Disusun Oleh :
Sunarto, ST., M.Eng
NIP : 196212201988031003
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa, penyusun telah
berhasil menyelesaikan penyusunan bahan ajar berbasis kompetensi dengan judul :
PROTEKSI SISTEM TENAGA
Bahan ajar ini merupakan salah satu komponen dari mata kuliah Proteksi Sistem Tenaga
dengan kode mata kuliah KBEL3043 diberikan pada semester 5 (lima) pada Program
Diploma III Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri
Bandung. Materi yang diberikan pada bahan ajar ini merupakan dasar bagi mata kuliah
yang berkaitan dengan Proteksi Sistem Tenaga.
Penyusunan bahan ajar dilakukan melalui pendekatan penyusunan materi berbasis
kompetensi (competency based) sehingga kemampuan yang hendak dicapai, baik untuk
setiap sub pokok bahasan, pokok bahasan maupun mata kuliah disesuaikan dengan
kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa, sebagaimana yang tertera dalam
kurikulum maupun dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) sehingga
diharapkan setiap perkuliahan dapat terukur dengan baik.
Dengan digunakannya bahan ajar ini, semoga dapat bermanfaat dan dapat membantu
memudahkan pembaca umum dan mahasiswa khususnya dalam mencapai tujuan mata
kuliah seperti yang tertera dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yaitu
memiliki pengetahuan dasar tentang Proteksi Sistem Tenaga. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat serta membantu sehingga
terselesaikannya bahan ajar ini.
Bandung, 30 November 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Kelas CT pengukuran ............................................................................ 20
Tabel 1.2 Kelas CT proteksi ................................................................................. 20
Tabel 3.1 Arus leleh (arus lebur) fuse link tipe K ................................................ 38
Tabel 3.2 Arus leleh (arus lebur) fuse link tipe T .................................................. 39
Tabel 3.3 Tipe dan rating fuse link yang diproduksi ............................................. 40
Tabel 3.4 Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan (expulsion) .... 43
Tabel 4.1 Contoh rating fuse trafo distribusi 11 kV ............................................... 56
Tabel 4.2 Jenis proteksi pada transformator tenaga ................................................ 57
Tabel 6.1 Koordinasi proteksi antar FCO ............................................................... 89
Tabel 6.2 Koordinasi proteksi antar fuse link tipe T dengan fuse link tipe T .......... 89
Tabel 6.3 Koordinasi proteksi antar fuse link tipe K dengan fuse link tipe K .......... 90
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Komponen peralatan pada sistem pengaman .......................................... 5
Gambar 1.2 Kurva B-H transformator arus untuk proteksi dan pengukuran ........... 15
Gambar 1.3 Trafo arus dengan rangkaian primer seri dan primer paralel .................. 16
Gambar 1.4 Sekunder CT ditap ................................................................................. 16
Gambar 1.5 Primer dan sekunder CT ditap .............................................................. 17
Gambar 1.6 Sekunder CT ditap dengan multi rasio .................................................. 17
Gambar 1.7 CT dengan 2 lilitan sekunder ................................................................ 18
Gambar 1.8 CT dengan 2 lilitan primer dan 2 lilitan sekunder ................................ 19
Gambar 1.9 Trafo tegangan induktif ........................................................................ 21
Gambar 1.10 Trafo tegangan kapasitif ....................................................................... 22
Gambar 1.11 Hubungan trafo tegangan ..................................................................... 23
Gambar 1.12 Trafo tegangan dengan 2 lilitan sekunder ............................................ 24
Gambar 1.13 Hubungan open delta atau V ................................................................ 24
Gambar 1.14 Hubungan fasa ke tanah ........................................................................ 25
Gambar 2.1 Proteksi dengan karakteristik waktu kerja seketika ................................. 29
Gambar 2.2 Proteksi dengan karakteristik waktu kerja tertentu ................................. 30
Gambar 2.3 Proteksi dengan karakteristik waktu kerja terbalik ................................ 31
Gambar 2.4 Karakteristik IDMT ................................................................................ 33
Gambar 3.1 FCO jenis expulsion .............................................................................. 36
Gambar 3.2 FCO tipe open link ................................................................................ 37
Gambar 3.3 Cara kerja autorecloser .......................................................................... 45
Gambar 3.4 Pemasangan LBS pada rangkaian paralel ............................................. 46
Gambar 3.5 LBS digunakan sebagai sectionaliser .................................................... 46
Gambar 4.1 Konstruksi bagian dalam relai bucholz ................................................. 50
Gambar 4.2 Rangkaian relai suhu ............................................................................. 52
Gambar 4.3 Gmabar diagram satu garis pengawatan relai diferensial ...................... 53
Gambar 4.4 Relai tanki tanah ................................................................................... 53
Gambar 4.5 Relai arus lebih ..................................................................................... 54
Gambar 4.6 Relai gangguan tanah (GFR) ................................................................ 54
Gambar 4.7 Relai gangguan tanah terbatas (REF) .................................................. 55
Gambar 4.8 Arrester pada transformator ................................................................. 56
Gambar 5.1 Bagan generator dengan penggerak dan medan penguat ..................... 58
Gambar 5.2 Perlindungan generator terhadap sambaran petir ................................ 59
Gambar 5.3 Relai diferensial sebagai pengaman generator .................................... 60
Gambar 5.4 Pengaman gangguan tanah pada generator .......................................... 61
Gambar 6.1 Diagram satu garis sistem radial ......................................................... 67
Gambar 6.2 Diagram satu garis sistem subtransmisi .............................................
70
Gambar 6.3 Diagram satu garis sistem radial dengan sumber dari satu sisi ........
71
Gambar 6.4 Sistem radia dua bus ........................................................................... 72
Gambar 6.5 Penyetelan waktu pada relai arus lebih jenis definite ........................
73
Gambar 6.6 Penyetelan waktu pada relai arus lebih jenis invers ............................. 74
Gambar 6.7 Sistem radial dengan sumber dari satu sisi .......................................... 75
BAB I
GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK
DAN PERALATAN PROTEKSI
1.1 Jenis Gangguan Pada sistem Tenaga Listrik
Jenis gangguan utama dalam saluran distribusi tenaga listrik adalah gangguan hubung
singkat. Gangguan hubung singkat ini terjadi sebagai akibat dari tembusnya bahan isolasi,
kesalahan teknis, polusi debu, dan pengaruh alam di sekitar saluran distribusi tenaga listrik,
sehingga ada arus yang mengalir dari fasa ke tanah atau antar fasa. Jaringan distribusi
berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke pelanggan. Untuk keandalan pelayanan
penyaluran tenaga listrik ke pelanggan maka jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan
alat pengaman.
Bila ditinjau dari segi lamanya waktu gangguan, maka gangguan pada saluran distribusi
tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Untuk gangguan temporer (gangguan sementara) ditandai dengan normalnya kerja sistem
setelah pengaman dimasukkan (menutup) kembali. Sedangkan gangguan permanen
(gangguan stationer) ditandai dengan jatuhnya pengaman setelah dimasukkan kembali, dan
biasanya dilakukan sampai tiga kali. Pada gangguan permanen, pengaman bisa bekerja
normal kembali setelah gangguan tersebut bisa diatasi. Sedangkan gangguan yang bersifat
temporer, penyebab gangguan akan hilang dengan sendirinya setelah pengaman jatuh/trip.
Gangguan yang bersifat permanen bisa disebabkan karena adanya kerusakan pada peralatan
sistem tenaga listrik, sehingga gangguan ini baru bisa diatasi setelah kerusakan pada
peralatan tersebut sudah diperbaiki. Gangguan temporer yang terjadi berulang-ulang dapat
menyebabkan timbulnya kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik dan hal ini dapat
1
pula menimbulkan gangguan yang bersifat permanen sebagai akibat adanya kerusakan
peralatan tersebut.
Ditinjau dari macam gangguannya, maka gangguan hubung singkat dapat dibedakan
menjadi
a. Gangguan hubung singkat tiga fasa.
b. Gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah.
c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.
d. Gangguan hubung singkat antar fasa ( dua fasa ).
Dari empat jenis gangguan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok gangguan,
yaitu :
a. Gangguan hubung singkat simetris.
b. Gangguan hubung singkat tidak simetris.
Yang termasuk dalam gangguan hubung singkat simetris adalah gangguan hubung
singkat tiga fasa, sedangkan gangguan yang lainnya termasuk gangguan hubung singkat
tidak simetris.
Gangguan hubung singkat akan mengakibatkan arus lebih pada fasa yang teganggu,
dimana arus gangguan tersebut mempunyai harga yang jauh lebih besar dari rating arus
maksimum
yang diijinkan pada peralatan. Arus hubung singkat ini dapat mengakibatkan
kerusakan pada peralatan sistem tenaga listrik jika pengaman tidak segera bekerja.
Gangguan-gangguan yang lain jika terjadi berulang-ulang bisa mengakibatkan terjadinya
kerusakan isolasi maupun peralatan pada sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik dan
hal ini akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya hubung singkat.
Faktor Penyebab Gangguan
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi dan
distribusi tenaga listrik antara lain :
a. Surja Petir.
Mengingat saluran transmisi dan distribusi tersebar luas dan panjang membentang
serta beroperasi pada kondisi tempat yang cuacanya berbeda-beda, maka
kemungkinan terjadinya gangguan yang disebabkan oleh petir besar sekali, terutama
pada musim hujan. Gangguan yang disebabkan oleh petir ini sangat berbahaya
karena dapat merusak isolasi peralatan.
b. Surja Hubung.
Ynag dimaksud dengan surja hubung adalah kenaikan tegangan pada saat
dilangsungkan pemutusan arus oleh PMT. Kenaikan tegangan yang disebabkan oleh
adanya gangguan surja hubung ini dapat merusak isolasi peralatan.
c. Polusi Debu.
Debu-debu yang menempel pada isolator, bila udara lembab maka debu tersebut
merupakan konduktor yang dapat menyebabkan terjadinya loncatan bunga api yang
pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan hubung singkat fasa ke tanah.
d. Adanya pohon-pohon yang tidak terawat.
Pohon-pohon yang dekat dengan saluran transmisi dan distribusi bila tidak terawat
dan rantingnya masuk ke daerah bebas saluran transmisi dan distribusi, hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan hubung singkat fasa ke tanah.
e. Isolator yang rusak.
Isolator yang rusak karena sambaran petir atau karena usia yang sudah tua bisa
menyebabkan terjadinya gangguan hubung singkat antar fasa atau gangguan hubung
singkata dari fasa ke tanah.
f. Daun-daun/sampah yang menempel pada Isolator.
Daun-daun/sampah yang terbang terbawa angin dan kemudian menempel pada
isolator akan mengakibatkan jarak bebas berkurang sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya loncatan bunga api. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
hubung singkat antar fasa atau gangguan hubung singkat dari fasa ke tanah.
bekerja sehingga kontak relai menutup dan menghubungkan Triping coil dengan batere
kemudian Circuit Breaker membuka.
gangguan) atau tidak normal (terjadi gangguan) yang dilengkapi dengan alat pemadam
busur api.
Dalam keadaan tidak normal ( terjadi gangguan ) CB adalah merupakan saklar otomatis
yang dapat memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian yang tidak terganggu,
dimana untuk mengerjakan/mengoperasikan CB dalam keadaan tidak normal ini umumnya
digunakan suatu rangkaian trip ( tripping coil ) yang mendapat sinyal dari suatu rangkaian
relai pengaman.
Pemutus tenaga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dalam keadaan tertutup harus sanggup dialiri arus beban penuh untuk waktu-waktu
yang panjang.
b. Bila dikehendaki CB harus dapat membuka dalam keadaan berbeban tau bila
sedikit terjadi beban lebih.
c. Harus dapat memutus secara cepat arus beban yang mungkin mengalir bila terjadi
gangguan hubung singkat.
d. Bila kontak dalam keadaan terbuka, celah ( celah udara ) harus tahan terhadap
tegangan rangkaian.
e. Untuk membebaskan gangguan dari sistem, maka kalau ada gangguan harus segera
reclosing ( menutup kembali ) dan reopening ( membuka kembali ).
f. Harus tahan terhadap arus hubung singkat untuk beberapa saat sampai gangguan
dibebaskan oleh peralatan pengaman lainnya yang lebih dekat dengan titik
gangguan.
g. Harus dapat memutuskan arus yang sangat kecil, seperti arus magnetisasi
transformator daya atau saluran yang sifatnya induktif atau kapasitif.
h. Harus tahan terhadap efek pembusuran pada kontak-kontaknya,
gaya
elektrodinamis dan panas yang timbul pada waktu terjadi hubung singkat.
Jenis PMT pada umumnya dibedakan berdasarkan cara dan bahan yang dipakai untuk
memadamkan busur api yang terjadi di antara kontak-kontak PMT pada waktu kontakkontak tersebut mulai membuka karena adanya gangguan.
Jenis-jenis PMT adalah sebagai berikut :
a. Air Circuit Breaker.
b. Oil Circuit Breaker.
c. Minimum Oil Circuit Breaker.
d. Air Blast Circuit Breaker.
e. Sulphur Hexafouride Circuit Breaker ( SF6 CB ).
f. Vacum Circuit Breaker.
6
d. Elemen-elemen dari rating tertentu tidak dapat digunakan untuk rating yang
lain.
e. Menimbulkan suara ledakan yang cukup keras.
C. Minimum Oil Circuit Breaker.
Pada CB jenis ini minyak hanya digunakan sebagai bahan pemadam busur api saja. Karena
bagian dari tangki CB ini merupakan bahan yang terbuat dari keramik atau porselin sebagai
bahan isolasi dengan ukuran relatif kecil, maka CB jenis ini biasanya disebut Porselin
Circuit Breaker ( PCB ).
Rating tegangan ( KV ) CB jenis ini dalah sebagai berikut :
3,6 KV; 7,2 KV; 12 KV; 36 KV; 72,5 KV; 145 KV; 245 KV; 420 KV.
Prinsip pemadaman busur api di sini adalah sebagai berikut : dengan terjadinya
penyemprotan minyak dielektrik yang disebabkan oleh aksi dari piston pada permukaan
kontak. Peralatan piston ini bekerja karena pergerakan moving contact sehingga menekan
minyak yang ada di dalam silinder. Dan tekanan minyak di dalam silinder ini yang
menyebabkan semprotan pada permukaan kontak.
D. Air Blast Circuit Breaker.
Rating tegangan CB jenis ini : 11 KV 11.000 KV. Air Blast Circuit Breaker merupakan
suatu unit kompresor untuk mempertahankan tekanan udara di dalam tangki penyimpanan
udara, ini merupakan kekuatan dielektrik yang lebih kuat pada tekanan atmosphere.
Keuntungan dari Air Blast Circuit Breaker adalah sebagai berikut :
a. Bekerja dengan kecepatan tinggi.
b. Bersih dan tidak mempunyai gas yang mudah terbakar.
c. Sesuai untuk penggunaan yang berulang-ulang karena udara bersih selalu
tersedia setiap saat.
Kerugian Air Blast Circuit Breaker adalah sebagai berikut :
a. Karena menggunakan perlengkapan tambahan seperti kompresor, berarti
membutuhkan ruangan yang lebih luas.
b. Perlu alat peredam suara untuk penggunaan pada tegangan tinggi.
E. Sulphur Hexafluoride Circuit Breaker ( SF6 CB ).
Gas SF6 merupakan gas berat yang mempunyai sifat dielektrik yang baik sekali serta
mempunyai sifat memadamkan busur api. Rating tegangan CB jenis ini adalah sebagai
berikut : 3,6 KV 760 KV.
8
Prinsip pemadaman busur api pada CB jenis ini adalah sebagai berikut : Gas SF6 yang
ditiupkan sepanjang busur api akan menjadi gas yang akan mengambil panas dari busur api
tersebut, sehingga berakibat dengan mengecilnya diameter dari busur api dan akhirnya
padam.
F. Vacum Circuit Breaker.
Pada dasarnya kerja dari CB jenis ini juga sama dengan jenis lainnya hanya ruang kontak
dimana terjadi busur api merupakan ruangan hampa udara yang tinggi sehingga peralatan
dari CB jenis ini dilengkapi dengan seal penyekat udara untuk mencegah kebocoran.
Keuntungan dari CB jenis ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat beroperasi lama sekali samapai beratus-ratus operasi pada keadaan
hubung singkat.
b. Tidak mengeluarkan suara ledakan yang keras.
c. Proses pemadamannya cepat sekali.
d. Tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus.
hubung singkat dan kemudian membuka kembali. PMT biasanya dipasang pada generator,
trafo daya, saluran transmisi, saluran distribusi dan sebagainya supaya masing-masing
bagian sistem dapat dipisahkan sedemikian rupa sehingga sistem lainnya tetap beroperasi
secara normal.
Pada sistem tegangan menengah dan tegangan rendah adakalanya sekering digunakan
sebagai relai dan pemutus tenaga bersamaan. Disamping tugas di atas, relai juga berfungsi
menunjukkan lokasi dan macam gangguannya. Dengan data tersebut memudahkan analisa
dari gangguannya. Dalam beberapa hal relai hanya memberi tanda adanya gangguan atau
kerusakan, jika dipandang gangguan atau kerusakan tersebut tidak segera membahayakan.
Dari uraian di atas maka relai pengaman pada sistem tenaga listrik berfungsi untuk :
a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat
beroperasi secara normal.
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem yang
terganggu.
c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang tidak
terganggu di dalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya gangguan.
d. Memperkecil bahaya bagi manusia.
Sistem pengaman yang baik harus mampu :
1. Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain
2. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan
3. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaaan
4. Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan
5. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan
6. Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan
Syarat-syarat Relai Proteksi
10
11
12
transien yang disebabkan oleh surja petir, dalam hal ini arrester diberi
kesempatan kerja lebih dahulu.
d. Peka ( sensitif ).
Relai dikatakan peka ( sensitif ) apabila dapat bekerja denagn masukan dari
besaran yang dideteksi kecil. Jadi relai dapat bekerja pada awal kejadian
gangguan atau dengan kata lain gangguan dapat diatasi pada awal kejadian. Hal
ini memberi keuntungan dimana kerusakan peralatan yang diamankan akibat
gangguan menjadi kecil. Namun demikian relai relai harus stabil artinya :
Relai harus dapat membedakan antara arus gangguan dan arus beban
maksimum.
Relai tidak boleh bekerja karena adanya inrush current, yang besarnya seperti
arus gangguan yaitu 3 sampai dengan 5 kali arus beban maksimum, yaitu pada
saat pemasukan trafo daya.
Relai harus dapat membedakan antara adanya gangguan atau ayunan beban.
13
Gambar 1.3 Trafo arus dengan rangakaian primer seri dan primer paralel
15
b. Multi Rasio
16
Kelas CT proteksi
a) Klas P
Dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : 15VA 10 P 20
Dimana : 15 VA = rating beban CT sebesar 15 VA
10 P = klas proteksi, kesalahan 10 % pada rating batas akurasi
20 = accurasi limit faktor (ALF), batas akurasi CT sampai dengan 20 kali arus
rating
Tabel 1.2 Kelas CT proteksi
Klas
5P
Komposit error
60
5
18
10P
10
sekunder.
Trafo tegangan 1 fasa, 2 fasa, dan 3 fasa.
19
Keterangan Gambar :
1. Gelas Penduga (Optical alarm system)
2. Pelampung (float)
3. Katup Pernapasan (Deaerating Cock)
4. Pembatas tegangan (Voltage Limiter)
5. Sambungan ke tanah
6. Pengatur kumparan (tuning coil)
7. Sistem pengatur tegangan
(voltage adjustment system)
8. Sistem peredam (damping system)
b. Berdasarkan pemasangannya
Pemasangan dalam (indoor)
Pemasangan luar (outdoor)
Hubungan Rangkaian Primer dan Sekunder Trafo Tegangan
20
100
3
Volt atau
110
3
Volt
100
100
Volt.
3
3
21
22
Hubungan ini digunakan pada jaringan tegangan menengah dan tegangan tinggi
dengan menghubungkannya ke tanah, sehingga tegangan sekundernya adalah
tegangan fasa ke tanah.
1.2.6 Baterai
Di gardu-gardu induk maupun di pusat-pusat pembangkit tenaga listrik baterai ini berfungsi
sebagai :
Sumber tenaga untuk alat kontrol, pengawasan, tanda-tanda isyarat (signalling and
alarm)
23
Sumber tenaga motor-motor untuk PMT, PMS, tap charging trafo tenaga dan
sebagainya
Sumber tenaga untuk penerangan darurat
Sumber tenaga untuk relai proteksi
Sumber tenaga untuk peralatan telekomunikasi
Sumber tenaga untuk alat-alat kontrol, relai proteksi dan sebagainya selalu harus
mempunyai keandalan yang tinggi. Oleh karena itu perlu dijaga agar tegangan dari baterai
tidak banyak berubah dari yang sudah ditentukan.
Klasifikasi Baterai
Sesuai dengan bahan elektrolit yang digunakan, baterai terdiri dari 2 macam :
a. Baterai timah hitam (leadiacid storage batteray)
Baterai timah hitam bahan elektrolitnya adalah larutan asam belerang (H2SO4).
Baterai timah hitam ada dua macam : 1. Lead-antimony
2. Lead-calcium
Keterangan-keterangan untuk baterai timah hitam :
- Suatu baterai dengan tegangan 125 Volt terdiri dari 58 buah sel.
- Ukuran baterai lebih besar bila dibandingkan dengan baterai alkali, sehingga
-
sebaliknya.
- Harga berat jenis elektrolit tergantung dari tipe baterai dan pabrik pembuatnya.
- Umurnya dapat mencapai 7 sampai 8 tahun.
b. Baterai alkalin ( alkaline storage batteray )
Baterai alkalin larutan elektrolitnya adalah larutan alkali (KOH)
Keterangan-keterangan untuk baterai alkali :
- Suatu baterai dengan tegangan 125 volt terdiri dari 92 buah sel.
- Berat jenis dari elektrolitnya tidak tergantung dari keadaan pengisian, jadi
praktis tetap.
- Umurnya mencapai 10 tahun atau lebih.
Beberapa keuntungan baterai alkali jika dibandingkan dengan baterai timah hitam :
- Lebih tahan terhadap goncangan.
- Cukup tahan terhadap arus pengosongan yang besar atau bila terjadi hubung
-
singkat.
Tidak menyebabkan gas-gas yang menyebabkan korosi.
Perubahan kapasitas akibat arus pengosongan kecil sekali.
Cukup tahan terhadap pengisian lebih.
24
BAB II
KARAKTERISTIK PROTEKSI
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa komponen yang
di rancang untuk mengidentifikasi kondisi sistem tenaga listrik dan bekerja berdasarkan
informasi yang diperoleh dari sistem tersebut seperti arus, tegangan atau sudut fasa antara
keduanya. Informasi yang diperoleh dari sistem tenaga listrik akan digunakan untuk
membandingkan besarannya dengan besaran ambang-batas (threshold setting) pada
peralatan proteksi. Apabila besaran yang diperoleh dari sistem melebihi setting ambangbatas peralatan proteksi, maka sistem proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi
tersebut. Peralatan proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang dirancang
untuk mengamati kondisi sistem dan melakukan suatu tindakan berdasarkan kondisi sistem
yang diamatinya.
Sistem proteksi tegangan menengah ke atas umumnya diamankan oleh relai
proteksi. Relai proteksi adalah suatu relai yang bekerjanya berdasarkan adanya kenaikan
arus yang melebihi suatu nilai pengamanan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu,
sehingga relai ini dapat dipakai sebagai pola pengaman arus lebih. Relai ini pada dasarnya
mengamankan adanya arus lebih yang disebabkan oleh gangguan hubung singkat atau
25
beban lebih. Relai proteksi akan bekerja bila besarnya arus input melebihi suatu harga
tertentu ( arus kerja ).
Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu peralatan proteksi harus
dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi yang lain agar hanya peralatan
proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja yang bekerja ( prinsip selektivitas). Waktu
pemutusan suatu peralatan proteksi berkaitan erat dengan karakteristik dari peralatan
proteksi tersebut.
Karakteristik kerja relai proteksi didasarkan pada waktu kerjanya, dan dalam hal ini dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Karakteristik waktu kerja seketika
b. Karakteristik waktu kerja tertentu
c. Karakteristik waktu kerja terbalik
2.1 Karakteristik Waktu Kerja Seketika
Proteksi dengan karakteristik waktu kerja seketika (instantaneous) jangka waktu
kerjanya sangat singkat yaitu sekitar 20 100 mili detik. Bila arus listrik naik melebihi
harga yang diijinkan maka arus listrik yang mengalir ke proteksi (I R) juga akan naik. Jika
naiknya arus listrik melebihi harga operasi dari proteksi (penyetelan arus) maka proteksi
akan bekerja dengan waktu kerja seketika. Pada relai proteksi dengan karakteristik waktu
kerja seketika tidak ada penyetelan waktu.
26
(b) karakteristik
TC : triping coil
R : relai
CT : trafo arus
A : alarm
Pada gambar 2.1 (b) terlihat bahwa waktu kerja proteksi sangat cepat tanpa penundaan
waktu. Proteksi jenis ini biasanya dikombinasikan dengan proteksi karakteristik waktu
kerja terbalik atau dengan proteksi karakteristik waktu kerja tertentu.
TC
CB
CT
top
Ip
(a) Diagram Rangkaian
C : relai arus lebih
T : relai waktu tunda
(b) Karakteristik
S : relai sinyal
A : relai bantu
27
CT : current transformer
TC : tripping coil
S : relai sinyal
+
TC
CB
C / T
CT
I
(a) Diagram Rangkaian
(b) Karakteristik
28
Proteksi arus lebih jenis ini lamanya waktu kerja tergantung pada besarnya arus gangguan.
Pada gambar 2.3 ( b ) terlihat bahwa makin besar arus gangguan yang dirasakan oleh
proteksi arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik maka waktu kerjanya semakin
cepat. Pada relai arus lebih waktu terbalik dewasa ini dalam suatu relai dapat memiliki
beberapa jenis karakteristik (kurva) yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhannya berkat
kemajuan tekonologi elektronika dan micro prosesor, dimana kurva-kurva tersebut dapat
diubah kedalam bentuk-bentuk persamaan sebagai berikut :
1.
TMS = t
2.
0,14
I fault
I setting RasioCT
0,14
0 , 02
PSM 1
13,5
I fault
I setting RasioCT
13,5
TMS = t
4.
TMS = t
3.
PSM
0 , 02
PSM
80,0
I fault
I setting RasioCT
80,0
TMS = t
PSM
120
=
t
I fault
I
RasioCT
setting
120
30
BAB III
Gangguan pada jaringan sistem tenaga listrik sebagian besar merupakan gangguan
hubung singkat, yang menimbulkan arus listrik cukup besar. Semakin besar sistemnya,
semakin besar pula arus gangguannya. Arus gangguan yang besar bila tidak segera
dihilangkan akan merusak peralatan yang dilalui arus gangguan. Untuk melepaskan daerah
yang terganggu diperlukan sistem proteksi jaringan tenaga listrik. Jaringan sistem tenaga
listrik dibagi menjadi dua yaitu jaringan transmisi dan jaringan distribusi tenaga listrik.
Jaringan transmisi yang sudah ada di Indonesia adalah jaringan transmisi tegangan tinggi
(70 kV, 150 kV), jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi (500 kV). Sedangkan jaringan
distribusi terdiri dari jaringan distribusi tegangan menengah (6 kV, 20 kV) dan jaringan
distribusi tegangan rendah (380/220 V).
Dilihat dari kelas tegangannya, jenis pengaman pada sistem tenaga listrik dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu sistem pengamanan langsung dan sistem
pengamanan tidak langsung. Sistem pengamanan langsung adalah pengam yang bekerja
secara langsung memutuskan rangkaian bila terjadi gangguan (contoh FCO dan PBO),
sedangkan sistem pengamanan tidak langsung adalah pengaman yang bekerja bila terjadi
gangguan dengan memberi perintah kepada CB/PMT untuk membuka rangkaian (contoh
OCR/GFR).
Pada sistem pengamanan langsung, peralatan pengaman yang digunakan adalah
pengaman yang bisa langsung bekerja bila terjadi gangguan tanpa dibantu peralatan lain.
Tetapi pada sistem pengamanan tidak langsung, bila terjadi gangguan maka pengaman akan
bekerja dan meberi perintah kepda PMT untuk membuka sehingga menghilangkan
gangguan. Jadi pada sistem pengamanan tidak langsung yang merasakan adanya gangguan
adalah relai pengaman, kemudian setelah relai bekerja maka tripping coil akan mendapat
31
cut-out bertabung
fiber
mempunyai
fuse
link
yang
dapat
diganti-ganti
(interchangeability) dan terpasang didalam pemegang fuse (fuse holder) berbentuk tabung
yang terbuat dari bahan serat selulosa. Fuse ini dapat dipergunakan baik untuk Fuse CutOut terbuka (open fuse cut-out) atau Fuse Cut-Out tertutup (enclosed fuse cutout). Fuse
cut-out terbuka dapat dilihat pada gambar 3.1 (a). Pada gambar ini terlihat fuse bertabung
fiber dipasang diantara 2 (dua) isolator dan jaringan listrik dihubungkan pada kedua ujung
fuse holdernya. Pada fuse cutout tertutup, tabung fuse terpasang disebelah dalam pintu fuse
cutout dan seluruh kontak listriknya terpasangkan pada rumah fuse yang terbuat dari
porselain seperti terlihat pada gambar 3.1 (b).
32
33
34
Arus leleh
Arus leleh
Arus leleh
1
1
300 600 detik
10 detik
0,1 detik1
Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum
Arus Pengenal yang disarankan / disukai
Rasio
Kecepatan
6
10
15
25
40
65
100
12. 0
19. 5
31. 0
50
80
128
200
14. 4
23. 4
37..2
60
96
153
240
13. 5
22. 5
37
60
98
159
258
20. 5
34
55
90
146
237
388
72
128
215
350
565
918
1520
86
154
258
420
680
1100
1820
6. 0
6. 6
6. 9
7. 0
7. 1
7. 2
7. 6
140
200
310
480
372
576
430
760
650
1150
2470
3880
2970
4650
8. 0
8. 1
Pengenal K untuk menyatakan fuse link dapat bekerja memutus jaringan listrik yang
berbeban dengan waktu kerja lebih cepat dan pengenal T untuk menyatakan fuse link
bekerja memutus jaringan listrik yang berbeban dengan waktu kerja lebih lambat. Fuse
link tipe T dan tipe K ini merupakan rancangan yang universal karena fuse link ini bisa
ditukar tukar (interchangeability) kemampuan elektris dan mekanisnya yang dispesifikasi
dalam standar.
Fuse link tipe K dan tipe T yang diproduksi suatu pabrik secara mekanis akan sama dengan
fuse link tipe K dan tipe T yang diproduksi pabrik lain.
Karakteristik listrik link tipe K dan fuse link tipe T sudah distandarisasi dan sebagai titik
temu nilai arus maksimum dan minimum yang diperlukan untuk melelehkan fuse link
ditetapkan pada 3 titik waktu dalam kurva karakteristik Kondisi ini lebih menjamin
koordinasi antara fuse link yang dibuat oleh beberapa pabrik menjadi lebih baik dari pada
yang dimiliki fuse link N.
35
Arus leleh
Arus leleh
Arus leleh
1
1
300 600 detik
10 detik
0,1 detik1
Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum
Arus Pengenal yang tidak disarankan / tidak disukai / Intermediate
8
12
20
30
50
80
15
25
39
63
101
160
18
30
47
76
121
192
1
2
3
2
4
6
2. 4
4. 8
7. 2
20. 5
31
166
34. 5
52
296
57. 0
85
496
93. 0
138
812
152
226
1310
248
370
2080
Arus Pengenal dibawah 6 Amper
.(2)
11
.(2)
.(2)
11
.(2)
.(2)
11
.(2)
Rasio
Kecepatan
199
355
595
975
1570
2500
11.1
11. 8
12. 7
12. 9
13. 0
13. 0
100
100
`
Tiga titik operasi fuse link untuk tipe K dan tipe T yang distandarkan dalam karakteristik
arus waktu adalah :
a) 300 detik untuk fuse link 100 amper dan dibawahnya , 600 detik untuk fuse link 140
amper dan 200 amper.
b) 10 detik
c) 0.1 detik seperti yang dirancang pada tabel 3.1 untuk fuse link tipe K dan tabel 3.2 untuk
fuse link tipe T.
Untuk memperoleh kerja yang selektif dapat dipergunakan sederetan fuse link dengan nilai
arus pengenal yang disarankan (prefered continues rating) :
6 - 10 15 25 40 65 100 140 dan 200 amper.
Nilai arus pengenal fuse link di bawah 6 amper : 1, 2 dan 3 sudah distandarisasi, nilai-nilai
arus pengenal yang rendah ini tidak dimaksudkan untuk berkordinasi satu dengan yang lain
namun koordinasi lebih baik dengan nilai arus pengenal 6 ampere atau diatasnya.
36
Jenis waktu
kerja
1-2-3-5-8
100
Sangat lambat
1-1,5-2-3-4-5-7-10-15-20
100
Sangat lambat
1 s/d 200
150
Cepat
6 s/d 8,1
6 s/d 100
100
Cepat
6 s/d 8,1
5 s/d 200
100
Cepat
6 s/d 11
1 s/d 200
150
Lambat
10 s/d 13.1
3 s/d 200
150
Sangat lambat
15 s/d 20
6 s/d 100
150
Cepat
6 s/d 8.1
6 s/d 100
150
Lambat
1,2,3,5
100
Sangat lambat
Arus Pengenal
(A)
Rasio Kecepatan
Kerja
6 s/d 18
7 s/d
10
46
s/d 13.1
13 s/d 22
sangat penting untuk dilakukan dengan sebaik baiknya dalam rangka koordinasi sistem
untuk memperoleh penampilan sistem yang optimal dengan harapan target perusahaan
37
Pilih fuse link Cut Out ( FCO ) yang sesuai dengan standar dalam hal ini PLN
dalam SPLN 64 :1985 menentukan pilihan type K T dan H.
2.
Bagilah Arus beban maksimum yang sudah ditentukan dengan kemampuan arus
kontinue fuse link.
3.
Koordinasi yang sebaik baiknya dengan alat proteksi yang lain (PMT, PBO dan
Fuse Cut out ) baik yang berada di sisi sebelah hulu (sumber) dan sebelah hilirnya
(beban).
4.
5.
Perhatikan pula kemampuan pemutusan dari Fuse Cut Out khususnya bagi FCO
yang terpasang dekat dengan sumber tenaga.
Dengan demikian fuse link cutout yang dipilih selain harus tahan terhadap arus beban, juga
harus bisa dikoordinasikan dengan alat proteksi yang lain dan mempunyai kemampuan
38
pemutusan terhadap arus hubung singkat yang mungkin terjadi dan dapat melindungi
penghantar yang diamankan dari kerusakan akibat arus lebih.
Pemilihan rating arus fuse link yang benar adalah tidak akan lebur atau terjadi kerusakan
oleh gangguan sesaat (no-persistant) yang terjadi disebelah hilirnya karena recloser yang
akan membuka rangkaian dengan operasi instantaneous tanpa memutuskan fuse link Pada
saat gangguan tetap fuse link pertama pada sebelah sumber dari gangguan akan melebur
dan membuka rangkaian setelah operasi recloser
b. Pemilihan Arus pengenal ( Rating ) fuse link FCO untuk Proteksi Trafo Distribusi
1.
Dilihat dari karakteristik waktu arusnya proteksi trafo dibatasi dua garis kerja yaitu :
a. Garis batas ketahanan pelebur yang merupakan batas ketahanan pelebur dimana
pelebur FCO tidak boleh bekerja pada beban lebih yang masih dan harus dapat
ditahan oleh trafo tersebut yaitu :
b Garis Batas Ketahanan Trafo yang merupakan batas ketahanan trafo dimana pelebur
( FCO ) harus sudah bekerja / melebur
Garis batas ketahanan pelebur bagi trafo distribusi umum ditentukan oleh titik titik
berikut :
2 x In
3 x In
6 x In
selama
12 x In
selama
25 x In
x In
x In
selama
10 x In
selama
1 detik ........
Tabel 3.4.
Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kV jenis letupan (expulsion)
(Pub. IEC 282-2(1974)/NEMA)
Sebagai Pengaman Distribusi di Sisi Primer
Pelebur / tipe
Trafo Distribusi
Arus pengenal (A)
Rasio Pelebur
Daya Pengenal Arus Pengenal
(kVA)
(A)
I nom . pelebur
20 kv
Maksimum
Minimum
I nom. trafo
Fasa tunggal,
3
16
25
50
1,3856
2,1561
4,3301
Fasa tiga, 20 kV
50
1,4434
100
2,8867
160
4,6188
200
5,7735
250
7,2169
315
9,0933
400
11,5470
500
14,4337
630
18,1865
800
23,0940
1000
28,8675
2H
3,15 H
5H
2H
3,15 H
6,3 T
1,44
1,45
1,15; 1,45
2H
5H
6,3 T
6,3 T
8T
10 T
12,5 T
16 T
20 T
25 T
31,5 T
2H
6,3 K; 6,3 T
8 K; 8 T
10 K; 10 T
12,5 K; 12,5 T
12,5 K; 12,5 T
16 K; 16 T
20 K; 20 T
25 K; 25 T
31,5 K; 31,5 T
40 K; 40 T
1,38
1,73; 2,18
1,36; 1,73
1,091; 1,73
1,10; 1,73
1,09; 1,37
1,08; 1,38
1,10; 1,38
1,09; 1,37
1,08; 1,36
1,09; 1,38
40
x In
4.75 x In
6.7
x In
11.3 x In
25
x In
selama
I2 t
41
(a)
(b)
(c)
43
44
BAB IV
yang terjadi di dalam ( gangguan internal ) dan gangguan di luar ( gangguan eksternal )
transformator tenaga.
4.1.1. Gangguan Internal.
Gangguan internal ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu gangguan yang terjadi secara
lambat dan gangguan yang terjadi secara cepat.
Yang termasuk jenis gangguan yang tejadi secara cepat adalah sebagai berikut :
46
Pada tahap berikutnya jika volume gas bertambah terus maka dengan proses yang sama
mercury akan menghubungkan kontak trip.
Jika proses pembentukan gas dalam waktu yang singkat dan dalam jumlah yang besar maka
gas akan langsung mendorong kontak trip.
Kondisi saat posisi memberikan alarm dan kondisi saat posisi mentrip (melepas) pemutus
tenaga (PMT) dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gas-gas yang timbul di dalam relai bucholz :
H2 dan C2H2 : menunjukan adanya busur api pada minyak antara bagian-bagian
konstruksi.
H2 , C2H2 dan CH4 : menunjukan adanya busur api sehingga isolasi terurai.
H2 , C2H, CO2 dan C3H4 : menunjukan adanya pemanasan setempat pada lilitan inti.
47
49
50
51
Rating Transformer
KVA
Fuse
Arus rating (A)
(A)
3x arus rating
100
5,25
16
3,0
200
10,5
25
3,0
300
15,8
36
10,0
500
26,2
50
20,0
1000
52,5
90
30,0
4.2.12. Arrester
Arrester berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap tegangan impuls yang
disebabkan oleh surja petir dan surja hubung.
Jenis Proteksi
10
10 < X < 30
30
Relai suhu
YA
YA
YA
Relai bucholz
YA
YA
YA
Relai Jansen
YA
YA
YA
YA
YA
YA
Relai Differensial
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
Relai REF
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
YA
YA
YA
10
YA
YA
YA
11
YA
TIDAK
TIDAK
BAB V
PROTEKSI GENERATOR
Generator merupakan sumber energi listrik didalam sistem tenaga listrik, maka
perlu diproteksi dari semua gangguan jangan sampai mengalami kerusakan karena
kerusakan generator akan sangat mengganggu penyediaan tenaga listrik. Tetapi dilain pihak
dari segi selektifitas pengamanan sistem diharapkan agar PMT generator tidak mudah trip
54
terhadap gangguan dalam sistem, karena lepasnya generator dari sistem akan mempersulit
jalannya oprasi sistem tenaga listrik. PMT generator hanya boleh bekerja apabila ada
gangguan yang tepat ada didepan generator didalam generator atau pada nesin penggerak
generator.
Gambar 5.1 bagan Generator dengan Mesin penggerak dan Medan Penguat
Over-current relay
Overload relay
Untuk gangguan di rel yang langsung berhubungan dengan generator, maka relay arus lebih
merupakan pengaman utama. Tetapi bila ada pengaman rel difrensial, maka relay arus lebih
merupakan pengaman back-up.
55
Ground fault relay mengamankan bila terjadi gangguan fasa ke tanah, sedangkan over load
relay mengamankan generator bila terjadi beban lebih.
Penyebab gangguan utama dalam sistem adalah petir, yang sering disambar petir
adalah saluran udara transmisi dan saluran distribusi. Untuk melindungi generator terhadap
sambaran petir tersebut perlu dipasang arrester.
56
generator. Hal ini diperlukan untuk menghentikan sama sekali GGL yang dibangkitkan
dalam stator generator, sehingga hubung singkat antar fasa dapat segera berhenti.
57
58
Untuk mengamankan generator terhadap masalah suhu yang tinggi, dipakai relay suhu yang
pada tahap pertama membunyikan alarm dan pada tahap berikutnya men-trip PMT
generator.
5.2.4 Penguatan hilang
Bila terjadi gangguan pada rangkaian arus penguat, sehingga medan penguat
generator menjadi lemah atau hilang, maka generator mengalami kondisi out of step
atau lepas dari sinkronisasinya dengan sistem dan dapat menimbulkan gangguan dalam
sistem khususnya.
Oleh karenanya pada generator yang mempunyai daya relatif besar disediakan Loss of
Field relay untuk mencegah terjadinya situasi out of step tersebut diatas dengan jalan mentrip PMT generator bila arus penguat hilang atau menjadi terlalu lemah oleh karena ada
gangguan pada sirkit arus penguat.
5.2.5 Hubung singkat dalam rangkaian rotor
Pada gangguan ini generator akan mengalami Loss of Field relay dan juga sirkit rotor dan
rotor generator dapat mengalami kerusakan. Unutk mencegah kerusakan ini dipakai relay
arus lebih atau sekering lebur dalam sirkit rotor.
Jika salah satu kutub (+ atau -) mengalami hubung tanah, maka hal ini dapat menimbulkan
distorsi dalam medan magnit penguat sehingga timbul getaran yang berlebihan.
Untuk melindungi gangguan ini, maka generator yang besar dipasang relay pengaman
terhadap rotor hubung singkat.
5.3 Pengetanahan Titik Netral Generator
Yang banyak digunakan adalah sistem pengetanahan dengan tahanan, dengan memakai
tahanan yang membatasi arus pengetanahan sampai 100 Amper.
Cara lain adalah dengan pengetanahan melalui transformator tiang, sistem ini tepat bagi
mesin berkapasitas besar. Pengetanahan dilakukan melalui gulungan tegangan tinggi pada
59
transformator tiang dengan menyisipkan tahanan pada sisi tegangan rendah untuk
membatasi arus pengetanahan sampai 5 15 Amper.
Nilai tahanan R didapat dari persamaan berikut :
R
10 6
(ohm)
6fCN 2
di mana :
C = kapasitansi tiap fasa dari rangakaian urutan nol
dari
generator
(generator
BAB VI
60
Jenis gangguan utama dalam sistem tenaga listrik adalah gangguan hubung singkat.
Gangguan hubung singkat ini terjadi sebagai akibat dari tembusnya bahan isolasi, kesalahan
teknis, polusi debu, dan pengaruh alam di sekitar saluran transmisi dan distribusi tenaga
listrik, sehingga ada arus yang mengalir dari fasa ke tanah atau antar fasa.
6.1 Penyetelan Relai Arus lebih
Relai arus lebih digunakan sebagai pengaman gangguan arus lebih yang dakibatkan oleh
hubung singkat atau beban lebih. Relai ini dapat digunakan sebagai pengaman utama, juga
bisa digunakan sebagai pengaman cadangan seksi berikutnya. Pertimbangan kedua hal
tersebut merupakan dasar dalam penentuan penyetelan arus kerjanya.
Sebagai pertimbangan dalam penyetelan waktu, diusahakan relai secara keseluruhan
bekerja cepat tetapi tetap selektip.
Karena arus gangguan antar fasa dan satu fasa berbeda, maka cara penyetelannya juga
berbeda antara penyetelan relai pengaman untuk gangguan natar fasa dan penyetelan relai
pengaman untuk gangguan fasa ke tanah.
6.1.1 Penyetelan Arus relai arus lebih untuk gangguan antar fasa
A. Penyetela arus pada ralai arus lebih jenis invers dan definite
1. Penyetelan batas minimum
Penyetelan arus pada relai arus lebih pada umumnya didasarkan pada penyetelan batas
minimumnya, dengan demikian adanya gangguan hubung singkat di beberapa seksi
berikutnya relai arusnya akan bekerja. Relai arus lebih tidak boleh bekerja pada beban
maksimum. Batas penyetelan arus minimum adalah :
Iset(minimum) =
Ks
I maks
Kd
Kd
Umumnya Iset diset antara 1,2 s/d 1,5 arus pengenal CT (trafo arus).
62
20 .10 6
3 . 70 .10 3
20 .10 6
3 . 20 .10 3
= 164,9 A.
= 577 A.
====> CT : 600 / 5 A
1,1
Ks
x Imax (sisi primer trafo daya ) = 0,8 x 164,9 A = 227 A
Kd
5
= 227 X 200 = 5,67 A
1,1
Ks
x Imax (sisi sekunder trafo daya ) = 0,8 x 577 A = 793 A
Kd
5
= 793 A x 600 = 6,6 A
63
Penyulang :
Iset primer (penyulang) =
1,1
Ks
x Imax (penyulang ) = 0,8 x 300 A = 412,5 A
Kd
5
= 412,5 A x 300 = 6,87 A
Ks = 1,1
Ks
1,1
x Imax (sisi primer trafo daya ) =
x 164,9 A = 180 A
Kd
1
5
= 180 A x 200 = 4,5 A
Ks
1,1
x Imax (sisi sekunder trafo daya ) =
x 577 A = 634,7 A
Kd
1
5
600
= 634,7 A x
= 5,29 A
Penyulang :
Iset primer (penyulang) =
Ks
1,1
x Imax (penyulang ) =
x 300 A = 330 A
Kd
1
5
= 330 A x 300 = 5,5 A
Karena relai ini tidak ada perlambatan waktu kerja maka untuk koordinasi antara seksi satu
dan seksi lainnya didasarkan pada tingkat beda arus ( current grading ). Agar bisa selektif
maka relai ini tidak boleh menjangkau seksi berikutnya pada keadaan arus gangguan
maksimum.
Penyetelan relai dengan waktu seketika :
Im = Ks x Ihs 3 fasa
Dimana : Im
Ks
Ihs 3 fasa = arus hubung singkat 3 fasa pada relujung seksi yang diamankan.
Dari penyetelan tersebut jelas bahwa relai ini tidak akan menjangkau ujung seksi yang
diamankan, atau tidak akan tumpang tindih dengan pengamanan seksi berikutnya.
65
66
Untuk mendapatkan pengamanan yang selektif maka penyetelan waktunya dibuat secara
bertingkat. Pada penyetelan relai arus lebih harus dipenuhi persyaratan pengamanan yang
baik yaitu pengamanan secara keseluruhan harus bekerja secepat mungkin tetapi harus
selektif.
a. Penyetelan waktu relai arus lebih waktu tertentu.
Pada gambar di bawah, karena penyetelan arus pada relai arus lebih pada umumnya
didasarkan pada penyetelan batas minimum, maka adanya gangguan di titik F terdapat
kemungkinan :
IF di F > IP di A > Ip di B > Ip di C dengan demikian relai di A, B, dan C akan Pick-up.
Untuk mendapatkan pengaman yang selektif maka penyetelan waktunya dibuat sbb :
tA > tB > tC
Gmabr 6.3 Diagram satu garis system radial dengan sumber dari satu sisi
Karena pada relai arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu waktu kerjanya tidak
dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan maka untuk mendapatkan pengamanan yang baik
yang penting menentukan beda waktu (tingkat waktu) antara dua tingkat pengaman supaya
pengamanan selektif tetapi waktu untuk keseluruhannya tetap singkat.
67
Pada gambar di atas, bila waktu kerja relai di C diset t C = t1 maka penyetelan waktu kerja
relai di B tB = t1 + t
Dimana t adalah tingkatan waktu (beda waktu) antara waktu kerja relai di C dan waktu
kerja relai di B. Dengan demikian waktu kerja relai bisa selektif, dimana bila terjadi
gangguan di ujung saluran C maka relai di C akan bekerja tetapi bila relai di di C gagal
bekerja maka relai di B akan bekerja dengan delai waktu t1+t.
Pada umumnya diambil t = 0,4 s/d 0,5 detik
Pada gambar di bawah adalah contoh penyetelan waktu pada relai arus lebih dengan
karakteristik waktu tertentu pada jaringan radial. Pada relai paling ujung penyetelan
waktunya diset secepat mungkin (umumnya diambil 0,2 detik), untuk menghindari supaya
tidak bekerja pada saat pemasukan PMT yang mungkin menimbulkan arus transien.
Selanjutnya diambil t = 0,5 detik, sehingga penyetelan waktu untuk relai di C, B, da, A
adalah :
tC = tD + t = 0,2 + 0,5 = 0,7 detik
tB = tC + t = 0,7 + 0,5 = 1,3 detik
tA = tB + t = 1,3 + 0,5 = 1,8 detik
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa penyetelan waktu pada relai arus lebih dengan
karakteristik waktu tertentu sangat mudah.
68
Gambar 6.5 penyetelan waktu pada relai arus lebih jenis definite
b. Penyetelan waktu relai arus lebih waktu terbalik.
Syarat untuk dapat menyetel waktu pada relai arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik
dalam hal ini Td ( Time Dial ) atau TMS (Time Multiplier Setting), harus diketahui terlebih
dahulu beberapa hal yaitu :
Ketentuan yang berlaku pada relai arus lebih waktu tertentu berlaku pula pada penyetelan
ini, yaitu bahwa waktu kerja relai secara keseluruhan harus cepat tetapi harus tetap selektif.
Sehingga waktu kerja relai untuk dua seksi yang berurutan pada lokasi gangguan yang
sama harus mempunyai beda waktu t = 0,4 s/d 0,5 detik.
69
Pada gambar di bawah, relai arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik pada seksi B
diset dengan waktu secepat mungkin. Dengan gangguan di F maka relai arus lebih pada
seksi A harus dapat bekerja bila relai di seksi B gagal bekerja. Dengan demikian
penyetelanya harus tetap mempertimbangkan bahwa relai di seksi A selain berfungsi
sebagai pengaman utama untuk saluran AB, tetapi juga harus berfungsi sebagai back-up
relai di seksi B.
Jadi pada gangguan di F : tA = tB + t.
70
Contoh setting waktu pada Relai Arus Lebih Karakteristik waktu terbalik.
Pada gambar di bawah tentukan setting TMS untuk OCR jenis Inverse tipe CO-9 dengan
gambar karakteristik relai terlampir.
Dengan nilai PSM = 4 dan waktu kerja relai paling ujung = 0,3 detik, maka dari grafik
karakteristik didapat TMS = 1.
71
1600
Dengan nilai PSM = 3,2 dan waktu kerja tB = 0,7 detik, maka untuk pengaman di B dari
grafik karakteristik didapat TMS = 2.
Dengang TMS = 2, bila terjadi gangguan di saluran B sebesar 2000 Ampere, maka :
2000
Denga PSM = 4 dan TMS = 2, maka bila ada gangguan di saluran B sebesar 2000 A relai di
B akan bekerja dengan waktu = 0,6 detik.
2000
600 = 4,2
PSM = arus setting relai di A x Rasio CT di A =
4x
5
Dengan nilai PSM = 4,2 dan waktu kerja tA = 1,1 detik, maka untuk pengaman di A dari
grafik karakteristik didapat TMS = 3.
Dengang TMS = 3, bila terjadi gangguan di saluran A sebesar 3600 A, maka :
3600
72
Denga PSM = 7,5 dan TMS = 3, maka bila ada gangguan di saluran A sebesar 3600 Ampere
relai di A akan bekerja dengan waktu = 0,5 detik.
Dari perhitungan di atas jelas terlihat bahwa penyetelan waktu pada relai arus lebih dengan
karakteristik waktu terbalik lebih rumit dibandingkan penyetelan waktu pada relai arus
lebih dengan karakteristik waktu tertentu.
Jadi dari perhitungan penyetelan waktu pada kedua relai di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa untuk jaringan radial dengan jumlah seksi sedikit maka lebih mudah menggunakan
relai arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu.
73
2
B
3
3
C
1
A
G
D
3
E
3
1
3
2
F
3
gangguan, sedangkan pengaman cadangan akan bekerja jika pengaman utama gagal
bekerja.
6.2.1 Pengaman Utama
Daerah pengamanan seperti terlihat pada gambar 6.8, memberikan gambaran tugas dari
pengaman utama. Untuk relai cepat dan PMT cepat, waktu mulainya terjadi gangguan
sampai selesainya pembukaan PMT maksimum 100 mili detik, yaitu terdiri dari waktu
kerja relai 20 40 mili detik dan waktu pembukaan PMT 40 60 mili detik.
Pada pengamanan jenis tertentu misalnya pengamanan dengan relai arus lebih, waktu kerja
dari relai ini justru diperlambat untuk mendapatkan selektifitas karena terjadi pengamanan
yang tumpang tindih dengan seksi berikutnya. Pada pengamanan dengan relai arus lebih,
relai ini bertugas sebagai pengaman utama pada daerahnya tetapi juga merupakan
pengaman cadangan untuk satu seksi di hilirnya.
74
Pada gambar 6.9, relai di A sebagai pengaman utama untuk saluran antara bus A B, tetapi
sebagai pengaman cadangan untuk saluran antara bus B C bila relai pada bus B gagal
bekerja. Jadi bila terjadi gangguan pada saluran antara B-C maka pengaman B sebagai
pengaman utama saluran B-C harus bekerja. Bila pengaman B gagal bekerja maka
pengaman A akan bekerja sebagai back-up pengaman B.
75
c. Kegagalan pada sistem suplai arus searah untuk tripping coil. Hal ini dapat disebabkan
baterai lemah karena kurang perawatan, terbukanya atau terhubung singkat rangkaian
arus searah.
d. Kegagalan pada PMT, hal ini dapat disebabkan karena kumparan trip tidak menerima
suplai, kerusakan mekanis ataupun kegagalan pemutusan arus karena besarnya arus
hubung singkat melampaui kemampuan dari PMT.
CT
CB
PT
TC (Tripping Coil )
Relai
Batere
Kegagalan pada pengaman utama harus dapat diatasi, yaitu dengan penggunaan
pengaman cadangan. Pengaman cadangan ini umumnya mempunyai perlambatan
waktu, hal ini untuk memberikan kesempatan pada pengam,an utama bekerja lebih
dahulu, dan jika pengaman utama gagal baru pengaman cadangan bekerja.
Penyetelan waktu relai, dimana untuk relai arus lebih jenis ivers harus menghitung
arus gangguannya.
Keterangan : OCR (Over Current Relay) disebut juga Pengaman Arus Lebih
PBO (Penutup Balik Otomatis) atau Recloser
6.2.3 Koordinasi OCR dengan OCR
Untuk mendapatkan koordinasi kerja pengaman antara OCR dengan OCR dapat dilakukan
dengan penyetelan waktu yang bertahap, dimana penyetelan pengman di paling ujung
dibuat lebih cepat tetapi tidak boleh bekerja karena adanya arus transien akibat pemasukan
beban.
a. Koordinasi OCR tipe definite (karakteristik waktu tertentu )
77
c. Koordinasi OCR tipe definite (karakteristik waktu tertentu ) pada jaringan radial
Dengan sumber dari dua arah.
Gambar 6.13 Koordinasi antar OCR jenis definite pada system radial
dengan sumber dari dua sisi
78
d.
Koordinasi OCR tipe invers (karakteristik waktu terbalik ) pada jaringan radial
Dengan sumber dari dua arah.
Gambar 6.14 Koordinasi antar OCR jenis invers pada system radial
dengan sumber dari dua sisi
6.2.4 Koordinasi OCR dengan PBO
Pengaman dengan menggunakan PBO (Penutup Balik Otomatis) bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan system distribusi. Dalam hal ini bila terjadi gangguan yang
sifatnya temporer maka penutup balik ini akan berhasil menghilangkan gangguan, tetapi
bila gangguan ini sifatnya permanent maka penutup balik ini tidak berhasil menghilangkan
gangguan dan akan mengunci. Pada saluran distribusi tegangan menengah banyak
gangguan yang sifatny temporer yang disebabkan oleh dahan yang tertiup angina.
PBO mempunyai kemampuan memutuskan arus gangguan hubung singkat yang dilengkapi
dengan alat pengindera arus gangguan dan peralatan pengatur waktu kerja membuka dan
menutup rangkaian sesuai setting yang ditentukan.
Pada gambar 6.15, bila terjadi gangguan pada saluran setelah PBO maka PBO akan
membuka rangkaian. Bila gangguan bersifat temporer maka PBO akan menutup kembali,
79
tapi bila gangguannya bersifat permanent maka PBO akan mengunci. Bila PBO gagal
bekerja maka OCR akan bekerja.
pembukaan antara PBO rangkaia cabang dan PBO rangkaian utama dibuat berbeda.
Untuk 2 PBO pada rangkaian cabang diset 2 kali pembukaan cepat dan dua kali
pembukaan sedang. Sedangkan untuk PBO pada rangkaian utama diset 1 kali
pembukaan cepat dan 3 kali pembukaan lambat. Ini berarti bila terjadi gangguan di
rangkaian cabang maka pertama akan terjadi pembukaan yang tidak selektif, tetapi
pembukaan kedua dapat bekerja selektip.
6.2.5
Koordinasi PBO dengan FCO pada dasarnya untuk gangguan yang sifatnya temporer
karena petir. Bila ada gangguan PBO akan mebuka terlebih dahulu, sedangkan pada
pembukaan kedua dimana pada pembukaan pertama tidak berhasil menghilangkan
gangguan, maka sekering akan bekerja.
81
Gardu Induk
Protected
(Back up)
Fuse Link
Protecting
Fuse Link
Protecting
Fuse Link
82
Aturan lain yang harus dipegang adalah arus beban pada suatu titik pemakaian semestinya
tidak lebih besar dari kapasitas arus kontinyu yang dimiliki fuse link nya. Apabila arus
melebihi kapasitasnya maka semestinya fuse link akan mengalami pemanasan lebih,
membuat pemutusan dan rangkaian menjadi terpisah dari sistem Kapasitas arus kontinue
fuse link ratarata adalah 150 % dari arus pengenalnya untuk fuse link type K dan type T
dengan elemen pelebur dari timah dan 100% untuk fuse link tipe H, N dan type K perak
Kemampuan hantar arus terus menerus pelebur ( FCO ) jenis letupan ( expulsion) tipe T
(lambat) dan tipe K (cepat) ditetapkan sebagai berikut :
a. 1.5 kali arus pengenalnya, bagi pelebur dengan arus pengenal 6.3 A sampai dengan 100
A.
b. 1.3 kali arus pengenalnya bagi pelebur dengan arus pengenal 125 A sampai dengan 160
A
c. Sama dengan nilai arus pengenalnya bagi pelebur dengan arus pengenal 200 A
d. Pelebur ltupan tipe H sama dengan arus pengenalnya
e. Pelebur jenis Pembatas Arus ( limmiting Current) atau disebut MV Fuse ( Power Fuse)
sama dengan arus pengenalnya
f. Kemampuan hantararus terus menerus dari pelebur harus sama atau lebih besar dari arus
beban maksimum terus menerus yang akan melewatinya
Koordinasi operasi suatu proteksi dengan proteksi lain penting untuk dilasanakan untuk
menjaga hal yang tidak diinginkan misalnya adanya pemutusan yang tidak di inginkan
demikian juga koordinasi operasi proteksi fuse cut out dimana prinsipnya adalah : Memberi
kesempatan pada fuse pemroteksi (protecting) pada sisi beban yang berada di depan
terdekat dari titik gangguan untuk bekerja sepenuhnya (memutus rampung) terlebih dahulu
sebelum fuse sebelah hulu (sisi sumber) yang diproteksi bertindak sebagai cadangannya
mulai bekerja.
83
Untuk memenuhi koordinasi hendaknya dipilih waktu leleh arus pengenal yang memiliki
kerenggangan waktu minimum 25 % antara waktu pemutusan maksimum Fuse pemroteksi
pada sisi terdekat dengan gangguan dengan waktu leleh minimum pelebur yang diproteksi
atau dengan kata lain waktu pemutusan maksimum dari fuse pemroteksi hendaknya tidak
melebihi 75 % dari minimum fuse yang diproteksi
Untuk
pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel 6.1 ,tabel 6.2
10 T
12,5
16 T
20 T
25 T
31,5 T
40 T
50 T
63 T
pe pelebur
80 T
100
160 T
200 T
T
Arus Gangguan Maksimum (A)
yang
memprotek
si (A)
1H
400
520
745
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
84
2H
240
500
745
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
3,15 H
240
500
745
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
5H
240
500
745
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
8H
240
500
745
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
Tabel 6.2. Koordinasi Proteksi Antar Fuse link tipe T dengan Fuse Link Tipe T
Arus
pengenal/ti
pe pelebur
yang
memprotek
si (A)
10 T
12,5
16 T
20 T
25 T
31,5 T
40 T
50 T
63 T
80 T
100
160 T
200 T
T
Arus Gangguan Maksimum (A)
6,3 T
150
700
975
1200
1500
2025
2540
3200
3980
5000
6100
11500
15200
8T
300
500
1200
1500
2025
2540
3200
3980
5000
6100
11500
15200
10 T
400
500
1500
2025
2540
3200
3980
5000
6100
11500
15200
12,5 T
350
1000
2025
2540
3200
3980
5000
6100
11500
15200
16 T
730
1700
2400
3200
3980
5000
6100
11500
15200
20 T
900
1000
3200
3980
5000
6100
11500
15200
25 T
800
1500
3980
5000
6100
11500
15200
31,5 T
950
1950
5000
6100
11500
15200
40 T
1000
2500
6100
11500
15200
50 T
1750
3000
11500
15200
63 T
2500
11500
15200
80 T
5000
15200
100 T
8500
160 T
4000
160 K
200 K
Tabel 6.3. Koordinasi Proteksi Antar Fuse link tipe K dengan Fuse Link Tipe K
Arus
pengenal/ti
8K
10 K
12,5
16 K
pe pelebur
80 K
100
K
yang
memprotek
si (A)
1H
2H
3,15 H
5H
280
415
550
650
840
1100
1340
1700
2130
45
255
490
650
8540
1100
1340
1700
2130
45
255
490
650
840
1100
1340
1700
2130
85
8H
45
255
490
650
45
255
490
650
8K
10 K
12,5
16 K
20 K
Arus
pengenal/ti
840
1100
1340
1700
2130
840
1100
1340
1700
2130
pe pelebur
25 K
31,5 K
40 K
50 K
63 K
80 K
100
160 K
200 K
yang
Arus Gangguan Maksimum (A)
memprotek
si (A)
6,3 K
90
200
550
650
840
1100
1340
1700
2130
2800
3900
6800
9200
8K
170
300
650
840
1100
1340
1700
2130
2800
3900
6800
9200
10 K
200
300
840
1100
1340
1700
2130
2800
3900
6800
9200
12,5 K
250
550
1100
1340
1700
2130
2800
3900
6800
9200
16 K
250
550
1340
1700
2130
2800
3900
6800
9200
20 K
350
650
1700
2130
2800
3900
6800
9200
25 K
400
800
2130
2800
3900
6800
9200
31,5 K
600
1000
2800
3900
6800
9200
40 K
700
1250
3900
6800
9200
50 K
800
1750
6800
9200
63 K
1000
6800
9200
80 K
6800
9200
100 K
3500
9100
160 K
2000
BDAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, PM., 1999, Power System Protection Series Edition, McGraw Hill-IEEE
Press, New York.
2. Anthony J., 1983, Electrical Distribution Engineering McGraw-Hill, USA.
86
3. GEC Measurements, 1975, Protective Relays Application Guide Second Edition, GEC,
England.
4. Rao, Madhama, TS., 1999 Power System Protection Static Relay Second Edition, Tata
McGraw-Hill, New Dehli.
5. SPLN 52-1 : 1984, Pola Pengamanan Sistem, Bagian B : Sistem Transmisi 150 kV
Jakarta.
6. Turan Gunen, 1986, Electric Power Distribution System Engineering McGraw-Hill,
USA.
7. Warington, C., 1977, Protective Relays, Third Edition, Volume Two, Chapman & Hall,
London.
8. Wright, A., Christopoulus, C., Electrical Power System Protection First Edition,
Chapman & Hall, London.
9 William D. Stevenson, 1984, Analisa Sistem Tenaga Listrik Edisi ke empat, Penerbit
Erlangga, Jakarta
87