Anda di halaman 1dari 16

Panduan Praktikum Preparat obat Dermatologi dan Ophthalmologi

Oleh Enny Kusumastuti

Blok 15 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Pembagian grup : 1. Blok 15 Indralaya (3 grup) 2. Blok 15 Bukit (3 grup) Waktu praktikum : 1. Blok 15 Indralaya 2. Blok 15 Bukit Materi praktikum : 1. Preparat obat dermatologi : a. Solutio b. Unguentum c. Krim 2. Preparat obat ophthalmologi Tugas mahasiswa : 1. Membuat obat sesuai tugas 2. Membuat laporan hasil pembuatan obat ( setiap mahasiswa) Bahan pretes dan postes : 1. Medicines preparation for special sensory organs system (IT) 2. Panduan praktikum LARUTAN (solutio) Yang dimaksud dengan bentuk sediaan larutan adalah suatu sediaan yang mengandung bahan obat terlarut, dalam pelarut air atau sebagian besar air dengan cairan lain. Larutan harus jernih. Solutio adalah larutan dari satu macam zat dalam pelarut. Apabila bahan obat terlarut lebih dari satu maka sediaan disebut mikstura. ISTILAH KELARUTAN Keterangan Sangat mudah larut Mudah larut Larut Agak sukar larut Sukar larut Sangat sukar larut Praktis tidak larut Jumlah bagian yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian bahan Kurang dari 1 1 10 10 30 30 100 100 1000 1000 10.000 lebih dari 10.000 : a. Obat tetes mata : 8 Desember 2009 : 10 Desember 2009 : L1, L2 dan L3 : B1, B2 dan B3

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan larutan : a. Pembawa yang umum digunakan adalah air yang telah dimasak dan/atau disuling. b. Kelarutan bahan obat harus diketahui. Apabila bahan obat tidak larut dalam pembawa air maka bahan obat diganti bentuk lainnya yang larut misal : bentuk garamnya atau ester. Dalam hal ini sediaan dapat dibuat dalam bentuk eliksir dengan pembawa campuran air dan pembawa organik (alkohol, gliserin). c. Bahan obat berkhasiat keras dilarutkan terpisah kemudian baru dicampur, kecuali jika ada prosedur lain yang dapat meningkatkan kelarutan bahan obat tersebut. Misal : coffein dengan natrium benzoat; kloramfenikol dengan dapar borat. d. Bahan-bahan yang mudah menguap ditimbang dan ditambahkan terakhir. e. Larutan harus jernih dan bebas partikel, bila perlu disaring. Mikstura adalah larutan yang mengandung zat berkhasiat lebih dari satu dalam pelarut, misal: Solutio Magnesii Citratis ( mengandung 20% Magnesium citras). Tugas praktikum : 1. 2. 3. 4. 5. Solutio Permanganas Kalicus 1 50 ml Solutio Acidi Salicylici 0.5% 50 ml Asam aslisilat 0.5%, camphora 2%, buat solutio ad 40 ml Solutio asam borat 3% 30 ml Solutio Camphorae Spirituosa 50 ml

SUSPENSI Yang dimaksud dengan sediaan suspensi adalah suatu sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Bahan yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali. Sediaan suspensi dapat dipakai untuk penggunaan oral maupun topikal. Untuk pemakaian luar disebut LOTIO.

Pada pembuatan sediaan suspensi ditambahkan suatu bahan pensuspensi yang berfungsi untuk menstabilkan dispersi padat dalam cair. Bahan pensuspensi yang sering digunakan adalah : Gom Arab 1-2% , Tragakan 1-2%, Metilselulosa 0,5-2%, Bentonit 2%, Karboksimetilselulosa natrium 0,5-2% Teknik pembuatan suspensi ada dua cara: 1. Bahan suspensi dibuat mucilago dengan sejumlah 10 kali jumlah bahan pensuspensi. Bahan-bahan dapat dicampur dengan mucilago bahan suspensi dan digerus sampai terbentuk pasta yang homogen. Kemudian ditambahkan pembawa sedikit demi sedikit. 2. Bahan-bahan padat dan serbuk bahan pensuspensi digerus homogen, kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai terbentuk pasta yang baik setelah terbentuk pasta, sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit. Salep (unguentum). Salep adalah gel dengan perubahan bentuk plastis, digunakan untuk kulit sehat, sakit atau terluka atau pada selaput lendir (hidung, mata). Sediaan salep mengandung bahan obat yang terlarut (salep larutan) atau bahan obat yang tersuspensi (salep suspensi) dalam dasar salep. Menurut daya terapinya, salep dapat dibagi sebagai berikut: a. Salep epidermik : yaitu salep yang dimaksudkan bekerja hanya pada permukaan kulit dengan efek lokal. Pada umumnya digunakan sebagai pelindung, antiseptik, adstringensia dan parasitisida. Dasar salep yang digunakan adalah vaselin. b. Salep endodermik : yaitu salep yang dimaksudkan untuk melepaskan obat agar memasuki kulit, tetapi tidak menembus kulit, sebagian diserap dan bersifat sebagai emollientia, stimulantia dan lokal irritant. Dasar salep yang digunakan adalah minyak tumbuhan dan minyak alami. c. Salep diadermik : yaitu salep yang dapat melepaskan obat menembus kulit dan menimbulkan efek konstitusi. Salep diadermik hanya untuk pemakaian khusus misal: bahan obat berupa senyawa raksa, iodida, belladona. Dasar salep yang baik adalah: lanolin, adeps lanae, oleum cacao.

Menurut dasar salepnya, terdapat 2 jenis salep: I. Salep hidrofob : yaitu salep dengan dasar berlemak, mengandung campuran lemak, minyak, malam dan tidak dapat dicuci dengan air. Contoh: salep benzocaina FI. II. Salep hidrofil : yaitu salep dengan dasar salep emulsi w/o atau o/w, mempunyai daya serap air cukup besar. Salep jenis ini lebih mudah dicuci dengan air, terutama dasar salep o/w. Empat cara yang harus diperhatikan pada pembuatan salep yaitu: Cara 1: Bahan-bahan yang larut dalam campuran lemak yang tersedia, dilarutkan di dalamnya dan jika perlu dilakukan dengan pemanasan (penghangatan). Pada umumnya kelarutan bahan-bahan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar dalam minyak lemak daripada dalam vaselin. Cara melarutkan dengan bahan dasar minyak yaitu dengan menggerusnya dalam mortir, sedangkan dalam vaselin dihangatkan terlebih dulu. Contoh: kamfer, menthol, fenol, guaiakol dapat dilarutkan dengan mudah dengan jalan menggerusnya dalam mortir dengan suatu minyak, apabila dilarutkan dengan vaselin maka mortir harus dihangatkan terlebih dahulu. Cara 2 : Bahan-bahan yang mudah larut dalam air, jika tidak diberikan petunjuk lain, maka terlebih dahulu dilarutkan dalam air yang mana jumlah air yang digunakan untuk melarutkan dapat diserap oleh jumlah campuran lemak yang ada. Banyaknya air yang dipakai dikurangkan dari jumlah campuran lemak yang ada. Pada cara 2 ini terdapat pengecualian yaitu AgNO 3 walaupun larut dalam air, tetapi dalam salep tidak dilarutkan dalam air karena bahan tersebut bersifat oksidator, merusak zat-zat organik dan menghitamkan kulit. Daya serap air dari dasar salep :
100 bagian dasar salep Adeps lanae Lanolin Vaselin flavum Vas flav + 5% cera flava Vas flav + 5% adeps lanae Vaselin album Vas alb + 5% cera flava Vas alb + 5% adeps lanae air 180-220 110-140 10-40 24-60 100-140 10-40 40-75 80-120 gliserin 120-140 60 20-100 55 110 20-90 60 150 spir. dil. 30-40 22-35 8-15 12-25 20-25 15-20 5-10 10-15

Kelarutan zat-zat dalam vaselin album : Acidum salicylicum Camphora Iodium Mentholum 0.03-0.06% 14-25% 0.8-1% 18-20% Naphtholum Phenolum Sulfur praecipitatum Thymolum 0.1-0.13% 0.5-0.75% 0.25-0.5% 5.8-6%

Cara 3: Bahan-bahan yang sukar atau tidak cukup melarut dalam lemak dan air, mula-mula diserbuk dan diayak dengan ayakan B-40. Pada pembuatan salep, bahan padat dicampur dengan setengah atau sama dengan bobot lemak, jika perlu lemak dicairkan lebih dahulu kemudian sisa lemak ditambahkan sedikit demi sedikit. Pada cara ini yang sering dilupakan adalah bahan padat tidak diayak dan pemakaian lemak untuk melarutkan terlalu banyak, sehingga salep yang terbentuk mengandung butir-butir. Apabila terjadi demikian maka dapat diperbaiki dengan cara mencairkan salep, apabila bahan-bahan tahan panas, kemudian diaduk sampai dingin. Contoh bahan: ZnO, sulfonamida, kalomel. Cara 4 : Jika salep dibuat dengan jalan mencairkan, maka campuran harus diaduk sampai dingin. Salep yang dibuat dengan cara ini disebut salep lebur, terutama bila mengandung dasar salep campuran. Contoh dasar salep campuran: 1. vaselin dengan adeps lanae 2. vaselin dengan paraffin solidum Pengerjaan bahan-bahan tertentu dalam pembuatan salep: a. Asam salisilat, benzocain: karena bahan-bahan tersebut sukar larut dalam lemak maupun air, maka digerus dalam mortir hangat sambil ditetesi alkohol 90% sampai larut (4 5 tetes), kemudian ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit. b.ZnO, asam borat, sulfonamida: mula-mula digerus halus, kemudian diayak dengan ayakan B-40 baru kemudian dengan dasar salep sejumlah setengahnya atau sama dengan bobot bahan obat. Bila perlu dasar salep dicairkan dahulu. c.Ichtyolum,balsam peru: bahan ini harus ditambahkan terakhir dan dasar salep dalam keadaan dingin. d.Beta-naftol: karena mempunyai dosis maksimum maka harus dihitung dosis pakainya dan dibuat dalam bentuk salep yang terbagi.

e.Cairan-cairan alcohol dalam salep : bila zat berkhasiat tidak menguap dan tahan panas, diuapkan sampai konsistensinya menyerupai sirup, kehilangan berat zat diganti dengan dasar salep, contoh : Tct. Opii, ekstrak liquidum. Bila zat berkhasiat mudah menguap, tidak tahan pemanasan maka campurkan sedikit-sedikit. Contoh resep

Dr. Dimas SIP 1231/IP/2000 1. Jl. Mahakam 5 Palembang


Plg, 20 Maret 09

Dr. Nadia 2. SIP 4311/IP/2001 Jl.Musi 8 Palembang


Plg, 22 Maret 09 R / Garamisin 0,3% Hidrokortison Ac. 1,0% Vaselin ad 10 mf ungt sue Pro : Juwita

R/ Camphora 1% Ol Cayuputi ml 1 Metil salisilat ml 2 Vaselin ad 20 mf ungt sue Tugas praktikum

1. Whitefield salep 10 g, untuk Anto , 5 tahun(Form Ind) 2. Salep 2-4, untuk Wilmar, 6 tahun (Form Ind) 3. Ol. Anisi dalam Methylis Salicylatis unguentum, 10 g, untuk Nindya (For Nas) 4. Asam salisilat 1 % dalam Zinci unguentum 10 g, untuk Desi (Form Ind) 5. Asam benzoat 1% dalam Unguentum ichthamoli 10 g, untuk Hanum (Form Ind) Krim Krim merupakan sediaan setengah padat , berupa emulsi, mengandung air tidak kurang dari 60%. Sediaan untuk kosmetika mengandung air lebih besar dari 60%. Krim dimaksudkan untuk terapi lokal, selain untuk kulit juga untuk membran mukosa. Dasar krim adalah emulsi tipe w/o atau o/w. Pada pembuatan emulsi sebagai dasar krim digunakan suatu emulgator agar dasar krim tidak rusak (stabil). Emulgator yang sering digunakan: emulgide, trietanolaminstearat (TEA ). Krim stearat dibutuhkan dalam kosmetik sebagai vanishing cream, sebagai emulgator adalah garam-garam natrium, kalium, atau ammonium dari asam stearat seperti trietanolaminstearat. Untuk penyiapannya digunakan komponen alkali dan asam stearat dalam suatu perbandingan, sehingga terbentuk 15 20% senyawa garam.

Penambahan gliserol 10% sebagai pelembut atau pelunak, lihat komposisi dasar krim C (krim stearat beralkali lemah dengan pH 7,2 8,4, perhatikan pH lingkungan kulit 4,8 5,8). Komposisi dasar krim A. Oleum sesami Emulgide Aqua ad 15 15 100 B. Oleum sesami Emulgide Aqua ad 30 10 100

Krim stearat : R/ As. Stearat 14.2 Gliserin 10.0 Borax 0.25 TEA 1.0 Aqua 75 Cara pembuatan dasar krim A dan B: a. Emulgide dan oleum sesami dipanaskan di penangas air sampai melebur. b. Aqua dipanaskan. c. a dan b dicampur dalam mortir yang sudah dipanaskan ( suhu a dan b diusahakan sama). Campuran diaduk sampai homogen dan dingin, kemudian digunakan untuk pembuatan krim. Cara pembuatan dasar krim stearat: a. Asam stearat dan gliserin dipanaskan di atas penangas air. b. Boraks, TEA dan air dipanaskan di atas penangas air. c. a dan b dicampur dalam mortir yang telah dipanaskan (suhu a dan b diusahakan sama). Campuran diaduk sampai homogen dan dingin, kemudian digunakan untuk pembuatan krim. Contoh resep 1. Dr. Amiruddin SIP. 671/IP/1980 Jl. Bangka 7 Palembang Plg, 4-11-2009 R/ Eritromisin Vitamin C Mf krim s.u.e Pro : Nurma 0,3% 1% ad 10 Dr. Amiruddin SIP. 671/IP/1980 2. Jl. Bangka 7 Palembang Plg, 5 -11-2009
R/ Ol. Cayuputi 2%

Camphora 3% Mfla krim ad 15


s.u.e

Pro : Mirna

Tugas praktikum : 1. As. Salisilat 1%, asam benzoat 1% basis krim stearat ad 10 g, pro: Hasni, sue 2. Ol. Cayuputi 3%, metil salisilat 2%, basis krim stearat ad 10 g, pro : Wanna, suc 3. Camphora 2%, mentol 1%, basis krim stearat ad 10 g, pro : Zurna, sue 4. Oleum anisi 4%, mentol 5% basis krim stearat ad 10 g, pro : Prita, suc 5. Asam salisilat 1%, sulfur 2%, basis krim stearat ad 10g, pro : Gunadi, sue GUTTAE Yang dimaksud dengan sediaan guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam atau luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku Farmakope Indonesia. Guttae diberikan untuk pemakaian dalam dan pemakaian luar, contoh guttae untuk pemakaian dalam adalah obat tetes yang diberikan secara oral antara lain : vitamin, antibiotika, obat penurun panas, dan lain-lain. Guttae yang diberikan untuk pemakaian luar : a. Guttae auriculares (tetes telinga) Kecuali dinyatakan lain, sediaan tetes telinga dibuat dengan menggunakan cairan pembawa, mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga. Pembawa yang sering digunakan : gliserol, propilenglikol, dapat juga digunakan etanol, heksilenglikol, minyak lemak nabati. a. Guttae nasales (tetes hidung) Sediaan yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat mengandung bahan pensuspensi, bahan dapar, dan pengawet. Pembawa yang digunakan biasanya air, apabila digunakan pembawa selain air maka sedapat mungkin mempunyai pH antara 5,5 sampai 7,5, kapasitas dapar sedang. b. Guttae opthalmicae ( tetes mata)

Sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata sekitar kelopak mata . Sediaan tetes mata harus memenuhi syarat dalam hal : sterilitas dan kejernihan (untuk larutan). Pada sediaan guttae perlu ditambahkan bahan pengawet, terutama sediaan tetes mata dosis ganda. Contoh bahan pengawet : tiomersal 0,002%, garam fenilmerkuri 0,002%, klorheksidin 0,0005%-0,01%, bensilakohol 0,5%-1.0%. Hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan guttae : 1. Kelarutan dan sifat bahan obat harus diketahui. Karena volume yang dibuat pada umumnya kecil, maka pada saat melarutkan bahan obat perlu diperhatikan cara melarutkannya. 2. Sediaan tetes mata berupa larutan harus jernih, maka perlu dilakukan penyaringan dua kali. Oleh karenanya pada pembuatan volume yang dibuat ditambah 20% dari volume yang diminta. TONISITAS Suatu larutan dikatakan mempunyai tonisitas yang sama dengan serum atau cairan mata atau ISOTONIS apabila : 1. Mempunyai titik beku yang sama dengan serum atau cairan mata yaitu 0.52 (dihitung berdasarkan penurunan titik beku zat berkhasiat). 2. Mempunyai konsentrasi sama dengan serum yaitu 0.3 M (dihitung berdasarkan molaritas larutan zat berkhasiat). 3. Mempunyai tonisitas sama dengan 0,9% NaCl (dihitung berdasarkan ekivalensi zat berkhasiat dengan NaCl). Suatu larutan dapat bersifat hipertonis atau hipotonis. Apabila suatu larutan hipertonis akan dibuat isotonis maka konsentrasi bahan yang harus dikurangi, sedangkan untuk larutan hipotonis harus ditambahkan suatu bahan pengisotoni hingga mencapai tonisitas yang sama dengan serum.

Contoh resep: 1. Dr. Andra SIP : 324/IP/1985 Jl. Merawan no. 5 Plg Plg, 14-11-2009 R / Pilokarpin HCl 1% Zink Sulf. 1% Aqua ad 20 ml Mfla gutt.Opht.isot. S tdd gtt. IV o.s. 2. Dr. Fathia R SIP :2345/IP/2000 Jl. Diponogoro no. 1 Plg Plg,14-11-2009 R/ Albucid HCl 5% Lidokain HCl 1% Aqua ad 10 ml Mfla gutt.ophth. isotoni S t dd gtt. III ods.

Pro : Nurma

Pro : Bani

Tugas praktikum : Buat obat tetes mata isotonis 1. Nafazolin 1%, Zink sulfat 200 mg, aqua ad 20 ml, aturan pakai tiga kali sehari tiga tetes pada mata kiri dan kanan 2. Pilokarpine HCl 100 mg ,asam borat 1% , aqua ad 20 ml aturan pakai tiga kali sehari empat tetes pada mata kanan 3. Zink sulfas 200 mg, Homatropin HBr 100 mg aqua ad 20 ml aturan pakai tiga kali sehari dua tetes pada mata kiri 4. Skopolamin HCl 1%, Zink khlorid 100 mgaqua ad 20 ml aturan pakai tiga kali sehari dua tetes pada mata kiri dan kanan 5. Physostigmin sulfas 0.5%, Zink sulfas 0.5% aqua ad 20 ml aturan pakai tiga kali sehari empat tetes pada mata kanan

CARA MENYELESAIKAN SEBUAH RESEP (OBAT RACIKAN) Sebelum kita mengerjakan suatu resep, hal yang perlu diperhatikan dari resep tersebut adalah: 1. Kelengkapan resep: apakah sudah memenuhi syarat sebuah resep yang lengkap. 2. Komposisi obat: apakah mengandung obat paten, obat jadi, atau obat standar. 3. Interaksi obat: apakah terdapat interaksi baik secara fisika, kimia atau farmakologi. 4. Ada tidaknya obat narkotika dan/atau obat keras. Apabila resep yang akan dibuat telah diteliti sebagaimana disebut di atas, langkah selanjutnya adalah: 1. Lengkapilah resep tersebut apabila ada kekurangan dalam penulisan misalkan: jumlah obat, tanggal, signa/aturan pakai. 2. Komposisi dari obat paten, obat jadi, atau obat standar dapat dilihat dalam buku-buku antara lain: Daftar Obat Indonesia (DOI), Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Indonesia Index of Medical Specialities (IIMS), Formularium Nasional . 3. Apabila terdapat interaksi dalam resep tersebut, maka harus dicari cara pengatasannya. Bahan-bahan yang dapat berinteraksi misalkan: dipisahkan, diganti, atau dikeluarkan. 4. Resep yang mengandung obat narkotika atau obat keras harus dihitung dosis pakainya. CONTOH:

Dr. Mustika SID : 0586/Kanwil/ID/98 SIP : 014/Kanwil/ID/99 Rumah: Praktek: Jl. Musi 10 Jl. Indragiri 14 Palembang Palembang Plg, 2-11-2009 R/ Erysanbe kap. 1/2 Parasetamol tab. 1/4 Codein HCl. mg 10 Mf pulv. dtd no. X S tdd pulv Pro: Gilang (2 tahun)

Penyelesaian contoh resep di atas sebagai berikut: 1. Kelengkapan resep: tidak lengkap. Dalam hal ini tidak ditulis tempat dan tanggal resep dibuat, sehingga perlu dilengkapi. 2. Komposisi obat: terdapat obat paten yaitu Erysanbe dan obat generik Parasetamol, maka perlu dicari di ISO atau DOI. 3. Interaksi obat : 1. Erysanbe adalah antibiotika yang potensinya akan turun jika dicampur dengan obat-obat lain sehingga perlu dipisahkan dari bahan obat lainnya. 2. Parasetamol berkhasiat analgesik-antipiretik yang digunakan apabila pasien panas saja, sebaiknya dibuat sediaan terpisah. 4. Perhitungan dosis pakai obat : Dalam resep terdapat narkotika yaitu Codein HCl dan obat keras yaitu Erysanbe sehingga perlu diperhitungkan dosis pakainya terhadap dosis maksimum untuk pasien tersebut. Dari Farmakope Indonesia III diketahui bahwa: Dosis maksimum Codein HCl : satu kali 60 mg dan satu hari 300 mg. Dosis maksimum Eritromisin : satu kali 500 mg dan satu hari 4000 mg. Selanjutnya dihitung dosis maksimum anak umur 4 tahun dan seterusnya sebagaimana telah ditulis pada bab perhitungan dosis untuk anak, juga proses dosis pakainya. Jika dosis pakai melebihi dosis maksimum, maka dosis pakai harus dipertimbangkan lagi apakah memang dikehendaki demikian atau dosisnya diturunkan. 5. Penulisan resep yang rasional. Dari buku didapat bahwa Erysanbe kapsul mengandung Eritromisin 200 mg/kapsul, Parasetamol mengandung Asetaminofen 500 mg.

Dr. Mustika SID : 0586/Kanwil/ID/98 SIP : 014/Kanwil/ID/99 Rumah: Praktek: Jl. Musi 10 Jl. Indragiri 14 Palembang Palembang Palembang, 2-11-2009 R/ Erysanbe kap Mf pulv. dtd no. X S tdd pulv I R/ Parasetamol tab. Mf pulv. dtd no. X S tdd p I prn R/ Codein HCl. mg 10 Mf pulv. dtd no. X S tdd pulv I Pro: Gilang (2 tahun)

6. Penimbangan dan pembuatan obat. Langkah-langkah pembuatan sediaan secara garis besar sebagai berikut: 1. Lakukan penimbangan bahan obat (untuk obat yang jumlahnya < 50 mg, dilakukan pengenceran dengan menambahkan vehikulum pada bahan obat). 2. Lakukan pembuatan sediaan sesuai dengan bentuk sediaan yang ditentukan sifat bahan obat (secara lege artis). 3. Lakukan pengemasan yang rapi dan bersih. 4. Tulis etiket dan label untuk sediaan sesuai aturan pakai dan nama penderita dalam resep.

CONTOH JURNAL RESEP


1. KELENGKAPAN RESEP : lengkap /tidak lengkap a. Nama dokter : b. Alamat praktek : c. Tempat/tanggal resep ditulis : d. Nama obat dan jumlah obat : e. Cara pembuatan dan Signatura : f. Nama penderita dan umur : g. Alamat penderita :

2. KOMPOSISI OBAT : obat paten/standar : ada/ tidak Buku : ISO/DOI/IIMS/FORM.IND/FORM. NAS.hal :

3. PERHITUNGAN DOSIS PAKAI/DOSIS MAKSIMUM : obat narkotika/keras. Buku : Farmakope Indonesia III, Nederlandse Pharmacopee V dan lainnya.

4.PENULISAN RESEP YANG RASIONAL

5. PEMBUATAN OBAT : (dengan penimbangan terperinci)

6.ETIKET :

putih (obat dalam), biru (obat luar)

Apotik Laboratorium Farmasi FK Unsri Kampus F Indralaya Ogan Ilir Apoteker : Dra. Enny Kusumastuti Apt. M.Kes S.I.P.F. : 012/2003 S.I.A. : 123//2003 No. Plg, Pro :

LABEL : a.

Kocok dulu

b. Tidak boleh diulang tanpa resep dokter

Anda mungkin juga menyukai