penghantar pembumian dan elektroda
pembumian.
2. Penghantar Pembumian PHB Utama
a) Penghantar pembumian PHB utama harus dari jenis yang terlindung dari gangguan
mekanis berpenampang minimum 6 mm2 tembaga.
b) Jika penghantar fasa saluran masuk pelayanan > 6 mm2 tembaga, maka penampang
penghantar pembumian harus sama dengan penghantar fasa saluran masuk pelayanan
tersebut, tetapi tidak perlu lebih besar dari 50 mm2 tembaga.
c) Agar tahanan pembumian elektroda bumi dapat diukur, hubungan dengan PHB utama
harus dapat dilepas.
d) Semua hubungan pembumian harus diperiksa secara berkala.
94
5.6.4.3 SISTEM IT
Dalam sistem IT, instalasi diisolasi dari bumi atau dihubungkan ke bumi melalui suatu
impedansi yang cukup tinggi. Hubungan ini dapat dibuat pada titik netral sistem maupun
pada suatu titik netral buatan. Titik netral buatan dapat dihubungkan secara langsung ke
bumi jika impedansi urutan nol yang dihasilkan cukup tinggi. Jika tidak ada titik netral
maka penghantar fasa dapat dihubungkan ke bumi melalui suatu impedansi
95
5.6.6 REKOMENDASI SISTEM TT, TN dan IT
Proteksi
tambahan Alat proteksi
Jenis sistem Alat proteksi untuk
terhadap untuk bahaya Rekomendasi Contoh penerapan
Pembumian sentuh tak langsung saja
sentuh kebakaran saja
langsung
1. Sistem TT SPAS 30 mA SPAS 300 mA SPAS 500 mA Bila proteksinya lengkap, Semua bangunan
direkomendasikan untuk instalasi perkantoran dan industri
dengan resiko bahaya dan yang memerlukan instalasi
gangguan paling kecil, termasuk yang handal, termasuk
masalah kesesuaian elektromagnet gedung pintar dan industri
(KEM atau EMC) computer, elektronik,
telekomunikasi
2. Sistem TN-S SPAS 30 mA APAL atau SPAS 0,4 SPAS 500 Seperti sistem TT Seperti sistem TT
detik mA
3. Sistem TN-C Tidak bisa APAL 0,4 detik Tidak bisa Direkomendasikan hanya untuk
instalasi sederhana dengan resiko
terbesar, termasuk bahaya
kebakaran dan masalah KEM.
Dilarang dipasang pada lokasi
dengan resiko ledak dan resiko
kebakaran tinggi.
4. Sistem TN- SPAS 30 mA APAL atau SPAS 0,4 SPAS 500 mA Bila proteksinya lengkap, hanya Untuk rumah tangga,
C-S detik tidak direkomendasikan untuk industri dan perkantoran
instalasi yang peka terhadap yang tidak peka terhadap
masalah KEM masalah KEM
5. Sistem IT SPAS 30 mA Alat monitor isolasi, SPAS 500 mA Direkomendasikan jika kontinuitas Untuk ruang khusus di
APAL atau SPAS 0,4 suplai menjadi kebutuhan utama rumah sakit, dan industri
detik (untuk gangguan atau perkantoran khusus
kedua)
96
Keterangan:
a) SPAS : Sakelar Proteksi Arus Sisa; APAL : Alat Proteksi Arus Lebih
b) Untuk proteksi dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat proteksi, maka perlu
diperhatikan koordinasinya.
h = 0,5 - 1m
d
600
97
di mana :
RP = tahanan pembumian elektroda bumi ()
= tahanan jenis tanah (.m)
d = diameter elektroda
h, l, dan D seperti didefinisikan pada Gambar 5.10.
2. Elektroda Batang
Elektroda batang ini dapat dibuat dari pipa besi, baja profil, batang tembaga, atau
batang logam lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 5.11. Ukuran minimum dari berbagai elektroda batang adalah :
a) pipa baja 25 mm
b) pipa baja 15 mm dilapisi tembaga setebal 2,5 mm
Jika sebuah elektroda batang tidak cukup untuk memperoleh tahanan pembumian
yang diinginkan, dapat digunakan beberapa elektroda dimana jarak antara elektroda
tersebut minimum harus dua kali panjangnya.
98
3. Elektroda Pelat
Elektroda ini terbuat dari pelat besi dengan ukuran minimum tebal 3 mm, luas 0,5
m2 – 1 m2, atau pelat tembaga tebal 2 mm, luas 0,5 m2 – 1 m2, yang ditanam secara vertikal
dengan sisi atas 1 m di bawah permukaan tanah seperti yang ditunjukkan seperti Gambar
5.12.
99
mm dan ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1,5 m. Tahanan pembumian elektroda bantu
tidak boleh melebihi 800 .
R
M
3
S
penghantar pengaman
U>
Gambar 5.13. Instalasi pengamanan dengan SPTB pada sebuah motor listrik
N
12 A
N
arus gangguan
tanah 2A
100
Jika kedua hal di atas dibiarkan terus berlangsung lama akan dapat menimbulkan
bahaya. Oleh sebab itu untuk mencegah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi
jika terjadi kegagalan isolasi digunakan saklar proteksi arus sisa (SPAS). SPAS berfungsi
untuk mendeteksi arus sisa yang timbul dan jika melebihi nilai tertentu, secara otomatis
SPAS memutuskan sirkit (termasuk penghantar netralnya) dalam waktu tidak lebih dari
0,05 detik (Gambar 5.15).
Prinsip kerja SPAS dapat dijelaskan melalui Gambar 5.16. SPAS membandingkan
antara arus pada penghantar fasa dengan penghantar netral. Perbedaannya menunjukkan
adanya arus gangguan tanah atau arus bocor tanah.
S
P P
A
MC
TS
ke beban
TC
Suplai MW
SC N
N
R
PE PE
101
Kumparan utama terdiri dari dua kumparan yang identik yang digulung dalam arah
yang berlawanan pada suatu rangkaian magnetik sehingga masing-masing kumparan
mempunyai ampere-turns yang sama tapi berlawanan tanda. Jika arus fasa dan netral
adalah sama, tidak dihasilkan fluks magnetik. Tetapi sebaliknya, jika terjadi gangguan
tanah, arus fasa akan bertambah sehingga ampere-turns pada kumparan fasa lebih besar
dari kumparan netral sehingga akan membangkitkan fluks magnetik pada inti atau
rangkaian magnetik. Hal ini akan menginduksikan suatu emf pada search coil sehingga
dapat mengoperasikan kumparan trip untuk membuka kontak-kontak utama sakelar S.
Rating dari SPAS adalah perbedaan diantara arus fasa dan netral pada besaran
mana alat tersebut akan trip. SPAS tidak boleh dipasang pada instalasi dengan sistem TN-
C.
102
6. PERANCANGAN INSTALASI LISTRIK
103
d. Gambar rinci yang meliputi:
1) Perkiraan ukuran fisik PHB;
2) Cara pemasangan perlengkapan listrik;
3) Cara pemasangan kabel
4) Cara kerja instalasi kendali
h. Perkiraan biaya
104
6.3 KEBUTUHAN MAKSIMUM SIRKIT AKHIR
Pada umumnya, kebutuhan maksimum suatu sirkit akhir dianggap sama dengan
beban penuh tersambung. Dalam menghitung beban tersambung, besaran-besaran di bawah
ini dapat digunakan:
a. Kebutuhan maksimum untuk fitting lampu dan kotak kontak :
Lampu pijar 60 W 60 VA
Lampu pijar 60 W VA sesungguhnya
Lampu TL VA sesungguhnya
Kotak kontak biasa 16 A 200 VA
Kotak kontak khusus VA sesungguhnya
b. Kebutuhan maksimum dari sirkit yang dihubungkan hanya dengan satu
perlengkapan ditentukan sebesar arus beban penuh yang sesungguhnya dari
perlengkapan tersebut.
c. Perlengkapan yang saling berkaitan kebutuhan maksimum terbesar yang
didapat dari berbagai kombinasi yang ada.
d. Kotak kontak dengan arus nominal 16 A arus nominal seperti yang tertera
pada kotak kontak tersebut.
105
2. Semua penghantar fasa harus mempunyai KHA sekurang-kurangnya = besar arus
yang akan mengalirinya.
3. KHA penghantar netral adalah sebagai berikut :
a. Untuk saluran satu fasa :
KHA penghantar netral = KHA penghantar fasa
b. Untuk saluran tiga fasa :
KHA penghantar netralnya harus tidak kurang dari arus maksimum yang
mungkin timbul dalam keadaan beban tidak seimbang,
KHA penghantar netral dari sirkit utama konsumen di mana menggunakan
sistem pembumian netral banyak ( multiple earthed neutral ) digunakan
tidak boleh lebih kecil dari 33,3 % dari KHA penghantar fasa terkait,
Jika sirkit utama, sirkit cabang atau sirkit akhir tiga fasa menyuplai beban
yang bagian terbesar daripadanya tersambung antara penghantar fasa dan
netral, maka KHA penghantar netral tidak boleh kurang dari:
a. KHA penghantar fasa terbesar bilamana penghantar itu mempunyai
KHA tidak lebih dari 100 A,
b. 100 A jika penghantar fasa terbesar mempunyai KHA lebih dari 100 A
tetapi tidak lebih dari 200 A,
c. Setengah daripada penghantar fasa terbesar, bilamana penghantar itu
mempunyai KHA lebih dari 200 A.
Jika penghantar fasa yang lebih besar dipasang dalam sirkit utama
konsumen, sirkit cabang atau sirkit akhir karena kepentingan susut
tegangan, maka KHA dari penghantar netral tidak perlu lebih dari setengah
penghantar fasa yang lebih besar, asalkan KHAnya tidak kurang dari yang
ditentukan semula.
c Sirkit penerangan luah:
Jika sirkit utama konsumen, sirkit cabang atau sirkit akhir penyuplai suatu
beban penerangan luah yang besar, maka harmonik ke tiga dan yang lebih
tinggi yang dibangkitkan dalam perlengkapan penerangan harus ditambahkan
pada beban tidak seimbang maksimum untuk menentukan arus yang dialirkan
dalam penghantar netral. Untuk keperluan ini harmonik ke tiga dan yang lebih
tinggi dalam penghantar netral harus diambil sebesar 100 % dari penerangan
luah tertinggi, termasuk lampu TL, pada setiap fasa.
106
4. Sebuah penghantar netral tidak boleh digunakan untuk dua atau lebih sirkit akhir
yang berasal dari satu fasa yang sama.
Sirkit Cabang : sirkit keluar dari PHB atau panel yang dilindungi oleh pengaman lebur
dan atau pemutus daya, dan yang menghubungkannya ke PHB atau panel yang lain.
Penentuan kebutuhan maksimum pada sirkit suplai dan cabang dapat ditentukan
dengan salah satu cara berikut ini :
a. Dengan perhitungan
b. Dengan penaksiran
c. Dengan pengukuran dan pembatasan
A. Dengan perhitungan
1. Instalasi rumah tinggal dan bangunan rumah petak;
2. Hotel, rumah sewa, rumah sakit, asrama;
3. Pabrik, toko, warung, kantor dan kompleks perdagangan ;
4. Lift;
5. Instalasi pompa bahan bakar;
6. Mesin las
107
B. Dengan penaksiran
Instansi yang berwenang dapat menentukan kebutuhan maksimum suatu instalasi
dengan penaksiran.
108
BEBAN TERPASANG (VA)
UKURAN KABEL
R S T
10
VI-7
7. INSTALASI MOTOR LISTRIK PADA INDUSTRI
(MOTOR INDUKSI ROTOR SANGKAR)
110
Gambar 7.1
Arah putaran motor listrik menurut standar MEE (Masyarakat Ekonomi Eropah) :
arah putaran sebuah motor, dilihat menghadap sisi puli porosnya seperti ditunjukkan dalam
Gambar 7.2, akan ke kanan kalau terminal U dihubungkan ke fasa R, terminal V ke fasa S
dan terminal W ke fasa T. Untuk motor-motor dengan kaki yang kotak terminalnya harus
berada di sebelah kiri, rumah motornya dibalik. Karena itu kalau dihubungkan dengan
urutan fasa U-R, V-S, dan W-T, motornya akan berputar ke kiri jika dilihat menghadap sisi
pulinya.
puli (pulley) U V W
terminal
R S T
suplai
Gambar 7.2
111
7.2. HUBUNGAN KUMPARAN MOTOR
Identifikasi hubungan kumparan motor menurut standar IEC 34-8 antara lain adalah
sebagai berikut :
A. 1 kecepatan – 1 kumparan
U1 V1 W1
U V W
U1 V1 W1
W2 U2 V2
W2 U2 V2
Gambar 7.4
112
B. 2 kecepatan – 2 kumparan terpisah
L1 L2 L3 L1 L2 L3
1U 2U
1U 1V 1W
1 2
2U 2V 2W
1W 1V 2W 2V
L1 L2 L3 L1 L2 L3
1V 2V
1U 1V 1W 2U 2V
2U 2V 2W 2W
1W 1U 2U 2W
113
Gambar 7.7
114
kapasitas pemutusan arus besar dibandingkan dengan saklar konvensional yang terdiri dari
kombinasi saklar pisau dan sekring, ia secara luas dipergunakan sebagai pemutus daya
untuk panel distribusi dan kontrol dari peralatan listrik pada suatu bangunan, mesin
industri dan sebagainya.
Pemutus daya untuk tegangan rendah ( 600 volt atau kurang ) dibuat dengan
merek: Moulded Case Circuit Breaker, Fuse Free Breaker, dan No Fuse Breaker. Pemutus
daya dapat dikelompokkan sebagai tipe elektromagnetik termal dan tipe elektromagnetik
penuh. Rating arus nominal MCCB (dalam ampere) adalah sebagai berikut: 10 ; 15 ; 20 ;
30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 75 ; 100 ; 125 ; 150 ; 175 ; 200 ; 225 ; 250 ; 300 ; 350 ; 400 ; 500; 600;
700 ; 800 A. Contoh karakteristik arus-waktu dari sebuah MCCB ditunjukkan pada
Gambar 7.6.
inverse time-delay
trip
waktu kerja
instantaneous
trip
A
arus
115
Elemen-elemen dwilogam ini dapat dipanaskan secara langsung atau secara
tidak langsung. Pada pemanasan langsung arus mengalir melalui elemen dwilogam
sedangkan pada pemanasan tidak langsung arus mengalir melalui kawat tahanan yang
dililitkan pada elemen dwilogam. Cara yang terakhir ini digunakan untuk arus-arus kecil.
Wiring diagram thermal overload relay ditunjukkan pada Gambar 7.9.
95 ( COMMON )
96 ( NC )
98 (NO)
(a)
116
(b)
(c)
Gambar 7.10 Berbagai macam Push-button switch
117
Gambar 7.12 Proximity switch
2 4 6 12 14 a b
coil (kumparan)
auxilary contact
main contact
118
Gambar 7.14
Dengan menggunakan magnetic contactor:
memungkinkan beberapa operasi motor listrik atau peralatan listrik lainnya
dilaksanakan dari satu atau lebih tempat,
rangkaian kontrol dapat diinterlock untuk mencegah kesalahan dan bahaya operasi,
peralatan kontrol dapat dipasang pada tempat yang jauh,
kontrol otomatis dan semi otomatis dapat dilakukan.
Untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan penggunaan magnetic
contactor yang sesuai untuk berbagai macam dan jenis pekerjaan untuk beban resistif
maupun motor listrik dapat diketahui dari Utilization category yang terdapat pada katalog
yang diterbitkan oleh pabrik pembuat magnetic contactor tersebut. Utilization category
yang dimaksud adalah:
AC 1 : Non inductive loads (resistive load)
AC 2 : Starting, plugging (slip ring motor)
AC 3 : Starting, stopping (squirrel cage motor)
AC 4 : Starting, plugging, inching (squirrel cage motor)
119
Utilization category AC 3 merupakan kategori untuk standard duty sedangkan AC
2, dan AC 4 merupakan kategori heavy duty. Disamping itu, hal lain yang menjadi dasar
dari pemilihan magnetic contactor antara lain adalah :
rated operating current ( Ie )
tegangan nominal kumparan
jumlah auxiliary contact
Rele Kendali
4 5
3 6
2 7
1 8
coil
Gambar 7.15
Gambar 7.16
120
7.3.2.2 Time Delay Relay
Prinsip kerja dan kegunaan dari time delay relay mirip dengan rele kontrol,
bedanya kontak-kontak time delay relay tidak langsung bekerja ketika kumparannya diberi
tegangan melainkan tertunda kerjanya sesuai dengan setelan waktunya. Wiring diagram
time delay relay ditunjukkan pada Gambar 7.17.
4 5
3 6
2 7 ON
DELAY
1 8 OFF
DELAY
coil
Gambar 7.17
Tabel 7.1
121
7.4.1. PENGASUTAN LANGSUNG (DIRECT ON-LINE STARTING)
Dengan metoda pengasutan langsung, tegangan penuh disuplai ke motor segera
setelah tombol “start” ditekan. Pengasutan langsung banyak digunakan untuk motor-motor
rotor sangkar. Cara ini sederhana, murah dan memberi kopel asut yang baik. Akan tetapi
sewaktu terjadi proses pengasutan akan timbul arus asut sebesar 5 sampai 6 kali arus beban
penuh motor. Karena itu banyak digunakan, kalau arus asutnya yang tinggi tidak
menimbulkan gangguan bagi jaringan suplai. Selain itu, kejutan mekanis yang disebabkan
oleh gaya-gaya percepatan yang timbul, juga tidak boleh menimbulkan gangguan bagi
mesin yang digunakan.
R
M
S
~
T
MCCB MC OLR
N
START
OLR STOP
MC
MC
4 MCCB 3 MC 3 OLR 4
KW
M IFL
Ie = IFL
di mana : IFL = arus beban penuh motor; Ie = rated operational current dari magnetic
contactor; IN = arus nominal MCCB
Untuk jarak jauh perlu diperhitungkan ukuran penghantar berdasarkan susut
tegangan di samping ketentuan di atas.
122
Gambarr 7.19
START Y
OLR STOP
M
M M
T
Y
M, Y, = MAGNETIC CONTACTOR Y
T = TIME DELAY RELAY
a. Diagram Skematik
MOTOR
MC-
3
Ie = 0,35 x IFL
Ie = 0,6 x IFL
IN = 2,5 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)
124
Gambar 7.21
Tabel 7.2
Sadapan
50 % 65 % 80 %
Tegangan pada motor 50 % 65 % 80 %
Arus asut 50 % 65 % 80 %
Kopel asut 25 % 42,2 % 64 %
125
MC-R
M
~
OLR
MCCB MC-S
S
80% 50%
T
65%
REAKTOR
ON
N OFF
OLR
S
S
T
T
R
a. Diagram Skematik
MC-R Ie = IFL
MOTOR
MCCB OLR
REAKTOR
MC-S
M IFL
IN = 2,5 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)
126
dihubungkan langsung dengan jaringan. Autotransformer yang digunakan biasanya
memiliki beberapa titik sadap yaitu di kira-kira 50 %, 65 % dan 80 % dari tegangan suplai.
Karakteristik pengasutannya diperlihatkan dalam Tabel 7.3 berikut.
Tabel 7.3
Sadapan
50 % 65 % 80 %
Tegangan pada motor 50 % 65 % 80 %
Arus asut 25 % 42,2 % 64 %
Kopel asut 25 % 42,2 % 64 %
MC-R OLR
M
~
MCB R T
OLR
N N
OFF ON
N
S
S
T
T N
R
a. Diagram Skematik
127
MS-C Ie = 0,64 x IFL
MC-S MC-R MC-N Ie = 0,25 x IFL
(1-a)E
MC-R Ie = IFL
Setelan OLR IFL
KHA Penghantar = 1,25 x IFL
E Arus nominal MCCB = 2 x IFL
(FUSE IN = 4 x IFL)
aE
M IFL
MC-N
b. Rangkaian ekivalen
Gambar 7.23
Gambar 7.24
128
b) dengan INVERTER
c) dengan kopling arus pusar
d) dengan soft starter
Dalam pemilihan komponen-komponen pengaman, pengendali dan penghantar untuk
instalasi motor-motor induksi dengan putaran yang dapat diatur, dilakukan dengan cara
yang sama dengan instalasi motor yang diasut secara langsung (direct on line, dol).
c. Contoh Pemakaian
Rangkaian cabang motor dengan tegangan kerja 220/380 V menyuplai motor
berikut (perhatikan Gambar 15):
1. Motor sangkar dengan pengasutan Y-, arus nominal beban penuh 42 A.
2. Motor sangkar dengan pengasutan autotransformator, arus nominal beban
penuh 54 A.
3. Motor rotor lilit (2 unit) masing-masing dengan arus nominal beban penuh 68
A.
Masing-masing motor diamankan terhadap hubung singkat dengan pemutus daya.
Tentukan :
1). KHA penghantar masing-masing rangkaian.
2. Arus nominal pemutus daya pada masing-masing rangkaian.
129
Penyelesaian:
KHA : 85 + 54 + 42 = 181 A
KHA = 85 A
2,5 x 42 A 2 x 54 A 1,5 x 68 A
Arus Nominal
= 105 A = 108 A = 102 A
M1 M2 M3 M4
Gambar 7.25
130
LAMPIRAN 1
131
LAMPIRAN 2
132
e) Motor berjalan pada satu fasa
f) Beban terlalu berat
g) Kumparan terhubung singkat atau dibumikan
N R
FOR
5 6 7
F
1 2 3 4 R 8
MCB OLR STOP F LS-1
REV
R
R F LS-2
133
134
135
v
136
137
138
DAFTAR PUSTAKA
Bandung, 1985
2. Setiawan, E., Harten, “Instalasi Listrik Arus Kuat”, jilid II, Binacipta,
Bandung, 1985
3. Setiawan, E., Harten, “Instalasi Listrik Arus Kuat”, jilid III, Binacipta,
Bandung, 1985
139