Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Koperasi Rochdale Koperasi modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di Kota

Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat revolusi industri. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini menimbulkan kesempatan kerja bagi anggota yang belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah.

Perkembangan koperasi di Rochdale sangat memengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada tahun 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit. Pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS). Pada tahun 1945, CWS berhasil mempunyai lebih kurang 200 pabrik dengan 9.000 orang pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan-perwakilan di luar negeri seperti New York, Kepenhagen, Hamburg, dan lain-lain.

Pada tahun 1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan, berupa surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News. The Womens Coorporative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan koperasi, disamping memperjuangkan hak-hak kaum wanita sebagai ibu rumah tangga, warga negara, dan sebagai konsumen. Beberapa tahun kemudian, koperasi memulai kegiatan di bidang pendidikan dengan menyediakan tempat membaca surat kabar dan perpustakaan. Perpustakaan koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di Inggris, sekaligus digunakan untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf. Kemudian Women Skill Guild Youth Organization membentuk

sebuah pusat yaitu Cooperative Union. Pada tahun 1919, didirikanlah Cooperative Collage di Manchaster yang merupakan lembaga pendidikan tinggi koperasi pertama.

Revolusi industri di Prancis juga mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu menghadapi serangan industri Inggris, Prancis berusaha mengganti mesin-mesin yang digunakan dengan mesin-mesin modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran. Kondisi inilah yang mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Prancis seperti Charles Fourier dan Louis Blanc.

Charles Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat dengan fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400 keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 3 mil yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bersama, dan dikelilingi oleh tanah pertanian seluas lebih kurang 150 hektar. Di dalamnya terdapat juga usaha-usaha kerajinan dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengurus perkampungan ini dipilih dari para anggotanya. Cita-cita Fourier tidak berhasil dilaksanakan karena pengaruh liberalisme yang sangat besar pada waktu itu.

Lois Blanc (1811-1880) dalam bukunya Organization Labour menyusun gagasannya lebih konkrit, dengan mengatakan bahwa persaingan merupakan sumber keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral, kejahatan, krisis industri, dan pertentangan nasional. Untuk mengatasinya, perlu didirikan social work-shop (etelier socialux). Dalam perkumpulan ini, para produsen perorangan yang mempunyai usaha yang sama disatukan. Dengan demikian, perkumpulan ini mirip dengan koperasi produsen. Pada tahun 1884, kaum buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk melaksanakan gagasan Lois Blanc untuk mendirikan koperasi, tetapi koperasi ini kemudian bangkrut.

Di samping negara-negara tersebut, koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori Ferdinan Lasalle, Friedrich W. Raiffesen (1818-1888), dan Herman Schulze (1803-1883) di Denmark dan sebagainya.

Dalam perjalanan sejarah, koperasi tumbuh dan berkembang ke seluruh dunia di samping badan usaha lainnya. Setengah abad setelah pendirian Koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi di berbagai negara, para pelopor koperasi sepakat untuk

membentuk International Cooperative Alliance (ICA-Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional. Penelusuran Prinsip-Prinsip Koperasi Tahun 1892 dibentuklah di Inggris: International Alliance of The Friend of Cooperative Production dengan tujuan menghubungkan pada tingkat international pendukung-pendukung koperasi produksi. Cooperative Union (CU) lalu menolak keberadaan bentukan tersebut, kecuali kalau Koperasi konsumen, saving & credit, jasa-jasa dan lain-lain bisa dicakup didalamnya. Dan akhirnya, perbedaan-perbedaan pandangan tadi bisa diterima. Tahun 1895, para promotor akhirnya mau menerima gagasan lembaga tersebut sebagai suatu all in international federation. Maka saat itu lalu bisa terbentuk The International Cooperative Alliance (=ICA). Adapun tujuan dari pada ICA:

Mempersatukan Koperasi-koperasi yang tak bermotif mencari laba semata-mata Motif dari koperasi adalah menyejahterakan anggota atas dasar kesukarelaan dan kerjasama

Motif lain adalah mendorong koperasi bisa menolong diri sendiri, termasuk para anggotanya. Dengan berdirinya ICA, maka banyak negara lalu bisa saling tukar menukar

pengetahuan, pengalaman dan informasi. Untuk maksud itu tahun 1902 diterbitkan majalah dwi bulanan: The Reviewer of International Cooperative. Para tokoh di ICA sangat faham bahwa pertentangan itu disebabkan tidak dimilikinya azas/ tujuan, prinsip dan nilai-nilai serta definisi koperasi. Tetapi ini memang sulit sekali.Sejarah akhirnya mencatat, bahwa memerlukan sepuluh dasa warsa (100 tahun) untuk bermusyawarah mufakat, menelurkan definisi-definisi koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip koperasi, yang ketiganya tak boleh di pisah-pisah, dan disebut: Jatidiri Koperasi (Cooperative Identity Statement). Konggres pertama sampai konggres ke 30 Urutan selama sepuluh dasawarsa adalah sebagai berikut, dimulai pada tahun 1934, banyak koperasi di dunia berkiblat pada 8 prinsip (principle) Koperasi Rochdale, yaitu : 1. Pengendalian secara terbuka (democratic control) 2. Keanggotaan yang demokrasi (Open membership)

3. Bunga terbatas atas modal (limited interest on capital) 4. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota proposional dengan pembeliannya (the distribution of surplus in dividend to the members in proportion to their purchases) 5. Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan (trading strictly on cash basis) 6. Tidak boleh menjual barang-barang palsu dan harus murni (selling only pure and unadulterated goods) 7. Mengadakan pendidikan bagi anggota-anggotanya tentang azas-azas koperasi dan perdagangan yang saling membantu (providing for the education of the members in Cooperative principles as well as for mutual trading) 8. Netral dalam aliran agama dan politik (political and religious neutrality) Menjadi pertanyaan, apakah sesuatu organisasi bisa disebut koperasi kalau sudah menjalankan ke 8 prinsip tersebut? Banyak koperasi yang bisa berjalan tanpa menganut 8 prinsip secara penuh. Pengalaman membuktikan bahwa ke-8 prinsip koperasi Rochdale berdasar pengalaman koperasi konsumen saja di kota Rochdale tersebut. Pada hal, saat ini koperasi sudah mulai berkembang pesat dengan berbagai bentuk pelayanan yaitu koperasi konsumsi, koperasi produktif, koperasi kredit, koperasi asuransi, koperasi tani, dll. Para tokoh ICA di London yang berkonggres tahun 1934 membentuk suatu Komite khusus meneliti: pengetrapan dari azas-azas Rochdale pada koperasi, dan selesai 1937 menelorkan 7 buah azas pokok sbb: 1. Keanggotaan terbuka (Open Membership) 2. Pengendalian yang demokratis (Democratic Control) 3. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota proposional dengan jumlah transaksinya (Distribution of the Surplus to the members in proportion to their transaction) 4. Bunga terbatas atas modal (Limited Interest on Capital) 5. Netral dalam agama dan politik (Political dan Religious Neutrality) 6. Pembayaran secara tunai (Cash Trading) 7. Pengadaan pendidikan bagi anggotanya (Promotion of Education) Ketujuh azas tadi diumumkan di Konggres ICA di Paris pada tahun 1973, dan 4 azas yang pertama sebagai wajib yang perlu diikuti/ditaati semua koperasi sedangkan yang 3 terakhir berupa persyaratan bagi keanggotaan ICA. Namun demikian, para tokoh ICA belum puas dengan ke 7 prinsip tadi, dan pada tahun 1964 membentuk komisi tentang azas-azas koperasi yang diberi wewenang:

Dari 7 prinsip yang mana bisa dipertahankan

Mana yang diubah, dan merumuskan azas-azas yang baru (jika memang diperlukan) Hasil dari pada komisi ini lalu diumumkan di Konggres ICA ke 23 yang diadakan di

Wina (Vienna) tahun 1966 sbb: 1. Keanggotaan sukarela dan terbuka (Voluntary and open Membership) 2. Pengendalian secara demokratis (Democratic administration) 3. Bunga yang terbatas atas modal (Limited Interest on Capital) 4. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proposional dengan transaksi (Distribution of the Surplus to the members in proportion to their transaction) 5. Pendidikan koperasi (Cooperative education) 6. Kerjasama antar koperasi (Cooperation among Cooperatives) Rupanya, dengan semakin banyak orang berkoperasi di dunia, yang koperasinya tidak asal-asalan, yaitu benar-benar mendasarkan pendidikan koperasi dari tingkat paling mendasar sampai tingkat professional, maka nampaknya azas-azas koperasi tidak berhenti sampai tahun 1966. Pada konggres ICA di Stockholm, Swedia tahun 1988 timbul keinginan-keinginan untuk mengkaji ulang azas-azas koperasi, guna menjawab pertanyaan: sejauh mana prinsip-prinsip koperasi itu masih bisa bertahan dalam susunan ekonomi pasar bebas yang mengarah pada globalisasi. Dulu, prinsip-prinsip Rochdale menanggulangi era revolusi industry di Inggris dan timbulnya faham Kapitalisme (dini), setelah 150 tahun (1838-1988) apakah masih relevan? Juga, pada tahun 1988 sudah terbentuk Industri maju diseluruh daratan Eropa. Sedangkan Uni Soviet beserta sekutu-sekutunya melepas ekonomi sosialis (yang otoriter) beralih ke system ekonomi pasar bebas (glasnost-Gorbachev). Sedangkan Negara berkembang berlomba menata ekonomi juga dengan pasar bebas (Jepang, Korsel, India, Muangthai, China, Indonesia). Mau tidak mau, koperasi mulai menggeliat secara pelan harus menyesuaikan diri kearah tatanan globalisasi.Segala hambatan harus diubah (deregulasi), terutama dalam kebijaksanaan dan pelaksanaan ekonomi. Sudah sejak lama, segala aturan-aturan yang berbau monopoli di USA dan Eropa dibatasi, hal ini karena hukum disana sangat dijunjung tinggi. Dengan demikian sangat mudah menjalankan deregulasi dan debirokrasi. Sebaliknya, di Negara-negara berkembang masih cukup sulit untuk menerobos deregulasi ini. Tema konggres ICA di Stockholm Swedia (1988) adalah Koperasi dan nilai Dasawarsa, yang salah satu keputusannya menugaskan kepada SVEN AKE BOOK

(Ketua Pokja Riset ICA, dari Swedia) yang menghasilkan Buku Laporan Cooperative Values in a Changing World, dimana dilaporkan dalam Konggres ICA di Tokyo tahun 1992. Buku laporan ini nantinya menjadi acuan dasar rancangan azas-azas Koperasi ICA tahun 1995. Konggres ICA 1995 Konggres ICA 1995 di Manchester (Inggris) dekat sekali dengan Kota Rochdale, oleh para tokoh ICA mempunyai makna penting sebab merupakan konggres 100 tahun ICA (18951995). Kota yang dipilih adalah Manchester Inggris, cikal bakal dari mendunianya Koperasi. Laporan Sven Ake Book disusun melalui beberapa pendekatan yaitu mengindentifikasi nilai-nilai koperasi yang tradisional dan kemudian didiskusikan untuk dikaji berdasarkan pengalaman-pengalaman dasa warsa sekarang untuk prospek masa yang akan datang. Pertanyaan-pertanyaan yang menghantui para tokoh ICA adalah:

Benarkah koperasi itu lamban? Kurang tanggap? Apa 7 prinsip yang kuno penyebabnya? Apa bisa koperasi mengikuti arus globalisasi yang cepat guna meraup peluang usaha? Mampukah konggres menelorkan keputusan brilyan menyongsong abad 21?

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut maka Konggres diselenggarakan pada tanggal 20-23 September 1995 yang merupakan konggres ke-31 dan memperingati 100 tahun usia ICA, dimana dihadiri 100 negara yang mewakili gerakan-gerakan koperasi di Negara masing-masing Konggres dibuka oleh ketuanya Mr. Lars Marcus. Sungguh gempita sambutan peserta konggres, resolusi demi resolusi meluncur dari peserta Konggres diantaranya agar konggres mencetuskan Identity (Identitas/Jatidiri) Koperasi, dan deklarasi Koperasi terhadap abad 21, demokrasi Koperasi, pembangunan SDM/HRD Koperasi serta resolusi pendanaan. Akhirnya, pada Rapat Anggota ICA (ICA General Assembly) mengesahkan pernyataan ICA tentang Identitas Koperasi yang memuat 3 bagian yang tak boleh dipisahkan yaitu Definisi Koperasi, Nilai-nilai Koperasi dan Prinsip-prinsip Koperasi (Lihat lengkapnya dibawah) Selanjutnya rapat juga mengumumkan bahwa prinsip-prinsip hasil Konggres 1966 di Wina sudah tidak dipakai diganti dengan hasil 1995.Seperti banyak orang menduga, maka Mr Lars Marcus lalu diganti dengan Presiden ICA yang baru terpilih, yaitu Mr.Graham Melmoth.

Anda mungkin juga menyukai