Anda di halaman 1dari 4

BAB II ISI

2.1 Soejoedi Wirjoatmodjo


Soejoedi Wirjoatmodjo lahir di Rembang, sebuah kota di bagian utara Jawa Tengah dekat pesisir. Tanggal kelahiran beliau bertepatan dengan pengakuan kedaulatan Indonesia, yaitu pada tanggal 27 Desember 1928. Sejak kecil, Soejoedi terkenal pediam dan senang menggambar sejak kecil. Ketika beliau berusia 18 tahun, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Seperti remaja yang lainnya pada saat itu, beliau terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata . Soejoedi bergabung dengan kesatuan Tentara Pelajar sampai menjabat Kepala Staf Tentara Pelajar Brigade 17 Detasemen II Rayon V, Solo. Soejoedi mengenyam pendidikan arsitektur di Tech-nische Hoodgeschool Bandung, yang dahulu menjadi bagian dari Jurusan Arsitektur Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik Universitas Indonesia. Ia kemudian menerima beasiswa dari pemerintah Prancis untuk meneruskan studi di LEcole des Beaux-Arts, Paris. Karena tak betah, ia pindah ke Technische Hoogeschool, Delft, Belanda, yang suasananya dirasa lebih dekat dengan Indonesia.. Namun, ia lalu pindah ke Technische Uni versitat. Berlin Barat waktu itu. Beliau pernah bekerja sambilan di Biro Arsitek Kraayvanger, Rotterdam. Sebagai arsitek, Soejoedi berpendapat bahwa konstruksi harus mengikuti bentuk, bukan bentuk mengikuti konstruksi. Soejoedi kembali ke Indonesia pada tahun 1961 untuk menggantikan Profesor Insinyur Van Rommondt menjadi Ketua Jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung, karena Profesor tersebut juga ingin kembali ke Negara asalnya di Belanda. Selama 4 tahun Soejoedi menjabat sebagai Ketua Jurusan Arsitektur di ITB. Untuk menambah penghasilan sehari-hari Soejoedi bergabung dengan biro arsitek Estetika. Kemudian beliau membentuk biro arsiteknya sendiri bersama dengan rekan-rekan studi di eropa, Prakarsa. Selain jabatan di atas, Soejoedi juga diangkat menjadi staf ahli bidang Arsitektur Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL), dengan tempat kerja di salah satu kamar kediaman pribadi Menteri PUTL. Disitulah Soejoedi mengerjakan dan memenangkan sayembara proyek sayembara Conference of the New Emerging Forces (Conefo)
2

Karya-Karya Soejoedi Wirjoatmodjo 1. Cafe Braga Permai / Maison Bogerijen Bentuk awalnya mirip vila Eropa yang sering ditandai dengan atap curam empat sisi yang disebut atap mansard. Setelah berganti pemilik, Soejoedi mengubahnya mirip bangunan di Jerman Barat waktu itu.

Mansion Bogerijen 1920

Mansion Bogerijen 1930

2. CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) sekarang menjadi gedung MPR/DPR
BANGUNAN * Jenis = Kabah * Lokasi = Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia PEMBANGUNAN * Dimulai = 08 Maret 1965 * Selesai = 01 Februari 1983 perlengkapan menyelsaikan tahun 1968) * Tinggi = 100 M TIM PERANCANG * Arsitek = Soejoedi Wirjoatmodjo (Gedungan

Presiden Soekarno mencetuskan untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua New Emerging Forces. Anggotaanggotanya direncanakan terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara Sosialis, negara-negara Komunis, dan semua Progresive Forces dalam kapitalis.
3

Conefo dimaksudkan sebagai suatu tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Melalui Keppres No. 48/1965, Soekarno menugaskan kepada Soeprajogi sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan Peraturan Menteri PUT No. 6/PRT/1965 tentang Komando Pembangunan Proyek Conefo. Soejoedi pun maju dalam sayembara perancangan proyek Conefo, dengan menerapkan pola pemikiran arsitek Prancis, Le Corbusier. Dia memasukkan fungsi-fungsi utama sebuah kawasan political venues, yaitu persidangan, sekretariat, dan kegiatan pendukung. Massa bangunan untuk ke-giatan persidangan diletakkan frontal menghadap jalan masuk, dengan massa bangunan sekretariat di sampingnya. Massa bangunan perjamuan diletakkan linier terhadap massa bangunan sekretariat, sedangkan massa bangunan auditorium diletakkan tegak lurus terhadapnya, jadilah kompleks MPR/DPR.

3. Gedung Kedutaan Besar Prancis, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Dikerjakan antara 1969 dan 1973. Soejoedi membuat lengkungan di sisi masif selubung bidang terdepan sebagai pengarah kendaraan yang memasuki gedung. Pintu masuk utama yang terletak di bagian samping gedung itu menjadikan gedung terlindung, baik dari pandangan mata luar maupun kebisingan di sekitarnya. Desain ini juga menjamin keamanan dan keselamatan pengunjung. Proyek itu menerapkan konstruksi beton di Indonesia. Pengudaraan buatan di dalam bangunan gedung dilakukan dengan teknik menurunkan ketinggian langit-langit di sclasar bagian dalam, supaya tersedia rongga tempat meletakkan AC yang mengalirkan udara dingin ke ruangan-ruangan. Tampilan lain adalah sirip-sirip yang membagi bidang permukaan vertikalmenjadi sejumlah bukaan berukuran sama dan sebangun. Karya-karya lainnya, Gedung Sekretariat ASEAN, Gedung KBRI di Kuala Lumpur, Gedung Konsulat Indonesia di Beograd, dan Stasiun PLTA di Karang Kates, Jawa Timur. Selain itu, Soejoedi turut merancang masterplan tata kota Kotamadya Pontianak, Kalimantan Barat, masterplan daerah pariwisata Nusa Dua, Bali, dan masterplan pengembangan pariwisata Jawa Tengah.

Gedung Sekretariat ASEAN

Gedung KBRI di Kuala Lumpur

Warisannya adalah membawa bentuk arsitektur non-tradisional sebagai inspirasi arsitekarsitek muda, rancangannya memberikan ruang interaksi sosial tanpa mengorbankan lingkungan sekitar. Dalam usia muda, 53 tahun, Soejoedi menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 17 Juni 1981. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di Tanah Kusir, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai