Anda di halaman 1dari 59

ANTIBIOTIKA DAN ANALGETIKA

DI

BEDAH

PENGERTIAN

1. OBAT
Adalah semua zat, baik kimiawi, hewani, maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya. a. OBAT NABATI. b. OBAT KIMIAWI / SINTETTIS

OBAT NABATI
Banyak digunakan dimasa lalu Mulanya dengan cara coba-coba ( empiris ) pengalaman disimpan dan dikembangkan turuntemurun.( jamu ) Mulanya sebagai ala ilmu sihir, kosmetika atau racun. Misal :
Strychnin dan curare mulanya sebagai racun panah di Afrika dan Amerika Selatan. Efedrin - dari tanaman Ma Huang ( Ephedra Vulgaris ) Kinin - dari kulit pohon kina Atropin - dari atropa belladonna Morfin - dari candu ( Papaver somniferum ) dll.

OBAT KIMIAWI
Sejak 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat penting bagi penelitian obat-obat baru. Awal abad 20, obat sintettis mengalami kemajuan dengan ditemukannya obat baru:
Dimulai dengan aspirin 1935 - sulfonamid 1940 penicillin dr Alexander Fleming

2. DEFINISI
1. 2. 3. 4. 5. 6. FARMAKOGNOSI BIOFARMASI FARMAKOKINETIKA. FARMAKODINAMIKA TOKSIKOLOGI FARMAKOTERAPI

FARMAKOKINETIKA
Mempelajari perjalanan obat, mulai dari saat pemberian,absorpsinya dari usus, transportnya didalam darah, distribusinya ketempat kerjanya dan jaringan lain. Juga mempelajari bagaimana biotransformasi ( perombakannya ), dan ekskresinya oleh ginjal. Singkat : segala sesuatu yang dilakukan tubuh terhadap obat.

FARMAKODINAMIKA
Mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapeutis yang ditimbulkannya. Singkat : segala sesuatu yang dilakukan obat terhadap tubuh.

TOKSIKOLOGI
Mempelajari tentang efek racun dari obat terhadap tubuh. Termasuk juga didalam farmakodinamika, karena efek terapeutik obat berhubungan dengan efek toksisnya. Pada dasarnya setiap obat dgn dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. ( sola dosis facit venenum )- Paracelsus

OBAT-OBAT UNTUK TERAPI DAPAT DIBAGI DALAM 3 GOLONGAN :


A. OBAT FARMAKODINAMIS. bekerja terhadap tuan rumah dengan mepercepat atau memperlambat proses fisiologis atau fungsi biokimia dalam tubuh; misalnya : hormon, diuretika, hipnotika. OBAT KEMOTERAPEUTIS. - dapat membunuh parasit dan kuman dalam tubuh tuan rumah - obat dalam kelompok ini harus mempunyai kegiatan farmakodinamis sekecil-kecilnya terhadap organisme tuan rumah dan berkhasiat membunuh sebesar-besarnya parasit ( cacing,prtozoa ), mikroorganisme ( bakteri dan virus ). - obat-obat sitostatika, juga termasuk kelompok ini.

B.

C. OBAT DIAGNOSTIK. merupakan obat untuk membantu diagnosis, misalnya : - bariumsulfat - untuk saluran usus. - saluran empedu Na-iopanoat dan asam iod organik dll.

3. BIOAVAILABILITY ( BA )
Adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya. Biasanya efek obat baru mulai nampak sesudah obat melalui sistem pembuluh porta dan hati, kemudian tiba di sirkulasi darah besar yang mendistribusikannya keseluruh jaringan.

4. CARA PEMBERIAN OBAT


Tergantung pada : 1. Efek yang diinginkan, a. Efek sistemik ( keseluruh tubuh ). b. Efek lokal ( setempat ) 2. Keadaan pasien. 3. Sifat-sifat fisiko-kimia obat.

a. Efek sistemis
1. 2. 3. Oral. Sublingual. Injeksi. a. Subcutan ( hipodermal ) b. Intrakutan ( didalam kulit ) c. Intramuskuler ( i.m ) d. Intravena ( i.v ) e. Intra arteri. f. Intralumbal ( inter vertebra lumbal ) g. Intraperitoneal. h. Intracardial. i. Intraarticular ( celah sendi ). Rektal. Implantasi subkutan.

4. 5.

b. Efek lokal
1. 2. 3. 4. 5. 6. Intra nasal. Intra okuler. Intra aurikuler. Intra pulmonal ( inhalasi ). Intravaginal. Topikal ( kulit ).

5. PRINSIP-PRINSIP FARMAKOKINETIKA

Perjalanan obat didalam tubuh dengan proses-proses farmakokinetika yang dialaminya

KEMOTERAPEUTIKA ANTIBIOTIKA

KEMOTERAPEUTIKA / ANTIBIOTIKA
Latin; anti = lawan , bios = hidup

Didefinisikan sebagai: zat-zat kimiawi yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme : bakteri, fungi, virus dan protozoa ( plamodium, amuba, trichomonas dll ),cacing; sedang toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Obat-obat ini berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak jaringan tuan rumah. Sitostatika juga termasuk golongan ini.

SEJARAH
Kegiatan antibiotis pertama kali ditemukan secara kebetulan oleh dr Alexander Fleming ( Inggris, 1928 , penicillin ). Penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada PD-II ( 1941 ) untuk menanggulang luka-luka yang infeksi akibat perang. Kemudian disusul penemuan-penemuan lain :
1944 1947 1948 1952 1960 1965 1969 1972 1974 streptomycin chloramphenicol tetracyclin erythromycin rifampycn bleomycin doksorubicin minosiklin tobramicin

PEMBUATAN
a. AB semisintetis. bila pada kultur dibubuhi zat-zat pelopor tertentu,dan zat ini diinkorporasi kedalam AB dasarnya. Misal : penisilin-V b. AB sintettis. tidak dibuat dengan jalan biosintetis seperti diatas,melainkan dengan sintesa kimiawi. Misal : chloramphenicol.

PENGGOLONGAN OBAT ANTIBAKTERI

Digolongkan atas dasar mekanisme kerjanya: a. bakterisid. b. bakteriostatis.

BAKTERISID
( Latin, caedere = mematikan )

Yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Obat ini dibagi lagi : a. Obat-obat yang bekerja pada fase tumbuh sel. misalnya : penisillin,cephalosporin, polipeptid ( polimiksin, basitrasin dll ), rifampisin, asam nalidiksat, kuinolon. Kurang efektif pada kuman dalam fase istirahat. b. Obat-obat yang bekerja pada fase istirahat. misalnya : aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, polipeptida.

SIKLUS PERTUMBUHAN SEL


A. SIKLUS PERTUMBUHAN MORFOLOGIS. 1. Amitosis : sel membelah langsung. 2. Mitosis a. Fase mitosis ( 2 - 3 jam ). 1. profase - 1 jam dinding inti sel hilang, chromosome menggrombol 2. metafase - < 1 jam chromosome berkumpul di daerah equator,dan membagi diri dengan jumlah sama banyak. 3. anafase - jam chromosome bergerak kr masing-masing kutub 4. telefase bbrp menit sitoplasma pisah menjadi 2 bagian, terbentuk dinding inti sel, sel terbelah menjadi 2 sel yang sama. b. Interfase : sel tidak membiak, sel muda tumbuh dewasa, lamanya variabel. 3. Meiosis : pembelahan yang hanya terjadi pada sel-sel kelamin.

B. 1.

SIKLUS PERTUMBUHAN BIOKIMIA. Fase G-1 ( Growth phase -1 ). - lamanya 1 2 jam - sel yang baru terbentuk tumbuh menjadi dewasa,membentuk protein,enzim dll. chromosome hanya mengandung rantai tunggal DNA ( haploid ). - sel dewasa masuk zona perbatasan ( restriction zone ), selanjutnya apakah sel : a. Berhenti tumbuh - bila berhenti tumbuh masuk fase G-0 - sel yg masuk G-0 ada 2 : 1. Stem sel, sel yang tumbuh lagi bila ada rangsangan ( mengganti sel yang mati ), kembali masuk ke fase-S. 2. Sel yang tetap tidak tumbuh smp mati.(sel saraf ). b. Tumbuh terus masuk ke fase-S.

2.

Fase-S ( Synthetic phase ). - lamanya 6-8 jam - disini dibentuk rantai DNA baru,protein,enzim dll. - replikasi DNA dgn bantuan enzym DNA-polimerase. - persiapan masuk fase-M. Fase G-2 ( Growth phase-2 ). - lamanya 1-2 jam - dibentuk RNA,protein,enzim, dll untuk fase M berikutnya. Fase Mitosis ( Mitotic phase ). - hampir tidak ada aktifitas kimiawi. - terjadi pembelahan sel.

3.

4.

BAKTERIOSTATIS
( Latin, stasis = menghentikan )

Yang pada dosis biasa berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Pemusnahan kuman dilakukan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri dengan fagositosis.

PENGGOLONGAN LAIN
Berdasarkan atas luas aktivitasnya, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis kuman : a. Antibiotika narrow-spectrum ( aktivitas sempit ). b. Antibiotika broad-spectrum ( aktivitas lebar ).

NARROW SPECTRUM
Obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya : - penisilin-G,penisilin-V,eritomisin, klindamisin,kanamisin,asam fusidat bekerja hanya melawan kuman Gram-positif. - streptomisin, gentamisin, polimiksinB,asam nalidiksat aktif terhadap kuman Gram-negatif.

BROAD-SPECTRUM
Bekerja terhadap lebih banyak kuman, baik Gram-positif maupun Gram-negatif. Misalnya : sulfonamida, ampisil, sefalosporin, klorampenikol, tetrasiklin, rifampisin.

a. b.

c. d. e.

Dinding sel : sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan dari plasma pecah. contohnya : penicillin, sefalosporin. Membran sel : molekullipoprotein dari membran plasma ( di dalam dinding sel ) sintesa terganggu, hingga jadi lebih permeabel. Hasilnya zat-zat penting dalam sel merembes keluar. contoh : polipeptida dan polyen ( nistatin, amfoterisin ) dan imidazole ( mikonazole, ketokonazol dll ) Protein sel : sintesanya terganggu, contoh : kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida. Asam-asam inti ( DNA,RNA ): rifampisin (RNA),asam nalidiksat dan kinolon, asiklovir (DNA). Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zatyang penting untuk metabolisme kuman sehingga pertukaran zatnya terhenti. contoh : sulfonamid, trimetoprim, PAS dan INH.

PEMILIHAN OBAT
Setiap infeksi berat selalu dilakukan kultur cairan tubuh ( darah,kemih,dahak,pus ) Dalam praktek,pemilihan obat berdasarkan jenis dan beratnya infeksi serta pengalaman Dalam memilih AB, hendaknya mempertimbangkan beberapa hal.

a. b.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan : Obat bakterisid lebih diutamakan,dp bakteriostatis,bila daya tahan tubuh berkurang. Obat dengan daya penetrasi yang baik kedalam jaringan atau CSF, agar lebih mudah meresap ketempat infeksi. Hal ini enting bila tempat infeksi terletak pada jaringan dengan sirkulasi buruk.( rongga dahi, prostat ).
Obat dengan daya penetrasi baik kedalam jaringan : amoksisilin,linkosin,rifampisin,sulfonamid,kuinolon,klorampenikol dll. Obat dengan penetrasi baik kedalam CFS : sulfonamid,klorampenikol,rifampisin,minosiklin.peresapannya tergantung pada lipofilitas obat,semakin lipofil sebakin baik penetrasinya.

c. d.

Obat dengan dosis 1-2 x sehari lebih disukai daripada 3-4 x shr.Karena kesetiaan minum obat ( drug compliance ) lebih baik, sehingga hasil pengobatan lebih baik. Obat dengan pengikatan protein (PP) rendah diutamakan.Karena hanya obat bebas yang dapat berdifusi ketempat infeksi.

PENGGUNAAN KOMBINASI
Pada umumnya, penggunan kombinasi dari dua atau lebih AB ( multiple drug therapy, MDT ) tidak dianjurkan, apalagi kombinasi dengan dosis tetap ( fixed dose ). Tapi beberapa kombinasi dapat bermanfaat :
Pada infeksi campuran, misal : kombinasi AB dan antifungi.Atau, 2 AB dengan spektrum sempit untuk memperluas aktivitas terapi. Mis; basitrasin + polimiksin dalam sediaan topikal. Untuk memperoleh potensiasi, misalnya: sulfametoksazole + trimwtoprime ( = kotrimoksazole ). Multi drugs terapi ( AZT+3TC=ritonavir ) terhadap AIDS juga menghasilkan efek sangat baik. Untuk mengatasi resistensi, Misal : amoksisilin+ asam klavulanat yang menginaktivir enzim penisilinase. - Untuk menghamabat resistensi, khususnya pada infeksi menahun spt : TBC ( rifampisin + INH + Pirazinamid ) dan Kusta ( dapson + klofazimin dan /atau rifampisin. Berperan pula pada MDT terhadap AIDS. - Untuk mengurangi toksisitas, misal : trisulfa dan sitostatika, karena dosis masing-masing komponen dapat dikurangi.

ANTAGONISME-SINERGISME PADA KOMBINASI Kombinasi AB dapat menghasilkan


Adisi atau Potensiasi dari khasiat masingmasing obat. Antagonisme dengan penurunan atau peniadaan efek terapi.
Contoh : penisilin/sepalosporin dengan tetrasiklin/klorampenikol. Sehingga tidak dianjurkan kombinasi : zat-zat bakterisida yang bekerja terhadap fase tumbuh dengan zat-zat bakteriostatis.
Misal : ampisilin + klorampenikol aminoglikosid dengan linkosin/klindamisin

ANTIBIOTIKA DAN ANALGETIKA


DI

BEDAH

PENDAHULUAN
Penggunaan AB dlm pengobatan infeksi bedah tidak berbeda secara prinsip dengan penggunaan AB pada bidang kedokteran umumnya. Pertimbangan dasar yang sama dalam pengobatan semua infeksi. Tetapi satu perbedaan, bahwa terapi AB hanya merupakan tambahan pada pengobatan infeksi bedah Pengobatan operatif ( drainase ) adalah lebih penting. Tujuan/goal dari terapi AB adalah mencegah atau mengobati infeksi dengan mengurangi atau menghilangkan organisme-organisme sampai daya tahan dari host dapat membersihkan pathogen terakhir.

Pertimbangan dasar dalam pengobatan AB adalah : a. efficacy/efikasi ( kemanjuran ), b. toksisitas, dan c. biaya. Kemanjuran/efikasi, hal utama yang dipertimbangkan dalam pemilihan AB. AB efektif bila aktif melawan pathogen yang menyebabkan infeksi dan harus mampu mencapai tempat infeksi dalam konsentrasi yang adekuat. Semua AB punya potensi untuk terjadi toksisitas. Efek toksis,seperti: a. alergi atau b. jarang: aplasia sumsum tulang (bone marrow)yang disebabkan oleh chloramphenicol. Obat ini juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan organ,seperti toksisitas pada ginjal atau ototoksik.

AB juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada ekologi mikrobiologi di RS yang mengakibatkan resisten terhadap mikroba, suatu problema penting di RS, terurtama di ICU. Biaya adalah pertimbangan terakhir dalam pemilihan AB. Menentukan biaya pengobatan dengan AB bukan hanya biaya obat,tapi juga biaya waktu perawatan, pemberian infus, juga harus dipertimbangkan. Tentu saja, waktu rawat di RS akan bertambah, yang terjadi bila obat yang dipakai tidak mahal, tapi kurang efektif atau menyebabkan lebih toksis, yang akhirnya membuat obat tersebut menjadi AB yang mahal.

DISTRIBUSI AB.
Keberhasilan pengobatan infeksi dengan AB sistemik diperlukan adanya konsentrasi obat yang adekuat,yang dibebaskan ketempat infeksi. Idealnya konsentrasi AB dalam jaringan harus melewati konsentrasi minimum yang dapat menghambat ( minimum inhibitory concentration - MIC ). Penetrasi ke dlm jar. tgt sbgn dari protein yang mengikat AB ( protein binding antibiotica ). Hanya AB yg tidak terikat yg dapat menembus dinding kapiler atau bekerja menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil pengobatan, disisi lain, tdk berhubungan dgn affinitas ( affinity = daya tarik menarik ) protein,karena ikatan dengan protein bersifat reversible. Kemampuan larut AB didalam lemak juga factor penting dalam penetrasi ke dalam jaringan.Ini menentukan kemampuan AB untuk melewati membrane dengan diffusi non-ionik kedalam luka, tulang, cerebrospinal fluid (CSF), mata, endolymph pada telinga, abses.

a. darah
Kecepatan ekskresi dan protein binding, dua determinan dari konsentrasi AB dalam darah. Protein binding mempengaruhi ekskresi. AB yang berikatan kuat dengan protein tidak diekskresi secepat AB yang berikatan lemah dengan protein dan mempunyai half-life yang lebih panjang. Oleh krena itu, AB dengan ikatan protein yang kuat umumnya tidak diberikan sesering AB yang mempunyai ikatan lemah dengan protein. Sebaliknya,AB seperti nitrofurantoin dan norfloxacin diekskresi begitu cepat didalam urin sehingga tidak pernah mencapai kadar yang cukup didalam darah atau jarigan untuk mencapai konsentrasi antimicrobial yang efektif.Akan tetapi obat-2 ini juga mencapai konsentrasi tinggi dalam urin,sehinga efektif mengobati infeksi didalam traktus urinarius.

b. urine
AB yang sering dipergunakan adalah sulfonamide,penicillin, cephalosporin,aminoglycoside, tetracycline, quinolon,azoles, secara prinsip diekskresi didalam urin dan mencapai konsentrasi tinggi didalam urin sampai 50 200 kali konsentrasinya dalam serum. Kecuali, erythromycin dan chloramphenicol. Karena kemampuan konsentrasinya yang besar sangat menganggu pada pasien dengan penyakit ginjal. Ph urin dapat dirubah untuk memfasilitasi aktifitas AB. Sebagai contoh :
aminoglycoside lebih aktif pada media yang alkalis, sedangkan AB lain yang untuk traktus urinarius ( tetracycline,nitrofurantoin,methenamine mandelate ) lebih aktif dalam lingkungan asam.

c. empedu
Disamping urin, empedu secara regular mempunyai konsentrasi AB lebih tinggi dari kadar dalam serum. Konsentrasi dalam empedu dari beberapa Penicillin ( nafcillin,piperacillin,mezlocillin,dan azlocillin ), cephalosporin ( terutama cefazolin, cefamandole, ceforanide, cefoxitin, cefoperazone, dan cefadroxil ), tetracyclines, dan clindamycin sering beberapa kali konsentrasi dalam serum. Nafcillin dan Rifampicin mencapai konsentrasi 20 100 kali dari konsentrasinya didalam serum. Aminoglycoside kurang baik masuk kedalam empedu, terutama bila ada sakit liver, dan konsentrasinya dalam empedu lebih rendah dari kadar dalam serum.

d. cairan interstitial dan jaringan


Konsentrasi yang tinggi dlm darah, ikatatan dengan protein lemah, memudahkan AB berdifusi dari serum kedalam jaringan extravasculer. Kadar absolute didalam jaringan tidak secara akurat menunjukkan potensi terapeutik dari AB, karena AB berikatan kuat dengan jaringan sehingga tidak mampu berikatan dengan bakteri.

e. abses
Pengertian bahwa tidak ada AB yang menembus abses, adalah tidak benar. Penicillin, cephalosporin, dan beberapa AB lain tidak dapat menembus abses yang sudah matang, metronidazole, chloramphenicol, dan clindamycin dapat mencapai konsentrasi hambatan ( inhibitory concentration ) dalam abses. Pertanyaan : apakah AB setelah masuk kedlm abses dpt mempertahankan efikasi antimikrobanya dibawah kondisi yang ada didalam abses?.

Problema: pH yg asam, jumlah mikroba dan produk jaringan yang banyak dapat mengikat AB dlm abses, menyebabkan efikasi antimikroba menurun. multiple bakteri yg ada dlm abses, membuat satu tipe bakteri akan menginaktifkan AB dalam melawan jenis bakteri yang lain. Kurangnya efikasi penicillin dan cephalosporin dalam mengobati abses mgkn akibat tingginya beta-lactamase dlm abses. Metronidazole dan clindamycin dpt masuk kedalam abses dan mempertahankan aktifitas antibakterinya,tapi tdk efektif thdp bacteri gram-negatif aerobe yang biasanya terdapat bersama-sama dengan bacteri anaerobe, yang efektif untuknya,,sehingga abses persisten. AB yg dpt mengobati abses, adalah AB yang sgt efektif melawan bakteri yang dlm metabolisme aktif, cepat membelah. Kondisi didlm abses tidak baik untuk pertumbuhan bakteri ,sehingga AB tdk mampu masuk dan menjadi aktif melawan bakteri.

Atas semua alasan tsb diatas, AB seharusnya tidak digunakan untuk mengobati semua abses. Walaupun kadang-kadang ada laporan yang sukses mengobati abses dengan AB, drainase tetap merupakan cara utama dalam mengobati abses.

PENGGUNAAN AB DALAM BEDAH


PROPILAKSIS 2. TERAPEUTIK a. Empirik b. Definitif

1. propilaksis
Pemberian AB dapat mengurangi insiden infeksi LO pada pasien yang menjalani operasi. Ada perinsip-prinsip sbg panduan dalam penggunaan AB propilaksis. Terapi AB propilaksis harus diarahkan utk melawan bakteri yang mungkin akan mengkontaminasi luka. Utk operasi bersih propilaksis AB adalah tepat. Staph.aureus, Staph.epidermidis, bacteri enteric gram negative, paling sering ILO. Bact. enteric Gram-neg. plng sering menyebabkan ILO pd gastroduodenal, traktus biliaris, kolorektal, apppendiktomi, dan ginekologis.

a. PRINSIP-PRINSIP PROPILAKSIS
Pilih AB yang efektif melawan pathogen yang mungkin ditemukan . Pilih AB dengan toksisitas paling rendah. Berikan single dose terapeutik 30 60 menit preoperative. Berikan dosis kedua dari AB bila operasi berlangsung lebih dari 4 jam atau 2 x dari half-life dari AB. Berikan 2 3 dosis pasca operasi. Tidak perlu diberikan lebih dari 24 jam.

b. INDIKASI PROPILAKSIS
AB propilaksis diindikasikan apabila
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada : pasien-pasien yang menjalani operasi bersih. luka-luka traumatic, traktus intestinalis yang sudah diluar (prolap) akibat trauma kemudian dimasukkan, operasi elektif pada intestinum atau kolon, gastroduodenal,traktus biliaris, umur diatas 70 tahun dan operasi ginekologis.

2. terapeutik
Infeksi bedah yang berat harus diobati dengan AB iv Terapi AB awalnya adalah emphirik, karena hal ini tidak dapat ditunda sampai ada hasil pemeriksaan mikroba ( kultur dan sensitivity test ). Karena bahan kultur biasanya diambil waktu operasi maka, AB yg diberikan sebelumnya tidak akan mempengaruhi hasil kultur.

a. Terapi empirik
Terapi empirik secara rasional perlu data ttg mikroba yang paling sering menyebabkan infeksi dan gambaran kerentanan AB di RS atau unit di RS ( mis : ICU ). Pemberian AB diberikan sebelum ada hasil kultur. Contoh :
Infeksi bedah intra abdomen hampir selalu disebabkan oleh campuran bakteri gram-negatif dan gram posistif aerobic dan anaerobic. Terapi awal AB harus mempunyai aktivitas broadspectrum melawan bakteri ini. Kebanyakan infeksi pada jaringan nekrosis, terutama yang berasal dari operasi intraabdominal atau daerah pelvis, juga disebabkan oleh campuran flora bakteri terapi empiric dengan broad-spectrum. Infeksi pada pemasangan protesa biasanya terjadi lambat dibanding infeksi intra abdominal. Cocci gr. positif, terutama Staph.aureus dan Staph..epidermidis, berperanan pada infeksi ini. Sejumlah AB tunggal atau kombinasi tersedia untuk terapi awal atau terapi empiric.

b. Terapi definitif
Terapi AB dapat dirubah/diganti bila hasil pemeriksaan kultur dan sensitivity test telah ada. Data-data sensitivitas dapat menentukan AB yang digunakan melawan bakteri yang diisolasi. Penggantian AB, dipilih yang kurang toksis, biaya lebih rendah. Infeksi yg asalnya dari ICU sering disebabkan oleh bakteri yg resisiten terhadap AB. Terutama jenis hospital-acquired Staph.aureus, yang sering resisten terhadap methicillin ( MRSA = methicillin resistant staphylococcus aureus ). Untuk infeksi hospital-acquired staphylococcus, dapat diberikan vancomycin, sampai data sensitivity test ada. Bila Staph.aureus sensitive terhadap penicillin G atau methicillin, obat ini harus digunakan karena lebih efektif dan biaya lebih rendah dari vancomycin.

PEMBERIAN OBAT
a. Rute - Untuk pasien bedah yang serius pemberian AB diberikan secara iv untuk memastikan kadarnya didalam serum. - Absorpsi melalui rute lain tidak konsisten pada pasien yang sakit berat, dimana GIT tidak berfungsi baik. - Rekomendasi oleh pabrik obat harus digunakan sebagai guide-lines untuk mencapai dosis AB yang lebih tepat. - Umumnya ada batas/margin keamanan yg lebar ( wide margin ) antara konsentrasi terapeutik dan toksis, dari obat-obat seperti : penicillin dan cephalosporin. - Obat lain, aminoglycoside, batas/margin sangat sempit. - Penghitungan dosis pada dewasa didasarkan pada body weight ( BB ). Untuk anak-anak, dosis AB berdasarkan atas luas permukaan badan.

b. durasi - Umumnya infeksi bedah dapat diterapi dengan AB secara efektif selama 5 7 hari. sepanjang pasien menunjukkan perbaikan secara klinis ( tempratur badan normal, kadar Lekosit dan fungsi GIT telah kembali normal pada pasien dengan peritonitis ). - Apabila perbaikan secara klinis tidak terjadi dalam 4 5 hari setelah operasi (panas, leukositosis setelah 5 hari), kenapa pengobatan ini gagal, harus dicari.

KEGAGALAN PENGOBATAN
Kegagalan pengobatan dengan AB, bisa ok :
Terdapat kesalahan dalam memilih AB, Dosis AB tidak adekuat, Rute pemberian tidak tepat, Bacteri resisten, Terjadi superinfeksi oleh bacteri yg resisten thdp AB yg diberikan. ada factor lain yang bertangung jawab : terjadi peritonitis rekuren ( tertiary ) atau suatu abses intraabdomen yang memerlukan tindakan drainase. Penyebab lain dari panas : infeksi traktus urinarius, infeksi pada tempat infus, drug-fever, dan thromboplebitis.

TOKSISITAS OBAT
Dalam keadan normal AB diekskresi oleh ginjal (terutama) dan gangguan fungsi ginjal akumulasi didalam serum. Oleh karenanya, pada beberapa AB perlu dilakukan pengurangan dosis atau menambah interval pemberian pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ( renal failure ). Obat-obat toksis seperti aminoglycoside seharusnya tidak digunakan pada pasien dengan renal failure, atau, bila digunakan, kadar dalam serum/plasma harus sering diperiksa untuk memverifikasi kadar toksis belum/tidak tercapai. Pendekatan umum terhadap penggunaan AB pada pasien dengan renal failure adalah dosis pertamanya 80 100 % dari jumlah biasanya, kemudian jumlah dari dosis kedua disesuaikan dengan half-life AB yang dipakai.

Refference
1. Schwartz, Seymour I,MD; PRINCIPLES OF SURGERY; seventh edition; International Edition, Volume 1; McGrawHill; 1999; 133,142 151. Tjay,Tan Hoan; Rahardja,Kirana Drs; Obat-obat Penting,Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya; Edisi Kelima,Cetakan Pertama; PT Elex Media Komputindo;2002;4,5,16-19,20,54-63.

2.

Anda mungkin juga menyukai