Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG


NASI GORENG DI BABAKAN RAYA

Penyusun :
1.
2.
3.
4.
5.

M. Itmamurohman
Khusnul Khotimah
Tiara Putri Utami
Yesi Sinaga
Roychan Idris

(G14150015)
(G14150033)
(G14150051)
(G14150057)
(G14150075)

PROGRAM PENDIDIKAN KOMPETENSI UMUM


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ABSTRAK

Tingkat pendapatan pedagang nasi goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor.


Survei telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendapatan. Metode yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi, dan
kuesioner. Data yang diperoleh adalah warung milik Pak Ahsan memperoleh
pendapatan sebesar Rp2000000,-, warung milik Pak Ino memperoleh pendapatan
sebesar Rp500000,-, dan warung milik Teh Neni memperoleh pendapatan sebesar
Rp900000,-. Perbedaan pendapatan tersebut dipengaruhi oleh modal, jam kerja,
pengalaman usaha, jumlah varian, dan lokasi.
Kata kunci : jam kerja, modal, pendapatan, survei

A. Latar Belakang
Monalisa Sembiring (2010) melakukan penelitian analisis pendapatan
pedagang bakso di Kota Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis

karakteristik para pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling di Kota
Bogor dan menganalisis pendapatan dan efisiensi usaha dari pedagang bakso
mangkal dan pedagang bakso keliling di Kota Bogor. Jumlah sampel dalam
penelitian 30 pedagang bakso yang beroperasi di Bogor, terdiri atas 15 orang
pedagang bakso keliling dan 15 orang pedagang bakso mangkal. Analisis data
menggunakan analisis rasio penerimaan-biaya. Hasil penelitiannya ialah rata-rata

pendapatan yang didapatkan pedagang bakso mangkal per bulan dikelompokkan


menjadi tiga skala berdasarkan penerimaannya yakni pedagang bakso mangkal
yang memiliki penerimaan di bawah 25 juta (skala mikro), penerimaan pedagang
bakso mangkal sebesar 25 juta hingga 100 juta (skala kecil) dan penerimaan di
atas 100 juta (skala menengah). Adapun pendapatan yang didapatkan oleh
pedagang skala mikro sebesar Rp 3.440.948, pendapatan skala kecil Rp
42.780.947 dan skala menengah Rp 74.298.767 dengan R/C Rasio yang diperoleh
sebesar 1,66. Sedangkan rata-rata pendapatan pedagang bakso keliling sebesar Rp
1.464.322 per bulan dengan R/C rasio 1,23. Dari hasil uji Mann-Whithney
pedagang bakso mangkal lebih mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan pedagang bakso keliling. Perbedaan tersebut memiliki
perbedaan yang nyata.
Dewasa ini banyak ditemui pedagang yang menjual produk sejenis dalam
lokasi yang relatif berdekatan. Fenomena ini dalam ilmu ekonomi dikenal dengan
istilah pasar persaingan sempurna yakni suatu sistem dalam pasar yang terdapat
banyak penjual menyediakan barang dan jasa yang sama kepada banyak pembeli.
Banyaknya pedagang dengan produk yang sejenis dalam lokasi yang sama dapat
mengancam pedagang lainnya yakni berkurangnya konsumen yang akan
berdampak pada tingkat pendapatannya. Oleh karena itu untuk mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya maka pedagang dituntut untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi konsumennya serta mempelajari dan mengetahui
keinginan

dan

kebutuhan

dari

mereka

tentunya

dengan

harga

yang

kompetitif. Berdasarkan fenomena tersebut, kami tertarik untuk mengadakan


kajian dengan mengambil judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Pedagang Nasi Goreng di Babakan Raya. Fokus studi ini adalah 3
pedagang nasi goreng yang berlokasi di Babakan Raya, yakni Warung Tumis
Jamur dan Nasi Goreng, Nasi Goreng Pak De Ino, dan Nasi Goreng The Neni.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan pendapatan pedagang nasi goreng di sekitar
kampus IPB?
2. Apa faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapatan antarpedagang nasi
goreng di sekitar kampus IPB?

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pendapatan antarpedagang nasi
goreng di sekitar kampus IPB dan memaparkan faktor penyebab adanya variasi
pendapatan antarpedagang nasi goreng di sekitar kampus IPB.
C. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2016 di Babakan Raya. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan metode wawancara, dokumentasi, dan membagikan
kuesioner pada konsumen.
D. Kerangka Teori
Ilmu mikroekonomi (microeconomics) adalah kajian tentang bagaimana
mereka berinteraksi di pasar tertentu. Salah satu pasar yang mudah dijumpai ialah
pasar persaingan sempurna. Pasar persaingan (competitive market) merupakan
suatu pasar di mana terdapat banyak pembeli dan penjual yang memperdagangkan
produk identik, sehingga masing-masing dari mereka akan menjadi penerima
harga (Mankiw )
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner atau angket,
wawancara, dan dokumentasi. Menurut Misbahuddin (2013), kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang perlu diketahui.
Wawancara adalah daftar yang berisikan pertanyaan atau pernyataan yang
digunakan sebagai patikan dalam melaksanakan wawancara dengan responden.
Dokumentasi adalah daftar yang berisikan patokan-patikan atau panduan dalam
menelusuri sebuah dokumentasi. Menurut Husaini (2003), wawancara dapat tidak
sistematis atau sisitematis. Pengamatan dapat tidak langsung (nonparticipation)
dan langsung ( participation). Angket dapat tertutup atau terbuka. Penelitian dapat
Tidak sistematis
menggunakan salah satu atau gabungan dari teknik-teknik pengumpulan
data di
Wawancara

atas. Masing-masing teknik mempunyai keuntungan dan kerugiannya.


Sistematis
Tidak langsung
Pengamatan
Langsung
Teknik Pengumpulan Data

Tertutup
Angket
Terbuka
Tercetak
Dokumentasi

Tergambar
Terekam

Gambar 1. Teknik Pengumpulan Data

E. Hasil dan Pembahasan


Pembeda

Tumis Jamur dan

Nasi Goreng
Pemilik
Pak Ahsan
Berdiri Tahun
1995
Jumlah Variasi
12
Modal Harian
Rp1000000,Pendapatan Harian
Rp2000000,Keuntungan Harian
Rp1000000,Durasi Buka
09.00-24.00 WIB
Jumlah pengunjung
150
Tabel 1. Data hasil wawancara

Nasi Goreng Pak


De Ino
Pak Ino
2012
10
Rp250000,Rp500000,Rp250000,16.00-22.00 WIB
45

Nasi Goreng
Teh Neni
Teh Neni
2010
10
Rp400000,Rp900000,Rp500000,15.00-22.00
70

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa terdapat perbedaan modal yang akan


berpengaruh pada tingkat pendapatan pedagang nasi goreng. Warung milik Pak
Ahsan memiliki modal harian sebesar Rp1000000,- dan memperoleh pendapatan
sebesar Rp2000000,- per hari. Warung milik Pak Ino memiliki modal sebesar
Rp250000,- dan memperoleh pendapatan sebesar Rp500000,- per hari. Warung
nasi goreng milik Teh Neni memiliki modal harian sebesar Rp400000,- dan
memperoleh pendapatan sebesar Rp900000,-. Data tersebut menunjukkan adanya

hubungan antara jumlah modal dengan tingkat pendapatan harian yang diperoleh
pedagang nasi goreng. Variabel modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan pedagang (Fatmawati et al 2014).
Tabel 1 juga

menunjukkan adanya perbedaan jam kerja. Warung Pak

Akhsan mulai beroperasi pada pukul 09.00-24.00 atau beroperasi selama 15 jam
dalam sehari. Warung Pak Ino mulai beroperasi dari pukul 16.00-22.00 atau
selama 6 jam. Warung Teh Neni mulai beroperasi pukul 15.00-22.00 atau selama
7 jam. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahi bahwa durasi jam kerja
berpengaruh pada tingkat pendapatan. Variabel jam kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan pedagang (Fatmawati et al 2014).
Pengalaman usaha juga berpengaruh pada tingkat pendapatan yang
diperoleh pedagang nasi goreng. Tabel 1 menunjukkan bahwa warung milik Pak
Akhsan telah berdiri sejak tahun 1995 atau telah berusia 21 tahun. Warung nasi
goreng milik Pak Ino berdiri tahun 2012 atau sudah berdiri selama 4 tahun.
Sedangkan warung nasi goreng milik Teh Neni telah berdiri sejak tahun 2010 atau
telah berusia 6 tahun. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa pengalaman
usaha berbanding lurus dengan tingkat pendapatan. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2014), variabel pengalaman
usaha berpengaruh terhadap pendapatan pedagang.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang nasi goreng
adalah variasi menu nasi goreng yang ditawarkan oleh warung tersebut. Sebanyak
100% responden lebih memilih menu nasi goreng yang bervariasi.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemilihan tempat berjualan
nasi

goreng

selain

dipertimbangkan

oleh

letak

yang

strategis

juga

mempertimbangkan jarak letak kedai dengan letak tempat tinggal pengusaha. Hal
ini bertujuan meminimumkan total biaya transportasi yang harus dikeluarkan
penjual setiap harinya. Dengan demikian tingkat keuntungan yang didapat akan
maksimum. Tarigan (2007) menyatakan bahwa teori pemilihan lokasi industri
menurut Weber didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan
bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga

kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya
transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat
keuntungan yang maksimum. Biaya transportasi bertambah secara proporsional
dengan jarak. Jadi, titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan
biaya minimum untuk angkatan bahan baku dan distribusi hasil produksi.
Konsep Threshold menyatakan luas pasar minimal dari pada produsen untuk
para penjual. Asumsi treshold ini mengamsumsikan bahwa barang apapun yang
diproduksi atau dijual memiliki biaya tetap dan biaya variable yang sama apabila
produsen hanya menghasilkan satu jenis barang. Konsep ini tidak memungkinkan
produsen untuk berdagang produk sejenis berada berdekatan karena pada satu
ruang treshold hanya boleh ada satu produsen atau pedagang. Apabila berdekatan
harus ada yang gulung tikar dan yang tersisa hanya satu produsen yang
berdagang. Menciutnya threshold ini memungkinkan lokasi satu produsen atau
pedagang sejenis tidak lagi terlalu berjauhan tetapi tetap tidak memungkinkan
untuk berusaha secara berdekatan (Tarigan 2007).
Walaupun di Babakan Raya banyak terdapat penjual nasi goreng tetapi tidak
ditemui pedagang yang berlokasi di tempat yang sangat dekat. Pasti terdapat jarak
antar satu pedagang nasi goreng dengan pedagang nasi goreng lainnya. Lokasi
satu pedagang tidak berjauhan tetapi tidak juga tidak sangat dekat. Lokasi kedai
nasi goreng yang berdekatan berpengaruh pada tingkat pendapatan. Pendapatan
salah satu pengusaha nasi goreng pasti akan berkurang dari sebelumnya.
Perbedaan pendapatan tersebut sesusai dengan teori threshold, namun dalam hal
ini tidak ada pengusaha nasi goreng yang gulung tikar, hanya pendapatannya saja
yang lebih rendah.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pendapatan pedagang nasi goreng di sekitar
kampus IPB, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapatan ketiga penjual nasi
goreng cukup signifikan. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa factor, yaitu
variable modal, jam kerja, pengalaman usaha, jumlah varian menu nasi goreng,
dan lokasi warung.

DAFTAR PUSTAKA
Fatmawati, Yolamalinda, Natassia R. 2014. Analisi faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima di Pasar Raya Padang.
Padang: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Mankiw NG. 2003. Pengantar Ekonomi Edisi ke-2 Jilid 1. Haris M, Penerjemah.
Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan
Misbahuddin, Hasan I. 2013. Analisis Data Penelitian dengan Statistika Edisi ke2. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Sembiring M. 2010. Analisis pendapatan pedagang bakso di Kota Bogor Jawa
Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Managemen.
Tarigan R. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta (ID):
Bumi Aksara.
Usman H, Akbar PS. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian

Wawancara dengan Pak Akhsan pemilik Warung Nasi Goreng Tumis Jamur

Wawancara dengan Teh Neni pemilik Warung Nasi Goreng Teh Neni

Wawancara dengan Pak Ino pemilik warung Nasi Goreng Pak De Ino

Anda mungkin juga menyukai