Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK AKTIVITAS PROTEOLITIK ENZIM PAPAIN KASAR (Kajian Zat Pengaktif dan Suhu Pengeringan)

Khamim Nugroho Iswanto*, Dr.Ir.Sudarminto S.Y.M.App.Sc**, Ella Saparianti, STP.MP** * Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Malang ** Staf Pengajar Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh papain dengan aktivitas proteolitik tinggi dan membuktikan penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan mempunyai pengaruh nyata terhadap aktivitas proteolitik tepung papain kasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengolahan papain dan komposisi penambahan zat pengaktif yang tepat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah penambahan zat pengaktif 4 level (tanpa penambahan, sistein, versen dan campuran sistein : versen (1:5)). Sedangkan faktor kedua adalah suhu pengeringan 3 level (suhu 55C, 60C, 65C) selama 5 jam dengan pengulangan 3 kali. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis ragam (ANNOVA). Dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk masing-masing faktor perlakuan dengan selang kepercayaan 5%. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa penggunaan suhu pengeringan yang berbeda dan penambahan zat pengaktif memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, rendemen dan aktivitas proteolitik tepung papain kasar. Sementara itu, penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap warna (L,a,b). Berdasarkan pengamatan aktivitas proteolitik papain, produk papain yang paling baik adalah pada pengeringan suhu 60C dengan penambahan campuran sistein : versen (1 : 5). Produk ini menunjukkan aktivitas proteolitik yang lebih tinggi daripada yang lain dengan aktivitas 0,506 TU/mg. Kata kunci: Papain, Zat Pengaktif (Sistein dan Versen), Aktivitas Proteolitik ABSTRACT The objective of this research is obtain papain with high proteolitic activity that produced by different time and temperature of drying. This research is caried out using factorial randomized block design with 2 factor. The first factor is type of activation agent which are with out adding activator agent, adding sistein, versen and mixed sistein : versen (1:5). The second factor is driying temperature which are 55C, 60C, 65C. The data are obtained in 3 replications. The data will be analyzed by Analysis of Variance (ANNOVA). Then analyzed by the Least Significant Different Test (LSD) at =0,05 to see the different effects of each treatments. The result shows that the use of driying temperature and adding of activating agent have significant effect on papain proteolitic activities. Mean while, the addition of activation agent and driying temperature do not have effect on colour (L ,a, b). Best treatment based on papain proteolitic activities is the addition of mixed activation agent sistein : versen (1 : 5) and drying temperature at 60C. The proteolitic activaty is 0,506 TU. Keyword : Papain, Activating Agent (Sisteine And Versen), Proteolitic Activities PENDAHULUAN Papain merupakan enzim proteolitik yang diambil dari pepaya (Carica papaya). Papain digunakan untuk pengempukan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat alat kecantikan (kosmetik) dan lain lain. Papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan dan harus disimpan dibawah temperatur 4 C (Fitriani, 2006). Kelebihan papain dibandingkan proteolitik yang lain adalah lebih tahan terhadap suhu proses, mempunyai kisaran pH yang luas dan lebih murni dibandingkan bromelin dan ficin. Kisaran pH optimum papain berkisar antara 5 7,5 dan stabil pada suhu 60 70 C (Fox et al.,1982). Selain itu, papain menurut De Man (1997) juga tidak mengandung karbohidrat seperti pada bromelin dan ficin sehingga mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah karena lebih murni dibandingkan enzim lain. Kualitas papain ditentukan oleh aktivitas proteolitik, semakin tinggi aktifitas proteolitiknya semakin baik. Penelitian yang dilakukan Retno (2006) didapatkan tepung papain kasar tanpa penambahan zat pengaktif dengan aktivitas proteolitik sebesar 0,7015 TU

menggunakan pengeringan sinar matahari suhu 55 C selama 8 jam. Penggunaan lama waktu pengeringan ini cenderung mengakibatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar mengalami kerusakan. Sehingga memerlukan cara untuk meningkatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar dengan penambahan zat pengaktif dan pengeringan yang dapat mengurangi kerusakan enzim. Monti et. al. (2000) menginformasikan penambahan zat pengaktif sistein dan versen dapat meningkatkan aktivitas papain kasar. Sedangkan pengeringan dapat dipersingkat dengan menggunakan pengeringan oven. Kelebihan pengeringan oven dibanding pengeringan sinar matahari suhu pengeringannya lebih stabil dan bebas kontaminan.Sehingga kualitas produk yang dihasilkan lebih stabil dan menghindarkan kerusakan tepung papain kasar dari lama pengeringan yang terlalu lama. Berdasarkan hal di atas, maka diharapkan dengan penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan berbeda dapat mempengaruhi aktivitas proteolitik tepung papain kasar. Penelitian ini bertujuan memperoleh tepung papain kasar dengan aktivitas proteolitik tinggi dan membuktikan penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan mempunyai pengaruh nyata terhadap aktivitas proteolitik tepung papain kasar.

desikator, plastik dan color reader (merk Minolta). Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah getah (lateks) pepaya sebagai bahan dasar penelitian yang diambil dari campuran 5 pohon pepaya sebagai sampelnya, etanol (C2H5OH) 95% sebagai pelarut ekstraksi, sistein (C3H8ClNO2S.H2O), versen [CH2N(CH2CO2H)2]2 (didapatkan dari lab biomolekuler jurusan biologi) sebagai bahan pengaktif. Bahan yang digunakan dalam analisis kimia pada penelitian ini adalah aquadest (didapatkan dari lab fisika), tirosin (kontrol) (didapatkan dari lab biomolekuler jurusan biologi), kasein (substrat), buffer asetat pH 5, buffer phospat pH 7,0 dan TCA 5 % (didapatkan dari panadia). Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen (termasuk penelitian deskriptif) yang melihat suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat perlakuan tertentu dan penelitian korelasional (penelitian deskriptif) yang melihat hubungan antara dua atau beberapa variabel. Desain penelitiannya menggunakan rancangan eksperimen (Notoatmodjo, 2002). Variabel independen penelitian ini adalah lama penyimpanan (0 dan 3 hari) serta suhu penyimpanan (suhu ruang (25-27C) dan suhu refrigrator (10-12C)). Sedangkan variabel dependennya adalah karakteristik kimia dan kadar aflatoksin. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Rancangannya disusun secara faktorial 2 faktor, yaitu : Faktor I : Penambahan Zat Aktif P1 : Tanpa Penambahan Zat Aktif P2 : Penambahan Sistein 0,025 M P3 : Penambahan Versene 0,005 M P4 : Penambahan Campuran Sistein : Versen (0,001 M : 0,005 M) Faktor II : Suhu Pengeringan S1 : Suhu Pengeringan 55C, Lama Pengeringan 5 Jam S2 : Suhu Pengeringan 60C, Lama Pengeringan 5 Jam S3 : Suhu Pengeringan 65C, Lama Pengeringan 5 Jam Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Masing masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat 36 satuan percobaan. Dapat pula dituliskan kombinasi perlakuan pada Tabel 1.

METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur bulan Maret Juni 2009. Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, botol gelap 200 ml, pipet ukur 100 ml, erlenmeyer 500 ml (merk iwaki pirex), corong, stirer/pengaduk, lemari pendingin (merk SANYO SR-LV219N dan SHARP Crystal Ice Gold), kertas whatman no.1 dan plastik. Peralatan yang dipergunakan dalam analisa antara lain adalah erlenmeyer 500 ml, beaker glass 50 ml, pipet tetes, labu ukur 10 ml, labu ukur 100 ml, pipet volume 1 ml, tabung reaksi, pipet volume 10 ml (merk iwaki pirex), timbangan (merk Denver M-310), turbo mixer ( merk LW Scientific), sentrifuse (merk Hettich Zentrifugen D-78532 Tuttligen), kuvet, oven kering (merk WTC Binder), spektrofotometer (merk UNICO Spectrophotometer UV-2100), botol timbang,

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Zat Pengaktif dan Suhu Pengeringan Penambahan Suhu Pengeringan Zat Pengaktif S1 S2 S3 P1 P2 P3 P3 P1S1 P2S1 P3S1 P4S1 P1S2 P2S2 P3S2 P3S2 P1S3 P2S3 P3S3 P3S3

Tabel 2. Rerata Karakteristik Bahan Baku No. 1. 2. 3. Parameter Kadar Air (%) Aktivitas Proteolitik (TU) Warna : L+ A
+

Getah Pepaya 82,45 1,579

3.4 Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanan penelitian meliputi tahap identifikasi masalah, penentuan faktor penelitian, proses ektraksi papain kasar, analisa kimia hasil ekstraksi (analisa kadar air, analisa randemen, analisa warna dan uji aktivitas protease) dan dilanjutkan dengan analisa data. 3.5 Analisa Statistik Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA) untuk melihat apakah perlakuan berbeda nyata. Apabila dari hasil uji tersebut menunjukan adanya perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 5% untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

53,1 4,8 19,3

B+

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan enzim papain kasar berasal dari latek (getah) pepaya jenis pepaya bangkok. Bahan baku diambil dari kebun milik Bapak Suparman yang beralamat di Jalan Tirtojoyo 10 Kelurahan Merjosari Rt. 1/7 Lowokwaru Malang. Getah diambil dari pepaya yang berumur 2,5 sampai 3 bulan untuk mendapatkan aktivitas proteolitik tinggi. Pengambilan getah dilakukan ketika buah masih melekat di pohon. Ditoreh dengan kedalaman 2 mm dengan menggunakan pisau stainless steel. Penorehan dilakukan pada jam 5 6.30 WIB atau sebelum terkena sinar matahari (mid-late morning). Menurut Anonymous (2006) hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi kelembapan lingkungan tetap tinggi. Apabila kelembapan relatif lingkungan tinggi maka kecepatan alir getah akan tinggi juga. Dari hasil pengamatan getah pepaya ini memiliki karakteristik sebagai berikut (Tabel 2) :

Rerata kadar air pada bahan getah pepaya sebesar 82,45 %. Karena kadar air bahan sangat tinggi maka diperlukan pengolahan pengeringan untuk memperpanjang masa simpan produk. Menurut Dauthy (1995) kadar air memiliki peran yang sangat penting dalam proses psikologi dan siklus evolusi serta reproduksi. Hal ini memberikan dampak terhadap umur simpan dan pemakaian jaringan zat-zat cadangan. Hasil pengeringan akan berbentuk tepung enzim papain kasar. Tepung ini merupakan hasil pengeringan dari getah pepaya yang ditambahkan zat pengaktif, diekstrak dengan etanol 95% dan dikeringkan dengan 3 suhu berbeda. Aktivitas proteolitik getah pepaya cukup tinggi yakni mencapai 1,579 TU. Aktivitas proteolitik dari getah lebih tinggi dibandingkan dengan dalam bentuk tepung. Hal ini diduga karena getah belum mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga belum terlihat kerusakan aktivitas proteolitik. Aktivitas Protease Ekstraksi enzim papain kasar menggunakan metode ekstraksi ethanol. Etanol yang digunakan sebanyak 4 kali volume bahan baku getah pepaya. Penggunaan volume etanol yang lebih banyak ini ditujukan supaya mengikat molekul air yang terdapat dalam getah. Etanol 95% yang ditambahkan molekul molekul air yang awalnya menyelubungi molekul papain akan tersolvasi oleh molekul etanol. Hal ini karena molekul air dan molekul etanol dapat bercampur dengan baik sedangkan papain tidak dapat larut dalam etanol. Karena jumlah molekul etanol lebih banyak dari pada molekul air pada getah, maka kekuatan solvasi etanol terhadap air semakin besar sedangkan kekuatan solvasi air terhadap papain semakin berkurang dan mengakibatkan papain dapat mengendap (Oktaviani, 2007).

Setelah penambahan etanol, papain diendapkan pada suhu rendah. Monti et al. (2000) menyebutkan bahwa pengendapan spontan pada suhu rendah akan menghasilkan kemurnian tinggi pada produk papain. Kemampuan proteolitik papain terhadap substrat dinyatakan dalam tirosin unit, yakni banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 g tirosin per menit per mg serbuk pada kondisi percobaan. Pengujian aktivitas proteolitik papain pada penelitian ini menggunakan uji aktivitas protease Leewit dan Pornsukawang. Menurut Pomeranz and Meloan (1994) metode ini cukup efektif untuk menghitung aktivitas protease enzim papain kasar dan merupakan metode yang lebih teliti dibandingkan dengan pengukuran curd protein dari kasein yang terbentuk setelah penambahan papain. Pengujian aktivitas proteolitik dimulai dengan membuat kurva standar tirosin dengan rentang panjang gelombang 270 280 nm. Kemudian dibuat grafik dan persamaan hubungan antara penyerapan (absorbansi) dan tirosin yang dibebaskan tiap berbagai level konsentrasi. Persamaan yang didapatkan adalah y = 0,0112x, dimana y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi tirosin. Setelah diketahui konsentrasi tirosin, maka hasilnya dimasukkan persamaan selanjutnya untuk mengetahui aktivitas dalam ukuran tirosin unit.

versen (0,005 M) pada pengeringan suhu 60C sebesar 0,506 TU dan terendah pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif pada suhu 55C sebesar 0,093 TU. Hasil analisis keragaman untuk nilai aktivitas proteolitik enzim papain kasar (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan zat aktif dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang nyata ( = 0,05) terhadap nilai aktivitas proteolitik enzim papain kasar yang dihasilkan.. Namun, tidak ada interaksi antara kedua perlakuan. Hasil nilai aktivitas proteolitik tepung papain kasar yang lebih rendah dari penelitian sebelumnya disebabkan karena bahan dasar (getah pepaya) berbeda. Perlakuan penambahan zat aktif dan perlakuan suhu tidak memberikan interaksi. Namun, hasil perlakuan memberikan hasil sinergi satu dengan yang lain. Fenomena ini disebabkan karena penambahan sistein dan versen yang tidak sama dan konsentrasi yang diberikan tidak cukup besar. Sehingga grafik tidak saling memotong dan menunjukan tidak ada interaksi antar perlakuan. Pengaruh penambahan zat aktif terhadap aktivitas proteolitik tepung papain kasar dapat dilihat pada data berikut (Tabel 3). Tabel 3. Rerata Pengaruh Penambahan Zat Pengaktif terhadap Aktivitas Proteolitik Tepung Papain Kasar Penambahan Zat Aktif Tanpa Penambahan Versen 0,005 M Aktivitas Proteolitik (TU) 0,076 a 0,228 b

Aktivitas Enzim

tiro sin x

v x fp p xq

BNT ( = 0,05)

Hubungan antara perlakuan penambahan zat aktif dan suhu pengeringan terhadap aktivitas proteolitik papain dapat dilihat pada Gambar 1.
0,600 0,500 A k ti v i ta s (T U ) 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 Suhu 55C Suhu 60C Suhu 65C

0,13 Sistein 0,025 M 0,250 bc Sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M) 0,327 d Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Secara umum penambahan zat pengaktif pada getah pepaya dapat meningkatkan aktivitas proteolitik papain. Tepung papain kasar pengaruh penambahan zat aktif menunjukan aktivitas terendah sebesar 0,076 TU pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif. Sedangkan nilai tertinggi 0,327 TU pada perlakuan penambahan campuran sistein : versen (1 : 5). Analisa data (BNT = 0,05) menunjukkan beda sangat nyata antar perlakuan penambahan zat aktif. Hal ini dimungkinkan karena tiap zat aktif memiliki aktivitas tersendiri dalam fungsi menaikkan nilai aktivitas proteolitik tepung papain kasar.

Perlakuan Tanpa Penambahan Versen 0,005 M Sistein 0,025 M sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M)

Gambar 1. Hubungan Antara Perlakuan Penambahan Zat Aktif dan Suhu Pengeringan terhadap Aktivitas Proteolitik Papain Gambar 1 secara umum menunjukkan aktivitas proteolitik tepung enzim papain kasar mempunyai tren naik dan turun. Aktivitas proteolitik terbesar diperoleh dari perlakuan penambahan campuran sistein (0,001 M) :

Enzim papain dengan penambahan sistein mempunyai aktivitas lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan karena ada fungsi reduksi pada papain. Papain mempunyai gugus aktif tiol (S-H) yang mempunyai sifat berikatan terhadap amino didekatnya yang mempunyai gugus yang sama dengan membentuk ikatan disulfida (S-S). Fungsi sistein adalah mereduksi ikatan disulfida menjadi bentuk tiol atau sulfihidril kembali, sehingga akan meningkatkan efektifitas memecah ikatan peptida protein. Sedangkan versen dapat membantu mengikat ion logam yang terdapat pada getah yang mampu menghambat kinerja enzim. Namun, aktivitas sistein lebih baik dari pada versen dalam meningkatan aktivitas proteolitik. Peningkatan aktivitas papain yang lebih baik adalah dengan menambahkan zat yang berfungsi meningkatkan aktivitas spesifik enzim dan mampu mengikat ion logam yang ada pada getah papaya (Monti et al., 2000). Sehingga perlakuan penambahan zat pengaktif campuran sistein (0,001 M) : versen (0,005 M) mampu meningkatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar secara maksimal. Nilai proteolitik papain kasar berkisar antara 0,028 sampai 0,506 TU. Hubungan antara perlakuan penggunaan berbagai level suhu pengeringan dengan aktivitas proteolitik tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Proteolitik Tepung Papain Kasar Aktivitas Proteolitik (TU) 0,240 b 0,337 b 0,12

(bahan terlarut yang ada dalam bahan). Dalam hal ini bahan terlarut yang dimaksud adalah enzim papain kasar yang ada dalam bahan. Semakin banyak konsentrasi enzim yang didapat maka aktivitasnya akan semakin baik. Sedangkan pada perlakuan pengeringan dengan suhu 65C mengalami penurunan aktivitas proteolitik dimungkinkan pada suhu tersebut enzim sudah mengalami kerusakan. Aktivitas proteolitik tepung papain kasar apabila dibandingkan dengan tepung papain kasar komersial merk Paya yang didapatkan dari toko Avia malang. Aktivitas proteolitik tepung papain kasar hasil penelitian mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih tinggi yakni 0,506 TU sedangkan Paya 0,00014 TU. Menurut Winarno (2005) mengapa tepung papain kasar komersial yang ada di pasaran cenderung lebih rendah aktivitas proteolitiknya adalah banyaknya bahan pengisi dalam tepung papain komersial. Analisa Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter uji yang penting. Kadar air memerankan peranan penting dalam menentukan umur simpan. Selain itu pada proses pembuatan tepung papain menurut Suprayitna (2007) kadar air tepung papain jangan sampai lebih dari 9 %. Dari data yang ada didapatkan nilai rerata kadar air (%) tepung papain berkisar antara 7,486 sampai 8,723. Hubungan penambahan zat pengaktif dan penggunaan variasi suhu pengeringan terhadap kadar air tepung papain dapat dilihat pada Gambar 2.

Suhu 55 C 60 C

BNT ( = 0,05)

9,000 8,500 K a d a r A i r (% ) 8,000 7,500 7,000 6,500 55 60 Suhu (C) Tanpa Penambahan Versen 0,005 M Sistein 0,025 M sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M) 65

65 C 0,084 a Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Aktivitas proteolitik terbaik didapatkan dari perlakuan pengeringan dengan suhu 60C sebesar 0,337 TU. Sedangkan aktivitas proteolitik terendah didapatkan pada perngeringan suhu 55C sebesar 0,240 TU. Perbandingan aktivitasa proteolitik dengan menggunakan analisa data (BNT = 0,05) menunjukkan beda sangat nyata antar perlakuan pengeringan suhu 65C dengan pengeringan suhu 55C dan 60C. Aktivitas proteolitik pada proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh kadar air bahan. Menurut Winarno (1995) kadar air bahan mempengaruhi laju reaksi enzimatis. Fennema (1996) menambahkan pengurangan kadar air akan mempengaruhi banyaknya solut

Gambar 2. Hubungan Penambahan Zat Pengaktif dan Penggunaan Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air Tepung Papain Gambar 2 menunjukkan bahwa secara umum semakin meningkatnya suhu pengeringan yang dipergunakan maka kadar air tepung papain kasar semakin rendah. Perlakuan penambahan sistein (0,001 M) : versen (0,005M) dan suhu pengeringan 65C mempunyai catatan kadar air paling rendah.

Sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan pada suhu 55 C. Besarnya kadar air sangat penting. Kadar air mampu mempengaruhi daya awet bahan. Keberadaan air untuk pertumbuhan mikroba, terjadinya aktivitas enzimatik dan kimiawi sangat menentukan masa simpan makanan (Fellows, 2002). Kadar air yang dikehendaki dalam tepung papain kasar adalah kadar air yang kecil. Kadar air yang besar dapat mengakibatkan kimiawi dan mikrobiologis. Kemungkinan kerusakan kimiawi terjadi akibat interaksi gula dan amino sehingga terjadi mailard. Sedangkan kemungkinan kerusakan mikrobiologis disebabkan adanya mikroba yang berkembangbiak pada bahan. Hasil analisa ragam juga menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan terhadap kadar air tepung papain kasar ( =0,05) . Sedangkan kedua perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Pengaruh penambahan zat aktif terhadap kadar air tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 5 . Tabel 5. Rerata Pengaruh Penambahan Zat Pengaktif terhadap Kadar Air Tepung Papain Kasar Penambahan Zat Aktif Tanpa Penambahan Sistein 0,025 M Kadar Air (%) 8,565 c 8,187 b BNT ( = 0,05)

Pengaruh perlakuan suhu pengeringan terhadap kadar air tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rerata Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air Tepung Papain Kasar Kadar Air BNT ( = Suhu (%) 0,05) 55 C 60 C 8,448 b 8,144 a 0,19

65 C 8,000 a Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Kadar air bahan akhir yang berbentuk tepung papain kasar paling rendah diperoleh dari perlakuan pemanasan dengan suhu 65C, sedangkan paling tinggi kadar airnya diperoleh pada perlakuan pemanasan dengan suhu 55C. Namun kadar air tepung papain kasar yang diperoleh (BNT = 0,05) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan apabila dibandingkan dengan suhu 60C dan suhu 65C. Sedangkan hasil kadar air suhu 60C dibandingkan dengan kadar air suhu 55C sangat berbeda nyata. Hal ini diduga ketika dikeringkan dengan suhu 55C air bahan banyak yang diuapkan sehingga apabila dibandingkan hasil kadar air pada pengeringan dengan suhu 60C dan suhu 65C tidak banyak perbedaan air bahan yang dapat diuapkan. Analisa Rendemen Rendemen tepung papain kasar merupakan merupakan perbandingan antara berat tepung yang diperoleh dengan berat bahan awal (lateks pepaya). Menurut Vogel et al. (1996) rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada reaksi kimia. Sedangkan rendemen relatif digunakan untuk perhitungan efektivitas prosedur, dengan menghitung jumlah produk yang didapatkan dan membaginya berat awal sebelum proses (Sudarmadji dkk.,1997). Rendemen tepung papain adalah efektifitas massa produk setelah proses pengeringan dan sebelum proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan penggunaan suhu pengeringan 55C, 60C dan suhu 65C selama 5 jam. Dari data yang ada didapatkan data rerata rendemen tepung papain berkisar antara 16,31 sampai 19,01 %. Hubungan antara rendemen dengan perlakuan penambahan zat aktif dan perlakuan suhu pengeringan pada berbagai level dapat dilihat pada Gambar 3.

0,22 Versen 0,005 M 8,374 bc Sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M) 7,665 a Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Dari data (Tabel 5) dapat dilihat kadar air minimal didapatkan pada perlakuan penambahan campuran sistein dan versen dengan kadar air sebesar 7,665%. Sedangkan kadar air tertinggi didapatkan pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif sebesar 8,565%. Dari analisa data (BNT = 0,05) didapatkan bahwa perlakuan penambahan zat aktif memberikan pengaruh nyata pada kadar air tepung. Perlakuan campuran sistein dan versen mempunyai kadar air paling kecil dimungkinkan sistein dalam sistem bekerja sebagai reduktor disulfida papain dan versen sebagai pengkelat sehingga molekul air tidak terikat oleh campuran sistein dan versen. Sedangkan perlakuan tanpa penambahan mempunyai kadar air paling besar dimungkinkan karena air tersisa dari pelarutan etanol terikat kembali oleh protein enzim.

19,50 19,00 18,50 18,00 Randemen (%) 17,50 17,00 16,50 16,00 15,50 15,00 14,50 55 60 Suhu (C) Tanpa Penambahan Versene 0,005 M Sistein 0,025 M Sistein : Versene (0,001 M : 0,005 M) 65

air dan rendemen berbanding lurus sehingga tren rendemen mengikuti tren kadar air. Pengaruh perlakuan suhu pengeringan terhadap rendemen tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rerata Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Rendemen Tepung Papain Kasar Rendemen BNT ( = Suhu (%) 0,05) 55 C 60 C 18,406 b 17,745 a 0,41

Gambar 3. Hubungan Penambahan Zat Pengaktif dan Penggunaan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen Tepung Papain Gambar 3 menunjukkan bahwa secara umum semakin meningkatnya suhu pengeringan yang dipergunakan maka rendemen tepung papain kasar semakin rendah. Perlakuan penambahan sistein (0,001 M) : versen (0,005M) dan suhu pengeringan 65C mempunyai rendemen paling rendah, sedangkan rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan tanpa penambahan zat aktif pada suhu 55C. Rendemen produk dipengaruhi kadar air produk. Apabila kadar air tinggi maka rendemen tinggi dan sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan rendemen berbanding lurus dengan kadar air produk tepung papain. Hasil analisa ragam menunjukkan perbedaan nyata antara perlakuan penambahan zat pengaktif dan suhu pengeringan terhadap rendemen tepung papain kasar ( =0,05) . Sedangkan kedua perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi. Pengaruh perlakuan penambahan zat aktif terhadap rendemen tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rerata Pengaruh Penambahan Zat Aktif terhadap Rendemen Tepung Papain Kasar Penambahan Zat Rendemen BNT ( Aktif (%) = 0,05) Tanpa Penambahan Sistein 0,025 M 18,661c 17,838 b

65 C 17,431 a Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Nilai rerata rendemen tepung papain kasar terendah diperoleh dari pengeringan dengan suhu 65C sebesar 17,431% sedangkan nilai terbesar rendemen didapat dari pengeringan dengan suhu 55C sebesar 18,406%. Perbandingan rendemen tepung papain kasar yang diperoleh (BNT = 0,05) dengan suhu pengeringan 65C dan 60C tidak menunjukkan beda nyata, sedangkan pada pengeringan 55C dengan suhu 65C, 60C menunjukkan beda nyata. Hasil analisa rendemen berbanding lurus dengan hasil analisa kadar air akibat perlakuan pengeringan. Analisa Warna (L*, a*, b*) Warna tepung papain kasar diukur dengan menggunakan color reader dengan parameter yang dibaca adalah L*, a* dan b*. Warna merupakan salah satu parameter yang menentukan apakah tepung papain kasar tersebut rusak atau tidak dikarenakan proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan warna produk tepung papain kasar secara umum bewarna kuning. Nilai rerata kecerahan L berkisar antara 61,833 65,933, nilai a (kemerahan) berkisar antara 10,9 15,1 dan nilai b (kekuningan) berkisar antara 18,2 22,4. Hasil analisis keragaman untuk nilai kecerahan L, nilai a dan nilai b menunjukkan bahwa perlakuan penambahan zat aktif dan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata ( = 0,05) terhadap nilai kecerahan L, a dan b tepung papain kasar yang dihasilkan. Karena perlakuan penambahan zat pengaktif dan perlakuan suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada penelitian sehingga tidak perlu dilakukan uji data lanjutan. Pengaruh penambahan zat aktif terhadap produk tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 9.

0,47 Versen 0,005 M 18,244 bc Sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M) 16,700 a Keterangan: angka yang didampingi notasi yang tidak sama menyatakan berbeda nyata Rendemen bahan akhir yang berbentuk tepung papain kasar paling rendah diperoleh dari perlakuan penambahan campuran sistein (0,001 M) : versen (0,005 M) sebesar 16,700% sedangkan paling tinggi rendemennya diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif sebesar 18,661%. Kadar

Tabel 9. Rerata Pengaruh Penambahan Zat Aktif Terhadap Produk Tepung Papain Kasar Penambahan Zat Aktif Tanpa Penambahan Sistein 0,025 M Versen 0,005 M sistein(0,001 M) : Versen (0,005 M)

L 64,58 63,70 62,90 62,32

a 12,40 12,77 14,95 12,64

b 20,49 20,48 21,04 20,90

Nilai kecerahan L, a dan b produk tepung papain kasar bervariasi akibat penambahan zat aktif. Nilai kecerahan L terkecil pada perlakuan campuran sistein (0,001 M) : versen (0,005 M) sebesar 62,32 sedangkan nilai terbesar L pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif sebesar 64,58. Nilai a (kemerahan) terkecil pada perlakuan tanpa penambahan zat aktif sebesar 12,40 sedangkan nilai terbesar diperoleh dari perlakuan penambahan versen 0,005 M sebesar 14,95. Nilai b (kekuningan) terkecil didapatkan pada perlakuan sistein 0,025 M sebesar 20,48 sedangkan nilai terbesar pada perlakuan penambahan versen 0,005 sebesar 21,04. Secara umum warna produk setelah pengeringan mengalami perubahan warna menjadi kekuningan. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Fitriani (2006) yang menyatakan hasil pengeringan berupa tepung bewarna putih hingga kekuningan. Perubahan menjadi warna kuning merupakan tanda kerusakan pada produk tepung papain kasar relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pemanasan tidak cukup panas untuk menyebabkan peristiwa mailard berlangsung sempurna. Enzim papain relatif stabil pada suhu proses. Pengaruh perlakuan suhu pengeringan terhadap warna produk tepung papain kasar dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rerata Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Produk Tepung Papain Kasar Suhu L a b 55 C 63,75 12,45 20,72 60 C 63,25 13,19 21,38 65 C 63,13 13,93 20,08 Dari Tabel 10 didapatkan nilai kecerahan L produk tepung papain kasar membentuk tren. Semakin tinggi suhu pengeringan yang dipergunakan nilai kecerahan L produk tepung papain kasar semakin menurun. Nilai kecerahan menurun dari suhu 55C sebesar 63,75 hingga pada suhu 65C sebesar 63,13. Sedangkan pada nilai a (kemerahan) tren nilai semakin besar, nilai

tertinggi produk pada pemanasan 55C sebesar 12,45 hingga suhu 65C sebesar 13,93. Nilai b (kekuningan) tidak membentuk tren, nilai b (kekuningan) terendah didapatkan pada perlakuan suhu 65C sebesar 20,08 dan tertinggi didapatkan dari perlakuan pemanasan suhu 60C sebesar 21,38 Hal ini diduga bahwa perubahan warna akibat dari proses pengeringan pada lateks. Warna yang timbul pada tepung papain kasar diduga terjadi karena proses maillard. Menurut Winarno (1995) Reaksi mailard adalah reaksi yang terjadi antara gugus karbonil dari gula reduksi dengan gugus amino dari asam amino. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Perlakuan penambahan zat aktif dan perlakuan suhu pengeringan memberikan pengaruh nyata ( =0,05) terhadap kadar air, rendemen dan aktivitas proteolitik papain kasar. Sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata ( =0,05) terhadap kadar air, rendemen dan aktivitas proteolitik papain kasar. Perlakuan terbaik berdasarkan parameter aktivitas proteolitik tertinggi, rendemen tinggi, kadar air rendah dan warna yang cerah diperoleh pada perlakuan penambahan campuran sistein : versen (1 : 5) dengan suhu pengeringan 60 C. Perlakuan terbaik tercapai dengan aktivitas proteolitik sebesar 0,506 U/mg dan nilai kecerahan (L) 63,10 , kemerahan (a) 12,64, kekuningan (b) 22,4. 2. Saran 1. Perlakuan proporsi penambahan campuran sistein dan versen terbukti mampu meningkatkan aktivitas proteolitik papain namun hasil yang diperoleh masih lebih rendah dari penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti campuran tepat sistein dan versen dengan pencapaian aktivitas proteolitik spesifik tinggi. 2. Penelitian lebih lanjut menggunakan laju reaksi spesifik enzim sehingga dapat diketahui Km dan Vmax. 3. Pengujian aktivitas proteolitik tepung papain kasar masih terbatas penggunaan substrat kasein. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan pada substrat yang lebih bervariasi agar lebih aplikatif.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous.2006.Papain. http://en.wikipedia.org/wiki/papain. diakses tanggal 12 Juli 2006 Dauthy, Mircea Enachescu. 1995. Fruit and Vegetable Processing. FAO Agricultural Services Bulletin No.119. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome Fellows,P. 2002. Food Processing Technology Principal and Practice Second Edition. CRC Press. New York Fennema, Owen R. 1996. Fennema s Food Chemistry 4ed edition. Srinivasan Damodaran, Kirk L. Parkin, Owen R. Fennema (editor). CRC Press. New York Fitriani,V. 2006. Getah Sejuta Manfaat. PT. Trubus Swadaya. Edisi April 2006. Jakarta Monti, Rubens, Carmelita A. Basilio, Hendrique C. Trevisan and Jonas Contiero.2000. Purification of Papain from Fresh Latex of Carica Papaya. Departamento de Bioquimica e Tecnologia Quimica. Universidade Estadual Paulista. Brasil Oktaviani,R.A.2007. Karakterisasi Papain Dari Getah Pepaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya.Malang Pomeranz, Y. and C.E. Meloan. 1994. Food Analysis : Theory and Practice. Chapman and Hall. New York. P. 625 669 Sudarmadji, S.B., Haryono dan Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. PT. Liberty. Yogyakarta Supiyatna.2007. Manfaat Getah Pepaya.http://halalguide.info. diakses tanggal 6 November 2008 Vogel, A.I., Tatchell, A.R., Furnis, B.S., Hannaford, A.J. and P.W.G. Smith. 1996. Vogel's Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th Edition. Prentice Hall. New Jersey Winarno,F.G.1995.Enzim Pangan. PUSPANGTEPA.IPB.Bogor.Hal.107110 Winarno, Agung Endah. 2005. Pengaruh suhu dan lama hidrolisis menggunakan enzim papain kasar terhadap sifat fisikokimia hidrolisat protein "offal" ayam broiler. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Anda mungkin juga menyukai