Anda di halaman 1dari 16

Emulsi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari

A. Proses sebelum emulsi. B. Fase II dalam proses emulsi. C. Emulsi tak stabil. D. Emulsi yang stabil Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi berupa zat cair. Berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Emulsi Gas (Aerosol Cair) 2 Emulsi Cair o 2.1 Demulsifikasi o 2.2 Pengenceran
o

2.3 Emulsi Padat atau Gel

Emulsi Gas (Aerosol Cair)


Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk sistem koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.

Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak. Sifat emulsi cair yang penting ialah:

Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi.

Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.

Emulsi Padat atau Gel

Koloid Emulsi
KOLOID EMULSI Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat terlihat pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan emulsi diperlukan zat pemantap

yang disebut emulgator. Emulsi Gas Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan denganmuatan partikel. Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.

Emulsi Cair Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak). Bagaimana air dan minyak dapat bercampur sehingga membentuk emulsi cair? Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi (emulgator) ditambahkan dalam larutan tersebut. Karena kebanyakan emulsi adalah dispersiair dalam mnyak, dan dispersiminyak dalam air, maka zat pengemulsi yang digunakan harus dapat larut dengan baik di dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organic yang memiliki gugus polar dan non-polar. Bagian non-polar akan berinteraksi dengan minyak/ mengelilingi partikel-partikel minyak, sedangkan bagian yang polar akan berinteraksi kuat dengan air. Apabila bagian polar ini terionisasi menjadi bermuatan negative, maka pertikel-partikel minyak juga akan bermuatan negatif. Muatan tersebut akan mengakibatkan pertikel-partikel minyak saling tolak-menolak dan tidak akan bergabung, sehingga emulsi menjadi stabil. Contohnya: ada sabun yang merupakan garam karboksilat. Molekul sabun tersusun dari ekor alkil yang non-polar (larut dalam minyak) dan kepala ion karboksilat yang polar (larut dalam air). Prinsip tersebut yang menyebabkan sabun dan deterjen memiliki daya pembersih. Ketika kita mandi atau mencuci pakaian, ekor non-polar dari sabun akan menempel pada kotoran dan kepala polarnya menempel pada air. Sehingga tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan jauh lebih mudah untuk menarik kotoran.

Beberapa sifat emulsi yang penting: - Demulsifikasi Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH). - Pengenceran Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi. Emulsi Padat atau gel Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu: (i) Gel elastis Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini bersifat elastis. Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah gelatin dan sabun. (ii) Gel non-elastis Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang cukup kuat, maka gel ini dapat bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat dibuat dengan reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel silika. Beberapa sifat gel yang penting adalah: - Hidrasi Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair. - Menggembung (swelling)

Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan menggembung. - Sineresis Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis. - Tiksotropi Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya adalah gel besi oksida, perak oksida, dsb.

Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fase terdispersi) dengan zat cair lainnya (fase pendispersi). Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu: Fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator. Ada dua tipe emulsi, yaitu: a. Emulsi A/M yaitu butiran-butiran air terdispersi dalam minyak b. Emulsi M/A yaitu butiran-butiran minyak terdispersi dalam air. Pada emulsi A/M, maka butiran-butiran air yang diskontinyu terbagi dalam minyak yang merupakan fase kontinyu, Sedangkan untuk emulsi M/A adalah sebaliknya. Kedua zat yang membentuk emulsi ini harus tidak atau sukar membentuk larutan dispersirenik Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil. Untuk itu kita memerlukan suatu zat penstabil yang disebut zat pengemulsi atau emulgator. Tanpa adanya emulgator, maka emulsi akan segera pecah dan terpisah menjadi

fase terdispersi dan medium pendispersinya, yang ringan terapung di atas yang berat. Adanya penambahan emulgator dapat menstabilkan suatu emulsi karena emulgator menurunkan tegangan permukaan secara bertahap. Adanya penurunan tegangan permukaan secara bertahap akan menurunkan energi bebas yang diperlukan untuk pembentukan emulsi menjadi semakin minimal. Artinya emulsi akan menjadi stabil bila dilakukan penambahan emulgator yang berfungsi untuk menurunkan energi bebas pembentukan emulsi semaksimal mungkin. Semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi maka emulsi akan semakin mudah terbentuk. Tegangan permukaan menurun karena terjadi adsorpsi oleh emulgator pada permukaan cairan dengan bagian ujung yang polar berada di air dan ujung hidrokarbon pada minyak. Daya kerja emulgator disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik dalam minyak maupun dalam air. Bila emulgator tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam zat yang polar maka akan lebih mudah terjadi emulsi minyak dalam air (M/A), dan sebaliknya bila emulgator lebih larut dalam zat yang non polar, seperti minyak, maka akan terjadi emulsi air dalam minyak (A/M). Emulgator membungkus butir-butir cairan terdispersi dengan suatu lapisan tipis, sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung membentuk fase kontiniyu. Bagian molekul emulgator yang non polar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut air. Pada beberapa proses, emulsi harus dipecahkan. Namun ada proses dimana emulsi harus dijaga agar tidak terjadi pemecahan emulsi. Zat

pengemulsi atau emulgator juga dikenal sebagai koloid pelindung, yang dapat mencegah terjadinya proses pemecahan emulsi, contohnya:Gelatin, digunakan pada pembuatan es krim; Sabun dan deterjen; Protein; Cat dan tinta; Elektrolit . Kestabilan Emulsi Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat . Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu: 1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap, 2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah: 1. Tegangan antarmuka rendah

2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka 3. Tolakkan listrik double layer 4. Relatifitas phase pendispersi kecil 5. Viskositas tinggi.

Emulsi adalah

dispersi koloidal 2 cairan yang tidak bercampur karena perbedaan kepolaran. globul terdispersi makromolekul (dengan ukuran 100-100.000 m) dalam medium pendispersi.

Tahap penentu pembentukan emulsi:

Tahap pemisahan: disrupsi dan distruksi. Ruahan menjadi globul ditentukan oleh waktu dan kecepatan pengadukkan. Pengadukkan dengan kecepatan tinggi menggunakan ultraturax sudah pecah (sudah opak seperti susu dan kecepatan diturunkan) masuk ke dalam tahap stabilisasi. Tahap stabilisasi: mekanisme kerja emulgator.

Faktor yang harus diperhatikan dalam proses emulsifikasi: 1. Polidispersi globul sferis tergantung dari pengadukkan fasa terdispersi. 2. Enersi antar muka 2 cairan yang tidak bercampur menyebabkan ketidakstabilan sehingga usaha enersi antar muka minimum. 3. Stabilisator pada antar muka. 4. Bahan peningkat viskositas dapat mengurangi kecepatan penggabungan globul terdispersi. 5. Dibentuk 2 fase stabilisasi dengan fase ketiga adalah emulgator atau multi emulsi (o/w/o, w/o/w)

Tujuan Pembentukan Emulsi: 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatkan kelarutan Meningkatkan stabilitas Memperbaiki penampilan Menutupi rasa tidak enak Efek obat diperlambat

Faktor yang Mempengaruhi Proses Emulsifikasi:


Tegangan permukaan 2 fase cair, karena adanya perbedaan polaritas dan zat cair tersebut. Energi bebas permukaan: dapat membentuk koalescen, yaitu penggabungan globul. Emulgator: film antar muka, tolak menolak muatan, dan repulsi sterik untuk emulgator muatan.

Mekanisme Stabilisasi Emulsi: 1. Emulgator surfaktan: membentuk lapisan film monolayer pada antar muka globul. Macam2 surfaktan: surfaktan kationik, anionik, nonionik (Span dan Tween), dan zwitter ion. Surfaktan harus dipanaskan karena akan meningkatkan asosiasi globul dan menurunkan viskositas fase terdispersi sehingga lebih mudah terbentuk. 2. Emulgator koloid hidrofil: membentuk lapisan film multilayer pada antar muka globul dan dapat meningkatkan viskositas. Contoh koloid hidrofil: gelatin, agaragar, tragakan, karagenan, gom arab, dan Na-alginat. Koloid hidrofil harus dikembangkan terlebih dahulu. Lapisan film multilayer terbentuk karena adanya air sehingga terbentuk crosslink/struktur 3 dimensi di sekitar globul karena adanya ikatan hidrogen sehingga dapat menjerat air. Selulosa jika digunakan sebagai koloid hidrofil, hati-hati terhadap valensi tinggi karena dapat merusak lapisan multilayer sehingga terbentuk koalescen. Koalescen adalah ukuran lapisannya berkurang karena emulgatornya berkurang. 3. Emulgator partikel halus: membentuk lapisan monolayer pada antar muka globul karena kemampuan partikel halus teradsorpsi pada permukaan. Kekuatan stabilisator pada emulgator partikel halus sangat lemah, tergantung dari keruahan minyak. Tidak terbentuk lapisan multilayer dikarenakan partikel halus teradsorpsi pada permukaan globul. Contoh yang sering digunakan adalah veegum, bentonit, dan PGA. Veegum dan bentonit harus ditambahkan dengan air panas lalu dikocok dengan blender dengan kecepatan tinggi agar partikel dapat dipecah sehingga air bisa berpenetrasi ke dalamnya. PGA dikembangkannya tidak boleh dengan di blender karena nanti polimernya akan terpecah-pecah. Apabila terpecah makan akan tidak dapat membentuk crosslink antar polimer tersebut. Tegangan permukaan yang tinggi distabilkan oleh emulgator. Hal ini diperlukan agar partikel tidak bergabung. Jika partikel bergabung, maka dosis tidak merata.

Pengadukkan dapat mendispersikan fase terdispersi. Hal ini disebabkan karena memberikan energi kinetika yang dapat menyebabkan fase terdisperdi terpecah menjadi globul-globul kecil. Untuk membuat antasid tidak disarankan menggunakan koloid hidrofil sebagai suspending agent, karena kapasitas penetralannya asamnya tidak sempurna. Antasid digunakan untuk menetralkan asam lambung akibat gastritis dengan mengadsorpsi asam lambung. Karena mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi sehingga kapasitas penurunanya menurun. Formulasi Dalam Emulsi: 1. Fasa terdispersi 2. Fasa pendispersi 3. Komponen aditif Ketiga faktor di atas menentukan:

Pembentukan emulsi. Parameter fisikanya adalah: panas, waktu pengadukkan, dan kecepatan pengadukkan. Parameter kimianya: stabilitas kimia (pH) dan penguraian (toksisitas). Pertimbangan formula, tergantung dari konsistensi/viskositas dan rheologi. Pemilihan fasa minyak dilihat faktor-faktor yang mempengaruhinya, misalnya konsistensi, rasa, dan koefisien partisi zat aktif dengan aditif.

Penentuan koefisien partisi adalah memakai air-oktanol lalu ditambahkan zat kemudian kocok sekian menit. Lalu tentukan konsentrasi fasa minyak dan fasa air. Koefisien partisi = [pada minyak]/[pada air] Aditif dalam sediaan emulsi: 1. 2. 3. 4. Pengawet, misalnya propil paraben (tidak larut baik dalam air) dan metil paraben. Antioksidan Emulgator Flavour

M/A atau A/M, dasar pemilihannya adalah misalnya A/M diperlukan dosis yang besar. Hal ini dikarenakan dilepaskannya sedikit-sedikit. Contoh A/M adalah TPN (Total Parenteral Nutrition). Tipe A/M lebih viskos daripada M/A. Bentuk ketidakstabilan emulsi: 1. Flokulasi: dikarenakan emulgator kurang, lapisan pelindung tidak menutupi semua bagian globul sehingga 2 globul bersatu membentuk aggregat. 2. Koalescens: dikarenakan hilangnya lapisan film dan globul semakin besar dan bersatu.

3. Kriming: dikarenakan adanya pengaruh gravitasi sehingga terjadi pemekatan di permukaan dan di dasar. 4. Inversi fasa: dikarenakan adanya perubahan viskositas. 5. Breaking/demulsifikasi: pecah akibat hilangnya lapisan film karena pengaruh suhu. Mikroemulsi: dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran partikel 10-100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar dimana misel-misel bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang tinggi. Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi: 1. 2. 3. 4. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang terjadi. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel surfaktan dan globul emulsi. 5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi. Mikroemulsi: partikel lebih kecil, luas permukaan lebih besar tetapi karena adanya konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan partikel terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada emulsi biasa dan tidak memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan diperlukan untuk menurunkan hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan: etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat, poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-diisostearat. Sifat mikroemulsi:

Ukuran partikel 10-100 nm Stabil Sederhana Ada kekuatan solubilisasi Ada peningkat aktivitas Penampilan: cair dan transparan.

Contoh formula:

Gliserin Trietanolamin Mg-alumunium silikat Metil paraben Air

Pada mikroemulsi, fase minyak memakai yang viskositasnya rendah. Hal ini dikarenakan agar densitasnya tidak naik sehingga mudah dicampur dan tidak kriming.

Emulgel: sediaan emulsi yang fase airnya ditingkatkan viskositasnya dengan menambahkan gelling agent. Emulgel mikroemulsi lebih sulit pembuatannya karena konsentrasi surfaktan dan cosurfaktan yang tinggi menyebabkan air sulit berpenetrasi. Formulasi emulsi dengan rasio fase air-minyak:

untuk menilai potensial termodinamika dalam sistem 2 fasa pada T&P konstan adalah energi bebas Gibbs berhubungan dengan HLB. perubahan spontan akan terjadi karena adanya reduksi energi bebas (G < 0) Komposisi tergantung dari 1 komponen independen dalam sistem 2 fasa.

SURFAKTAN

Surfaktan (surface active agent) atau zat aktif permukaan,adalah senyawa kimia yang terdapat pada konsentrasi rendah dalam suatu system, mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan antarmuka pada system tersebut. Energi bebas permukaan-antarmuka adalah kerja minimum yang diperlukan untuk merubah luas permukaan-antarmuka. Dari sudut pandang struktur molekulnya, teradsorpsinya struktur molekul surfaktan ke permukaan-antarmuka, karena molekul surfaktan mempunyai dua gugus yang karakternya saling berlawanan, yaitu gugus organik yang lipofilik dan gugus anorganik yang lipofilik. Didalam air, surfaktan akan terkonsentrasi pada permukaan-antarmuka daipada di badan larutannya. Penambahan molekul surfaktan berikutnya, pada suatu saat akan tercapai keadaan dimana permukaan-antarmuka sudah jenuh/ tertutupi oleh molekul surfaktan dan adsorpsi surfaktan ke permukaan-antarmuka tidak terjadi lagi. Pada keadaan ini

molekul-molekul surfaktan mulai berasosiasi membentuk suatu struktur yang disebut misel. Konsentrasi dimana mulai terbentuk misel disebut konsantrasi misel kritis (KMK). Dengan terbentuknya misel, sifat-sifat larutan akan berubah secara mandadak, seperti tegangan permukaan-antarmikanya, viskositasnya, daya hantar listrik, dan lain-lain, sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksud penelitian. Banyak kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan fenomena permukaan-antarmuka. Misalnya proses pembersihan kotoran pada pakaian, dan peralatan rumah tanggga, menulis pada kertas dengan menggunakan tinta, air dijaga agar tidak penetrasi kedalam daun oleh suatu senyawa hidrofobik menyerupai lilin yang terdapat dipermukaan daun. Fenomena permukaanantarmuka juga banyak dimanfaatkan pada proses-proses industri, seperti industri tekstil, plastik dankaret sintetik, pigmen, agrokimia, farmasi, kosmetik, pangan, teknik sipil. Dalam bidang-bidang tersebut, surfaktan digunakan sebagai emulsifier, dispersant, wetting agnt, foaming dan anti foaming agent, dan lainlain.

Klasifikasi Surfaktan Berbagai dasar dari alasan yang digunakan orang dalam

mengklasifikasikan surfaktan. Tergantung tujuannya, secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut : a) Berdasarkan sumber bahan baku pembuatannya, dikenal : Surfaktan dengan bahan baku petroleum Surfaktan dengan bahan baku batu bara Surfaktan dengan bahan baku lemak atau minyak

b)

Surfaktan dengan bahan baku karbohidrat Bardasarkan struktur ion : ada tidaknya muatan iion pada rantai

panjang bagian hidrofobiknya, dikenal 4 macam, yaitu : Surfaktan kationik : umumnya merupakan garam-garam ammonium kuarterner atau amin. C12H25Cl + N(CH3)3
_______________

[C12H25N-(CH3)3]+Cl-

Contoh : Dodekildimetilbenzilammonium klorida Heksadekiltrimetilammonium klorida Surfaktan anionik : umumnya merupakan garam natrium, akan terionisasi menghasilkan Na+ dan ion surfaktannya bermuatan negatif. Surfaktan anionik umumnya diproduksi secara besarbesaran pada industri detergen. Menurut U.S. Tarrif Commision Statistic pada tahun 1957, detergen anionik yang digunakan adalah sekitar 75% dari seluruh surfaktan yang digynakan, dan hampir 95% darinya adalah alkil-alkil sulfat dan alkil benzen sulfonat. Jenis ini merupakan komponen polutan utama detergen pada air permukaan. Contoh : Natrium dodekil sulfonat : C12H23CH2SO3-Na+ Natrium dodekil benzensulfonat : C12H25ArSO3-Na+ Surfaktan nonionik : sejenis ini tidak berdisosiasi dalam air, tetapi bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya digunakan bersama-sama dengan surfaktan aniomik. Jenis ini hampir semuanya merupakan senyawa

turunanpoliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari polihidroksi alkohol. Contoh :Pentaeritritit palmitat : CH3(CH2)14COO-CH2-

C(CH2OH)3 Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H Surfaktan amfolitik : jenis ini mengandung gugus yang bersifat anionic dan kationik seperti pada asam amino. Dengan demikian, protein susu kasein adalah salah satu biosurfaktan yang termasuk jenis ini. Molekulnya biasanya mengandung gugus karboksilat atau fosfat sebagai anion, dan gugus ammonium kuarterner sebagai kation. Jenis ini relati mahal dibandingkan dengan yang lainnya. Contoh : Heksadekilaminopropionat : C18H35-NH2+-CH2-CH2-COODodekilaminopropionat : C18H25-NH2+-CH2-CH2-COO Berdasarkan nilai HLB Griffin (1949) menggunakan suatu skala yang dikenal sebagai skala HLB. Klasifikasi ini didasarkan pada polaritas relatif yang dimiliki oleh molekul surfaktan yang ditimbulkan oleh gugus hidrofl dan gugus lipofilnya. Dengan karaktre ganda tersebut, surfaktan akan bertindak sebagai jembatan antara dua zat yang sebenarnya tidak larut satu sama lain. Griffin membagi surfaktan dalam skala 1 sampai 40. surfaktan dengan nilai HLB rendah (1-8) larut dalam minyak, sedangkan yang memiliki HLB lebih tinggi larut dalam air. Meskipun klasifikasi ini hanya didasarkan pada kelarutan surfaktan didalam medum, dan sama sekali tidak menjelaskan mengenai kestabilan emulsi yang terbentuk, namun dapat digunakan untuk

meramalkan bentuk emulsi yang terjadi dengn penggunaan surfaktan tersebut. Surfaktan yang memiliki nilai HLB rendah akan menghasilkan emulsi berbentuk air dalam minyak (w/o), dan sebaliknya jika nilai HLB-nya tinggi akan menghasilkan emulsi minyak dalam air (o/w). Berdasarkan Unsur dan Gugus fungsi Pembagian ini disusun khusus untuk keperluan analisis surfaktan, yeyapi dapat pula diterapkan untuk untuk meliputi secara praktis semua jenis surfaktan yang ada.

. SURFAKTAN SEBAGAI EMULSIFIER

Pengelmusian atau emulsifikasi adalah proses pendispersian suatu cairan lain yang tidak saling camour. Cairan yang didispersikan disebut fase terdispersi, fase dalam atau fase diskontinue, sedangkan cairan yang mendispersikannya disebut medium pendispersi, fase luar, atau fase kontinue. Bergantung ukuran partikel cairan yang didispersikannya, dikenal istilah makro emulsi dan mikro emulsi. Makro emulsi adalah emulsi yang ukuran fase terdispersinya berkisar 0,2 50mikrom, sedangkan mikro emulsi berkisar antara 0,01 0,2 mikron.

Anda mungkin juga menyukai